KAJIAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK SEREWE SEBAGAI MODUL PADA MATA KULIAH EKOLOGI TUMBUHAN DI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN HAMZANWADI SELONG LOMBOK TIMUR Wawan Muliawan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Hamzanwadi [email protected] Abstrak Teluk Serewe yang berada di Kabupaten Lombok Timur merupakan wilayah pantai yang telah mengalami alih fungsi lahan dari lahan tumbuhan mangrove menjadi lahan pemukiman dan pertambakan. Alih fungsi lahan tersebut telah menimbulkan dampak negatif yaitu mengganggu keseimbangan tumbuhan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Komposisi jenis tumbuhan yang menyusun mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur, (2) Indeks Keanekaragaman Jenis Dan Kemerataan Tumbuhan Mangrove Di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur, (3) Jenis Tumbuhan yang Mendominasi Tumbuhan Mangrove di Teluk Serewe, (4) Kajian Struktur Komunitas Mangrove dapat Dikembangkan Sebagai Modul Pada Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan. Dari hasil penelitian ini ditemukan (1) Komposisi jenis tumbuhan yang menyusun mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur terdiri atas 3 jenis suku dengan perincian 491 spesies dari suku Sonneratiaceae yakni Sonneratia alba, 73 spesies dari suku Avicenniaceae yakni Avicennia officinalis, dan 360 dari suku Rhizophoraceae yakni Rhizophora mucronata. (2) Indeks keanekaragaman jenis dan kemerataan diketahui keanekaragaman sedang dan kemerataan kecil, (3) Jenis tumbuhan yang mendominasi di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur ialah Sonneratia albadari suku, (4) implementasi hasil penelitian menjadi modul ekologi tumbuhan. Kata Kunci: kajian ekologis, tumbuhan mangrove, modul, Ekologi tumbuhan. 1 Abstract Bay of Serewe residing in Sub-Province Lombok island East represent coastal region which have experienced of to displace farm function of plant farm of mangrove become settlement farm and of aquacultures. Displace the farm function have generated negative impact that is bothering plant balance of mangrove. This research aim to to know ( 1) Composition plant type compiling mangrove in Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East, ( 2) Index Variety Type And of Kemerataan Plant of Mangrove In Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East, ( 3) Type Plant which Predominating Plant of Mangrove in Bay of Serewe, ( 4) Study Structure Community of Mangrove in Bay of Serewe can Be Developed As Module At Eye of Kuliah Ecology Plant in STKIP Hamzanwadi Selong Sub-Province Lombok island East. From result of this research is found ( 1) Composition plant type compiling mangrove in Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East consist of 3 tribe type with detail 491 species of tribe of Sonneratiaceae namely Sonneratia alba, 73 species of tribe of Avicenniaceae namely Avicennia officinalis, and 360 from tribe of Rhizophoraceae namely Rhizophora mucronata. ( 2) Index type variety and of kemerataan known by variety is and small kemerataan, ( 3) Type plant which predominating in Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East is Sonneratia alba of tribe, ( 4) implementation result of research become plant ecology module. Keywords: ecological study, plant of mangrove, module, Plant ecology 2 bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang, berperan penting dalam stabilisasi ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis. Mangrove dapat menyediakan makanan dan tempat berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang. Kusmana, (2002), mengatakan, ekosistem mangrove menyediakan plasma nutfah yang cukup tinggi hingga 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut, dan berbagai jenis fauna darat. Selain itu mangrove dapat mengontrol penyakit malaria, karena dapat memelihara kualitas air, menyerap CO2, dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain. Menurut (Saparinto: 2007), sumber daya mangrove mempunyai beberapa peran baik secara fisik, kimia, biologis yang sangat menunjang pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan berfungsi sebagai penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir. Bengen (2000) menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki fungsi antara lain: (1) sebagai pelindung pantai dari gempuran ombak, arus dan angin, (2) sebagai tempat berlindung, berpijah atau berkembang biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota (3) sebagai penghasil bahan organik yang sangat produktif (detritus), (4) sebagai sumber bahan baku industri bahan bakar, (5) pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya, serta (6) tempat pariwisata. Wilayah Indonesia terdiri atas 17. 