MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No. 5 Tahun 2016 ISSN : 2301-9085 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL KONSTAD UNTUK MELATIH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI JUMLAH DAN SELISIH DUA SUDUT XI SMA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL KONSTAD UNTUK MELATIH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI JUMLAH DAN SELISIH DUA SUDUT XI SMA Afla Aulia Ellyana Dhewi Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : [email protected] Dr. Siti Khabibah, M.Pd Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : [email protected] Abstrak Siswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu, pembelajaran harus berkenaan dengan memberikan kesempatan siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Diperlukan model pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif secara individu dalam proses konstruksi pengetahuan dengan memperkuat materi prasyarat atau mengintegrasi pengetahuan yang dimiliki siswa yaitu model pembelajaran Konstad. Model pembelajaran Konstad merupakan perpaduan dari model pembelajaran konstruktivistik dengan model pembelajaran Advance Organizer. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses pengembangan dan menghasilkan perangkat pembelajaran model Konstad untuk melatih kemampuan pemecahan masalah materi jumlah dan selisih dua sudut XI SMA yang memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. Pengembangan perangkat pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model dari Tjeerd Plomp yang terdiri dari: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation, Revision Phase, (5) Implementatiton Phase. Namun, penelitian ini hanya sampai Test, Evaluation, Revision Phase. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), lembar penilaian (LP). Selain itu, penelitian ini juga mengembangkan instrumen penelitian yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran dengan model Konstad materi jumlah dan selisih dua sudut di kelas XI MIA-B SMA Negeri 1 Kediri adalah (1) valid, menurut penilaian validator didapatkan skor rata-rata minimal seluruh aspek untuk RPP adalah 3,24; untuk LKS adalah 3,55; untuk LP adalah 3,5; (2) perangkat praktis karena diperoleh nilai rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 3,55 dalam kategori sangat baik dan aktivitas siswa baik; (3) perangkat efektif dilihat dari tes hasil belajar siswa menunjukan 90,90% siswa mencapai ketuntasan sehingga ketuntasan belajar klasikal tercapai, perangkat mendapat respons posotif siswa sebesar 88,2% Kata kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Model Konstad, Jumlah dan Selisih Dua Sudut Abstract Students are subjects that have ability the actively search for, cultivate, contruct, and use knowledge. Therefor, the learning providing opportunities contruct knowledge in cognitive processes. Required learning model that supports for student to actively to construct knowledge individually in the process of knowledge construction by strengthening material prerequisites or integrate the knowledge that has been owned by the students are learning Konstad model. Konstad learning model is a blend of learning model constructivist learning model Advance Organizer . This research is aimed to describe the development process is the development and produce learning tools with models Konstad, to practice problem solving material sum and difference of two angles in XI High School grade by the criteria of validness, practical, and effectiveness. Learning instrument is developede use Tjreerd Plomp model consist of: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation, and Revision Phase and (5) Implementation Phase. However, this study only up phase of the test, evaluation, evaluation, and revision. Learning instrument developed in this study is Lesson Plan (LP), Student Worksheet (SW), Sheet Assessment (SA). In addition, this study also developed the research instruments that needed based on the purpose of research The results showed that the learning instrument with the model Konstad about solving trigonometry sum and difference of two angels at class XI MIA-B in State High School 1 Kediri are: (1) Valid, according validator votes obtained an average score of at least all aspects of LP is 3.24; for SW is 3.55; and to SA is 3.5; (2) The learning instrument is practical for the average materialize learning values obtained by of 3.55 in the excellent category and a good student activity; (3) The learning instrument is effective from the test results showed 90.90% of students 1 Volume 3 No 5 Tahun 2015 learning students achieve mastery so that classical learning completeness reached and the student gets a positive reponse of 88,2%. Keywords: Developing Learning Instrument, Konstad Model, Sum and Difference of Two Angel mengonstruksi pengetahuan baru melalui kegiatan dalam PENDAHULUAN Advance Organizer sehingga mendukung upaya Kurikulum 2013 memposisikan pandangan dasar pengembangan pembelajaran yang mendorong siswa bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja untuk terus belajar secara bermakna. dari guru ke siswa dengan mengusahakan bagaimana agar Model Konstad memilki 4 fase antara lain: (1) konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat Persiapan