133 PENGURANGAN AKUMULASI TIMBAL (Pb) DENGAN

advertisement
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
PENGURANGAN AKUMULASI TIMBAL (Pb) DENGAN MEMANFAATKAN MIKORIZA
ARBUSKULA DAN TANAMAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi)
JABON (Anthocephalus cadamba) PETAI (Parkia speciosa)
Herna Sianipar, Erman Munir, Delvian
Magister Biologi , Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara (USU)
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fungi mikoriza arbuskula
(fma)terhadap akumulasi logam Pb tanaman belimbing wuluh, jabon, dan petai, mengetahui dosis pemberian
fungi mikoriza arbuskula (fma) yang optimalterhadap akumulasi logam Pb, mengetahui jenis tanaman yang
paling efektif dalam akumulasi logam Pb. Penelitian ini dilakukan di di Rumah Kasa, Laboratorium Biologi
Tanah dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah inokulasi mikoriza
dengan 4 taraf dosis (0 g/bibit, 10 g/bibit, 20 g/bibit, 30 g/bibit) dan faktor kedua adalah tanaman yang
terdiri dari tiga jenis tanaman yaitu belimbing wuluh, jabon, dan petai. Hasil penelitian menunjukkan fungi
mikoriza arbuskula memberikan pengaruh terhadap akumulasi logam Pb pada semua tanaman. Dosis
mikoriza 10 g optimalterhadap akumulasi logam Pb pada tanaman uji, tanaman jabon yang paling efektif
dalam menyerap logam Pb. Rasio akumulasi logam Pb pada bagian akar tanaman paling tinggi pada tanaman
belimbing wuluh yaitu 52,38 mg/kg, rasio akumulasi logam Pb pada bagian batang tanaman paling tinggi
pada tanaman jabon yaitu 32,7 mg/kg, rasio akumulasi logam Pb pada bagian daun tanaman paling tinggi
pada tanaman jabon yaitu 16,49 mg/kg. Efisiensi penyerapan Pb tanaman paling tinggi pada tanaman jabon
yaitu 13,06 % dan terendah pada belimbing wuluh yaitu 8,6 %
Kata Kunci : Fungi Mikoriza Arbuskula, Logam Berat Pb, Belimbing Wuluh, Jabon , Petai.
REDUCE LEAD (PB) ACCUMULATION WITH UTILIZATION OF VESICULAR ARBUSCULAR MYCORRHIZA
AND WITH STARFRUIT(Averrhoa bilimbi) JABON (Anthocephalus cadamba)
PETAI (Parkia speciosa)
Herna sianipar,erman munir dan delvian
ABSTRACT
The objective of this research was to determine the effect of vesicular arbuscular mycorrhiza on the
accumulation of Pb in plant starfruit, jabon, and petai, to know the optimal dosage of vesicular arbuscular
mycorrhiza in accumulation of Pb, to know the most effective plant in accumulation of Pb. This research was
conducted in at Kasa House, Soil Biology Laboratory and Central Laboratory of the Faculty of Agriculture,
University of Sumatra Utara. This research used a completely randomized design factorial with two factors.
The first factor was the inoculation of mycorrhiza with 4 levels doses (0 g/seeds, 10 g/seeds, 20 g/seeds, 30
g/seedling) and the second factor was plants (starfruit, jabon, petai). The results showed vesicular arbuscular
mycorrhiza influence on the accumulation of Pb on all plants. A 10 g mycorrhizal was the optimal dose
against a accumulation of Pb on the test plants and jabon was most effective in absorbing Pb. The ratio
accumulation of Pb in root plants highest in starfruit 52,38 mg/kg, the ratio accumulation of Pb in the stem
and leaves were found highest in jabon with the amount of (32,7 mg/kg, 16,49 mg/kg) respectively. The
absorption efficiency of Pb was highest in jabon (13,06 % and the lowest in starfruit (8,6%).
Keywords: Vesicular Arbuscular Mycorrhiza, Heavy Metal Pb, Starfruit, Jabon, Petai
133
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
Pendahuluan
Hasil pertanian di Indonesia semakin
meningkat, setelah adanya pupuk kimia.