508 pulau dan memiliki panjang garis pantai sekitar 81. 000 km, adalah Negara yang memiliki mangrove terluas di dunia. Vegetasi mangrove yang terdapat dikepulauan Indonesia lebih kompleks dan kaya akan jenis dibandingkan dengan Negara-negara lain di dunia. Luas mangrove di Indonesia mencapai 4. 25 juta ha dan tersusun oleh lebih dari 45 jenis dari 20 suku mangrove. Kondisi mangrove di Indonesia saat ini mengalami kerusakan dan kemerosotan, yang diakibatkan oleh kurangnya informasi serta kesadaran masyarakat. (Purnobasuki: 2005). Kerusakan kawasan mangrove yang paling parah terutama di sekitar delta Mahakam, Kalimantan Timur. Kawasan mangrove yang didominasi pohon nipah itu hanya terjadi pembukaan lahan tambak udang sekitar 15. 000 hektar pada tahun 1997. Namun, dalam tujuh tahun terakhir, mangrove PENDAHULUAN Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa portugis mangoe dan bahasa inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrovedigunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut, (Kustanti: 2011). Food and Agricultural Organization (FAO: 2003) mengartikan mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi sosial ekonomi dan lingkungan. Kata “mangrove” berarti tumbuhan tropis dan komunitasnya yang tumbuh di daerah pasang surut. Daerah pasang surut adalah daerah yang mendapat pengaruh pasang surut dan terletak di sepanjang garis pantai, termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan tepi sungai (Kitamura: 1997). Habitat mangrove merupakan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan baik dalam hal produktivitas perikanan dan merupakan ekosistem tempat bermukimnya flora dan fauna (Murdiyanto: 2003). Fauna mangrove dibedakan menjadi unsur darat dan laut. Unsur laut merupakan penyusun fauna mangrove utama. Kelompokdominanada dua, yaitu dari filum Moluska dan Crustacea. Fungsi mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu fungsi biologis/ekologis, fungsi fisik, dan fungsi sosial-ekonomi. Sedangkan manfaat mangrove adalah sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari dua tingkatan, yaitu tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan (lahan tambak, lahan pertanian, kolam garam, ekowisata) dan tingkat komponen ekosistem sebagai primary biotic component (masing-masing flora dan faunanya). (Kustanti: 2011). Secara ekologis mangrove dapat menjadi penahan abrasi atau erosi, gelombang atau angin kencang, pengendali intrusi air laut dan tempat habitat berbagai jenis fauna. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara 1 yang dibuka sudah sekitar 74. 000 hingga 80. 000 hektare, dan sisanya pun rusak cukup parah (Anonim, 2000). Sejumlah warga di beberapa desa yang berada di sekitar Teluk Segara Anakan mengalami penurunan perolehan ikan. Mereka akhirnya berubah profesi menjadi perajin gula kelapa. Dalam proses pembuatan gula kelapa itu dibutuhkan kayu-kayu untuk pembakaran. Warga pun menggunakan kayu mangrove untuk kayu bakar sehingga terjadi penyusutan 0, 872-1, 079 meter kubik per hari. (Anonim 2000). Di propinsi NTB terdiri dari dua pulau besar yaitu pulau Lombok dengan luas kurang lebih 4. 738, Km 2 dan pulau Sumbawa dengan luas kurang lebih 15. 414, 4 Km 2 di tambah pulau-pulau kecil lainnya yang mencapai 137 buah. Panjang pantai NTB mencapai 31. 148 Km 2 yang terdiri dari perairan pantai dan lepas pantai. Perairan pantai Pulau Lombok pada umumnya landai kecil kecuali beberapa bagian yang curam seperti Selat Lombok dan pantai sebelah timur (Selat Alas). Luas areal hutan mangrove sebagai kawasan sabuk hijau dan kawasan lindung sumberdaya perikanan diperkirakan mencapai 20. 232, 85 Ha (Anomin, 2000). Propinsi NTB memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat menjanjikan. Dengan luas perairan laut (29. 159, 04 Km²) yang lebih besar dari luas daratan (20. 153, 15 Km²) merupakan kekuatan dan peluang bagi daerah untuk dapat pemanfaatan potensi sumber daya yang tersedia. Salah satu di daerah Lombok bagian selatan, terutama daerah pesisir pantai yang memiliki beberapa areal mangrove merupakan obyek yang cukup menarik untuk diperhatikan. Mangrove yang ada di Teluk Serewe merupakan salah satu mangrove yang pernah memperoleh upaya konservasi akan tetapi hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Adapun kondisi ini disebabkan oleh kurangnya peran serta masyarakat setempat, dimana mereka banyak melakukan kegiatan yang bersifat merusak salah satunya pembatasan vegetasi untuk pembukaan lahan pertambakan dan pertanian. Kondisi seperti ini secara tidak langsung mengakibatkan terganggunya kestabilan komunitas yakni semakin kurangnya kemampuan ekosistem dalam menopang kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Selain