PDF - Jurnal UNESA

advertisement
MATHEdunesa
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No. 5 Tahun 2016
ISSN : 2301-9085
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
MODEL KONSTAD UNTUK MELATIH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATERI JUMLAH DAN SELISIH DUA SUDUT XI SMA
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
MODEL KONSTAD UNTUK MELATIH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATERI JUMLAH DAN SELISIH DUA SUDUT XI SMA
Afla Aulia Ellyana Dhewi
Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : [email protected]
Dr. Siti Khabibah, M.Pd
Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : [email protected]
Abstrak
Siswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan
menggunakan pengetahuan. Untuk itu, pembelajaran harus berkenaan dengan memberikan kesempatan siswa untuk
mengonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Diperlukan model pembelajaran yang mendukung siswa
untuk aktif secara individu dalam proses konstruksi pengetahuan dengan memperkuat materi prasyarat atau
mengintegrasi pengetahuan yang dimiliki siswa yaitu model pembelajaran Konstad. Model pembelajaran Konstad
merupakan perpaduan dari model pembelajaran konstruktivistik dengan model pembelajaran Advance Organizer.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses
pengembangan dan menghasilkan perangkat pembelajaran model Konstad untuk melatih kemampuan pemecahan
masalah materi jumlah dan selisih dua sudut XI SMA yang memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.
Pengembangan perangkat pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model dari Tjeerd Plomp yang terdiri
dari: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation,
Revision Phase, (5) Implementatiton Phase. Namun, penelitian ini hanya sampai Test, Evaluation, Revision Phase.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa
(LKS), lembar penilaian (LP). Selain itu, penelitian ini juga mengembangkan instrumen penelitian yang diperlukan
sesuai dengan tujuan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran dengan model Konstad materi jumlah dan
selisih dua sudut di kelas XI MIA-B SMA Negeri 1 Kediri adalah (1) valid, menurut penilaian validator didapatkan
skor rata-rata minimal seluruh aspek untuk RPP adalah 3,24; untuk LKS adalah 3,55; untuk LP adalah 3,5; (2)
perangkat praktis karena diperoleh nilai rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 3,55 dalam kategori sangat
baik dan aktivitas siswa baik; (3) perangkat efektif dilihat dari tes hasil belajar siswa menunjukan 90,90% siswa
mencapai ketuntasan sehingga ketuntasan belajar klasikal tercapai, perangkat mendapat respons posotif siswa
sebesar 88,2%
Kata kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Model Konstad, Jumlah dan Selisih Dua Sudut
Abstract
Students are subjects that have ability the actively search for, cultivate, contruct, and use knowledge.
Therefor, the learning providing opportunities contruct knowledge in cognitive processes. Required learning model
that supports for student to actively to construct knowledge individually in the process of knowledge construction
by strengthening material prerequisites or integrate the knowledge that has been owned by the students are learning
Konstad model. Konstad learning model is a blend of learning model constructivist learning model Advance
Organizer .
This research is aimed to describe the development process is the development and produce learning tools
with models Konstad, to practice problem solving material sum and difference of two angles in XI High School
grade by the criteria of validness, practical, and effectiveness. Learning instrument is developede use Tjreerd Plomp
model consist of: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test,
Evaluation, and Revision Phase and (5) Implementation Phase. However, this study only up phase of the test,
evaluation, evaluation, and revision. Learning instrument developed in this study is Lesson Plan (LP), Student
Worksheet (SW), Sheet Assessment (SA). In addition, this study also developed the research instruments that needed
based on the purpose of research
The results showed that the learning instrument with the model Konstad about solving trigonometry sum and
difference of two angels at class XI MIA-B in State High School 1 Kediri are: (1) Valid, according validator votes
obtained an average score of at least all aspects of LP is 3.24; for SW is 3.55; and to SA is 3.5; (2) The learning
instrument is practical for the average materialize learning values obtained by of 3.55 in the excellent category and
a good student activity; (3) The learning instrument is effective from the test results showed 90.90% of students
1
Volume 3 No 5 Tahun 2015
learning students achieve mastery so that classical learning completeness reached and the student gets a positive
reponse of 88,2%.
Keywords: Developing Learning Instrument, Konstad Model, Sum and Difference of Two Angel
mengonstruksi pengetahuan baru melalui kegiatan dalam
PENDAHULUAN
Advance Organizer sehingga mendukung upaya
Kurikulum 2013 memposisikan pandangan dasar
pengembangan pembelajaran yang mendorong siswa
bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja
untuk terus belajar secara bermakna.
dari guru ke siswa dengan mengusahakan bagaimana agar
Model Konstad memilki 4 fase antara lain: (1)
konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat
Persiapan Mental, (2) Advance Organizer, (3) Konstruksi
dalam benak siswa. Siswa merupakan subjek yang
Pengetahuan Baru, (4) Penguatan Struktur Kognitif.
memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah,
Dalam penelitian ini, model Konstad juga dapat
mengonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu
melatihkan dalam kemampuan memecahkan masalah.
pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang
Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki
diberikan kepada siswa untuk mengonstruksi pengetahuan
oleh siswa dalam mempelajari ilmu matematika, hal ini di
dalam proses kognitifnya.
dukung pernyataan NCTM (2000) menegaskan bahwa
Dari paparan di atas, harapan Kurikulum 2013 dalam
kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu
pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada
komponen proses yang melibatkan siswa dalam
siswa untuk aktif secara individu dan sosial dalam
memahamkan matematik. Jonson dan Rising (dalam
mengonstruksi pengetahuan dengan memberikan
Asyari, 2012) mengungkapkan manfaat lain yang
keleluasaan siswa menemukan sendiri konsep yang akan
diperoleh antara lain: siswa dapat mempelajari konsepdipelajari, sehingga pengetahuan yang dibangun oleh
konsep baru, melatih kemampuan komputasi, belajar
siswa akan lebih bermakna, bermanfaat dan diingat oleh
mentransfer konsep-konsep dan keterampilan dalam
siswa.
situasi yang baru, pemecahan masalah sebagai alat untuk
Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) menyatakan
menstimulasi keingintahuan, dan pengetahuan baru dapat
bahwa dalam proses konstruksi diperlukan kemampuan
ditemukan melalui pemecahan masalah.