Penggunaan pupuk kimia saat ini sangat meluas,
meskipun dengan dampak positifnya terlihat dari
meningkatnya produksi pertanian tetapi dampak
negatif penggunaan pupuk kimia secara terusmenerus menyebabkan perubahan struktur tanah,
pemadatan, dan pencemaran lingkungan (Kurnia
dkk, 2004). Pupuk kimia dikategorikan sebagai
sumber pencemar karena adanya kandungan logam
berat serta senyawa tertentu, dimana logam berat
ataupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam
jumlah banyak sehingga dapat membahayakan
lingkungan. Contohnya pupuk posfat mengandung
Pb antara 7-225 ppm (Darmono, 1995).
Penggunaan pupuk kimia menyebabkan
pencemaran tanah pada lahan pertanian. Selain
pupuk kimia, pabrik atau industri tekstil yang
dibangun di sekitar lahan pertanian juga dapat
menyebabkan pencemaran. Hal ini terjadi, karena
limbah industri dibuang ke badan air atau sungai
yang digunakan untuk sumber pengairan bagi
lahan pertanian. Unsur-unsur kimia yang terbawa
limbah selanjutnya mengendap didalam tanah, dan
proses ini berulang dengan berjalannya waktu
sehingga terjadi akumulasi logam berat di dalam
tanah. Logam berat adalah unsur logam dengan
berat molekul tinggi dan merupakan pencemaran
lingkungan yang utama, diantaranya adalah Cd, Cr,
Cu, Hg, Pb dan Zn (Triyono dkk, 2013). Salah satu
logam berat yang mencemari tanah adalah Pb atau
timbal. Timbal memiliki sifat fisik berwarna kelabu
kebiruan dan terdapat dalam jumlah kecil pada
batu-batuan dan tanah (Anies, 2006).
Salah satu teknik yang digunakan dalam
pemulihan lingkungan yang tercemar adalah
bioremediasi. Bioremediasi adalah tindakan proses
biologi yang dapat dilakukan untuk menurunkan
kadar polutan yang bersifat toksik terhadap
lingkungan, akibat adanya zat yang menyebabkan
pencemaran dengan cara mengolah kontaminan
dengan memanfaatkan mikroba, tanaman, enzim
tanaman atau enzim mikroba (Priadie, 2012).
Teknik bioremediasi dengan menggunakan
tanaman mendapat perhatian yang cukup luas,
karena terbukti lebih murah dibandingkan dengan
teknik lainnya. Fitoremediasi adalah salah satu
teknik dari bioremediasi dengan menggunakan
tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah
atau perairan yang terkontaminasi. Fitoremediator
dapat berupa herba, semak bahkan pohon.
Semua tumbuhan mampu menyerap logam
dalam jumlah yang bervariasi, tetapi beberapa
tumbuhan mampu mengakumulasi unsur logam
tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi
(Juhaeti dkk, 2005). Tanaman seperti belimbing
wuluh, jabon, dan petai merupakan tanaman yang
berpotensi dapat dijadikan sebagai tanaman
pengakumulasi logam Pb. Tanaman jabon memiliki
pertumbuhan yang relatif cepat sehingga dapat
dijadikan untuk reklamasi lahan bekas tambang
(Junaedi, 2009). Belimbing wuluh dapat tumbuh
dan berkembang pada lingkungan tercemar
sedangkan petai dengan perakaran kuat dan dapat
menyuburkan tanah ini juga cocok ditanam untuk
memulihkan
kembali
lahan-lahan
kritis
(Wiriadinata dan Bamroongrugsa, 2010)
Untuk mempercepat proses fitoremediasi
dapat digunakan mikoriza. Mikoriza tidak hanya
meningkatkan laju transfer nutrisi di akar tanaman
inang, tetapi juga meningkatkan ketahanan
terhadap cekaman biotik dan abiotik. Selain itu,
mikoriza juga membantu mempertahankan
stabilitas pertumbuhan tanaman pada kondisi
tercemar (Arisutanti dan Purwani, 2013).
Aprilia dan Purwani (2013) pemberian dosis
mikoriza Glomus fasciculatum dengan dosis 25
gram dapat meningkatkan efisiensi serapan Pb
pada tanaman Euphorbia milii serta meningkatkan
akumulasi logam Pb pada akar tanaman euphorbia.
Rossiana (2003) pengaruh pemberian mikoriza
pada tanaman sengon menyebabkan terjadinya
penurunan kadar logam Pb, Zn, dan Cu pada tanah
penurunan tertinggi terjadi pada konsentrasi 5%,
yaitu Pb (10,1 ppm), Zn (16,6 ppm), dan Cu (21,55
ppm).