Mental, (2) Advance Organizer, (3) Konstruksi dalam benak siswa. Siswa merupakan subjek yang Pengetahuan Baru, (4) Penguatan Struktur Kognitif. memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, Dalam penelitian ini, model Konstad juga dapat mengonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu melatihkan dalam kemampuan memecahkan masalah. pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki diberikan kepada siswa untuk mengonstruksi pengetahuan oleh siswa dalam mempelajari ilmu matematika, hal ini di dalam proses kognitifnya. dukung pernyataan NCTM (2000) menegaskan bahwa Dari paparan di atas, harapan Kurikulum 2013 dalam kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada komponen proses yang melibatkan siswa dalam siswa untuk aktif secara individu dan sosial dalam memahamkan matematik. Jonson dan Rising (dalam mengonstruksi pengetahuan dengan memberikan Asyari, 2012) mengungkapkan manfaat lain yang keleluasaan siswa menemukan sendiri konsep yang akan diperoleh antara lain: siswa dapat mempelajari konsepdipelajari, sehingga pengetahuan yang dibangun oleh konsep baru, melatih kemampuan komputasi, belajar siswa akan lebih bermakna, bermanfaat dan diingat oleh mentransfer konsep-konsep dan keterampilan dalam siswa. situasi yang baru, pemecahan masalah sebagai alat untuk Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) menyatakan menstimulasi keingintahuan, dan pengetahuan baru dapat bahwa dalam proses konstruksi diperlukan kemampuan ditemukan melalui pemecahan masalah. mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya. Dalam melatihkan kemampuan memecahkan Sehingga, siswa dalam aktivitas konstruksi pengetahuan masalah dapat menggunakan materi yang bersifat abstrak dapat diwujudkan melalui materi prasyarat/informasi yang salah satunya adalah materi trigonometri. Materi dimiliki siswa yang terkait pengetahuan baru. Kemp trigonometri banyak menggunakan rumus, akan terus (1994) juga memberikan pengertian bahwa sebelum berkembang dan bukan lagi materi hafalan. Pemberian memulai suatu program/satuan pelajaran tertentu, siswa konsep awal untuk materi trigonometri sangat diperlukan harus lulus dengan memuaskan dalam pelajaran prasyarat. untuk pembelajaran trigonometri di tingkat selanjutnya. Aktivitas konstruksi dengan mengkaitkan Dalam memahami konsep baru seharusnya melibatkan pengetahuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan siswa secara aktif dalam mengonstruksi dengan informasi baru yang akan diterima akan menjadikan menghubungan pengetahuan yang dimiliki dan model pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Sesuai inti dari pembelajaran yang mendukung yaitu model Konstad. teori belajar bermakna yang diungkapkan Ausubel (dalam Untuk mendukung terlaksananya pemberian materi Novak, 2011) yang mengatakan bahwa “meaningful trigonometri khususnya jumlah dan selisih dua sudut, learning where the learner seeks to integrate new maka diperlukan suatu perangkat pembelajaran. Perangkat knowledge withrelevant existing knowledge”. Artinya, pembelajaran dikembangkan berdasarkan model pembelajaran bermakna merupakan usaha siswa untuk pengembangan Plomp. Plomp memberikan suatu model mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan umum dalam mendesain pendidikan yang terdiri dari lima yang telah dimilikinya/pengetahuan yang relevan. fase yaitu: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Berdasarkan penjelasan di atas, model pembelajaran Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation, yang sesuai untuk mengonstruksi pengetahuan dengan Revision Phase, (5) Implementatiton Phase. Namun dalam mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa adalah penelitian ini fase implementasi tidak dilakukan karena model Konstad (Model Konstruktivistik dengan Model peneliti hanya memfokuskan untuk Kurikulum 2013 Pembelajaran Advance Organizer). Model ini dikenalkan memposisikan pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak oleh M. Santje Salajang pada tahun 2007. Penerapan dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa dengan Advance Organizer dalam pembelajaran Konstruktivistik mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting bertujuan mematangkan persiapan kognitif siswa dalam dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa. mempelajari materi baru. Sehingga dapat disimpulkan Siswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan fokus pembelajaran dalam model Konstad adalah secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan mengoptimalkan kesiapan kemampuan siswa dalam 2 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Dari paparan di atas, harapan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif secara individu dan sosial dalam mengonstruksi pengetahuan dengan memberikan keleluasaan siswa menemukan sendiri konsep yang akan dipelajari, sehingga pengetahuan yang dibangun oleh siswa akan lebih bermakna, bermanfaat dan diingat oleh siswa. Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) menyatakan bahwa dalam proses konstruksi diperlukan kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya. Sehingga, siswa dalam aktivitas konstruksi pengetahuan dapat diwujudkan melalui materi prasyarat/informasi yang dimiliki siswa yang terkait pengetahuan baru. Kemp (1994) juga memberikan pengertian bahwa sebelum memulai suatu program/satuan pelajaran tertentu, siswa harus lulus dengan memuaskan dalam pelajaran prasyarat. Aktivitas konstruksi dengan mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan informasi baru yang akan diterima akan menjadikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Sesuai inti dari teori belajar bermakna yang diungkapkan Ausubel (dalam Novak, 2011) yang mengatakan bahwa “meaningful learning where the learner seeks to integrate new knowledge withrelevant existing knowledge”. Artinya, pembelajaran bermakna merupakan usaha siswa untuk mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya/pengetahuan yang relevan. Berdasarkan penjelasan di atas, model pembelajaran yang sesuai untuk mengonstruksi pengetahuan dengan mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa adalah model Konstad (Model Konstruktivistik dengan Model Pembelajaran Advance Organizer). Model ini dikenalkan oleh M. Santje Salajang pada tahun 2007. Penerapan Advance Organizer dalam pembelajaran Konstruktivistik bertujuan mematangkan persiapan kognitif siswa dalam mempelajari materi baru. Sehingga dapat disimpulkan fokus pembelajaran dalam model Konstad adalah mengoptimalkan kesiapan kemampuan siswa dalam mengonstruksi pengetahuan baru melalui kegiatan dalam Advance Organizer sehingga mendukung upaya pengembangan pembelajaran yang mendorong siswa untuk terus belajar secara bermakna. Model Konstad memilki 4 fase antara lain: (1) Persiapan Mental, (2) Advance Organizer, (3) Konstruksi Pengetahuan Baru, (4) Penguatan Struktur Kognitif. Dalam penelitian ini, model Konstad juga dapat melatihkan dalam kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa dalam mempelajari ilmu matematika, hal ini di dukung pernyataan NCTM (2000) menegaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu komponen proses yang melibatkan siswa dalam memahamkan matematik. Jonson dan Rising (dalam Asyari, 2012) mengungkapkan manfaat lain yang diperoleh antara lain: siswa dapat mempelajari konsepkonsep baru, melatih kemampuan komputasi, belajar mentransfer konsep-konsep dan keterampilan dalam situasi yang baru, pemecahan masalah sebagai alat untuk menstimulasi keingintahuan, dan pengetahuan baru dapat ditemukan melalui pemecahan masalah. Dalam melatihkan kemampuan memecahkan masalah dapat menggunakan materi yang bersifat abstrak salah satunya adalah materi trigonometri. Materi trigonometri banyak menggunakan rumus, akan terus berkembang dan bukan lagi materi hafalan. Pemberian konsep awal untuk materi trigonometri sangat diperlukan untuk pembelajaran trigonometri di tingkat selanjutnya. Dalam memahami konsep baru seharusnya melibatkan siswa secara aktif dalam mengonstruksi dengan menghubungan pengetahuan yang dimiliki dan model pembelajaran yang mendukung yaitu model Konstad. Untuk mendukung terlaksananya pemberian materi trigonometri khususnya jumlah dan selisih dua sudut, maka diperlukan suatu perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran dikembangkan berdasarkan model pengembangan Plomp. Plomp memberikan suatu model umum dalam mendesain pendidikan yang terdiri dari lima fase yaitu: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation, Revision Phase, (5) Implementatiton Phase. Namun dalam penelitian ini fase implementasi tidak dilakukan karena peneliti hanya memfokuskan untuk menghasilkan prototipe final yang diuji coba untuk menilai kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan pada subyek yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan proses pengembangan dan menghasil perangkat pembelajaran dengan model Konstad untuk melatih kemampuan pemecahan masalah materi jumlah dan selisih dua sudut XI SMA yang valid, pratis dan efektif. Model Konstad 1. Konstruktivisme Model Konstruktivistik dilandasi oleh filsafat konstruktivisme yang menganggap ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat 3 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 2. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Confrey (dalam Salajang, 2007) mengungkapkan bahwa “Put into simple terms, contructivism can be described as essentially a theory about the limits of human knowledge, a belief that all knowledge is necessarily a product of our own cognitive acts”. Artinya pada dasarya, konstruktivisme digambarkan sebagai dasar teori tentang batas-batas pengetahuan manusia, keyakinan bahwa semua pengetahuan tentu produk dari tindakan kognitif kita sendiri. Dari pendapat para ahli di atas, didapatkan kontruktivisme merupakan suatu teori tentang batas pengetahuan manusia yang menekankan pengetahuan merupakan bentukan sendiri melalui pengalaman sebagai akibat aktivitas individu. Hal ini berarti pandangan konstruktivisme dalam memperoleh pengetahuan dengan melalui aktivitas sendiri yang nantinya pada pemilikan pengalaman yang membentuk sebuah pengetahuan. Pengalaman dan aktivitas dalam hal ini tidak selalu berarti pengalaman dan aktivitas fisik, namun juga bersifat kognitif dan mental (Suparno, 1997) Advance Organizer Advance Organizer dikenalkan oleh David Ausubel pada tahun 1960. Advance Organizer sesuai dengan teori psikologi kognitif yang mempelajari, menalar, dan mengingat suatu informasi yang tersimpan dalam struktur kognitif. Ausubel (1960) mengatakan bahwa Advance