File - Program Studi Pendidikan Biologi

advertisement
KAJIAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK
SEREWE SEBAGAI MODUL PADA MATA KULIAH
EKOLOGI TUMBUHAN
DI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
HAMZANWADI SELONG LOMBOK TIMUR
Wawan Muliawan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Hamzanwadi
[email protected]
Abstrak
Teluk Serewe yang berada di Kabupaten Lombok Timur merupakan wilayah pantai yang
telah mengalami alih fungsi lahan dari lahan tumbuhan mangrove menjadi lahan pemukiman
dan pertambakan. Alih fungsi lahan tersebut telah menimbulkan dampak negatif yaitu
mengganggu keseimbangan tumbuhan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1)
Komposisi jenis tumbuhan yang menyusun mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok
Timur, (2) Indeks Keanekaragaman Jenis Dan Kemerataan Tumbuhan Mangrove Di Teluk
Serewe Kabupaten Lombok Timur, (3) Jenis Tumbuhan yang Mendominasi Tumbuhan
Mangrove di Teluk Serewe, (4) Kajian Struktur Komunitas Mangrove dapat Dikembangkan
Sebagai Modul Pada Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan.
Dari hasil penelitian ini ditemukan (1) Komposisi jenis tumbuhan yang menyusun
mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok Timur terdiri atas 3 jenis suku dengan perincian
491 spesies dari suku Sonneratiaceae yakni Sonneratia alba, 73 spesies dari suku
Avicenniaceae yakni Avicennia officinalis, dan 360 dari suku Rhizophoraceae yakni Rhizophora
mucronata. (2) Indeks keanekaragaman jenis dan kemerataan diketahui keanekaragaman sedang
dan kemerataan kecil, (3) Jenis tumbuhan yang mendominasi di Teluk Serewe Kabupaten
Lombok Timur ialah Sonneratia albadari suku, (4) implementasi hasil penelitian menjadi modul
ekologi tumbuhan.
Kata Kunci: kajian ekologis, tumbuhan mangrove, modul, Ekologi tumbuhan.
1
Abstract
Bay of Serewe residing in Sub-Province Lombok island East represent coastal region
which have experienced of to displace farm function of plant farm of mangrove become
settlement farm and of aquacultures. Displace the farm function have generated negative impact
that is bothering plant balance of mangrove. This research aim to to know ( 1) Composition
plant type compiling mangrove in Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East, ( 2) Index
Variety Type And of Kemerataan Plant of Mangrove In Bay of Serewe Sub-Province Lombok
island East, ( 3) Type Plant which Predominating Plant of Mangrove in Bay of Serewe, ( 4)
Study Structure Community of Mangrove in Bay of Serewe can Be Developed As Module At
Eye of Kuliah Ecology Plant in STKIP Hamzanwadi Selong Sub-Province Lombok island East.
From result of this research is found ( 1) Composition plant type compiling mangrove in
Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East consist of 3 tribe type with detail 491 species
of tribe of Sonneratiaceae namely Sonneratia alba, 73 species of tribe of Avicenniaceae namely
Avicennia officinalis, and 360 from tribe of Rhizophoraceae namely Rhizophora mucronata. (
2) Index type variety and of kemerataan known by variety is and small kemerataan, ( 3) Type
plant which predominating in Bay of Serewe Sub-Province Lombok island East is Sonneratia
alba of tribe, ( 4) implementation result of research become plant ecology module.
Keywords: ecological study, plant of mangrove, module, Plant ecology
2
bersama dengan ekosistem padang lamun dan
terumbu karang, berperan penting dalam
stabilisasi ekosistem pesisir, baik secara fisik
maupun secara biologis. Mangrove dapat
menyediakan
makanan
dan
tempat
berkembang biak berbagai jenis ikan dan
udang. Kusmana, (2002), mengatakan,
ekosistem mangrove menyediakan plasma
nutfah yang cukup tinggi hingga 157 jenis
tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis
fauna laut, dan berbagai jenis fauna darat.
Selain itu mangrove dapat mengontrol
penyakit malaria, karena dapat memelihara
kualitas air, menyerap CO2, dan penghasil O2
yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain.
Menurut (Saparinto: 2007), sumber daya
mangrove mempunyai beberapa peran baik
secara fisik, kimia, biologis yang sangat
menunjang pemenuhan kebutuhan hidup
manusia dan berfungsi sebagai penyangga
keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir.
Bengen (2000) menyatakan bahwa
ekosistem mangrove memiliki fungsi antara
lain: (1) sebagai pelindung pantai dari
gempuran ombak, arus dan angin, (2) sebagai
tempat berlindung, berpijah atau berkembang
biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota
(3) sebagai penghasil bahan organik yang
sangat produktif (detritus), (4) sebagai sumber
bahan baku industri bahan bakar, (5) pemasok
larva ikan, udang dan biota laut lainnya, serta
(6) tempat pariwisata.
Wilayah Indonesia terdiri atas 17. 508
pulau dan memiliki panjang garis pantai
sekitar 81. 000 km, adalah Negara yang
memiliki mangrove terluas di dunia. Vegetasi
mangrove
yang
terdapat
dikepulauan
Indonesia lebih kompleks dan kaya akan jenis
dibandingkan dengan Negara-negara lain di
dunia. Luas mangrove di Indonesia mencapai
4. 25 juta ha dan tersusun oleh lebih dari 45
jenis dari 20 suku mangrove. Kondisi
mangrove di Indonesia saat ini mengalami
kerusakan dan kemerosotan, yang diakibatkan
oleh kurangnya informasi serta kesadaran
masyarakat. (Purnobasuki: 2005).