Penelitian tentang fitoremediasi menggunakan
tanaman seperti belimbing wuluh, jabon, dan petai
dalam mengakumulasi logam Pb belum dilaporkan,
dan penambahan mikoriza pada setiap tanaman
tersebut juga belum dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian fungi mikoriza arbuskula,
dosis optimal fungi mikoriza arbuskula, dan jenis
tanaman paling efektif dalam mengakumulasi
logam Pb.
134
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium
Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara dari bulan September 2015 sampai dengan
bulan Januari 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Neraca analitik (Mettler AE 25),
Spektrofotometer
Serapan
Atom
(SSA)
BackScientific model 205 VGP.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit
belimbing wuluh, jabon, petai, fma terdiri dari
(Glomus,
Gigaspora,
Acaulospora)
dengan
kepadatan spora 23 spora/g berasal dari
Universitas Gadjah Mada , pupuk NPK, air, KOH
2,5%, H2O2, HCl 2%, Trypan blue 0,25% dan logam
berat Pb(NO3)2. Sedangkan peralatan yang
digunakan yaitu polybag, pipet, gelas obyek, kaca
penutup, sprayer, oven, neraca analitik, mikroskop.
Prosedur Kerja
a Penyiapan Media Tanam
Media yang digunakan adalah tanah, sterilisasi
tanah dengan fumigasi dengan formalin 5%.
Sterilisasi
tanah
dilakukan
dengan
cara
menuangkan 75 ml formalin 5% dalam masingmasing polybag yang berisi 3 kg tanah, diaduk
merata, kemudian tanah dibungkus dengan plastik
selama 7 hari dan setelah itu bungkus plastik
dibuka, selanjutnya polybag dihawakan selama 7
hari.
b Penanaman Tanaman
Media tanam yaitu tanah yang sudah
disterilkan dengan berat 3 kg ditambahkan logam
berat Pb(NO3)2 dengan dosis 200 mg/kg Pb(NO3)2
diaduk sampai rata dan dimasukkan ke dalam
polybag. Untuk perlakuan dengan penambahan
mikoriza, tanaman diinfeksi dengan fma. Dosis fma
yang diinokulasikan sesuai dengan perlakuan.
Inokulasi mikoriza dilakukan dengan fma
diletakkan ditengah dengan cara dilubangi sedalam
2 cm, tanaman ditanam, sehingga fmadan akar
menyatu. Setiap polybag berisi 1 bibit tanaman .
kemudian ditumbuhkan pada rumah kasa selama
1,5 bulan.
c Penyiraman dan Pemupukan
Seluruh polybag disirami dengan air
secukupnya. Penyiraman tanaman dilakukan 1-2
kali sehari tergantung keadaan cuaca untuk
menjaga kelembaban media. Pemupukan dengan
pupuk NPK dilakukan sekali yaitu ketika
penanaman sebanyak 6 gram untuk belimbing
wuluh, jabon, petai per polybag.
Parameter Pengamatan
a. Persentase Kolonisasi Akar Tanaman
Pengamatan persentase akar yang terinfeksi
berdasarkan bidang pandang (field of view/fov)
mikroskop. Adanya infeksi pada akar diberi symbol
(+) dan tidak adanya infeksi pada akar diberi
simbol (-). Pengamatan persentase akar terinfeksi
mikoriza dapat dilakukan dengan teknik
pewarnaan
akar
(staining
akar),
karena
karakteristik anatomi yang mencirikan ada
tidaknya infeksi mikoriza tidak dapat dilihat secara
langsung.
Metode pewarnaan akar dilakukan dengan
cara, untuk preparasi contoh kar yang diawali
dengan memotong 10 bulu akar
˂2mm)
(
dari
masing-masing sampel akar, dicuci dengan air
mengalir sampai bersih lalu direndam dalam
larutan KOH 10% selama 12 jam. Larutan Koh
dibuang dan akar dicuci pada air mengalir selama
5-10 menit, kemudian sampel akar direndam dalam
larutan HCL 2% selama 30 menit. Proses ini
menyebabkan akar akan berwarna pucat atau
putih. Larutan HCL 2% kemudian dibuang dengan
mengalirkannya secara perlahan. Selanjutnya
sampel akar direndam dengan larutan staining
(trypan blue 0,05%) selama 24 jam. Larutan trypan
blue 0,05% kemudian dibuang dan diganti dengan
larutan lacto glycerol untuk proses pengurangan
warna (destaining). Perhitungan persentase akar
yang terinfeksi menggunakan metode panjang slide
(slide length). Diambil potongan-potongan akar
yang telah diwarnai secara acak dengan panjang ± 1
cm sebanyak 10 potong akar dan disusun pada
preparat slide (Sibarani, 2012).