Organizer merupakan sebuah alat pembelajaran yang membantu siswa menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan mereka yang sudah ada dalam struktur kognitif dan diarahkan untuk pembelajaran bermakna sebagai lawan menghafal. Anderson (dalam Nath, 2013) mengemukakan bahwa “Advance Organizer is a method of bridging and linking old information with something new”. Artinya, Advance Organizer adalah sebuah metode untuk menjembatani dan menghubungkan informasi lama dengan sesuatu yang baru. Dari pengertian tentang Advance Organizer di atas maka dapat disimpulkan bahwa Advance Organizer adalah metode pembelajaran yang membantu siswa menjembatani dan menggabungkan informasi lama yang terdapat di dalam struktur kognitif dengan informasi baru. Struktur kognitif berisikan konsep-konsep dan fakta-fakta yang telah 3. dipelajari siswa yang terorganisasi secara herarki. Pengorganisasi struktur kognitif yang baik dan jelas akan membantu mengaktifkan proses pembelajaran. Dengan begitu informasi baru akan mudah dipahami dan tersimpan dalam memori jangka panjang siswa. Model Konstad (Konstruktivistik dan Advance Organizer) Masalah utama dalam pembelajaran konstruksi adalah masalah ketersediaan pengalaman siswa yaitu mencakup pengetahuan prasyarat dan pola pikir yang harus dimiliki siswa dalam melaksanakan aktivitas konstruksi pengetahuan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu aktivitas dalam pembelajaran tersebut yang diharapkan dapat membantu siswa dalam mengaktifkan pengetahuan yang dimiliki (pengetahuan dan pola berpikir) sedemikian hingga siswa siap dalam aktivitas konstruksi pengetahuan baru. Kegiatan Advance Organizer memiliki konstribusi utama yaitu siswa aktif dalam aktivtitas konstruksi pengetahuan matematikanya sendiri. Melalui Advance Organizer inilah siswa memperoleh sarana atau semacam “jembatan” yang dapat membantu siswa dalam mengaktifkan pengetahuan yang dimiliki yang akan digunakan dalam konstruksi pengetahuan baru. Model Konstad dikenalkan oleh M. Santje Salajang pada tahun 2007. Model Konstad merupakan perpaduan dari model konstruktivistik dengan model pembelajaran Advance Organizer. Saat siswa dihadapkan untuk mengonstruksi pengetahuan diperlukan persiapan mental. Persiapan mental ini diartikan sebagai aktivitas mengingatkan kembali pengetahuan yang dimiliki siswa (mengingat/mengungkapkan kembali pengalamannya atau mampu menggunakannya) yang merupakan prasyarat untuk mempelajari materi baru melalui proses konstruksi. Dalam masalah ini, Advance Organizer diyakini memberi bantuan yang memadai untuk siswa dalam mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya sehingga dapat melakukan konstruksi pengetahuan. Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah adalah suatu hal yang penting untuk dilatihkan, bahkan di Indonesia pemecahan masalah menjadi tujuan pembelajaran matematika dan tercantum dalam kurikulum matematika. NCTM (Pehkonen, 2011) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah dapat diartikan sebagai proses dimana data/informasi yang telah diperoleh sebelumnya digunakan untuk menyelesaikan suatu situasi yang baru yang belum diketahui solusinya. Sehingga, siswa dalam memecahkan masalah diharapkan memahami proses penyelesaian masalah, mengidentifikasi 4 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasi keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswono (2008) menyatakan pemecahan masalah merupakan suatu proses/upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum jelas. Berdasarkan uraian di atas, pemecahan masalah dapat diartikan sebagai upaya/usaha yang dilakukan siswa untuk menemukan solusi yang tepat dari suatu masalah matematika dengan menggunakan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dimiliki. Beralih tentang difinisi tersebut, menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008) kemampuan adalah suatu kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki kemampuan atau mampu jika orang tersebut dapat dan sanggup melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan. Sehingga dapat diartikan, kemampuan pemecahan masalah merupakan kecakapan untuk menguasai suatu keahlian yang merupakan hasil dari latihan yang digunakan untuk memperoleh solusi masalah dengan menggunakan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dimilki. tersebut dikembangkan melalui proses asimilasi. Namun, bila informasi baru berbeda dengan skema yang dimiliki, sehingga skema lama tidak sesuai lagi untuk menghadapi informasi baru maka skema lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Proses ini dinamakan akomodasi. METODE Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan, yaitu pengembangan perangkat pembelajaran model Konstad. Model pengembangan mengacu model pengembangan yang dikemukakan oleh Tjeerd Plomp dengan 5 fase yaitu: (1) Preliminary Investigation Phase, (2) Design Phase, (3) The Realization Phase, (4) Test, Evaluation, Revision Phase, (5) Implementatiton Phase Kriteria pengembangan mengacu pada kriteria yang diuraiakan oleh Nieveen yaitu validitan, kepraktisan, dan keefektifan. Proses ujicoba dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016 di kelas XI MIA B SMA Negeri 1 Kediri. Subjek dari penelitian ini yaitu siswa kelas XI MIA B SMA Negeri 1 Kediri tahun ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 33 siswa. Teknik analisisi data dalam penelitian ini terdiri dari analisis kevalidan perangkat pembelajaran, kepraktisan, dan keefektifan. Teori Belajar yang Terkait 1. Pandangan Konstruktivisme Kognitif Laporan Anderson, dkk (dalam Salajang, 2007) menyatakan bahwa konstruktivisme kognitif telah mendorong aplikasi belajar dengan sukses. Salah satu contoh, penggunaan advance organizer, peta konsep, mengajar untuk transfer, dan penggunaan strategi membaca dan strategi memecahkan masalah. Secara garis besar model Konstad sesuai dengan pandangan konstruktivisme kognitif dengan menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru dengan bermodalan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 2. Teori Adaptasi Intelektual Salajang (2007) menegaskan dukungan Teori Adaptasi Intelektual terhadap model pembelajaran Konstad terutama dalam hal penerapan advance organizer. Menurut teori adaptasi intelektual, mengerti adalah proses adaptasi pengetahuan. Pengetahuan baru beradaptasi dengan pengetahuan lama. Pengetahuan lama/skema berperan sebagai filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalamanpengalaman baru. Dalam hal ini, skemata bertugas untuk mengatur dan mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Selanjutnya terjadinya interaksi dengan pengalaman baru, skema dikembangkan dan diubah menjadi asimilasi dan akomodasi. Jika terjadi proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sesuai dengan skema yang dimiliki, maka skema HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut merupakan hasil dari fase pengembangan pembelajaran model Konstad yang diuraikan sebagai berikut: 1. Preliminary Investigation Phase Pada fase ini dilakukan analisis masalah dan kebutuhan yang ada dalam pengembangan perangkat pembelajaran. Dilakukan identifikasi dan kajian terhadap kurikulum yang berlaku di sekolah, analisis siswa, dan analisis materi. Hasil yang didapatkan yaitu SMA Negeri 1 Kediri menggunakan kurikulum 2013, siswa belum pernah belajar tentang materi jumlah dan selisih dua sudut tetapi siswa telah belajar materi prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari materi jumlah dan selisih dua sudut, guru menjadi centerdalam pembelajaran sehingga siswa hanya menerima materi dari guru. 2. Design Phase Pada fase ini, diperoleh rancangan perangkat pembelajaran dengan model Konstad materi jumlah dan selisih dua sudut. Selain itu, dirancang pula instrumen yang dibutuhkan, meliputi instrumen validitas, instrumen kepraktisan (pernyataan ahli di lembar validasi, lembar keterlaksanaan pembelajaran, dan lembar aktivitas siswa), dan keefektifan (lembar penilaian dan angket respons siswa). 3. The Realization Phase 5 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 Pada fase ini, hasil yang didapatkan adalah perangkat pembelajaran yang utuh siap dilakukan validasi. Selain itu, menghasilkan instrumeninstrumen yang diperlukan untuk kegiatan penelitian. Selanjutnya perangkat pembelajaran pada fase ini disebut Prototipe I. 4. Test, Evaluation, Revision Phase Pada fase ini dilakukan validasi oleh validator dan ujicoba terbatas terhadap prototipe I. hasil dari fase ini adalah: a. Validasi perangkat pembelajaran Perangkat pembelajaran model Konstad yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Lembar Penilaian (LP) telah divalidasi oleh tiga validator. - Perolehan penilaian dari para validator terhadap aspek format, tujuan, bahasa, waktu, dan isi RPP yang dikembangkan dalam kriteria valid dan dapat digunakan dengan sedikit revisi dengan rata-rata skor 3,24. Dari penilaian validator terdapat beberapa kriteria yang memerlukan perbaikan besar yaitu adalah penilaian tentang indikator dan tujuan pembelajaran. Hal ini dikarenakan kurang operasionalnya indikator dan tujuan yang dirumuskan. Dalam indikator dan tujuan pembelajaran tidak tercantum kata kerja merumuskan yang di dalam LKS mengarahkan siswa untuk merumuskan jumlah dan selisih dua sudut. Selain itu, terdapat dua validator yang menyarankan satu RPP untuk satu pertemuan. Hal ini dikarenakan, peneliti mempunyai pemahaman jika RPP tersebut dirasa tidak memerlukan waktu yang lama maka cukup menggunakan satu RPP untuk beberapa pertemuan. Penilaian tertinggi pada kriteria ke 3 untuk aspek isi yang berisi kesesuaian langkahlangkah terhadap model Konstad. Tingginya penilaian dikarenakan semua validator menganggap bahwa langkah-langkah yang tercantum dalam RPP sudah menceminkan fasefase pada model Konstad. - Penilaian para validator terhadap LKS yang dikembangkan yaitu LKS 1 dan LKS 2 dalam kriteria sangat valid dengan sedikit revisi untuk aspek materi, bahasa, dan waktu. Rata-rata skor yang didapat untuk pengembangan LKS sebesar 3.55. Dari penilaian beberapa validator terdapat kriteria yang memerlukan perbaikan yaitu penilaian tentang peran LKS dalam mendorong siswa menemukan konsep terutama yang terdapat dalam LKS 1. Awalnya LKS 1 berisikan menemukan rumus trigonometri jumlah dan selisih dua sudut cosinus. Namun berdasarkan saran kedua validator pada LKS 1 lebih baik berisikan tentang menemukan rumus trigonometri jumlah dua sudut sinus dan cosinus. Hal ini karena, siswa dapat leluasa menemukan terlebih dahulu jumlah dua sudut sinus atau jumlah dua sudut cosinus. Selisih dua