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya.
Dalam melatihkan kemampuan memecahkan
Sehingga, siswa dalam aktivitas konstruksi pengetahuan
masalah
dapat menggunakan materi yang bersifat abstrak
dapat diwujudkan melalui materi prasyarat/informasi yang
salah
satunya
adalah materi trigonometri. Materi
dimiliki siswa yang terkait pengetahuan baru. Kemp
trigonometri banyak menggunakan rumus, akan terus
(1994) juga memberikan pengertian bahwa sebelum
berkembang dan bukan lagi materi hafalan. Pemberian
memulai suatu program/satuan pelajaran tertentu, siswa
konsep awal untuk materi trigonometri sangat diperlukan
harus lulus dengan memuaskan dalam pelajaran prasyarat.
untuk pembelajaran trigonometri di tingkat selanjutnya.
Aktivitas
konstruksi
dengan
mengkaitkan
Dalam memahami konsep baru seharusnya melibatkan
pengetahuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan
siswa secara aktif dalam mengonstruksi dengan
informasi baru yang akan diterima akan menjadikan
menghubungan pengetahuan yang dimiliki dan model
pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Sesuai inti dari
pembelajaran yang mendukung yaitu model Konstad.
teori belajar bermakna yang diungkapkan Ausubel (dalam
Untuk mendukung terlaksananya pemberian materi
Novak, 2011) yang mengatakan bahwa “meaningful
trigonometri khususnya jumlah dan selisih dua sudut,
learning where the learner seeks to integrate new
maka diperlukan suatu perangkat pembelajaran. Perangkat
knowledge withrelevant existing knowledge”. Artinya,
pembelajaran
dikembangkan
berdasarkan
model
pembelajaran bermakna merupakan usaha siswa untuk
pengembangan
Plomp.
Plomp
memberikan
suatu
model
mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan
umum dalam mendesain pendidikan yang terdiri dari lima
yang telah dimilikinya/pengetahuan yang relevan.
fase yaitu: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design
Berdasarkan penjelasan di atas, model pembelajaran
Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation,
yang sesuai untuk mengonstruksi pengetahuan dengan
Revision Phase, (5) Implementatiton Phase. Namun dalam
mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa adalah
penelitian ini fase implementasi tidak dilakukan karena
model Konstad (Model Konstruktivistik dengan Model
peneliti hanya memfokuskan untuk Kurikulum 2013
Pembelajaran Advance Organizer). Model ini dikenalkan
memposisikan pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak
oleh M. Santje Salajang pada tahun 2007. Penerapan
dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa dengan
Advance Organizer dalam pembelajaran Konstruktivistik
mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting
bertujuan mematangkan persiapan kognitif siswa dalam
dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.
mempelajari materi baru. Sehingga dapat disimpulkan
Siswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan
fokus pembelajaran dalam model Konstad adalah
secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan
mengoptimalkan kesiapan kemampuan siswa dalam
2
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus
berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada
siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses
kognitifnya.
Dari paparan di atas, harapan Kurikulum 2013 dalam
pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif secara individu dan sosial dalam
mengonstruksi pengetahuan dengan memberikan
keleluasaan siswa menemukan sendiri konsep yang akan
dipelajari, sehingga pengetahuan yang dibangun oleh
siswa akan lebih bermakna, bermanfaat dan diingat oleh
siswa.
Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) menyatakan
bahwa dalam proses konstruksi diperlukan kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya.
Sehingga, siswa dalam aktivitas konstruksi pengetahuan
dapat diwujudkan melalui materi prasyarat/informasi yang
dimiliki siswa yang terkait pengetahuan baru. Kemp
(1994) juga memberikan pengertian bahwa sebelum
memulai suatu program/satuan pelajaran tertentu, siswa
harus lulus dengan memuaskan dalam pelajaran prasyarat.
Aktivitas
konstruksi
dengan
mengkaitkan
pengetahuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan
informasi baru yang akan diterima akan menjadikan
pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Sesuai inti dari
teori belajar bermakna yang diungkapkan Ausubel (dalam
Novak, 2011) yang mengatakan bahwa “meaningful
learning where the learner seeks to integrate new
knowledge withrelevant existing knowledge”. Artinya,
pembelajaran bermakna merupakan usaha siswa untuk
mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya/pengetahuan yang relevan.
Berdasarkan penjelasan di atas, model pembelajaran
yang sesuai untuk mengonstruksi pengetahuan dengan
mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa adalah
model Konstad (Model Konstruktivistik dengan Model
Pembelajaran Advance Organizer). Model ini dikenalkan
oleh M. Santje Salajang pada tahun 2007. Penerapan
Advance Organizer dalam pembelajaran Konstruktivistik
bertujuan mematangkan persiapan kognitif siswa dalam
mempelajari materi baru. Sehingga dapat disimpulkan
fokus pembelajaran dalam model Konstad adalah
mengoptimalkan kesiapan kemampuan siswa dalam
mengonstruksi pengetahuan baru melalui kegiatan dalam
Advance Organizer sehingga mendukung upaya
pengembangan pembelajaran yang mendorong siswa
untuk terus belajar secara bermakna.
