MODUL PERKULIAHAN Corporate Reputation Management Internal & Eksternal PR serta Pengelolaan Reputasi Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Public Relations Tatap Muka 11 Kode MK Disusun Oleh Andi Youna C. Bachtiar M.Ikom Abstract Kompetensi Pentingnya reputasi menuntut organisasi untuk dapat membangun dan mempertahankan reputasi yang baik Pemahaman mengelola reputasi Pembahasan Upaya Preventif dalam Mengelola Reputasi Pentingnya reputasi menuntut organisasi untuk dapat membangun dan mempertahankan reputasi yang baik. Menurut Louisot J.P. dan Rayner J. (2010), reputasi mencakup persepsi dari stakeholders mengenai seluruh aspek organisasi. Mereka mengajukan sebuah teori sederhana mengenai bagaimana cara membentuk reputasi yang baik. Teori tersebut menyatakan bahwa “reputasi yang baik dapatdiperoleh organisasi apabila organisasi tersebut berhasil memenuhi atau melebihi ekspektasi stakeholders-nya, sedangkan reputasi yang buruk akan diperoleh organisasi apabila mereka tidak dapat memenuhi ekspektasi stakeholders”. Gambar 1. Sumber: Louis J.P. dan Rayner J., Managing risk to reputation: From theory to practice Gambar di atas mendeskripsikan teori yang diajukan Louis dan Rayner, dimana reputasi yang baik akan diperoleh organisasi apabila organisasi berhasil memberikan nilai dan manfaat yang mencapai atau melebihi ekspektasi stakeholders. Kemajuan teknologi informasi telah membuat perhatian terhadap risiko reputasi meningkat.Peningkatan kapabilitas masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi secara massal, mudah, cepat, dan tanpa berbayar, telah berhasil meningkatkan dampak dan intensitas risiko reputasi yang diemban perusahaan.Risiko reputasi adalah dampak positif atau negatif yang dihasilkan reputasi, yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.Survey Delloitte tahun 2013, yang dilakukan pada 300 perusahaan terkemuka dunia, menyatakan bahwa risiko reputasi telah menjadi area risiko utama yang menentukan perubahan dan penyesuaian strategi bisnis perusahaan.Hasil survey ini juga menyatakan bahwasaat inirisiko reputasitelah menjadi area risiko dengan dampak terbesar padaperusahaan-perusahaan dunia.Namun dalam praktiknya, pengelolaan risiko reputasi merupakan salah satu pengelolaan risiko tersulit. Manajemen Isu oleh Tucker, Kerry & Broom sebagaimana yang dikutip oleh Regester didefinisikan sebagai manajemen proses yang bertujuan untuk mempertahankan pasar, mengurangi risiko, menciptakan peluang dan mengatur reputasi (corporate reputation) sebagai asset organisasi bagi keuntungan organisasi atau pemegang saham. Sedangkan Cutlip, Center & Broom menguraikan sebagai proses proaktif untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi isu-isu kebijakan yang 2014 2 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mempengaruhi hubungan mereka dengan organisasi public. Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan manajemen isu merupakan pengaturan (manajemen) yang dilakukan secara proaktif dalam mengantisipasi, mengidentifikasi maupun mengevaluasi kebijakan coroporat kaitannya dengan peluang pasar dan pelanggan, mengurangi risiko dan pengaturan reputasi korporat. Tidak semua isu perlu ditanggapi, tetapi perlu memilah-milah isu yang perlu ditanggapi, karena tidak semua isu akan berhubungan dengan masalah reputasi korporat. Isu-isu yang perlu segera ditanggapi dan dikelola oleh korporat adalah isu-isu: Isu yang aktual yang merupakan isu yang sedang terjadi atau dalam proses kejadian, sedang hangat dibicarakan dan isu yang diprakirakan akan terjadi bukan isu yg sudah lepas dari perhatian masyarakat / isu sudah basi Mempunyai nilai kekhalayakan (public value), artinya langsung menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan hanya untuk kepentingan seseorang atau sekelompok kecil orang. Memiliki nilai problematik, artinya masalahah yang mendesak dan seriaus yang harus segera ditangani. Bila tidak segera ditangani disinyalir akan berpengaruh pada reputasi korporat. Dalam kegiatan Public Relations pengananan manajemen isu selalu disandingkan dengan manajemen krisis, karena isu dan krisis memiliki kedekatan satu sama lain, meskipun isu tidak selalu menyebabkan krisis. Fearn-Banks mengulas manajemen krisis sebagai proses perencanaan strategis terhadap krisis atau titik balik negatif, sebuah prosesw yang mengubah beberapa risiko dan ketidakpastian dari keadaan negatif dan berusaha agar organisasi cepat mengendalikan sendiri aktivitasnya. Dalam manajemen krisis diperlukan komunikasi krisis, dalam buku yang sama FeranBanks menuliskan komunikasi krisis (crisis communication) sebagai menyangkut transfer informasi dari orang-orang penting (publik) untuk membantu menghindari atau mencegah krisis (atau kejadian negatif), pulih dari krisis dan mempertahankan atau meningkatkan reputasi. Manajemen isu lebih menekankan pada penangananan untuk mempertahankan pasar dan reputasi sehubungan dengan munculnya isu-isu yang dapat mempengaruhi reputasi korporat sedangkan manajemen krisis lebih mengacu kepada penanganan untuk mencegah terjadinya suatu krisis. Manajemen isu dan krisis merupakan agenda yang penting dalam sebuah korporat karena akan berdampak pada reputasi korporat yang berdampak pada tingkat kepercayaan stakeholders terhadap korporat. Penanganan isu yang berkembang harus direncanakan baik bahkan jauh hari sebelum isu-isu itu merebak dan meresahkan para stakeholder. 2014 3 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Penanganan isu yang tidak komprehensif akan menyebabkan terjadinya krisis di dalam korporat. Pengelolaan Reputasi dan Citra Ada semacam paradoks yang berkembang dalam pengelolaan reputasi, bahwa semakin dibutuhkan, reputasi cenderung semakin sulit untuk dikelola. Yang jelas, kehilangan reputasi yang baik jauh lebih gampang dibanding usaha untuk membangunnya. Sebagian orang menyatakannya dalam metafora, dibutuhkan sepuluh tahun untuk membangun reputasi yang baik, tetapi cukup satu menit saja untuk meruntuhkannya. Mempertahankan reputasi seseorang tidaklah mudah, apalagi mempertahankan reputasi yang baik dari perusahaan. Adam Joly menyatakan bahwa secara makro kunci dari pengelolaan reputasi adalah: behave well. Kelihatannya sederhana, tapi dalam prakteknya tidaklah sesederhana itu. Mengingat reputasi perusahaan merupakan resultan dari pemenuhan terhadap ekspektasi rasional dan ekspektasi emosional masing-masing stakeholder terhadap perusahaan dalam setiap momen interaksinya. Ekspektasi rasional seperti kita ketahui bersama lebih didasarkan atas kinerja atau kualitas dari produk yang dikonsumsi sedangkan ekspektasi emosional lebih didasarkan atas perilaku dan persepsi stakeholder. Stakeholder di sini mencakup karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham, LSM, ataupun pemerintah. Padahal, masing-masing stakeholder memiliki derajat kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Luasnya cakupan khalayak ini mengakibatkan upaya membangun reputasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan membangun citra perusahaan. Tidak heran jika reputasi perusahaan merupakan aset strategis, karena reputasi dapat meningkatkan value dari perusahaan yang bersangkutan. Pengalaman penulis selaku konsultan yang juga menggeluti jasa executive search menunjukkan betapa reputasi yang kuat membantu perusahaan tidak hanya dalam menjual produknya dengan harga yang menguntungkan, tetapi juga dalam menarik karyawan berpotensi tinggi untuk bekerja padanya. Perusahaan dengan reputasi yang kuat cenderung menjadi perusahaan idaman dan tambatan bagi profesional yangqualified. Wajar jika belakangan ini makin banyak perusahaan bergiat dalam mengelola reputasinya. Hanya saja, ada beberapa catatan penulis menyikapi fenomena yang terjadi di lapangan. Ada kecenderungan bahwa perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal. Akibatnya, perusahaan terjebak dalam perspektif yang menyesatkan. Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah mengukurnya melalui penelitian pasar. Proses ini dapat menunjukkan di posisi apa reputasi perusahaan jika dibandingkan dengan reputasi para pesaing. Selain itu pegukuran reputasi perusahaan juga dapat menunjukkan sektor mana saja yang perlu diprioritaskan dan secara umum berlaku sebagai road map bagi perjalanan proses pengelolaan reputasi itu sendiri. 2014 4 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Beberapa perusahaan melakukan pengukuran reputasi dengan pendekatan media coverageuntuk kemudian menterjemahkan isinya ke dalam reputation score cards. Memang opsi ini lebih baik daripada tidak ada action evaluasi sama sekali, walaupun opsi ini bukannya tidak mempunyai kelemahan. Kalau diperhatikan secara lebih seksama akan tampak betapa pendekatan ini lebih fokus kepada merekam outcome dari aktivitas humas di media, sedangkan pengaruhnya terhadap khalayak sasaran luput dari pengukuran. Secara sepintas, ada empat indikator yang dapat dipakai untuk menaksir seberapa kuat reputasi suatu perusahaan. Pertama, daya saing perusahaan dalam menjual produknya dengan harga premium pada kurun waktu yang tidak sebentar. Kedua, kesanggupan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan staf kunci yang berkualitas. Ketiga, konsistensi perusahaan dalam mendapatkan dukungan words of mouth berupa rekomendasi positif baik dari sisi pasokan maupun pemasaran. Keempat, keberpihakan publik ketika terjadi masalah, tidak saja dalam kemampuan perusahaan untuk berkelit dari media ataupun kritikan publik. Saat keadaan memaksa perusahaan untuk berubah, tidak sedikit perusahaan dalam mengelola reputasinya hanya dengan perubahan yang sifatnya hanya menyentuh kulit. Perubahan kosmetis seperti penggantian logo semata tidak akan berarti banyak. Pengelolaan reputasi, apalagi bagi perusahaan yang baru saja mengalami krisis, membutuhkan perubahan yang fundamental dalam satu proses yang terintegrasi. Tidak lain, karena reputasi bukanlah sekedar masalah kepercayaan diri tetapi menyangkut jalinan yang didasarkan atas kepercayaan (trust) dan integritas. Reputasi yang kuat dibangun dari tindakan operasional sehari-hari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan, tidak cukup satu gebrakan saja. Diperlukan segmentasi dan penentuan skala prioritas untuk membidik khalayak yang secara kritis mempunyai dampak yang tinggi (high impact), misalnya influencer yang dapat merubah opini. Untuk menjembatani perusahaan dengan khalayaknya baik dalam masa krisis maupun masa ’damai’ tentu saja dibutuhkan komunikasi yang proaktif dan terencana dengan baik. Pesan yang sesuai dengan budaya komunitas yang disasar harus dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dari sekedar dapat diterima tetapi betul-betul menarik, menggugah, dan dapat menjadi ’mantra’. Untuk itu pesan harus dikemas secara unik dan disampaikan secara konsisten kepada khalayak yang tepat. Outreach yang baik dengan melibatkan media berpengaruh jelas sangat penting artinya untuk penyampaian pesan. Demikian halnya dengan program-program yang berkenaan dengan corporate social responsibility dan sponsorship yang sifatnya strategis. Pembentukan citra yang positif dengan iklan juga akan mampu