sudut sinus dan selisih dua sudut cosinus dibahas pada LKS 2. Penempatan selisih dua sudut sinus di LKS 2 karena selisih dua sudut sinus merupakan penurunan dari jumlah dua sudut sinus begitu pula dengan cosinus. - LP yang dikembangkan dalam kategori sangat valid. Menurut penilaian validator terhadap aspek materi, bahasa, dan waktu dengan skor rata-rata 3,5. Dari penilaian beberapa validator terdapat kriteria yang memerlukan perbaikan yaitu pada kalimat “Jika baling-baling tersebut dimisalkan koordinat Cartesius” diganti dengan kalimat “pusat baling-baling dimisalkan pusat koordinat Cartesius”. Hal ini dikarenakan baling-baling tidak dapat dimisalkan koordinat Cartesius. Kalimat tersebut menimbulkan kesalahpahaman siswa terhadap arti koordinat Cartesius. Koordinat Cartesius menunjukkan posisi 𝑥 dan 𝑦 sedangkan baling-baling jika direpresentasikan merupakan sumbu 𝑥 dan sumbu 𝑦. Perangkat pembelajaran yang sudah divalidasi oleh validator dilakukan rivisi sesuai saran dari validator yang akan menghasilkan prototipe II. Selanjutnya, diujicobakan ke siswa untuk mengetahui baik tidaknya perangkat pembelajaran yang dikembangkan. b. Ujicoba terbatas Kegiatan ujicoba terbatas untuk mengetahui kepraktisan dan keefektifan pembelajaran dengan model Konstad materi jumlah dan selisih dua sudut. Kriteria yang diperlukan adalah data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, data aktivitas siswa, data respons siswa, dan hasil belajar siswa. - Pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dilakukan oleh satu orang pengamat guru matematika SMA Negeri 1 Kediri. Ujicoba dilaksanakan selama dua pertemuan. Dalam pelaksanaan terhadap kedua pertemuan dengan menerapkan model Konstad tersebut terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi pendahuluan, inti, dan penutup. Rata-rata hasil pengamatan diperoleh 3,55. Hasil pengamatan sebagai berikut: 6 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 Pada kegiatan pendahuluan, berdasarkan pengamatan guru dalam menyampaiakan tujuan pembelajaran dengan kategori sangat baik dengan skor rata-rata 3,5. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan guru adalah memberikan motivasi kepada siswa. Motivasi yang diberikan dapat melalui masalah konstektual sebagai pengantar dan menjelaskan manfaat dari materi yang diberikan kepada siswa. Skor yang diperoleh pada kegiatan ini 4. Pada kegiatan initi, kegiatan pertama yang dilakukan guru yaitu mengarahkan dalam mengingatkan kembali materi prasyarat dengan mengerjakan lembar Advance Organizer. Guru memberikan umpan balik terhadap hasil pengerjaan siswa dan selanjutnya mengulangulang konsep-konsep untuk diingat dan dikuasai dengan baik oleh siswa. Proses ini dilakukan untuk mematangkan persiapan siswa sebelum memulai pembelajaran, Sesuai dengan pendapat Kemp (1994) yang mengungkapkan bahwa sebelum memulai seuatu program/satuan pelajaran tertentu siswa harus lulus dengan memuaskan dalam pelajaran prasyarat. Kemudian guru megorganisasikan kelompok ke dalam beberapa kelompok belajar. Selanjutnya, siswa diminta untuk duduk saling berhadapan dan mengkondisikan siswa agar siap untuk bekerja dalam kelompok. Setelah itu, siswa mengamati permasalahan “persegipanjang kreasi” pada LKS 1. Guru menunjukkan alat peraga “persegipanjang kreasi” di depan kelas. Guru menunjuk salah satu siswa maju ke depan dan meminta siswa mencari dimana letak sudut yang sama besar dengan sudut 𝛼. Untuk menimbulkan motivasi siswa agar lebih tertantang, guru menampilkan “persegipanjang kreasi” dalam geogebra. Pada kegiatan konstruksi pengetahuan baru, siswa dilatihkan dalam memecahkan masalah dalam LKS. Dalam hal ini, terlebih dahulu siswa menemukan dimana letak sudut (𝛼 + 𝛽), setelah itu siswa diminta menjabarkan perbandingan trigonometri untuk setiap segitiga yang terdapat dalam “persegipanjang kreasi”. Guru berkeliling untuk membimbing siswa jika menemui kesulitan terhadap permasalahan yang disajikan. Dalam bimbingannya guru tidak langsung memberikan jawaban ke siswa, namun guru mengikuti ide siswa sehingga siswa mampu menyelesaikan sendiri masalah tersebut dengan kata lain siswa semakin lama semakin bertanggung jawab pada pembelajaran mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan teori Vygostky yang dikenal dengan Scalfolding. Pada kegiatan penutup, kegiatan pertama yang dilakukan guru adalah membimbing siswa membuat kesimpulan. Dalam membuat kesimpulan guru mengulang materi yang telah dipelajari dengan melakukan tanya jawab dengan siswa sampai diperoleh kesimpulan yang diharapkan. Kesimpulan yang dirangkum guru bersama siswa selama dua kali pertemuan telah mencakup seluruh tujuan pembelajaran. Berdasarkan skor hasil pengamatan, kemampuan guru membimbing siswa membuat kesimpulan berada dalam kategori baik dengan rata-rata 3,3 . Dari seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan, hasil analisis kemampuan guru mengelola pembelajaran model Konstad termasuk dalam kategori sangat baik. Pengamatan aktivitas siswa dilakukan pada satu kelompok belajar yang dipilih secara acak. Satu kelompok belajar yang terpilih terdapat 4 siswa dimana memiliki kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Pengamatan dilakukan oleh satu orang pengamat. Penentuan kriteria ketercapian aktivitas siswa dalam setiap aspek untuk setiap pertemuan berbeda-beda bergantung pada alokasi waktu perpedoman pada RPP. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas siswa pada pembelajaran model Konstad, didapat presentase waktu yang digunakan siswa untuk melakukan setiap aktivitas pada setiap pertemuan telah sesuai dengan persentase waktu ideal yang direncanakan dengan toleransi 10% sehingga aktivitas siswa dapat dikatakan baik. - Hasil angket respons siswa dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertanyaan pertama respons siswa sebesar 87,8% pembelajaran dengan model Konstad membuat siswa merasa belajar menjadi lebih bermakna karena diawali dengan pemberian materi prasyarat yang digunakan untuk mengonstruksi pengetahuan baru. Pertanyaan kedua, selama pembelajaran sebanyak 30 siswa dari 33 siswa menyatakan bahwa mereka lebih mudah memahami materi jumlah dan selisih dua sudut dengan cara pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan persentasi sebesar 90,9%. Pertanyaan ketiga, hasil menunjukkan bahwa siswa merasa senang karena pembelajaran ini membuat siswa mampu memecahkan masalah dengan persentase siswa sebesar 87,8% merespon positif. Pertanyaan keempat, respons siswa terhadap pembelajaran dengan model Konstad, 7 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 sebanyak 78,8% siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran seperti ini lagi. Pertanyaan kelima, siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran dan berusaha untuk selalu aktif bertanya maupun melakukan kegiatan dalam LKS. Sebanyak 29 siswa dari 33 siswa merespon positif dengan persentasi 87,8% Pertanyaan keenam, hasil respons siswa terhadap perangkat pembelajaran khususnya LKS sebanyak 28 siswa dari 33 siswa menyatakan bahwa menggunakan LKS dengan berbantuan “persegipanjang kreasi” memudahkan siswa membayangkan bagaimana konsep jumlah dan selisih dua sudut terbentuk. Persentasi respons siswa sebesar 84,8%.Lebih jauh lagi, pada pertanyaan ketujuh siswa juga merespons positif penampilan LKS dan 90,9% siswa merasa bahwa dapat belajar jumlah dan selisih dua sudut dengan lebih baik melalui LKS yang diberikan. Selain itu, siswa tampak bersemangat ketika guru meminta siswa melakukan pengamatan dan kegiatan dalam LKS untuk menemukan pengetahuan baru. Pertanyaan kedelapan, siswa merespon bahwa pembelajaran seperti ini membantu adanya komunikasi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Terlihat 32 siswa dari 33 siswa merespons positif dengan persentai 96,9%. Berdasarkan hasil analisis respons siswa, sebagian besar siswa memberikan respons positif terhadap setiap aspek yang direspons dan rata-rata persentase siswa yang memberikan respons positif adalah 88,2%. Hal ini mengidentifikasikan bahwa respons siswa tehadap perangkat dan kegiatan pembelajaran dengan model Konstad termasuk positif. - Perolehan hasil belajar siswa dilakukan melalui tes tertulis dalam bentuk uraian. Pemberian tes tertulis dilaksanakan pada pertemuan ketiga. Skor total maksimum untuk lembar penilaian yang diberikan kepada siswa adalah 100. Seorang siswa dikategorikan tuntas belajar jika memperoleh kategori skor minimal B+ sesuai dengan KKM yang berlaku di SMA Negeri 1 Kediri. Ketuntasan belajar secara klasikal tercapai jika minimal 75% dari siswa di kelas ujicoba tuntas belajar. Data hasil belajar siswa untuk kelas ujicoba diketahui terdapat 3 siswa memperoleh nilai kurang dari KKM atau kurang dari B+, sehingga diperoleh ketuntasan belajar klasikal siswa sebesar 90,90%. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dapat disimpulkan bahwa ketuntasan klasikal siswa telah tercapai. Kelemahan Penelitian 1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terbatas hanya RPP, LKS, dan LP. RPP yang dikembangkan, peneliti hanya memakai penilaian ranah pengetahuan untuk KD 3. Peneliti tidak menggunakan penilaian pengetahuan untuk KD 4 dikarenakan peneliti membatasi pada materi jumlah dan selisih dua sudut sedangkan kompetensi pengetahuan untuk KD 4 yang tertera pada Permendikbud tahun 2014 Nomor 59 yaitu menyajikan dan menganalisis jumlah dan selisih dua sudut untuk pembuktian berbagai identitas trigonometri, sehingga peneliti menggunakan penilaian pengetahuan untuk KD 3 saja. 2. Untuk menguji kepraktisan suatu perangkat pembelajaran diperlukan aktivitas siswa selama KBM berlangsung. Pengamatan aktivitas siswa diamati oleh satu pengamat dan dipilih satu kelompok secara acak dari 8 kelompok. Satu kelompok yang diamati aktivitasnnya memungkinkan tidak mencerminkan aktivitas siswa secara keseluruhan. Namun, dalam penyusunan kelompok peneliti mempertimbangkan keberagaman kemampuan matematika dan jenis kelamin. Sehingga satu kelompok yang dipilih memuat siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah serta siswa laki – laki dan perempuan. 3. Penelitian ini menggunakan geogebra dan media pembelajaran untuk memotivasi siswa. Diharapkan sekolah mempersiapkannya agar siswa termotivasi terhadap pembelajaran yang diberikan. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh proses dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran model Konstad untuk melatih pemecahan masalah materi jumlah dan selisih dua sudut, didapatkan simpulan sebagai berikut. 