kondisi diatas informasi ilmiah mengenai sumberdaya mangrove di Teluk Serewe ini juga masih sangat terbatas. Penelitian lapangan mengenai komposisi keanekaragaman mangrove dengan mengetahui keanekragaman, kemerataan, dan dominasi tumbuhan mangrove digunakan untuk bahan penyusun modul ekologi tumbuhan di STKIP Hamzanwadi Selong. Berdasarkan observasi dilapangan, diketahui bahwa Proses pembelajaran mata kuliah ekologi tumbuhan di STKIP Hamzanwadi Selong masih bersifat ceramah dan diskusi, padahal mata kuliah ekologi tumbuhan merupakan mata kuliah yang memiliki karakteristik lebih menekankan keterampilan di lapangan. Oleh karena itu, proses pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, maka tentunya dirasakan masih kurang. Mohammad (2010) memaknai Modul sebagai selembar (atau beberapa lembar) kertas yang berisi tugas atau tes yang diberikan pendidik kepada peserta didik. Dalam pandangan lainnya, Modul bahkan diartikan sebagai “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi Modul dibuat dengan tujuan untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta didik. Menurut Steffen dan Peter Ballstaedt, fungsi Modul antara lain: Membantu peserta didik agar tidak perlu mencatat, sebagai pendamping penjelasan pendidik, sebagai bahan rujukan peserta didik, memotivasi peserta didik agar lebih giat belajar, pengingat pokok-pokok materi yang diajarkan, memberi umpan balik, dan menilai hasil belajar. METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan dua tahap, yaitu tahap I penelitian deskriftip-eksploratif dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui struktur komunitas mangrove, dan tahap II yaitu, pengembangan modul yang berdasarkan penelitian pada tahap I. Jenis penelitian ini ialah Deskriptif Eksplorasi. Dimana penelitian deskriptif ialah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, obyek, system pemikiran manusia 2 ataupun sesuatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Adapun ciri-ciri metode deskriptif ialah membuat gambaran mengenai situasi suatu kejadian sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data. Penelitian ini berlangsung di Teluk Serewe kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember sampai bulan Februari Tahun 2013. Populasi adalah wilayah generalisasi yang tersiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya Sugiyono (2012). Disamping itu, Netra (1974) menyatakan bahwa seluruh individu yang menjadi subyek/obyek penelitian yang nantinya akan dikenai generalisasi apabila kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga dapat menjadi penelitian populasi. JadiPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh jenis Tumbuhan Mangrove yang berada di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sugiyono (2012). Di atas dikemukakan bahwa jika populasinya kurang dari seratus maka sebaiknya dapat digunakan semuanya untuk pengambilan data. Namun populasi penelitian ini lebih dari seratus, maka sampelnya harus ditentukan. Adapun yang ditentukan menjadi sampel dari populasi yang ada adalah tumbuhan mangrove, dimana pada tumbuhan mangrove akan dibuat plot dari masing-masing plot. Sampel dalam hal ini adalah seluruh jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan di dalam plot penelitian, di plot I sampai dengan plot 150. Pada penelitian ini data akan dicari dengan cara menghitung jenis-jenis tumbuhan dimasing-masing plotyang berukuran 10 x 10 m, dan jarak antara plottersebut ialah 10 m, kemudian diidentifikasi dari masing-masing jenis tumbuhan yang ada didalam plottersebut. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tali rafia, meteran, patok, kamera digital, buku identifikasi "Flora". Dimana tali rafia ini akan diukur menggunakan meteran dengan ukuran 10 X 10 m, kemudian diikat pada patok dimasingmasing sudut, setelah itu tumbuh-tumbuhan difoto guna dijadikan dokumentasi serta tumbuh-tumbuhan tersebut diidentifikasi dengan menggunakan buku flora, yang akan diidentifikasi mulai dari batang, daun, bunga, buah, dan biji. Data dapat diperoleh dengan cara membuat tabel dan mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan. Jarak antara plot yang satu dengan yang lainnya ialah 10 m. 1. Tahap I Supaya memperoleh hasil yang jelas mengenai data dan masing-masing jenis tumbuhan serta untuk menguji hipotesis penelitian maka terlebih dahulu perlu dilakukan analisis data. a). Teknik Deskripsi Data Teknik deskripsi data dilakukan dengan menggunakan tabel dimana pada tabel tersebut akan diketahui jenis-jenis tumbuhan dan perbedaan pada bentuk batang, daun, bunga, buah, dan biji. Serta data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Penggunaan statistik deskriptif meliputi penentuan standar deviasi. Untuk keperluan pengkategorian, dengan rumus : 1. Jenis-jenis Tumbuhan Mangrove yang ditemukan yang kemudian dideskripsikan 2. Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaaan populasi tumbuhan mangrove secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masingmasing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan dari ShannonWiener (Krebs, 1978) H'=-∑ pi Ln pi Dimana : Pi = Ni/N Ni = jumlah individu spesies N = jumlah individu seluruh spesies Kategori Nilai keanekaragaman suatu populasi Shanon Wiener menurut Krebs (1978) nilai H‘ berkisar antara 1-3 dengan kriteria : < 1 dengan keterangan 3 keanekaragaman rendah; 2-3 keanekaragaman sedang, dan > 3 keanekaragaman tinggi. 3. Kemerataan Jenis atau disebut juga keseragaman (E) Merupakan komposisi jumlah individu dalam setiap genus yang terdapat dalam komunitas. Kemerataan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. modul yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah jenis modul kompleks. Secara sistematis pengembangan modul dilakukan dengan menggunakan metode Descriptive development. Model yang digunakan dalam pengembangan modul ini adalah model 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan, Sammel, dan Semel (Ibrahim, 2002) yang terdiri dari 4 tahap yaitu Define, Design, development, Desseminate. Secara rinci urutan pengembangan modul adalah sebagai berikut. a. Tahap Pendefinisian (Define) Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap subjek yang menjadi sasaran pengembangan modul yaitu mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi di STKIP HAMZANWADI Selong. Tahap define dilakukan dalam empat langkah, yaitu analisis kebutuhan, analisis mahasiswa, analisis tugas, dan analisis konsep. Langkah-langkah pada tahap define ini dijelaskan sebagai berikut: 1). Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan bertujuan untuk memunculkan solusi tentang pemecahan masalah dasar yang terdapat dilapangan yang menjadi latar belakang pengembangan dilakukan. Analisis kebutuhan berpedoman pada silabus pembelajaran serta masalah yang muncul dalam pembelajaran matakuliah Ekologi Tumbuhan, antara lain kurangnya informasi tentang struktur komunitas mangrove di Teluk Serewe, dan kurangnya pemahaman konsep mahasiswa tentang struktur komunitas mangrove. Setelah analisis kebutuhan dilakukan, maka pelaksanaan pengembangan tahap define dilanjutkan pada analisis mahasiswa. 2). Analisis mahasiswa Analisis mahasiswa meliputi kemampuan akademik, usia, dan pengalaman belajar mahasiswa terhadap kajian struktur komunitas mangrove. Kemampuan akademik mahasiswa dianalisis dari rata-rata hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Ekologi Tumbuhan selama satu tahun (tahun 2011 dan 2012). Mahasiswa yang akan menggunakan produk bahan ajar berupa modul yang dikembangkan adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi di STKIP HAMZANWADI Selong. 3). Analisis Tugas E = H’/ ln S Keterangan : E = Kemerataan (Evenness) H’ = Indeks Keanekaragaman S = Jumlah spesies (Ludwig, 1988 dalam Darmawan, dkk. , 2005) Nilai kemerataan suatu populasi akan berkisar antara 0 – 1 dengan kriteria : 0, 4 ≤ E ≤ 0, 6 dengan kemerataan populasi kecil; Kemerataan populasi sedang; sampai kemerataan tinggi (Brower, dkk. , 1990). 4. Dominasi Jenis Tumbuhan Mangrove dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut, Saparinto (2007): Indeks Nilai Penting = kerapatan relatif + frekuensi relatif Nilai penting suatu jenis bekisar antara 0-300, memberikan gambaran tentang pengaruh atau peranan suatu spesies dalam suatu komunitas. Dengan melihat indeks nilai penting tersebut, dapat diketahui jenis-jenis yang mempunyai peranan paling besar, dan menjadi dominan, ditentukan dari 2 jenis mangrove yang memiliki nilai Indeks Nilai Penting (INP) terbesar dari seluruh jenis tumbuhan yang ditemukan. 2. Tahap II Pada tahap dua dari penelitian ini, dilakukan pengembangan bahan pembelajaran berupa modul. Jenis modul dibagi menjadi dua bentuk: 1) modul sederhana, yaitu bahan pembelajaran tertulis yang hanya terdiri atas 3-5 halaman, bahan pembelajaran ini dibuat untuk kepentingan pembelajaran selama 1-2 jam pembelajaran; 2) modul kompleks, yaitu bahan pembelajaran yang terdiri atas 40 -60 halaman untuk 20-30 jam pelajaran. Jenis 4 Berdasarkan hasil analisis karakter mahasiswa, dapat dilakukan analisis tugas yang mengarah pada pengidentifikasian aspek-aspek penilaian yang dituntut untuk dimiliki oleh mahasiswa dari pembelajaran menggunakan modul yang dikembangkan. Hasil analisis tugas adalah memberikan gambaran mengenai indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dirumuskan. 