Persentase kolonisasi mikoriza pada akar
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
∑ Field of view (+) = Setiap bidang pandang yang menunjukkan adanya infeksi
∑ Field of all
= Seluruh bidang pandang yang diamati.
135
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
masing-masing sebanyak 5 mL. Setelah itu,
dipanaskan sehingga semua bagian tanaman larut
sempurna, diuapkan sampai kering, ditambahkan
akuabides, kemudian disaring ditambahkan
akuabides hingga volume 50 mL. Diukur
konsentrasi Pb pada bagian akar, batang dan daun
dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) BackScientific model 205 VGP
(Arisutanti dan Purwani, 2013).
Potensi tanaman sebagai remidiator dengan
menghitung akumulasi dalam akar, batang, daun.
Efisiensi penyerapan Pb oleh tanaman dengan
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA) serta menghitung kandungan logam berat
Pb dalam tanah, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Arisutanti dan Purwani, 2013):
b.Akumulasi Pb Pada Tanaman Dan Efisiensi
Penyerapan Pb
Sampel tanaman dicuci bersih, dan masingmasing individu dipisahkan antara bagian akar,
batang dan daun. Tiap bagian individu dari sampel
tanaman herba diletakkan dalam cawan petri yang
telah diketahui bobot kosongnya, kemudian
ditimbang untuk memperoleh berat basah.
Selanjutnya,
masing-masing
bagian
sampel
dikeringkan dengan oven pada suhu 80 °C selama
±24 jam, kemudian disimpan dalam desikator
selama 20 menit dan ditimbang kembali untuk
mendapatkan berat konstan dan penentuan kadar
air. Kemudian masing-masing 0,1 g bagian akar,
batang dan daun dari tanaman herba ditimbang,
lalu ditambahkan HNO3 6 M dan H2O2 30 %
Hasil dan Pembahasan
Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis
tanaman terhadap kolonisasi akar terdapat pada
belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar
19,99 % jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar
31,11%, dan petai dengan dosis 30 g yaitu sebesar
31,31 %. Berdasarkan rasio persentasi dosis
mikoriza yang tertinggi adalah dosis 30 g, karena
semakin tinggi dosis mikoriza maka semakin tinggi
tingkat infeksinya. Menurut Setiadi dkk (1992),
persentase kolonisasi tergolong rendah jika berada
di antara 0-25% dan tergolong sedang jika berada
di antara 26-50%. Persentase kolonisasi yang
diperoleh pada penelitian ini pada dosis 0-20 g
tergolong rendah, Sedangkan dosis 30 g yaitu
tergolong sedang.
Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio
Persentase Kolonisasi Akar
Hasil pengamatan persentase kolonisasi
akar pada tanaman menunjukkan asosiasi antara
FMA dengan akar yang membentuk hifa atau
vesikula pada struktur akar tanaman belimbing
wuluh, jabon, dan petai.
Tanaman yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza
0 g menunjukkan tidak adanya infeksi mikoriza
pada belimbing wuluh, jabon, dan petai. Hal ini
terjadi karena sterilisasi kimia pada tanah
menunjukkan bahwa tanah bebas dari mikroba
termasuk mikoriza.
Hifa
Gambar 1. Infeksi akar Jabon
136
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
Logam berat menyebabkan kenaikan derajat
infeksi akar secara nyata. Hal ini karena interaksi
antara akar tanaman dan simbion seperti jamur
mikoriza arbuskula dapat memainkan peran
penting dalam kelangsungan hidup pertumbuhan
tanaman di tanah yang terkontaminasi. Asosiasi
mikoriza dapat meningkatkan luas permukaan
serap tanaman karena
hifa dari mikoriza
menjelajahi rizosfer di luar zona akar rambut, yang
meningkatkan air dan serapan mineral (Bhalerao,
2013).