Model Konstad memilki 4 fase antara lain: (1)
Persiapan Mental, (2) Advance Organizer, (3) Konstruksi
Pengetahuan Baru, (4) Penguatan Struktur Kognitif.
Dalam penelitian ini, model Konstad juga dapat
melatihkan dalam kemampuan memecahkan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki
oleh siswa dalam mempelajari ilmu matematika, hal ini di
dukung pernyataan NCTM (2000) menegaskan bahwa
kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu
komponen proses yang melibatkan siswa dalam
memahamkan matematik. Jonson dan Rising (dalam
Asyari, 2012) mengungkapkan manfaat lain yang
diperoleh antara lain: siswa dapat mempelajari konsepkonsep baru, melatih kemampuan komputasi, belajar
mentransfer konsep-konsep dan keterampilan dalam
situasi yang baru, pemecahan masalah sebagai alat untuk
menstimulasi keingintahuan, dan pengetahuan baru dapat
ditemukan melalui pemecahan masalah.
Dalam melatihkan kemampuan memecahkan
masalah dapat menggunakan materi yang bersifat abstrak
salah satunya adalah materi trigonometri. Materi
trigonometri banyak menggunakan rumus, akan terus
berkembang dan bukan lagi materi hafalan. Pemberian
konsep awal untuk materi trigonometri sangat diperlukan
untuk pembelajaran trigonometri di tingkat selanjutnya.
Dalam memahami konsep baru seharusnya melibatkan
siswa secara aktif dalam mengonstruksi dengan
menghubungan pengetahuan yang dimiliki dan model
pembelajaran yang mendukung yaitu model Konstad.
Untuk mendukung terlaksananya pemberian materi
trigonometri khususnya jumlah dan selisih dua sudut,
maka diperlukan suatu perangkat pembelajaran. Perangkat
pembelajaran
dikembangkan
berdasarkan
model
pengembangan Plomp. Plomp memberikan suatu model
umum dalam mendesain pendidikan yang terdiri dari lima
fase yaitu: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design
Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation,
Revision Phase, (5) Implementatiton Phase. Namun dalam
penelitian ini fase implementasi tidak dilakukan karena
peneliti hanya memfokuskan untuk menghasilkan
prototipe final yang diuji coba untuk menilai kevalidan,
kepraktisan, dan keefektifan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan pada subyek yang terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan
proses pengembangan dan menghasil perangkat
pembelajaran dengan model Konstad untuk melatih
kemampuan pemecahan masalah materi jumlah dan selisih
dua sudut XI SMA yang valid, pratis dan efektif.
Model Konstad
1. Konstruktivisme
Model Konstruktivistik dilandasi oleh filsafat
konstruktivisme yang menganggap ide bahwa siswa
harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Glasersfeld
(dalam Suparno, 1997) mengatakan bahwa
konstruktivisme adalah salah satu filsafat
3
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
2.
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia
kenyataan yang ada, tetapi selalu merupakan akibat
dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui
kegiatan seseorang. Confrey (dalam Salajang, 2007)
mengungkapkan bahwa “Put into simple terms,
contructivism can be described as essentially a
theory about the limits of human knowledge, a belief
that all knowledge is necessarily a product of our
own cognitive acts”. Artinya pada dasarya,
konstruktivisme digambarkan sebagai dasar teori
tentang batas-batas pengetahuan manusia, keyakinan
bahwa semua pengetahuan tentu produk dari
tindakan kognitif kita sendiri.
Dari pendapat para ahli di atas, didapatkan
kontruktivisme merupakan suatu teori tentang batas
pengetahuan
manusia
yang
menekankan
pengetahuan merupakan bentukan sendiri melalui
pengalaman sebagai akibat aktivitas individu. Hal ini
berarti
pandangan
konstruktivisme
dalam
memperoleh pengetahuan dengan melalui aktivitas
sendiri yang nantinya pada pemilikan pengalaman
yang membentuk sebuah pengetahuan. Pengalaman
dan aktivitas dalam hal ini tidak selalu berarti
pengalaman dan aktivitas fisik, namun juga bersifat
kognitif dan mental (Suparno, 1997)
Advance Organizer
Advance Organizer dikenalkan oleh David
Ausubel pada tahun 1960. Advance Organizer sesuai
dengan teori psikologi kognitif yang mempelajari,
menalar, dan mengingat suatu informasi yang
tersimpan dalam struktur kognitif. Ausubel (1960)
mengatakan bahwa Advance Organizer merupakan
sebuah alat pembelajaran yang membantu siswa
menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan
mereka yang sudah ada dalam struktur kognitif dan
diarahkan untuk pembelajaran bermakna sebagai
lawan menghafal. Anderson (dalam Nath, 2013)
mengemukakan bahwa “Advance Organizer is a
method of bridging and linking old information with
something new”. Artinya, Advance Organizer adalah
sebuah
metode untuk
menjembatani
dan
menghubungkan informasi lama dengan sesuatu
yang baru.
Dari pengertian tentang Advance Organizer di
atas maka dapat disimpulkan bahwa Advance
Organizer adalah metode pembelajaran yang
membantu siswa menjembatani dan menggabungkan
informasi lama yang terdapat di dalam struktur
kognitif dengan informasi baru. Struktur kognitif
berisikan konsep-konsep dan fakta-fakta yang telah
3.
dipelajari siswa yang terorganisasi secara herarki.
Pengorganisasi struktur kognitif yang baik dan jelas
akan membantu mengaktifkan proses pembelajaran.
Dengan begitu informasi baru akan mudah dipahami
dan tersimpan dalam memori jangka panjang siswa.