4). Analisis konsep Analisis konsep diarahkan pada pengidentifikasian konsep utama yang harus diajarkan kepada mahasiswa dari setiap kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Tujuan analisis ini adalah untuk mengkonversikan tujuan pembelajaran yang telah dirancang pada analisis tugas menjadi konsep-konsep dasar yang harus dimunculkan dalam modul. Setelah tahap ini selesai, dilanjutkjan pada tahap kedua, yaitu tahap design. b. Tahap Perancangan (Design) Tahap ini dilakukan perancangan modul, Pendefinisian dan mendisain modul, untuk menghasilkan modul yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan mahasiswa. Dengan tahapan sebagai berikut: 1). Menyusun kriteria-kriteria yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan modul yang dilengkapi dengan Tugas mahasiswa yang akan dikembangkan berdasarkan format modul oleh Prastowo (2011), yang mencakup komponen: 1) Judul, 2) Petunjuk Belajar, 3) KD/MP, 4) Informasi Pendukung, 5) Latihan, 6) Tugas/Langkah kerja, 7) Penilaian. 2). Merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari silabus matakuliah Ekologi Tumbuhan. 3). Mencari sumber-sumber pendukung untuk menyampaikan informasi tentang konsep-konsep materi pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap define. 4). Menghasilkan desain awal modul matakuliah Ekologi Tumbuhan. 5). Menyusun Modul mata kuliah Ekologi Tumbuhan tentang Struktur Komunitas Mangrove di Teluk Serewe. 6). Melakukan penelaahan terhadap modul yang telah ditulis. 7). Mengedit Modul yang telah disusun berdasarkan telaah yang dilakukan . Setelah tahap tersebut selesai, modul yang dikembangkan telah siap untuk dilanjutkan pengembangannya ke tahap develop c. Tahap Pengembangan (development) Tahap ini dilakukan untuk menghasilkan modul. Modul divalidasi oleh ahli isi/materi yang memiliki latar belakang keilmuan Ekologi Tumbuhan, dan validasi ahli bahan ajar. Validasi ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian modul dengan standar pengembangan bahan pembelajaran. Tahap development dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut: 1). Validasi Ahli Validasi bahan ajar berupa modul dilakukan telaah melalui: 1) ahli isi/materi Ekologi tumbuhan, 2) ahli penembangan bahan ajar. Validasi ahli menekankan pada validasi isi dan validasi susunan. Masukan dari validator digunakan untuk memperbaiki/ merevisi bahan ajar berupa modul yang dikembangkan. Revisi dari hasil validasi akan dilanjutkan sampai diperoleh kriteria yang memenuhi persentase baik atau sangat baik, sehingga bahan ajar berupa modul matakuliah Ekologi Tumbuhan dapat dikatakan valid berdasarkan kriteria yang divalidasi. 2). Uji Coba Kelompok Sedang/ Skala Sedang Kegiatan yang dilakukan dalam uji coba kelompok sedang adalah meminta saran dan tanggapan dari 15 orang mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi di STKIP HAMZANWADI Selong yang telah mengambil matakuliah Ekologi Tumbuhan. Setelah didapatkan hasil validasi dan uji coba, kemudian dilakukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap bahan ajar berupa modul mata kuliah Ekologi Tumbuhan yang telah dikembangkan dihasilkan produk final. d. Tahap Penyebarluasan (Desseminate) Tahap ini merupakan tahap penyebarluasan kepada subjek pengembangan dengan tujuan untuk melakukan validasi kelompok besar, akan tetapi karena keterbatasan waktu, penelitian tahap ini tidak dapat dilaksanakan. Model Pengembangan modul Ekologi Tumbuhan Model 4-D (Dimodifikasi dari Thiagarajan: 1974). 1. Desain Uji Coba Uji coba pengembangan modul ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (a) validasi oleh ahli bahan ajar; (b) validasi oleh ahli 5 isi/materi Ekologi Tumbuhan ; (c) Uji coba pada mahasiswa yang menempuh mata kuliah Ekologi Tumbuhan. Uji coba didesain dalam uji coba kelompok sedang terdiri dari 15 (lima belas) orang mahasiswa. 2. Subjek Uji Coba Subjek uji coba produk hasil pengembangan terdiri dari ahli bahan ajar, ahli isi/materi Ekologi Tumbuhan, dan mahasiswa S1 Pendidikan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong yang sedang menempuh matakuliah Ekologi Tumbuhan. a. Tahap Uji Ahli Subjek uji coba ahli ada dua, yaitu ahli bahan ajar dan ahli isi/materi mata kuliah Ekologi Tumbuhan, ahli bahan ajar yang melakukan review adalah ahli bahan ajar Universitas Negeri Malang, yaitu Dr. Istamar Syamsuri, M. Pd. Ahli Isi/materi berkaitan dengan Ekologi Tumbuhan adalah Dr. Hadi Suwono, M. Si. b. Tahap Uji Kelompok sedang Hasil evaluasi pada uji ahli bahan ajar dan uji isi/materi Ekologi Tumbuhan dipergunakan untuk merevisi draft bahan ajar berupa modul. Bahan ajar berupa modul tersebut kemudian diujikan pada kelompok sedang yang terdiri dari 15 (lima belas) orang mahasiswa. Hasil tanggapan, komentar, dan penilaian mahasiswa pada uji ini akan dipergunakan untuk memperbaiki bahan ajar berupa modul. Hasil