Kolonisasi mikoriza akan memberikan peran
positif dalam penyediaan unsur hara N, P, dan air
sehingga memacu pertumbuhan yang merupakan
manifestasi dimulai dari penyediaan karbohidrat
dari organ fotosintesis dan penyediaan air dan
hara oleh akar sampai kepada sintesis biomassa
tanaman yang baru.
akumulasi unsur tersebut dalam hifa. Tanaman
yang diinokulasi mikoriza memiliki kemampuan
menekan serapan Pb, karena mikoriza diketahui
dapat mengikat logam tersebut pada gugus
karboksil dan senyawa pektak (hemiselulosa) pada
matriks antar permukaan kontak mikoriza dan
tanaman inang, pada selubung polisakarida dan
dinding sel hifa. (Leyval dkk, 2002).
Berdasarkan hasil uji jarak berganda
Duncan, rataan akumulasi logam Pb antara
tanaman belimbing wuluh dan petai tidak berbeda
nyata, tetapi pada jabon berbeda nyata. Hal ini petai
dan belimbing wuluh mengakumulasi logam berat
Pb pada bagian akar tanaman, sehingga
menghasilkan akumulasi logam yang lebih besar.
Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio
Akumulasi Logam Pb Pada Batang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
akumulasi logam Pb pada batang lebih besar
dibandingkan organ lain, hal ini dikarenakan logam
Pb telah di lokalisasi pada bagian sel tertentu,
menjaga agar tidak menghambat metabolisme
tanaman tersebut.
Interaksi antara dosis mikoriza dan jenis
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap akumulasi logam pb pada batang,
demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis
mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Jabon yang diberikan Pb
dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan
penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing
wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza
dan jenis tanaman terhadap penyerapan Pb pada
batang terdapat pada belimbing wuluh dengan
dosis 20 g yaitu sebesar 9,84 mg/kg, jabon dengan
dosis 10 g yaitu sebesar 91,31 mg/kg, dan petai
dengan dosis 10 g yaitu sebesar 26,49 mg/kg.
Perbedaan akumulasi logam pada batang
dipengaruhi oleh dosis mikoriza yang diberikan.
Mikoriza berfungsi dalam mengikat logam dengan
cara penimbunan unsur tersebut dalam akar
bermikoriza, sehingga menyebabkan akar dapat
menyerap logam lebih banyak dibandingkan
batang. Menurut Chairiyah (2013), semakin banyak
logam berat di dalam tanah maka aktivitas mikoriza
akan semakin meningkat untuk menginfeksi
tanaman dan membentuk hifa di dalam jaringan
akar sebagai perlindungan dan mengurangi logam
berat.
Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio
Akumulasi Logam Pb Pada Daun
Tanaman belimbing wuluh, jabon dan petai
mampu mentranslokasikan unsur-unsur pencemar
Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio
Akumulasi Logam Pb Pada Akar
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi
oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar.
Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman
tergantung komposisi tanah. Konsentrasi timbal
yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan
pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan
pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi
tanaman bila konsentrasinya tinggi (Darmono,
1995)
interaksi antara dosis mikoriza dan jenis
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap akumulasi logam pb pada akar, demikian
juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza
tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis
tanaman memberikan pengaruh yang nyata
terhadap akumulasi logam pb pada akar tanaman.
Petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g
menunjukkan
penyerapan
Pb
lebih
baik
dibandingkan jabon dan belimbing wuluh. Rasio
tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman
terhadap penyerapan Pb pada akar terdapat pada
belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar
50,88 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar
15,11 mg/kg, dan petai dengan dosis 20 g yaitu
sebesar 89,55 mg/kg. Tanaman yang diberikam
mikoriza mampu menyerap logam lebih banyak
dibandingkan dengan yang tidak diberikan
mikoriza, hal ini terjadi karena mikoriza memegang
peranan penting dalam melindungi akar tanaman
dari unsur toksik, diantaranya yaitu logam berat.
Mekanisme perlindungan terhadap logam berat
dan unsur toksik oleh mikoriza dapat melalui efek
filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi, atau
137
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
seperti pb dari akar sampai ke daun tanpa
membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal
(kerdil) dan tidak mengalami fitotoksisitas.
Interaksi antara dosis mikoriza dan jenis
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap akumulasi logam pb pada daun, demikian
juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza
tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis
tanaman memberikan pengaruh yang nyata
terhadap akumulasi logam pb pada daun tanaman.
Jabon yang diberikan Pb dengan dosis
mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih
baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai.
Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis
tanaman terhadap penyerapan Pb pada daun
terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g
yaitu sebesar 9,27 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g
yaitu sebesar 23,63 mg/kg, dan petai dengan dosis
10 g yaitu sebesar 7,44 mg/kg. Tingkat akumulasi
pada daun cenderung lebih tinggi dibanding pada
bagian batang. Akumulasi logam berat Pb pada akar
tanaman melalui bantuan transpor liquid dalam
membran akar, akan membentuk transpor logam
kompleks yang akan menembus xilem dan menuju
ke sel daun tanaman. Setelah sampai di daun akan
melewati plasmalema, sitoplasma, dan vakuola,
dimana logam Pb akan terakumulasi dalam vakuola
yang tidak akan berhubungan dengan proses
fisiologi sel tumbuhan
Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio
Efisiensi Penyerapan Pb
Tanaman dapat menyerap logam Pb pada
saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan
organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam
berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan
berupa ion yang bergerak bebas pada larutan
tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat
keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh
akar tanaman (Darmono, 1995). Efisiensi serapan
logam Pb dihitung berdasarkan jumlah rasio
kandungan logam pb dalam tanaman (akar, batang,
dan daun) terhadap jumlah logam dalam media.
Interaksi antara dosis mikoriza dan jenis
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadapefisiensi penyerapan Pb, demikian juga
untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Rasio perhitungan efisiensi penyerapan Pb pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Efisiensi penyerapan Pb
Dosis
Mikoriza
0g
10 g
20 g
30 g
Rasio
Belimbing
Wuluh
6,37
7,29
11,16
9,58
8,6a
Jenis Tanaman
Jabon
8,25
19,57
11,74
12,69
13,06b
Petai
7,51
13,88
12,71
7,29
10,35a
Rasio
(%)
7,38
13,58
11,87
9,85
Tabel 4.1 menunjukkan jabon yang
diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g
menunjukkan
penyerapan
Pb
lebih
baik
dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio
tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman
terhadap efisiensi penyerapan Pb terdapat pada
belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar
11,16 %, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar
19,57 %, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar
13,88 %. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan
dengan dosis mikoriza 10 g lebih baik memiliki
nilai efisiensi lebih tinggi karena tanaman
mengakumulasi logam Pb dengan sangat baik.
Menurut Aprilia dan Purwani (2013) Efisiensi
serapan logam Pb dihitung berdasarkan jumlah
rasio kandungan logam pb dalam tanaman (akar,
batang, dan daun) terhadap jumlah logam dalam
media. Berdasarkan uji Anova, efisiensi akumulasi
logam Pb memiliki hasil yang berbeda nyata.
Efisiensi penyerapan Pb pada tanaman dahlia pada
inokulasi mikoriza dosis 0 g sebesar 8,07 %
sedangkan pada dosis 25 g sebesar 18,34 %
(Arisutanti dan Purwani,2013).
Penyerapan logam Pb oleh tanaman dapat
mempengaruhi penyerapan air dan hara dalam
tanah.
Tanaman
tanpa
mikoriza
mampu
mengakumulasi logam namun keadaan secara
fisiologis beberapa parameter tanaman tersebut
terganggu. Pada hasil tersebut terlihat bahwa
tanaman
tanpa
mikoriza
juga
mampu
mengakumulasi logam karena belimbing wuluh,
jabon
dan
petai
merupakan
tanaman
bioakumulator. Logam berat diserap oleh akar
tumbuhan dalam bentuk ion-ion yang larut dalam
air seperti unsur hara yang ikut masukbersama
aliran air.
Kesimpulan
1. Fungi mikoriza arbuskula tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam Pb
pada tanaman belimbing wuluh, jabon dan petai
138
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
yang ditumbuhkan pada media yang mengandung
Pb.
2. Dosis mikoriza 10 g yang optimalterhadap
akumulasi logam Pb pada tanaman belimbing
wuluh, jabon, dan petai yang ditumbuhkan pada
media yang mengandung Pb.
3. Tanaman jabon yang paling efektif dalam
akumulasi logam Pb yang ditumbuhkan pada media
yang mengandung Pb.
nd/dokumentasi/bungarampai07.pdf
(Diakses tanggal 22 April 2015)
Nadeak, J.