Model Konstad (Konstruktivistik dan Advance
Organizer)
Masalah utama dalam pembelajaran konstruksi
adalah masalah ketersediaan pengalaman siswa yaitu
mencakup pengetahuan prasyarat dan pola pikir yang
harus dimiliki siswa dalam melaksanakan aktivitas
konstruksi pengetahuan. Untuk mengatasi masalah
tersebut diperlukan suatu aktivitas dalam
pembelajaran tersebut yang diharapkan dapat
membantu siswa dalam mengaktifkan pengetahuan
yang dimiliki (pengetahuan dan pola berpikir)
sedemikian hingga siswa siap dalam aktivitas
konstruksi pengetahuan baru. Kegiatan Advance
Organizer memiliki konstribusi utama yaitu siswa
aktif dalam aktivtitas konstruksi pengetahuan
matematikanya sendiri. Melalui Advance Organizer
inilah siswa memperoleh sarana atau semacam
“jembatan” yang dapat membantu siswa dalam
mengaktifkan pengetahuan yang dimiliki yang akan
digunakan dalam konstruksi pengetahuan baru.
Model Konstad dikenalkan oleh M. Santje
Salajang pada tahun 2007. Model Konstad
merupakan perpaduan dari model konstruktivistik
dengan model pembelajaran Advance Organizer.
Saat siswa dihadapkan untuk mengonstruksi
pengetahuan diperlukan persiapan mental. Persiapan
mental ini diartikan sebagai aktivitas mengingatkan
kembali pengetahuan yang dimiliki siswa
(mengingat/mengungkapkan
kembali
pengalamannya atau mampu menggunakannya)
yang merupakan prasyarat untuk mempelajari materi
baru melalui proses konstruksi. Dalam masalah ini,
Advance Organizer diyakini memberi bantuan yang
memadai untuk siswa dalam mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalamannya sehingga
dapat melakukan konstruksi pengetahuan.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah suatu hal yang penting
untuk dilatihkan, bahkan di Indonesia pemecahan masalah
menjadi tujuan pembelajaran matematika dan tercantum
dalam kurikulum matematika. NCTM (Pehkonen, 2011)
mengungkapkan bahwa pemecahan masalah dapat
diartikan sebagai proses dimana data/informasi yang telah
diperoleh sebelumnya digunakan untuk menyelesaikan
suatu situasi yang baru yang belum diketahui solusinya.
Sehingga, siswa dalam memecahkan masalah diharapkan
memahami proses penyelesaian masalah, mengidentifikasi
4
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan
rencana penyelesaian dan mengorganisasi keterampilan
yang telah dimiliki sebelumnya.
Siswono (2008) menyatakan pemecahan masalah
merupakan suatu proses/upaya individu untuk merespon
atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu
jawaban atau metode jawaban belum jelas. Berdasarkan
uraian di atas, pemecahan masalah dapat diartikan sebagai
upaya/usaha yang dilakukan siswa untuk menemukan
solusi yang tepat dari suatu masalah matematika dengan
menggunakan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
yang dimiliki.
Beralih tentang difinisi tersebut, menurut kamus
besar bahasa Indonesia (2008) kemampuan adalah suatu
kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan dalam melakukan
sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki kemampuan atau
mampu jika orang tersebut dapat dan sanggup melakukan
sesuatu yang memang harus dilakukan. Sehingga dapat
diartikan, kemampuan pemecahan masalah merupakan
kecakapan untuk menguasai suatu keahlian yang
merupakan hasil dari latihan yang digunakan untuk
memperoleh solusi masalah dengan menggunakan
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dimilki.
tersebut dikembangkan melalui proses asimilasi.
Namun, bila informasi baru berbeda dengan skema
yang dimiliki, sehingga skema lama tidak sesuai lagi
untuk menghadapi informasi baru maka skema lama
diubah sampai ada keseimbangan lagi. Proses ini
dinamakan akomodasi.
METODE
Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan,
yaitu pengembangan perangkat pembelajaran model
Konstad. Model pengembangan mengacu model
pengembangan yang dikemukakan oleh Tjeerd Plomp
dengan 5 fase yaitu: (1) Preliminary Investigation Phase,
(2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test,
Evaluation, Revision Phase, (5) Implementatiton Phase
Kriteria pengembangan mengacu pada kriteria yang
diuraiakan oleh Nieveen yaitu validitan, kepraktisan, dan
keefektifan. Proses ujicoba dilaksanakan pada semester
genap tahun ajaran 2015/2016 di kelas XI MIA B SMA
Negeri 1 Kediri. Subjek dari penelitian ini yaitu siswa
kelas XI MIA B SMA Negeri 1 Kediri tahun ajaran
2015/2016 yang terdiri dari 33 siswa.
Teknik analisisi data dalam penelitian ini terdiri dari
analisis kevalidan perangkat pembelajaran, kepraktisan,
dan keefektifan.
Teori Belajar yang Terkait
1. Pandangan Konstruktivisme Kognitif
Laporan Anderson, dkk (dalam Salajang, 2007)
menyatakan bahwa konstruktivisme kognitif telah
mendorong aplikasi belajar dengan sukses. Salah
satu contoh, penggunaan advance organizer, peta
konsep, mengajar untuk transfer, dan penggunaan
strategi membaca dan strategi memecahkan masalah.
Secara garis besar model Konstad sesuai
dengan pandangan konstruktivisme kognitif dengan
menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk
menemukan pengetahuan baru dengan bermodalan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
2. Teori Adaptasi Intelektual
Salajang (2007) menegaskan dukungan Teori
Adaptasi Intelektual terhadap model pembelajaran
Konstad terutama dalam hal penerapan advance
organizer. Menurut teori adaptasi intelektual,
mengerti adalah proses adaptasi pengetahuan.