penilaian ahli tentang bahan ajar berupa modul dihitung dengan rumus persentase tingkat pencapaian dengan menggunakan rumus dalam H. Sulifah (2009), sebagai berikut: Persentase= 𝑆 (𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ𝑎𝑛) 𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 4 3 2 1 HASIL PENELITIAN A. Komposisi Jenis Tumbuhan Mangrove Di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur Selama penelitian di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur dari bulan Desember sampai dengan bulan Februari 2013, telah diketemukan 3 jenis tumbuhan mangrove yang termasuk dalam 3 suku. Adapun jenis tumbuhan yang diketemukan pada lokasi penelitian ialah Rhizophora mucronata yang termasuk dalam suku Rhizophoraceae¸ Sonneratia alba yang termasuk dalam suku Sonneratiaceae¸dan Avicennia officinalis Lyang termasuk dalam suku Avicenniaceae. Hasil analisis komposisi tumbuhan mangrove menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komposisi penyusun komunitas pada masing-masing jenis tumbuhan yang ditemukan pada lokasi penelitian. B. Indeks Keanekaragaman Jenis dan Kemerataan Tumbuhan Mangrove Di Teluk Serewe Hasil identifikasi dan perhitungan jumlah individu masing-masing jenis yang diketemukan pada setiap plot, dilanjutkan perhitungan indeks keanekaragaman (H’), dan kemerataan (E). Nilai indeks keanekaragaman jenis sebesar 0, 09, dan kemerataan (E) diketemukan sebesar 0, 62 Berdasarkan kriteria nilai indeks keanekaragaman yang dikemukakan oleh Krebs (1978) dan kemerataan Ludwig, (1988 dalam Darmawan, dkk, 2005) bahwa indeks keanekaragaman dan kemerataan yang diketemukan di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur termasuk dalam kriteria X 100% Hasil uji coba kelompok sedang dihitung rerata dan persentase tingkat pencapaian dengan menggunakan rumus: Persentase jawaban =F/N x 100 % Ket: F= Frekuensi tiap butir jawaban N= Jumlah total subjek uji coba Tabel 3.1. Tabel kelayakan Produk Pengembangan Skor Skala Penilaian Kualifikasi Sangat baik/ sangat menarik/ Tidak perlu 81%-100% sangat sesuai/ direvisi sangat efektif Baik/ menarik/ Revisi 66%-80% sesuai/ efektif Sedikit Kurang baik/ kurang menarik/ 56%-65% Revisi kurang sesuai/ kurang efektif 0%-55% Sangat Kurang Revisi Depdiknas (2008) Keterangan 6 keanekaragaman rendah, dan kemerataan sedang. Hasil penghitungan nilai Indeks keanekaragaman dan kemerataan di Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3 penelitian, maka yang dijadikan sebagai materi modul adalah materi komunitas. Ada dua indikator yang ingin dicapai terkait dengan materi komunitas yakni mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan pengertian serta contoh dari suatu komunitas, dan mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan struktur suatu komunitas. Secara sistematis, struktur modul yang disusun terdiri atas. 1) pendahuluan, merupakan pengantar modul mengenai deskripsi singkat isi modul, relevansi isi modul, manfaat yang dapat diperoleh oleh mahasiswa setelah mempelajari modul terkait dengan keilmuan maupun bidang perkerjaan, serta tujuan instruksional khusus dan tujuan instruksional umum; 2) penyajian, berupa kegiatan belajar. Masing-masing kegiatan belajar tersusun atas judul kegiatan belajar, uraian materi, latihan, rangkuman dan lembar tugas (untuk masing-masing kegiatan belajar) serta glosary. Untuk judul disesuaikan dengan tujuan instruksional umum; 3) penutup, berupa kunci jawaban lembar tugas untuk kegiatan belajar; 4) daftar pustaka. Modul Ekologi Tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 4. Setelah penyusunan modul selanjutnya dilakukan validasi terhadap susunan dan isi modul. Jenis validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah validasi ahli modul, ahli isi/materi dan validasi skala sedang. Hasil rata-rata perhitungan validasi ahli modul yang dilakukan selama validasi modul Ekologi Tumbuhan, diperoleh rata-rata hasil validasi ahli modul sebesar 83, 32 %, mengacu pada tabel kelayakan produk pengembangan menurut Depdiknas (2008), apabila hasil rata-rata 81%-100% bahan ajar dikategorikan sangat baik dengan keterangan tidak perlu direvisi. Setelah di validasi oleh ahli modul, selanjutnya modul Ekologi Tumbuhan divalidasi oleh ahli Isi/materi, guna mengetahui kesesuaian isi/materi modul yang digunakan dalam pembelajaran, adapun isi/ materi yang dijabarkan dalam isi modul tersebut ialah isi/materi tentang komunitas tumbuhan, untuk mengetahui isi/materi pada modul sesuai degan materi komunitas, validasi ahli isi/materi memberikan penilaian pada instrument/angket. Setelah diberikan penilaian bobot tiap pilihan pada C. Jenis Tumbuhan Mangrove yang Mendominasi Di Teluk Serewe Dominasi suatu tumbuhan dapat berdasarkan Indeks Nilai Penting tumbuhan yang diketemukan. Perhitungan Indeks Nilai Penting tumbuhan mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur disajikan dalam Tabel 4. 