meningkatkan reputasi perusahaan. Pengelolaan reputasi merupakan tanggung jawab bersama, tidak cukup hanya dibebankan pada bagian PR atau bahkan pimpinan perusahaan semata. Sebaliknya, tanpa 2014 5 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dukungan dari manajemen puncak, pengelolaan reputasi cenderung akan berjalan di tempat. Masing-masing pihak dituntut untuk tidak hanya sadar atau percaya terhadap proses pengelolaan reputasi, tetapi juga berkomitmen untuk secara konsisten mewujudkannya. Untuk itu harus ada konsensus antara manajemen dan karyawan dalam tata nilai utama (core values) dan tujuan perusahaan. Meskipun demikian, perlu diorganisasikan dengan jelas antara pengelolaan reputasi perusahaan dan pengelolaan reputasi produk. Masing-masing mempunyai porsi dan penanggung jawab sendiri-sendiri dan diatur sedemikian rupa agar tidak saling berbenturan sehingga tidak kontra produktif. Pengelolaan reputasi yang efektif tidak bisa dilepaskan dari peran bisnis perusahaan dalam menangkap peluang (ofensif) dan menanggulangi ancaman (defensif). Strategi ofensif bisa diterapkan saat launching produk baru, melakukan akuisisi atau merubah model bisnis. Dengan demikian, reputasi menjadi bagian dari karakter, budaya, dan DNA perusahaan, yang penulis perlu tekankan kembali: harus direfleksikan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Tidak boleh dilupakan, karyawanlah yang dalam prakteknya berperan sebagai duta yang akan mempengaruhi reputasi perusahaan. Internal dan Ekternal Public Relations Publik merupakan komponen yang penting, karena publik merupakan bagian penting dalam sebuah organisasi. Tanpa dukungan atau kepercayaan dari publik maka organisasi tidak dapat berjalan dengan lancar dalam menjalankan bisnisnya. Publik/khalayak dibagi menjadi dua yaitu: a. Publik Internal, yaitu: karyawan, keluarga karyawan, pemegang saham. b. Publik eksternal, yaitu: pemerintah, pelanggan, masyarakat sekitar,media/pers. PR merupakan kegiatan organisasi atau perusahaan yang terencana dan berkesinambungan. PR harus dapat membangun dan menjaga image positif suatu perusahaan. Hubungan internal dan eksternal perusahaan juga harus dijaga oleh PR. Menurut Agung Wasesa (2010, p128) perbedaan fungsi internal dan eksternal PR adalah: Internal PR: Mengkomunikasikan kebijakan direksi dan manajemen kepada karyawan Menjelaskan perubahan kebijakan direksi dan manajemen agar karyawan memahami dasar pengambilan keputusan yang diambil Membangun jaringan komunikasi interaktif antara karyawan,manajemen, dan direksi Membantu proses restrukturisasi, mulai dari sosialisasi kebijakan hingga pelatihan untuk mengurangi dampak buruk restrukturisasi 2014 Membantu peningkatan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan Membantu terciptanya budaya perusahaan yang sesuai dengan visi organisasi. 6 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Eksternal PR: Mensosialisasikan kebijakan perusahaan kepada publik. Menjelaskan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Menjelaskan hasil dan dasar diadakannya Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham Membantu pemasaran untuk menciptakan brand image Mensosialisasikan prestasi yang dicapai oleh perusahaan Mengembangkan program-program pengembangan masyarakat, sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada publik Menyiapkan sarana bagi publik untuk melihat perusahaan secara langsung Menyiapkan sarana bagi pemerintah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk melihat kinerja perusahaan Menurut Frank Jefkin, publik dibagi menjadi delapan, terutama dalam umum: 1. Calon Pegawai/Calon Anggota. Tanpa mengetahui bagaimana sesungguhnya suatu organisasi, khalayak ini tidak akan tertarik untuk bergabung. Humas harus dapat memberikan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak ini secara lengkap. Dengan menyebarkan informasi yang memadai kepada mereka, maka mereka akan mengetahui bentuk kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan yang kita wakili. 