Pengetahuan baru beradaptasi dengan pengetahuan
lama. Pengetahuan lama/skema berperan sebagai
filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalamanpengalaman baru. Dalam hal ini, skemata bertugas
untuk mengatur dan mengintensifkan prinsip-prinsip
dasar. Selanjutnya terjadinya interaksi dengan
pengalaman baru, skema dikembangkan dan diubah
menjadi asimilasi dan akomodasi. Jika terjadi proses
penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang
sesuai dengan skema yang dimiliki, maka skema
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut merupakan hasil dari fase pengembangan
pembelajaran model Konstad yang diuraikan sebagai
berikut:
1. Preliminary Investigation Phase
Pada fase ini dilakukan analisis masalah dan
kebutuhan yang ada dalam pengembangan perangkat
pembelajaran. Dilakukan identifikasi dan kajian
terhadap kurikulum yang berlaku di sekolah, analisis
siswa, dan analisis materi. Hasil yang didapatkan yaitu
SMA Negeri 1 Kediri menggunakan kurikulum 2013,
siswa belum pernah belajar tentang materi jumlah dan
selisih dua sudut tetapi siswa telah belajar materi
prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari materi
jumlah dan selisih dua sudut, guru menjadi
centerdalam pembelajaran sehingga siswa hanya
menerima materi dari guru.
2. Design Phase
Pada fase ini, diperoleh rancangan perangkat
pembelajaran dengan model Konstad materi jumlah
dan selisih dua sudut. Selain itu, dirancang pula
instrumen yang dibutuhkan, meliputi instrumen
validitas, instrumen kepraktisan (pernyataan ahli di
lembar validasi, lembar keterlaksanaan pembelajaran,
dan lembar aktivitas siswa), dan keefektifan (lembar
penilaian dan angket respons siswa).
3. The Realization Phase
5
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
Pada fase ini, hasil yang didapatkan adalah
perangkat pembelajaran yang utuh siap dilakukan
validasi. Selain itu, menghasilkan instrumeninstrumen yang diperlukan untuk kegiatan penelitian.
Selanjutnya perangkat pembelajaran pada fase ini
disebut Prototipe I.
4. Test, Evaluation, Revision Phase
Pada fase ini dilakukan validasi oleh validator dan
ujicoba terbatas terhadap prototipe I. hasil dari fase ini
adalah:
a. Validasi perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran model Konstad yang
meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Lembar
Penilaian (LP) telah divalidasi oleh tiga validator.
- Perolehan penilaian dari para validator terhadap
aspek format, tujuan, bahasa, waktu, dan isi RPP
yang dikembangkan dalam kriteria valid dan
dapat digunakan dengan sedikit revisi dengan
rata-rata skor 3,24. Dari penilaian validator
terdapat beberapa kriteria yang memerlukan
perbaikan besar yaitu adalah penilaian tentang
indikator dan tujuan pembelajaran. Hal ini
dikarenakan kurang operasionalnya indikator dan
tujuan yang dirumuskan. Dalam indikator dan
tujuan pembelajaran tidak tercantum kata kerja
merumuskan yang di dalam LKS mengarahkan
siswa untuk merumuskan jumlah dan selisih dua
sudut. Selain itu, terdapat dua validator yang
menyarankan satu RPP untuk satu pertemuan.
Hal ini dikarenakan, peneliti mempunyai
pemahaman jika RPP tersebut dirasa tidak
memerlukan waktu yang lama maka cukup
menggunakan satu RPP untuk beberapa
pertemuan. Penilaian tertinggi pada kriteria ke 3
untuk aspek isi yang berisi kesesuaian langkahlangkah terhadap model Konstad. Tingginya
penilaian
dikarenakan
semua
validator
menganggap bahwa langkah-langkah yang
tercantum dalam RPP sudah menceminkan fasefase pada model Konstad.
- Penilaian para validator terhadap LKS yang
dikembangkan yaitu LKS 1 dan LKS 2 dalam
kriteria sangat valid dengan sedikit revisi untuk
aspek materi, bahasa, dan waktu. Rata-rata skor
yang didapat untuk pengembangan LKS sebesar
3.55. Dari penilaian beberapa validator terdapat
kriteria yang memerlukan perbaikan
yaitu
penilaian tentang peran LKS dalam mendorong
siswa menemukan konsep terutama yang terdapat
dalam LKS 1. Awalnya LKS 1 berisikan
menemukan rumus trigonometri jumlah dan
selisih dua sudut cosinus. Namun berdasarkan
saran kedua validator pada LKS 1 lebih baik
berisikan
tentang
menemukan
rumus
trigonometri jumlah dua sudut sinus dan cosinus.
Hal ini karena, siswa dapat leluasa menemukan
terlebih dahulu jumlah dua sudut sinus atau
jumlah dua sudut cosinus. Selisih dua sudut sinus
dan selisih dua sudut cosinus dibahas pada LKS
2. Penempatan selisih dua sudut sinus di LKS 2
karena selisih dua sudut sinus merupakan
penurunan dari jumlah dua sudut sinus begitu
pula dengan cosinus.
- LP yang dikembangkan dalam kategori sangat
valid. Menurut penilaian validator terhadap aspek
materi, bahasa, dan waktu dengan skor rata-rata
3,5. Dari penilaian beberapa validator terdapat
kriteria yang memerlukan perbaikan yaitu pada
kalimat “Jika baling-baling tersebut dimisalkan
koordinat Cartesius” diganti dengan kalimat
“pusat baling-baling dimisalkan pusat koordinat
Cartesius”. Hal ini dikarenakan baling-baling
tidak dapat dimisalkan koordinat Cartesius.
Kalimat tersebut menimbulkan kesalahpahaman
siswa terhadap arti koordinat Cartesius.