1 Tabel 4. 1. Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur : Ideks Nama Nilai No Nama Suku Jenis Penting (INP) Sonneratia 1 Sonneratiaceae 114, 46 alb sp Rhizophora 2 Rhizophoraceae 61, 60 mucronata sp Avicennia 3 Avicenniaceae 23, 94 officinalis L Tumbuhan mangrove yang Indeks Nilai Penting terbesar adalah suku Sonneratiaceae sebesar 114. 46, sedangkan suku Rhizophoraceae sebesar 61. 60, dan suku Avicenniaceae sebesar 23. 94, oleh karena itu dapat diketahui tumbuhan yang mendominasi ialah suku Sonneratiaceae, yakni jenis Sonneratia alba. Secara keseluruhan Indeks Nilai Penting dari keseluruhan tumbuhan mangrove di Teluk Serewe, Kabupaten Lombok Timur sebesar 200 yang terdiri dari jenis Sonneratia alba, jenis Rhizophora mucronata, dan jenis Avicennia offcinalis Lyang mengacu pada Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0200, memberikan gambaran tentang pengaruh atau peranan suatu spesies dalam suatu komunitas. D. Pengembangan Bahan Ajar Hasil akhir dari penelitian ini digunakan sebagai bahan dalam pengembangan bahan ajar Ekologi Tumbuhan berupa Modul yang dilengkapi dengan Lembar Tugas Mahasiswa. Mengacu pada silabus mata kuliah Ekologi Tumbuhan dan disesuaikan dengan konsep 7 instrument/angket, lalu dihitung rata-rata yang bertujuan untuk mengetahui isi/materi modul layak digunakan atau tidak. Berdasarkan rata-rata hasil perhitungan validasi ahli isi/materi Ekologi Tumbuhan diperoleh rata-rata hasil validasi ahli isi/materi Ekologi Tumbuhan sebesar 90 %, mengacu pada tabel kelayakan produk pengembangan menurut Depdiknas (2008), apabila hasil ratarata 81%-100% bahan ajar berkualifikasi sangat baik dengan keterangan tidak perlu direvisi. Oleh sebab itu modul Ekologi Tumbuhan dikualifikasikan sangat baik untuk digunakan, dengan keterangan tidak perlu direvisi. Setelah validasi ahli modul dan ahli isi/materi Ekologi Tumbuhan diperoleh draf 1 modul Ekologi Tumbuhan, selanjutnya modul Ekologi Tumbuhan di uji cobakan pada mahasiswa Pendidikan Biologi semester enam yang sedang menempuh mata kuliah Ekologi Tumbuhan di STKIP Hamzanwadi Selong Lombok Timur, guna menghasilkan draf 2, apabila draf 2 dihasilkan, produk atau modul Ekologi Tumbuhan layak/valid digunakan sebagai bahan ajar pada mata kuliah Ekologi Tumbuhan. Sebelum menghasilkan draf 2, modul Ekologi Tumbuhan divalidasi, oleh mahasiswa (skala sedang) dengan jumlah mahasiswa 15 orang, instrument/angket diberikan bobot pada setiap pilihan. Setelah diketahui frekuensi tiap butir jawaban, dapat diketahui rata-rata hasil perhitungan validasi skala sedang, dengan hasil rata-rata tersebut dapat di simpulkan modul Ekologi Tumbuhan layak atau valid untuk digunakan. Rata-rata hasil perhitungan validasi uji skala sedang modul Ekologi Tumbuhan diperoleh rata-rata hasil validasi sebesar 89, 07, mengacu pada tabel kelayakan produk pengembangan menurut Depdiknas (2008), apabila hasil rata-rata 81%-100% bahan ajar berkualifikasi sangat baik dengan keterangan tidak perlu direvisi. Oleh sebab itu modul Ekologi Tumbuhan dikualifikasikan sangat baik untuk digunakan, dengan keterangan tidak perlu direvisi. 1. Komposisi tumbuhan mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur ditemukan 3 jenis tumbuhan mangrove, yaitu Rhizophora mucronata yang termasuk dalam suku Rhizophoraceae¸ Sonneratia alba yang termasuk dalam suku Sonneratiaceae¸dan Avicennia officinalis Lyang termasuk dalam suku Avicenniaceae. 2. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur termasuk dalam kriteria keanekaragaman rendah, dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 0, 09, dan kemerataannya termasuk dalam kriteria kecil, yaitu sebesar 0, 62. 3. Jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur yakni Sonneratia alba. sebesar 114. 46. 4. Modul yang sudah dikembangkan sudah layak atau dengan kualifikasi baik dengan hasil penilaian ahli modul sebesar 83, 32 %, ahli isi/materi sebesar 90 %, serta uji skala sedang sebesar 89, 07 %. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka perlu disampaikan beberapa saran antara lain: 1. Perlu dilakukan kajian yang lebih spesifik terkait dengan pertumbuhan populasi tumbuhan mangrove di Teluk Serwe Kabupaten Lombok Timur. 2. Penelitian ini terlaksana ketika musim kemarau. Untuk melengkapai data sepanjang tahun mengenai tumbuhan mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pada musim hujan. 