Modul Etika dan Filsafat Komunikasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
ETIKA &
FILSAFAT
KOMUNIKASI
Etika
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
Tatap Muka
02
Kode MK
Disusun Oleh
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Mata kuliah ini membahas tentang
filsafat dan etika komunikasi untuk
mendekati
permasalahan
komunikasi.
Pada modul
ini
dibahas mengenai Etika dan Moral
Dengan memperoleh materi ini,
mahasiswa
diharapkan
mampu
menjelaskan mengenai pengertian,
manfaat etika dan moral
.
Pendahuluan
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia
bergaul.
Sistem
pengaturan
pergaulan
tersebut
menjadi
saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan
lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masingmasing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa
merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak
asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di
masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana
yang benar dan mana yang buruk.
Dalam kehidupan kita sehari hari sebagai mahasiswa ilmu komunikasi yang nantinya
akan terjun dalam bidang sosial yang banyak berhubungan dengan orang lain kita
tentu perlu belajar bagaimana beretika yang baik dengan orang lain. Sikap dan
perilaku kita akan kita bawa kemana saja dalam setiap keseharian dan kehidupan
kita kemanapun maka pelajaran etika harus kita pelajari, sebelumnya pun kita sudah
mendapatkan mata kuliah Etik UMB dan sekarang kita mempelajari lebih lanjut
mengenai Etika dan Filsafat, untuk bagaimana kita kedepannya lebih baik dalam
bekerja karna dalam kehidupan pekerjaan dalam bidang penyiaran apalagi jurnalis,
kita harus seperti orang filsafat yang selalu bertanya dan mencari kebenarannya
tetapi kita tidak boleh melupakan etika dan cara kita bertindak bahwa kita tetap
harus sopan dan mempunyai norma yang baik.
Pengertian Etika
Etika dalam
perkembangannya
sangat
mempengaruhi
kehidupan
manusia.Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian
tindakan
sehari-hari.
Itu
berarti etika membantu
manusia
untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada
akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
2016
2
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin,
yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan
atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan),
dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral
atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Dalam bahasa mudahnya pengertian etika dalam umum adalah cara manusia
berprilaku, mengetahui hal-hal yang baik dan buruk, berperangai sesuai dengan
norma dan adat.
Arti kata Etika yang lain dapat ditelusuri melalui Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang mengartikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang asas – asas
akhlak /moral (kamus lama). Di sini etika dijelaskan sebagai ilmu dan Kamus baru
menjelaskan bahwa etika mencirikan 3 arti, yang pertama, adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hal dan kewajiban moral/akhlak, yang
kedua berarti kumpulan azaz atau nilai yang berhubungan dengan akhlak dan yang
ketiga etika adalah nilai benar dan salah yang dianut golongan atau masyarakat.
Istilah “etika” dipakai dalam dua macam arti. Yang satu tampak dalam
ungkapan seperti “Saya pernah belajar etika”. Dalam penggunaan seperti ini etika
merupakan atau dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai
penilaian terhadap perbuatan-perbuatan mánusia. Makna kedua seperti yang
terdapat pada ungkapan “Ia bersifat etis, atau “Ia seorang yang jujur”, atau “Pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak susila”, atau “Kebohongan merupakan
sesuatu yang tidak susila”, dan sebagainya. Dalam hal-hal tersebut “bersifat etik”
merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatanperbuatan, atau manusia-manusia tertentu dengan hal-hal, perbuatan-perbuatan,
2016
3
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
atau manusia-manusia yang lain. “ Bersifat etik” dalam arti/yang demikian ini setara
dengan “berfifat susila”.
Etika merupakan cabang filsafat yang pada pokoknya membicarakan
masalah predikat nilai betul (right) dan salah (wrong) dalam arti susila dan tidak
susila. Kata right berasal dari bahasa Latin Rectus yang berarti lurus.
Etika membicarakan masalah sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat
disebut susila atau bajik.Atribut ini dinamakan kebajikan-kebajikan yang dilawankan
dengan kejahatan-kejahatan
yang berarti menunjukkan bahwa orang yang
mempunyainya dikatakan sebagai orang yang tidak susila. Sesungguhnya
kesusilaan serta ketidaksusilaan bukan sekadar bersangkutan dengan kelakuan di
bidang seks. Jika seseorang dikatakan tidak susila tidaklah selalu berarti di bidang
seks. Orang yang mencuri, yang tidak adil atau yang kejam juga dapat dipandang
sebagai orang yang tidak susila.
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak
memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, normanorma
dan
pandangan-pandangan
moral
secara
kritis.
Etika
menuntut
pertanggungjawaban dan mau menyingkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan
pendapat-pendapat moral begitu saja melainkan menuntut agar pendapat-pendapat
moral
yang
dikemukakan
dipertanggungjawabkan.
Etika
berusaha
untuk
menjernihkan permasalahan moral.
2.1
Pengertian menurut para ahli
Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan pengertian-pengertian etika.
Diantaranya:

DR. James J. Spillane SJ
Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku
manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan moral.
Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan
objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku
seseorang kepada orang lain.
2016
4
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan
pijakan kepada tindakan manusia.

Soergarda Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang
baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.

Drs. H. Burhanudin Salam
Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang
berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku
manusia dalam kehidupannya.

Drs. O.P. Simorangkir
Menjelaskan bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan
buruknya perilaku manusia.

H. A. Mustafa
Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku
mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan
manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.

W.J.S. Poerwadarminto
Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas
atau dasar-dasar moral dan akhlak.

Drs. Sidi Gajabla
Menjelaskan etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan
manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat
ditentukan oleh akal manusia.

2016
K. Bertens
5
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi
manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah
lakunya.

Ahmad Amin
Mengemukakan bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan
tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam
perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya
didilakukan oleh manusia.

Hamzah Yakub
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang
baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran.

Aristoteles
Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yakni: Terminius
Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus ialah etika dipelajari
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau
perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu, manner and custom ialah
suatu pembahasan etika yang terkait dengan tata cara & adat kebiasaan yang
melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat
terikat dengan arti “baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan
manusia.

Maryani dan Ludigdo
Mengemukakan etika sebagai seperangkat norma, aturan atau
pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau
segolongan masyarakat.
2016
6
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jenis Etika
A.
Etika Filosofi
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari
filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya
juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:
1.
Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris
adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah
demikian,
filsafat
berusaha
melampaui
yang
konkret
dengan
seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika
tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi
bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2.
Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.
Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas
pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian
etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan
praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti
hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu
menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki
etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika
secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika
secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
2016
7
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B.
Etika Teologi
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara
etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis
adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang
Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap
Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai
etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang
sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan
yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya
dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Aliran Etika
1.
Aliran Etika Naturalisme
Aliran ini berpendirian bahwa sesuatu dalam dunia ini menuju kepada
suatu tujuan dengan memenuhi panggilan nature/alam setiap sesuatu akan
dapat sampai kepada kesempurnaan. Yang menjadi ukuran baik dan
buruknya perbuatan manusia adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrajh /
naluri manusia itu sendiri. Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah
:”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan
baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau
mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah
menjadi perusak alam semesta.
2.
Aliran Etika Hedonisme
Aliran hedonisme adalah berpendapat bahwa aliran baik dan buruk
adalah kebahagiaan karenanya suatu perbuatan dapat mendatangkan
kebahagiaan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya perbuatan itu buruk
apabila mendatangkan penderitaan.
Menurut aliran ini, setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan
yang merupakan dorongan daripada tabiatnya dan ternyata kebahagiaan
merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, oleh karenanya jalan yang
mengantarkan ke arahnya dipandang sebagai keutamaan (perbuatan mulia /
2016
8
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
baik). Maksud dari kebahagiaan dari aliran ini adalah hedone, yakni
kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan rasa serta terhindar dari penderitaan.
Ada juga yang mengartikan kelezatan adalah ketentraman jiwa yang berarti
keimbangan badan.
Oleh karena itu,menurut aliran ini kelezatan merupakan ukuran dari
perbuatan, jadi perbuatan dipandang baik menurut kadar kelezatan yang
terdapat pada perbuatan yang dilakukan seseorang dan sebaliknya
perbuatan itu buruk menurut kadar penderitaan yang ada pada diri
seseorang tersebut.
Aliran hedonisme, bahkan tidak hanya mengajarkan agar manusia mencari
kelezatan, karena pada dasarnya tiap-tiap perbuatan ini tidak sunyi dari
kelezatan tetapi aliran ini justru menyatakan hendaklah manusia itu mencari
sebesar-besar kelezatan, dan seandainya dia disuruh memilih diantara
beberapa perbuatan wajib ia memilih yang paling besar kelezatannya.
Maksud paham ini adalah manusia hendaknya mencari kelezatan sebesarbesarnya. Dan setiap perbuatannya diarahkan pada kelezatan. Jika terjadi
keraguan dalam memilih suatu perbuatan harus diperhitungkan banyak
sedikitnya kelezatan dan kepedihannya. Sesuatu yang baik apabila diri
seorang
yang
melakukan
perbuatan
mengarah
kepada
tujuan.
Aliran hedonisme terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
Egoistic Hedonisme
Dalam aliran ini dinyatakan bahaw ukuran kebaikan adalah kelezatan
diri pribadi orang yang berbuat. Karena itu, dalam aliran ini mengharuskan
kepada para pengikutnya agar mengerahkan segala perbuatannya untuk
mengahasilkan kelezatan tersebut yang sebesar-besarnya
.
b.
Universalistic Hedonisme
Aliran ini mendasarkan ukuran baik dan buruk pada “kebahagiaan
umum”. Aliran ini mengharusakan agar manusia dalam hidupnya mencari
kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia dan bahkan
pada sekalian mahkluk yang berperasaan. Jadi baik buruknya sesuatu
2016
9
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
didasarkan atas ada kesenangan atau tidaknya sesuatu itu bagi umat
manusia. Kalau memang sesuatu itu lebih banyak kelezatannya dan
membawa kemanfaatan maka hal itu baik tapi sebaliknya kalau membawa
akibat penderitaan maka hal itu berarti buruk.
3.
Aliran Etika Utilitarisme
Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang bermanfaat
hasilnya dan yang buruk hasilnya tidak bermanfaat. Manfaat disini adalah
kebahagiaan untuk sebanyak-banyak manusia dari segi jumlah atau nilai.
Maksud dari paham ini adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan
sebesar-besarnya untuk sesama manusia atau semua mahkluk yang
memiliki perasaan.
Kelezatan menurut paham ini bukan kelezatan yang melakukan perbuatan itu
saja tetapi kelezatan semua orang yang ada hubungannya dengan
perbuatan itu. Wajib bagi si pembuat dikala menghitung buah perbuatannya,
jangan sampai berat sebelah darinya tetapi harus menjadikan sama antara
kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain.
4.
Aliran Etika Idealisme
Aliran Idealisme dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) seorang
berkebangsaan Jerman. Pokok-pokok pandangan etika idealisme dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a.
Wujud yang paling dalam arti kenyataan (hakikat) ialah
kerohanian. Seorang berbuat baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan
oleh orang lain melainkan timbul dari dirinya sendiri dan rasa kewajiban.
b.
Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah
“kemauan” yang melahirkan tindakan konkret dan menjadi pokok di sini
adalah
c.
“kemauanbaik”.
Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan sesuatu hal
yang menyempurnakannya yaitu “rasa kewajiban”.
2016
10
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Menurut aliran ini
“kemauan” merupakan faktor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan
yang nyata. Kemauan perlu disempurnaka dengan perasaan kewajiban agar
terwujud tindakan yang baik.
5.
Aliran Etika Vitalisme
Perbuatan baik menurut aliran ini adalah orang yang kuat, dapat