Koordinat
Cartesius
menunjukkan
posisi 𝑥 dan 𝑦 sedangkan baling-baling jika
direpresentasikan merupakan sumbu 𝑥 dan
sumbu 𝑦.
Perangkat pembelajaran yang sudah divalidasi
oleh validator dilakukan rivisi sesuai saran dari
validator yang akan menghasilkan prototipe II.
Selanjutnya, diujicobakan ke siswa untuk
mengetahui
baik
tidaknya
perangkat
pembelajaran yang dikembangkan.
b. Ujicoba terbatas
Kegiatan ujicoba terbatas untuk mengetahui
kepraktisan dan keefektifan pembelajaran dengan
model Konstad materi jumlah dan selisih dua sudut.
Kriteria yang diperlukan adalah data kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran, data aktivitas
siswa, data respons siswa, dan hasil belajar siswa.
- Pengamatan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dilakukan oleh satu orang
pengamat guru matematika SMA Negeri 1
Kediri. Ujicoba dilaksanakan selama dua
pertemuan. Dalam pelaksanaan terhadap kedua
pertemuan dengan menerapkan model Konstad
tersebut terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi
pendahuluan, inti, dan penutup. Rata-rata hasil
pengamatan diperoleh 3,55. Hasil pengamatan
sebagai berikut:
6
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
Pada kegiatan pendahuluan, berdasarkan
pengamatan guru dalam menyampaiakan tujuan
pembelajaran dengan kategori sangat baik dengan
skor rata-rata 3,5. Selanjutnya, kegiatan yang
dilakukan guru adalah memberikan motivasi
kepada siswa. Motivasi yang diberikan dapat
melalui masalah konstektual sebagai pengantar
dan menjelaskan manfaat dari materi yang
diberikan kepada siswa. Skor yang diperoleh
pada kegiatan ini 4.
Pada kegiatan initi, kegiatan pertama yang
dilakukan guru yaitu mengarahkan dalam
mengingatkan kembali materi prasyarat dengan
mengerjakan lembar Advance Organizer. Guru
memberikan umpan balik terhadap hasil
pengerjaan siswa dan selanjutnya mengulangulang konsep-konsep untuk diingat dan dikuasai
dengan baik oleh siswa. Proses ini dilakukan
untuk mematangkan persiapan siswa sebelum
memulai pembelajaran, Sesuai dengan pendapat
Kemp (1994) yang mengungkapkan bahwa
sebelum memulai seuatu program/satuan
pelajaran tertentu siswa harus lulus dengan
memuaskan
dalam
pelajaran
prasyarat.
Kemudian guru megorganisasikan kelompok ke
dalam beberapa kelompok belajar. Selanjutnya,
siswa diminta untuk duduk saling berhadapan dan
mengkondisikan siswa agar siap untuk bekerja
dalam kelompok. Setelah itu, siswa mengamati
permasalahan “persegipanjang kreasi” pada LKS
1.
Guru
menunjukkan
alat
peraga
“persegipanjang kreasi” di depan kelas. Guru
menunjuk salah satu siswa maju ke depan dan
meminta siswa mencari dimana letak sudut yang
sama besar dengan sudut 𝛼. Untuk menimbulkan
motivasi siswa agar lebih tertantang, guru
menampilkan “persegipanjang kreasi” dalam
geogebra. Pada kegiatan konstruksi pengetahuan
baru, siswa dilatihkan dalam memecahkan
masalah dalam LKS. Dalam hal ini, terlebih
dahulu siswa menemukan dimana letak sudut
(𝛼 + 𝛽), setelah itu siswa diminta menjabarkan
perbandingan trigonometri untuk setiap segitiga
yang terdapat dalam “persegipanjang kreasi”.
Guru berkeliling untuk membimbing siswa jika
menemui kesulitan terhadap permasalahan yang
disajikan. Dalam bimbingannya guru tidak
langsung memberikan jawaban ke siswa, namun
guru mengikuti ide siswa sehingga siswa mampu
menyelesaikan sendiri masalah tersebut dengan
kata lain siswa semakin lama semakin
bertanggung jawab pada pembelajaran mereka
sendiri. Hal ini sesuai dengan teori Vygostky
yang dikenal dengan Scalfolding.
Pada kegiatan penutup, kegiatan pertama yang
dilakukan guru adalah membimbing siswa
membuat
kesimpulan.
Dalam
membuat
kesimpulan guru mengulang materi yang telah
dipelajari dengan melakukan tanya jawab dengan
siswa sampai diperoleh kesimpulan yang
diharapkan. Kesimpulan yang dirangkum guru
bersama siswa selama dua kali pertemuan telah
mencakup seluruh tujuan pembelajaran.
Berdasarkan skor hasil pengamatan, kemampuan
guru membimbing siswa membuat kesimpulan
berada dalam kategori baik dengan rata-rata 3,3 .
Dari seluruh kegiatan pembelajaran yang
dilakukan, hasil analisis kemampuan guru
mengelola pembelajaran model Konstad
termasuk dalam kategori sangat baik.
Pengamatan aktivitas siswa dilakukan pada satu
kelompok belajar yang dipilih secara acak. Satu
kelompok belajar yang terpilih terdapat 4 siswa
dimana memiliki kemampuan matematika tinggi,
sedang, dan rendah. Pengamatan dilakukan oleh
satu orang pengamat. Penentuan kriteria
ketercapian aktivitas siswa dalam setiap aspek
untuk setiap pertemuan berbeda-beda bergantung
pada alokasi waktu perpedoman pada RPP.
Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas siswa
pada pembelajaran model Konstad, didapat
presentase waktu yang digunakan siswa untuk
melakukan setiap aktivitas pada setiap pertemuan
telah sesuai dengan persentase waktu ideal yang
direncanakan dengan toleransi 10% sehingga
aktivitas siswa dapat dikatakan baik.