3. Perlu dilakukan kajian terhadap substrat tanah dan kandungan logam yang terdapat di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur yang dapat menyebabkan keanekaragaman suatu individu berkurang atau tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga tidak dapat membentuk suatu komunitas yang beranekaragam 4. Perlu dilakukan penelitian yang sama pada jenis pantai yang berbeda guna memperkaya informasi keanekaragaman ekosistem mangrove di Kabupaten Lombok Timur. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: 8 5. Perlu dilakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat setempat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam yang dilanjutkan dengan upaya konservasi. 6. Modul yang dikembangkan oleh peneliti diharapkan dapat menjadi acuan dalam proses pembelajaran Ekologi Tumbuhan, khususnya pada materi Struktur Komunitas Tumbuhan Mangrove, di Perguruan Tinggi yang ada di Lombok Timur, khususnya Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong Lombok Timur. Bengen, D. G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisi Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB : Bogor Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Dirjen Pendidikan Tinggi: Medan. Chapman, V. J. 1992. Wet coastal formations of Indo Malesia and Papua- New Guinea. In Chapman, V. J. (ed. ). Ecosystems of the World 1: Wet Coastal Ecosystems. Amsterdam: Elsevier. Candri, A. D. 1999. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Disekitar Pra Reklamasi Pantai Losari Kotamadya Ujung Pandang (Skripsi) Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Hasanudin Ujung Pandang. Cappenberg, H. A. W. , dan Panggabean, M. G. L. , 2005. Moluska di Perairan Terumbu Karang Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. (Online: http: //www. Oseanagrafi Lipi. qo. id/old. 37 thn 056 pdf), diakses 21 November 2006 Deshmukh, I. , 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Terjemahan, Kartawinata, K, dan Danimiharjo, S. , Yayasan Indonesia. Jakarta. Depdiknas. 2008. Juknis Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Depdiknas. Dharmawan, A. 2005. Ekologi Hewan. Malang : UM Press Disarikan : dari Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Modul. Jakarta. ECI. 1994. Segara Anakan Conservation and Development Project. Jakarta: Asian Development Bank. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta. Bumi Aksara. SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia (Draft Revisi); Buku II: Mangrove di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove; Mengatasi Kerusakan Wilayah Pesisir (Abrasi) DAFTAR PUSTAKA Abbot, R. T. 1985. Sea hells Of Th, A Guide To The Better-Known Spesies Golden Press New York. Abdunnur, 2002. Analisis Model Broken Stick Terhadap Distribusi Kelimpahan Spesies dan Ekotipologi Komunitas Makrozoobentos di Perairan Pesisir Tanjung Sembilan Kalimantan Timur. Jurnal Ilmiah Mahakam Vol. 1. No. 2. 1-19. 2002. Akhiarini. Y. 2008. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan Loa Bekas Kebakaran 1997/1998 Serta Pertumbuhan Anakan Meranti (Shorea spp) pada Areal PMUMHM di IU PHHK PT. ITCI Kartika Utama Kalimantan Timur. Sekripsi tidak diterbitkan. Institut Pertanian Bogor: Bogor Amien, A M. 2001. Penataaan Ruang Kawasan Pesisir. Pustaka Ramadhan : Bandung. Ardhana, I. G. P. 2012. E. kologi Tumbuhan. Denpasar : Udayana University Press. Arikunto, S. 1988. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Teori dan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arsil. M. S. 1999. Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Utara Pula Batambitan dan Perairan Laut Natana (Skripsi). Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Backer, C. A. and R. C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1963. Flora of Java. Vol. 1 Groningen: P. Noordhoff Begon, M. , J. L. Harper and C. R. Townsend. 1986. Ecology : Individuals, Population, and Communities. Sunderland : Sinauer Assosiates, Inc 9 dan Meminimalisasi Dampak Gelombang Tsunami. Semarang : Dahara Prize Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Stenis, C. G. G. J. C, van. 1947. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Sustainable. Mangrove Management Project, Ministry of Forest Indonesia and Japan International Cooperation Agency. Stenis, C. G. G. . J. van. 1978. Ecology of mangroves. In: Flora Malesiana. Jakarta: Noordhoff-Kollf. Suara Pembaruan, 09/04/2002. Segara Anakan Kian Dangkal. Sukardjo, S. 1985. Laguna dan vegetasi mangrove. Oseana 10 (4): 128137. Tajudin. 2002. Keanekaragaman Komposisi dan Pola Penyebaran Jenis Mangrove Di Teluk Jor Lombok Timur Tahun 2001 (skripsi). FKIP Unram. Mataram. Thiagarajan S, Semmel, D. S, Semmel. M. I. 1974. Intruction Development For Training Teacher Of Exceptional Children A Sourcebook. Indiana Uneversity; Minnesota Tomlison, P. B. 1986. The Botany of Mangrove. London: Cambridge University Press. 10