memaksakan dan menekankan kehendaknya. Agar berlaku dan ditaati oleh
orang-orang yang lemah. Manusia hendaknya mempunyai daya hidup atau
vitalita untuk menguasai dunia dan keselamatan manusia tergantung daya
hidupnya.
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran naturalism sebab
menurut faham vitalisme yang menjadi ukuran baik dan buruk itu bukan alam
tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup). Aliran ini terdiri
dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis (negative vitalistis) dan (2)
vitalisme optimistis. Kelompok pertama terkenal dengan ungkapan “homo
homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”.
Sedangkan menurut aliran kedua “perang adalah halal”, sebab orang yang
berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh
terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan
pengaruh terhadap Adolf Hitler.
6.
Aliran Etika Teologi
Aliran ini menyatakan bahwa baik dan buruknya perbuatan sekarang
tergantung dari ketaantan terhadap ajaran Tuhan lewat kitab sucinya. Hanya
saja aliran ini tidak menyebutkan dengan jelas Tuhan dan Kitab sucinya.
Yang menjadi ukuran baik-buruknya perbuatan manusia adalah didasarkan
kepada ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintah Tuhan itu perbuatan
yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itu perbuatan
buruk.
2016
11
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Etika Sebagai Cabang Filsafat
1.Moralitas Sebagai Ciri Khas Manusia
Banyak pilihan hidup manusia yang dilandasai dengan pemikiran baik dan
tidak baik, tetapi ada juga perbuatan yang dilandasi oleh pertimbangan netral
misalnya pilihan mau makan atau ingin minum, ingin tidur atau menonton televisis,
dll hal ini tidak bersentuhan dengan hal baik atau buruk melainkan hanyalah sebuah
pilihan yang berhubungan dengan kebiasaan. Perbuatan itu bisa disebut sebagai
amoral 9seperti yang telah diterangkan di atas) karena hal tersebut tidak memiliki
relevansi etis.
Masalah manusia dapat dilihat dari yang dipisahkan antara pilihan moral dan
bukan pilihan moral. Masalah moral banyak muncul dan menjadi perdebatan dalam
kehidupan manusia. Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang
universal. Pada binatang hal itu tidak terjadi. Pada tahap binatang tidak ada
kesadaran tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan yang dilarang, tentang
yang harus dilakukan dan tidak pantas dilakukan.
Mengenai keharusan, ada dua macam “keharusan”: keharusan alamiah dan
keharusan moral. Keharusan yang pertama adalah keharusan yang iasanya
didasarkan atas hukum alam sedangkan keharusan moral adalah kewajiban.
Beberapa bahasa modern dapat menyatakan perbedaan antara keharusan alamiah
dan keharusan moral itu. Dalam bahasa Inggris, umpamanya, kata must, should dan
ought to ketiga-tiganya berarti “harus”, tapi must secara khusus dipakai dalam arti
keharusan alamiah, sedangkan should dan rnsght to dipakai dalam arti keharusan
moral. Dalam bahasa Jerman kata müssen menunjukkan keharusan alamiah dan
kata sollen digunakan dalam arti keharusan moral.
2.
Etika: Ilmu tentang Moralitas
Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh
berkaitan dengan moralitas. Ada tiga pendekatan yang dalam konteks ini sering
diberikan, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metatetika.
2016
12
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya, adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang
diperboleh¬kan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang
terdapat pada individu-individu tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan atau
subkultur-subkultur yang tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan scbagainya.
etika deskriptif hanya melukiskan, ia tidak memberi penilaian.
Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di mana
berlangsung diskusi-diskusi yang pa¬ling menarik tentang masalah-masalah moral.
Di sini ahli bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, se¬perti halnya
dalam etika deskriptif, tapi ia melibatkan din dengan mengemukakan penilaian
tentang perilaku manusia.
Metaetika
Metaetika ini dapat ditempatkan dalam rangka “filsafat analitis”, suatu aliran penting
dalam filsafat abad ke-20. Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai
tugas terpenting bagi filsafat atau bahkan sebagai satu-satunya tugasnya. Dalam
metaetika tidak dibahas apakah suatu tindakan abaik atau tidak baik melainkan lebih
kepada bahasa yang digunakan untuk menunjukkan perilaku etis. Misalnya mencuri
adalah tindakan yang tidak baik dan kereta itu berjalan baik atau acara berjalan
dengan baik. Metaetika mempersoalkan kepada bahasa yang digunakan pada
penyataan etis.
Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam meta¬etika adalah the is/ought