- Hasil angket respons siswa dapat dijabarkan
sebagai berikut: Pertanyaan pertama respons
siswa sebesar 87,8% pembelajaran dengan model
Konstad membuat siswa merasa belajar menjadi
lebih bermakna karena diawali dengan pemberian
materi prasyarat yang digunakan untuk
mengonstruksi pengetahuan baru. Pertanyaan
kedua, selama pembelajaran sebanyak 30 siswa
dari 33 siswa menyatakan bahwa mereka lebih
mudah memahami materi jumlah dan selisih dua
sudut dengan cara pembelajaran yang dilakukan
oleh guru dengan persentasi sebesar 90,9%.
Pertanyaan ketiga, hasil menunjukkan bahwa
siswa merasa senang karena pembelajaran ini
membuat siswa mampu memecahkan masalah
dengan persentase siswa sebesar 87,8% merespon
positif. Pertanyaan keempat, respons siswa
terhadap pembelajaran dengan model Konstad,
7
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
sebanyak 78,8% siswa berminat untuk mengikuti
pembelajaran seperti ini lagi. Pertanyaan kelima,
siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran
dan berusaha untuk selalu aktif bertanya maupun
melakukan kegiatan dalam LKS. Sebanyak 29
siswa dari 33 siswa merespon positif dengan
persentasi 87,8% Pertanyaan keenam, hasil
respons siswa terhadap perangkat pembelajaran
khususnya LKS sebanyak 28 siswa dari 33 siswa
menyatakan bahwa menggunakan LKS dengan
berbantuan
“persegipanjang
kreasi”
memudahkan siswa membayangkan bagaimana
konsep jumlah dan selisih dua sudut terbentuk.
Persentasi respons siswa sebesar 84,8%.Lebih
jauh lagi, pada pertanyaan ketujuh siswa juga
merespons positif penampilan LKS dan 90,9%
siswa merasa bahwa dapat belajar jumlah dan
selisih dua sudut dengan lebih baik melalui LKS
yang diberikan. Selain itu, siswa tampak
bersemangat ketika guru meminta siswa
melakukan pengamatan dan kegiatan dalam LKS
untuk menemukan pengetahuan baru. Pertanyaan
kedelapan, siswa merespon bahwa pembelajaran
seperti ini membantu adanya komunikasi antara
siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.
Terlihat 32 siswa dari 33 siswa merespons positif
dengan persentai 96,9%. Berdasarkan hasil
analisis respons siswa, sebagian besar siswa
memberikan respons positif terhadap setiap aspek
yang direspons dan rata-rata persentase siswa
yang memberikan respons positif adalah 88,2%.
Hal ini mengidentifikasikan bahwa respons siswa
tehadap perangkat dan kegiatan pembelajaran
dengan model Konstad termasuk positif.
- Perolehan hasil belajar siswa dilakukan melalui
tes tertulis dalam bentuk uraian. Pemberian tes
tertulis dilaksanakan pada pertemuan ketiga. Skor
total maksimum untuk lembar penilaian yang
diberikan kepada siswa adalah 100. Seorang
siswa dikategorikan tuntas belajar jika
memperoleh kategori skor minimal B+ sesuai
dengan KKM yang berlaku di SMA Negeri 1
Kediri. Ketuntasan belajar secara klasikal
tercapai jika minimal 75% dari siswa di kelas
ujicoba tuntas belajar. Data hasil belajar siswa
untuk kelas ujicoba diketahui terdapat 3 siswa
memperoleh nilai kurang dari KKM atau kurang
dari B+, sehingga diperoleh ketuntasan belajar
klasikal siswa sebesar 90,90%. Berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan dapat disimpulkan
bahwa ketuntasan klasikal siswa telah tercapai.
Kelemahan Penelitian
1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terbatas
hanya RPP, LKS, dan LP. RPP yang dikembangkan,
peneliti hanya memakai penilaian ranah pengetahuan
untuk KD 3. Peneliti tidak menggunakan penilaian
pengetahuan untuk KD 4 dikarenakan peneliti
membatasi pada materi jumlah dan selisih dua sudut
sedangkan kompetensi pengetahuan untuk KD 4 yang
tertera pada Permendikbud tahun 2014 Nomor 59 yaitu
menyajikan dan menganalisis jumlah dan selisih dua
sudut untuk pembuktian berbagai identitas
trigonometri, sehingga peneliti menggunakan
penilaian pengetahuan untuk KD 3 saja.
2. Untuk menguji kepraktisan suatu perangkat
pembelajaran diperlukan aktivitas siswa selama KBM
berlangsung. Pengamatan aktivitas siswa diamati oleh
satu pengamat dan dipilih satu kelompok secara acak
dari 8 kelompok. Satu kelompok yang diamati
aktivitasnnya memungkinkan tidak mencerminkan
aktivitas siswa secara keseluruhan. Namun, dalam
penyusunan kelompok peneliti mempertimbangkan
keberagaman kemampuan matematika dan jenis
kelamin. Sehingga satu kelompok yang dipilih
memuat siswa dengan kemampuan matematika tinggi,
sedang, dan rendah serta siswa laki – laki dan
perempuan.
3. Penelitian ini menggunakan geogebra dan media
pembelajaran untuk memotivasi siswa. Diharapkan
sekolah mempersiapkannya agar siswa termotivasi
terhadap pembelajaran yang diberikan.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh
proses dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran
model Konstad untuk melatih pemecahan masalah materi
jumlah dan selisih dua sudut, didapatkan simpulan sebagai
berikut.