1. Proses pengembangan perangkat pembelajaran model Kosntad dengan model pengembangan Plomp yang terdiri dari lima fase yaitu fase investigasi awal, fase desain, fase tes, evaluasi, dan revisi dan fase implementasi. Namun pada penelitian ini, hanya dibatasi sampai fase keempat. Pengembangan ini dimulai dari analisis terhadap karakteristik siswa, identifikasi dan kajian terhadap kurikulum, analisis materi dan spesifikasi tujuan pembelajaran yang digunakan untuk menyusun secara sistematis bagianbagian utama dalam pembelajaran model Konstad. Berrdasarkan analisis tersebut dirancang perangkat pembelajaran model Konstad materi jumlah dan selisih dua sudut yang meliputi RPP, LKS, dan LP. Selain itu, dirancang pula instrumen penelitian yang meliputi validasi perangkat pembelajaran, lembar 8 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 2. keterlaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan aktivitas siswa, dan angket respons siswa. Perangkat pembelajaran yang telah disusun kemudian dilakukan validasi perangkat pembelajaran para ahli lalu dilakukan revisi berdasarkan saran dari validator, dan dilakukan uji coba terbatas. Dari hasil pengembangan diperoleh perangkat pembelajaran yang berkualitas baik yang memenuhi kategori valid, praktis, dan efektif. Berdasarkan data hasil validasi dan data hasil ujicoba terbatas diperoleh bahwa perangat pembelajaran model Konstad untuk melatih kemampuan memecahkan masalah materi jumlah dan selisih dua sudut kelas XI di SMA Negeri 1 Kediri memenuhi kualitas baik. Kriteria perangkat pembelajaran berkualitas baik dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: a. Valid Suatu perangkat pembelajaran dikatakan valid jika telah dinyatakan valid oleh para validator. Menurut penilaian validator rata-rata didapatkan skor kevalidan untuk RPP adalah 3,24; skor kevalidan untuk LKS adalah 3,55; dan skor kevalidan untuk LP adalah 3,5. b. Praktis Suatu perangkat pembelajaran dikatakan praktis karena validator menyatakan bahwa perangkat pembelajaran dapat digunakan di lapangan dengan sedikit revisi, dilihat dari hasil pengamatan guru dalam mengelola pembelajaran dan hasil pengamatan aktivitas siswa. Menurut penilaian hasil pengataman guru dalam mengelola pembelajaran mendapatkan rata-rata 3,55. Sedangkan hasil pengamatan aktivitas siswa baik berada pada interval waktu ideal dengan toleransi 10%. c. Efektif Suatu perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika telah memenuhi dua indikator keefektifan yang telah ditetapkan, respons siswa terhadap pembelajaran positif dimana persentase seluruh pernyataan adalah 88,2% dan hasil belajar siswa dengan ketuntasan sebesar 90,90%. 2. 3. Dengan memperhatikan respons siswa yang positif dan ketuntatasan hasil belajar siswa selama pembelajaran dengan model Konstad diperlukan pengembangan perangkat pembelajaran dengan model Konstad untuk materi lain. Jika peneliti lain ingin melakukan penelitian serupa, peneliti lain perlu menambahkan KD 4 dan lembar penilaian keterampilan yang sesuai dengan tuntutan dalam Kurikulum 2013 dan meminimalisasi kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Ausubel. 1960. “What Teachers Should Know About Learning Theories. A project supported by Education Bureau (HK) dan The University of HongKong. Online. http://kb.edu.hku.hk/advance_organizers.html. Diakses tanggal 24 Desember 2015 Asyari, Syahrullah. 2012. Profil Proses Matematisasi Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan Masalah Kontekstual Pecahan Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika Siswa. Surabaya: Makalah Komperhenship tidak diplubikasikan. Universitas Negeri Surabaya Depdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Yahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depsikbud KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kemp, J.E. 1994. Proses Perancangan Pengajaran. Terj. Asril Marjohan. Bandung: ITB Nath, Rajendra, B. 2013. “Effect of Advance Organizer Model on Achievement of IX Standart Students in Mathematics”. Research Paper. S.V. University. Tirupati National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Washington D.C: National Academy Press Nieveen, Nienke. 1999. “Prototyping to Reach Product Quality”. Design Approach and Tools in Education and Trining. Boston: Kluwer Academic Publisher. Novak, Joseph,D. 2011.”A Theory of Education: Meaningful Learning Underlies the Contructive Integration of Thinking, Feeling, and Acting Leading to Empowerment for Commitment and Responsibility”. VI(2),pp1-14. Pehkonen, E. 2011. Problem Solving in Mathematics Education in Finland. Different concptions of the mathematical knowledge needed for theaching SARAN Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai perangkat pembelajaran alternatif oleh guru untuk mengajarkan materi jumlah dan selisih dua sudut dengan model Konstad 9 Volume 3 No. 5 Tahun 2016 and how it can be acquired and its relation to pedagogical knowledge. pp 1-5. Plomp, Tjeerd. 1997. Educational and Training Systems Design. Netherlands: Faculty of Educational Science and Technology University of twente. Salajang, M Santje. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Kontruktivis dengan Advance Organizer (Model Kostad). Surabaya: Disertasi tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press. Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisi 10