question. Yang dipersoalkan di sinii ialah apakah ucapan normatif dapat diturunkan
dari ucapan faktual. Kalau sesuatu ada atau kalau sesuatu merupakan kenyataan
(is: faktual), apakah dari hal itu dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh
dilakukan (ought: normatif). Metaetika dibedakan penggunaannya dengan etika
normatif meskipun keduanya tidak mungkin dipisahkan. Jika kita mencoba
memberikan pengerian kepada istilah keadilah, kebaikan, baik, buruk dan
sebagainya berarti kita masuk kedalam tataran metaetika tetapi dalam menurunkan
definisi tersebut mau tidak mau kita bukannya tiak menggunakan etika normatif, baik
2016
13
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menurut kondisi apa. Sebagai contoh dalam membandingkan antara etika analitis
atau metaetika dan etika normatif misalnya pembunuhan merupakan suatu
keburukan dan pembunuhan seharusnya tidak dilakukan, pada kalimat pertama kita
perlu mencari tahu apa arti dari keburukan dan pada kalimat yang kedua kita akan
masuk dalam perdebatan membunuh itu tidak seharusnya dilakukan. Dalam kedua
kalimat itu mengandung kalimat analitas dan kalimat sintesisi. Kalimat analisis
adalaha kalimat yang kebenarannya tergantung pada makna yang dikandung oleh
kata – kata yang menyusunnya sedangkan kalimat sintesi akan melihat kepada
kebanaran dari kalimat tersebut apakah bersumber pada pengamatan yang bersifat
empiris atau indrawi.
Hukum Moral Sebagai Ukuran Etika
Di samping tujuan sebagai landasan atau ukuran kebenaran dari etika, yang justru
menjadikan perdebatan dan pertentangan tiada hentinya, ada lagu ukuran etis atau
tidaknya sebuah tindakan yaitu Hukum Moral. Salah satu penggagas hukum moral
yang terkenal dan idenya tetap digunakan adalah Immanuel Kant dengan landasan
moralnya yang menyatakan bahwa kebenaran moral adalah diakui secara langsung
sebagai benar dan mengikat dan tidak perlu melihat kepada keadaan tertentu.
Menurut kant, setiap orang masing – masing memiliki kewajiban “saya harus” atau
hukum moral yang secara logis muncul sbelum adanya pengalaman dan rasa
kewajiban tersebut muncul dari watak kita yang paling dalam. Hukum moral
menghubungkan kita dengan tata alam karena menurut kant pada dasarnya hukum
alam dan hukum akal adalah sama.
Selain hukum moral atau rasa kewajiban yang kedua menurut Kant adalah motif baik
dan niat baik menjadi pusat. Di dunia ini yang dikatakn menurut Kant tidak lain tidak
bukan adalah niat baik. Jika kemauan atau motif itu didasari dengan akal dan bukan
hanya oleh kemauan maka kemauan tersebut adalah mutlak tanpa syarat yang
artinya ini WAJIB diikuti.
Pandangan Moral dari kant inilah yang disebut dengan Imperatif Kategoris. Dan
Menurut Kant ukuran dari etika adalah
2016
14
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Prinsip Universalitas
Tindakan harus muncul bukan dari keingian atau kemauan melainkan karena prinsip
– prinsip universal. Misalnya dalam kasus mencuri untuk makan, sesulit apapun
menurut kant orang tidak boleh melakukannya karena ini bertentangan dengan
prinsip universal bahwa mencuri itu buruk. Kant menjadikan tindakan umum sebagai
universalitas dan bukan tindakan khusus pada situasi tertentu. Memang akhirnya
prinsip inin mengarah pada rigorism (kekerasan hukum) yang tidak mengakui
pengecualian dalam prinsip moral
2. Prinsip Manusia Sebagai tujuan bukan sebagai sarana
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau menggunakan kemanusiaanmu
baik untuk dirimu maupun untuk orang lain selalu sebagai tujuan bukan sebagai
sarana. Manusia sebagai mahkluk rasional adalah sebagai tujuan bukan sebagai
sarana untuk sampai pada tujuan lain. Dalam hal ini eksploitasi orang lain untuk
tujuan tertentu sangat tidak dibenarkan oleh Kant
3. Prinsip Otonomi
Hukum moral yang dianut oleh manusia bukian dipaksakan dari luar tetapi berasal
dari dalm diri seseorang , manusia memaksakan dirinya untuk melakukan hal itu.
Rasa kewajiban dan akal yang dianut oleh manusia datang dari dalam dirinya yang
merupakan perwujudan dari Aku nya yang tertinggi.
2016
15
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Artikelsiana.
http://www.artikelsiana.com/2014/10/pengertian-informasi-jenis-jenis-
informasi.html. Diakses pada 14 Maret 2016. Pkl: 21:00
Chaer, Abdul. Agustina, Leonie. 2004. Sosio Linguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Effendy, Onong. 2007. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: PT. Citra
Aditya Bakti
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius
Kosasih, Engkos. 2006. Cerdas berbahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Romli, Khomsahrial. 2011. KOMUNIKASI ORGANISASI LENGKAP. Jakarta: PT
Grasindo
2016
16
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download