1. Proses pengembangan perangkat pembelajaran
model Kosntad dengan model pengembangan Plomp
yang terdiri dari lima fase yaitu fase investigasi awal,
fase desain, fase tes, evaluasi, dan revisi dan fase
implementasi. Namun pada penelitian ini, hanya
dibatasi sampai fase keempat. Pengembangan ini
dimulai dari analisis terhadap karakteristik siswa,
identifikasi dan kajian terhadap kurikulum, analisis
materi dan spesifikasi tujuan pembelajaran yang
digunakan untuk menyusun secara sistematis bagianbagian utama dalam pembelajaran model Konstad.
Berrdasarkan analisis tersebut dirancang perangkat
pembelajaran model Konstad materi jumlah dan
selisih dua sudut yang meliputi RPP, LKS, dan LP.
Selain itu, dirancang pula instrumen penelitian yang
meliputi validasi perangkat pembelajaran, lembar
8
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
2.
keterlaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan
aktivitas siswa, dan angket respons siswa. Perangkat
pembelajaran yang telah disusun kemudian
dilakukan validasi perangkat pembelajaran para ahli
lalu dilakukan revisi berdasarkan saran dari
validator, dan dilakukan uji coba terbatas. Dari hasil
pengembangan diperoleh perangkat pembelajaran
yang berkualitas baik yang memenuhi kategori valid,
praktis, dan efektif.
Berdasarkan data hasil validasi dan data hasil ujicoba
terbatas diperoleh bahwa perangat pembelajaran
model Konstad untuk melatih kemampuan
memecahkan masalah materi jumlah dan selisih dua
sudut kelas XI di SMA Negeri 1 Kediri memenuhi
kualitas baik. Kriteria perangkat pembelajaran
berkualitas baik dalam penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
a. Valid
Suatu perangkat pembelajaran dikatakan valid
jika telah dinyatakan valid oleh para validator.
Menurut penilaian validator rata-rata didapatkan
skor kevalidan untuk RPP adalah 3,24; skor
kevalidan untuk LKS adalah 3,55; dan skor
kevalidan untuk LP adalah 3,5.
b. Praktis
Suatu perangkat pembelajaran dikatakan praktis
karena validator menyatakan bahwa perangkat
pembelajaran dapat digunakan di lapangan
dengan sedikit revisi, dilihat dari hasil
pengamatan guru dalam mengelola pembelajaran
dan hasil pengamatan aktivitas siswa. Menurut
penilaian hasil pengataman guru dalam
mengelola pembelajaran mendapatkan rata-rata
3,55. Sedangkan hasil pengamatan aktivitas
siswa baik berada pada interval waktu ideal
dengan toleransi 10%.
c. Efektif
Suatu perangkat pembelajaran dikatakan efektif
jika telah memenuhi dua indikator keefektifan
yang telah ditetapkan, respons siswa terhadap
pembelajaran positif dimana persentase seluruh
pernyataan adalah 88,2% dan hasil belajar siswa
dengan ketuntasan sebesar 90,90%.
2.
3.
Dengan memperhatikan respons siswa yang positif
dan ketuntatasan hasil belajar siswa selama
pembelajaran dengan model Konstad diperlukan
pengembangan perangkat pembelajaran dengan
model Konstad untuk materi lain.
Jika peneliti lain ingin melakukan penelitian serupa,
peneliti lain perlu menambahkan KD 4 dan lembar
penilaian keterampilan yang sesuai dengan tuntutan
dalam Kurikulum 2013 dan meminimalisasi
kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ausubel. 1960. “What Teachers Should Know About
Learning Theories. A project supported by
Education Bureau (HK) dan The University of
HongKong.
Online.
http://kb.edu.hku.hk/advance_organizers.html.
Diakses tanggal 24 Desember 2015
Asyari, Syahrullah. 2012. Profil Proses Matematisasi
Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan
Masalah Kontekstual Pecahan Ditinjau dari
Perbedaan Kemampuan Matematika Siswa.
Surabaya: Makalah Komperhenship tidak
diplubikasikan. Universitas Negeri Surabaya
Depdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A
Yahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum.
Jakarta: Depsikbud
KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Kemp, J.E. 1994. Proses Perancangan Pengajaran. Terj.
Asril Marjohan. Bandung: ITB
Nath, Rajendra, B. 2013. “Effect of Advance Organizer
Model on Achievement of IX Standart Students in
Mathematics”. Research Paper. S.V. University.
Tirupati
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM).
2000. Principles and Standards for School
Mathematics. Washington D.C: National
Academy Press
Nieveen, Nienke. 1999. “Prototyping to Reach Product
Quality”. Design Approach and Tools in
Education and Trining. Boston: Kluwer
Academic Publisher.
Novak, Joseph,D. 2011.”A Theory of Education:
Meaningful Learning Underlies the Contructive
Integration of Thinking, Feeling, and Acting
Leading to Empowerment for Commitment and
Responsibility”. VI(2),pp1-14.
Pehkonen, E. 2011. Problem Solving in Mathematics
Education in Finland. Different concptions of the
mathematical knowledge needed for theaching
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang
dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut:
1. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam
penelitian ini dapat digunakan sebagai perangkat
pembelajaran alternatif oleh guru untuk mengajarkan
materi jumlah dan selisih dua sudut dengan model
Konstad
9
Volume 3 No. 5 Tahun 2016
and how it can be acquired and its relation to
pedagogical knowledge. pp 1-5.
Plomp, Tjeerd. 1997. Educational and Training Systems
Design. Netherlands: Faculty of Educational
Science and Technology University of twente.
Salajang, M Santje. 2007. Pengembangan Model
Pembelajaran Matematika Kontruktivis dengan
Advance Organizer (Model Kostad). Surabaya:
Disertasi tidak dipublikasikan. Universitas
Negeri Surabaya.
Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran
Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University
Press.
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisi
10
Download