2. Para Pegawai/para anggota. Khalayak ini meliputi semua orang yang bekerja pada atau menunjang suatu organisasi. Mulai dari pucuk pimpinan hingga karyawan di jajaran terbawah. 3. Para Pemasok. Ada dua macam pemasok, yaitu pemasok jasa-jasa seperti air bersih dan energi seperti PAM, PLN maupun Telkom dan pemasok berbagai bahan baku serta komponen produksi seperti pemasok komputer, pemasok alat-alat tulis kantor maupun barang-barang habis pakai kantor. 4. Para Investor. Ini dapat mulai dari bank kecil lokal sampai Bursa Saham Nasional. Tergantung pada lingkup kerja perusahaan. Yang dimaksud dengan investor bukan hanya para individu yang membeli surat-surat berharga, akan tetapi juga para analisis investasi serta pembeli partai besar yang merupakan suatu lembaga atau badan usaha. 5. Para Distributor. Distributor adalah mereka yang menangani fungsi perantara antara produsen dan konsumen. Mereka mengambil produk dari perusahaan produsen dalam jumlah besar lantas mengedarkannya ke tangan para konsumen. Jaringan produsen melibatkan para grosir, departemen store besar, sampai warung-warung kecil dan pedagang asongan. 2014 7 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 6. Konsumen dan pemakai produk organisasi. Konsumen dan pemakai poduk adalah mereka yang menggunakan hasil dari organisasi. Bukan hanya rumah tangga juga perusahaan pembeli dalam partai besar yang lazim disebut sebagai pemasok sekunder. Dimana mereka mengolah kembali produk yang dihasilkan menjadi sesuatu yang lain. 7. Para Pemimpin Pendapat Umum. Terdiri dari orang-orang yang berpengaruh sehingga setiap pendapat mereka menentukan naik-turunya atau bahkan jatuh bangunnya suatu organisasi. Khalayak ini mencakup orang tua, pemuka agama, politisi, atau demonstran. Terkadang untuk memperoleh dukungan mereka, diperlukan komunikasi dua arah yang bersifat tatap muka. 8. Masyarakat luas. Segmen masyarakat yang menjadi khalayak bagi suatu organisasi berbeda dari khalayak organisasi yang lain. Bahkan khalayak dari organisasi-organisasi yang berada di satu lokasi yang samapun sering berbeda. Sebuah organisasi yang bijaksana akan mengawali kegiatan humasnya dengan mengenali masalah dan kebutuhan khalayaknya yang paling mendasar. Bambang Herimanto, Dkk (2007: 44-45) dalam bukunya Public Relations dalam organisasi, lebih spesifik lagi dalam dalam membedakan publik yang menjadi sasaran Public relations dalam sebuah perusahaan: 1. Internal Public Relations Sasaran: a. Buruh/karyawan/pegawai b. Organisasi/serikat pekerja c. Pemegang saham d. Keluarga karyawan. 2. Eksternal Public Relations Sasaran: a. Masyarakat umum/konsumen b. Penyalur c. Pemasok d. Organisasi kemasyarakatan e. Opinion leader f. Pers g. Organisasi pengusaha/perusahaan h. Para ahli/pakar i. Pejabat j. Sumber daya manusia k. Biro iklan 2014 8 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Michael Regester & Judy Larkin. 2005 Risk Issues and Crisis Manegement: A Casebook of Best Practice (3rd Edition), Philadephia, CIPR. Scott M. Cutlip, Allen H Center & Glen M Broom, 2000. Efective Public Relations. Kathleen Fearn-Banks, 2007. Crisis Communicatio: A Casebook Approach. New Jersey: Lawrence Elbraunm Assosiate. Sumber online : http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/organizationdevelopment/mengelola-reputasi. 2014 9 Coorporate Reputation Management Andi Youna C.Bachtiar Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id