2015. Pengaruh Pemberian Fungi
Mikoriza Arbuskula Terhadap Kandungan
Logam Timbal (Pb) Pada Tanaman Sengon.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara. Medan
Rossiana, N. 2003. Penurunan Kandungan logam
Berat dan Pertumbuhan Tanaman Sengon
(Paraserianthes falcataria) Bermikoriza
Dalam Medium limbah Lumpur Minyak
Hasil
Ekstraksi.
Jurnal
Universitas
Padjajaran. Bandung
Sibarani, E. 2012. Pengaruh Inokulasi Cendawan
Mikoriza
Arbuskula
Dan
Interval
Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit
Pulai (Alstonia scholaris). Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Medan
Siringoringo, H.H. 2000. Kemampuan Beberapa
Jenis Tanaman Hutan Kota Dalam
Menjerap Partikulat Timbal. Buletin
Pelitian Hutan 622: 1-16.
Setiadi, Y. 2003. Arbuscular mycorrhizal inokulum
production. Program dan Abstrak Seminar
dan Pameran: Teknologi Produksi dan
Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza
untuk
Pertanian,
Perkebunan,
dan
Kehutanan. 16 September 2003. Bandung.
pp 10.
Setiadi, Y., Mansur, A. 1992. Mikrobiologi Tanah
Hutan,
Pusat
Antar
Universitas
Bioteknologi Tanaman Pangan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Triastuti, Y. 2010. Fitoremediasi Tanah Tercemar
Merkuri (Hg2+)Menggunakan Tanaman
Akar Wangi (Vetiver Zizanioides)Pada
Lahan Eks-Tpa Keputih Surabaya. Skripsi
Jurusan
Teknik
LingkunganFakultas
Teknik Sipil Dan PerencanaanInstitut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Wijayakusuma, H., dan Dalimartha, S. (2006).
Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan
Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Halaman 13, 42-43.
Wiriadinata, H., dan Bamroongrugsa, N. 2010. Plant
Resources
of
South-East
Asia,
http://www.proseanet.org/prohati2/brow
Daftar Pustaka
Aprilia, D.D., dan Purwani, K.I. 2013. Pengaruh
Mikoriza Glomus fasciculatum terhadap
Akumulasi Logam Timbal (Pb) pada
Tanaman Euphorbia milii. Jurnal Sains Dan
Seni Pomits, Vol. 2, No.1 : 2337-3520
Arisutanti, R.J., dan Purwani, K.I. 2013. Pengaruh
Mikoriza Glomus fasciculatum terhadap
Akumulasi Logam Timbal (Pb) pada
Tanaman Dahlia pinnata. Jurnal Sains Dan
Seni Pomits, Vol. 2, No.2 : 2337-3520
Bhalerao, S.A. 2013. Arbuscular Mycorrhizal Fungi:
A Potential Biotechnological Tool For
Phytoremediation
Of
Heavy
Metal
Contaminated Soils. International Journal
Of Science And Nature Vol. 4 : 1-15
Chairiyah, R.R. 2013. Bioremediasi Tanah
Tercemar Logam Berat Cd, Cu dan Pb
dengan Menggunakan
Endomikoriza.
Jurnal
Online
AAgroekoteknologi
ISSNNo.2337-6597. Vol.2 No.1:348-361.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Juhaeti, T., Syarif, F., dan Hidayati, N. 2005.
Iventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk
Fitoremediasi Lahan Dan Air Terdegradasi
Penambangan Emas. Jurnal Biodiversitas.
Vol. 6 No. 1 hal : 31-33
Junaedi, A. 2009. Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit
Jabon (Anthocephalus cadamba) di Polibag
dan Politub. Balai Penelitian Hutan
Penghasil Serat Knok. Riau.
Kabirun, S., dan Widada, J. 1995. Response Of
Soybean Grown On Acid Soil To Inoculation
Of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungi.
Biotrop Spec. Publ.No 56 : 131-137.
Biology and Biotechnology of Mycorrhizae.
Kumar, A. 2006. Heavy Metal PollutionResearch,
Recent Advances, DayaPublishing House,
New Delhi.
Kurnia, U.H., Suganda, R., Saraswati, dan Nurjaya.
2004. Teknologi pengendalian pencemaran
lahan sawah. Hal. 251-285 Tanah Sawah
dan Teknologi Pengelolaannya. Melalui
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/i
139
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak)
ISSN 2460-6804 (online)
ser.php?docsid=373, diakses tanggal 21
Februari 2016
140
Download