Kerusakan kawasan mangrove yang
paling parah terutama di sekitar delta
Mahakam, Kalimantan Timur. Kawasan
mangrove yang didominasi pohon nipah itu
hanya terjadi pembukaan lahan tambak udang
sekitar 15. 000 hektar pada tahun 1997.
Namun, dalam tujuh tahun terakhir, mangrove
PENDAHULUAN
Kata mangrove merupakan kombinasi
antara bahasa portugis mangoe dan bahasa
inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata
mangrove digunakan untuk komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan
pasang-surut maupun untuk individu-individu
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas
tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis,
kata mangrovedigunakan untuk menyatakan
individu spesies tumbuhan dan kata mangal
untuk menyatakan komunitas tumbuhan
tersebut, (Kustanti: 2011). Food and
Agricultural Organization (FAO: 2003)
mengartikan mangrove sebagai vegetasi yang
tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang
dapat ditemui di garis pantai tropika dan
subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi
sosial ekonomi dan lingkungan.
Kata “mangrove” berarti tumbuhan tropis
dan komunitasnya yang tumbuh di daerah
pasang surut. Daerah pasang surut adalah
daerah yang mendapat pengaruh pasang surut
dan terletak di sepanjang garis pantai,
termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan
tepi sungai (Kitamura: 1997). Habitat
mangrove merupakan sumber daya alam yang
bisa
dimanfaatkan
baik
dalam
hal
produktivitas perikanan dan merupakan
ekosistem tempat bermukimnya flora dan
fauna (Murdiyanto: 2003). Fauna mangrove
dibedakan menjadi unsur darat dan laut.
Unsur laut merupakan penyusun fauna
mangrove utama. Kelompokdominanada dua,
yaitu dari filum Moluska dan Crustacea.
Fungsi mangrove dapat dikategorikan
menjadi tiga, yaitu fungsi biologis/ekologis,
fungsi fisik, dan fungsi sosial-ekonomi.
Sedangkan manfaat mangrove adalah sebagai
peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal
tersebut dapat dilihat dari dua tingkatan, yaitu
tingkat
ekosistem
mangrove
secara
keseluruhan (lahan tambak, lahan pertanian,
kolam garam, ekowisata) dan tingkat
komponen ekosistem sebagai primary biotic
component
(masing-masing flora
dan
faunanya). (Kustanti: 2011).
Secara ekologis mangrove dapat menjadi
penahan abrasi atau erosi, gelombang atau
angin kencang, pengendali intrusi air laut dan
tempat habitat berbagai jenis fauna. Ekosistem
mangrove, baik secara sendiri maupun secara
1
yang dibuka sudah sekitar 74. 000 hingga 80.
000 hektare, dan sisanya pun rusak cukup
parah (Anonim, 2000). Sejumlah warga di
beberapa desa yang berada di sekitar Teluk
Segara Anakan mengalami penurunan
perolehan ikan. Mereka akhirnya berubah
profesi menjadi perajin gula kelapa. Dalam
proses pembuatan gula kelapa itu dibutuhkan
kayu-kayu untuk pembakaran. Warga pun
menggunakan kayu mangrove untuk kayu
bakar sehingga terjadi penyusutan 0, 872-1,
079 meter kubik per hari. (Anonim 2000).
Di propinsi NTB terdiri dari dua pulau
besar yaitu pulau Lombok dengan luas kurang
lebih 4. 738, Km 2 dan pulau Sumbawa
dengan luas kurang lebih 15. 414, 4 Km 2 di
tambah pulau-pulau kecil lainnya yang
mencapai 137 buah. Panjang pantai NTB
mencapai 31. 148 Km 2 yang terdiri dari
perairan pantai dan lepas pantai. Perairan
pantai Pulau Lombok pada umumnya landai
kecil kecuali beberapa bagian yang curam
seperti Selat Lombok dan pantai sebelah timur
(Selat Alas). Luas areal hutan mangrove
sebagai kawasan sabuk hijau dan kawasan
lindung sumberdaya perikanan diperkirakan
mencapai 20. 232, 85 Ha (Anomin, 2000).
Propinsi NTB memiliki potensi sumber daya
kelautan dan perikanan yang sangat
menjanjikan. Dengan luas perairan laut (29.
159, 04 Km²) yang lebih besar dari luas
daratan (20. 153, 15 Km²) merupakan
kekuatan dan peluang bagi daerah untuk dapat
pemanfaatan potensi sumber daya yang
tersedia. Salah satu di daerah Lombok bagian
selatan, terutama daerah pesisir pantai yang
memiliki beberapa areal mangrove merupakan
obyek
yang
cukup
menarik
untuk
diperhatikan.
Mangrove yang ada di Teluk Serewe
merupakan salah satu mangrove yang pernah
memperoleh upaya konservasi akan tetapi
hasil yang diperoleh tidak memuaskan.
Adapun kondisi ini disebabkan oleh
kurangnya peran serta masyarakat setempat,
dimana mereka banyak melakukan kegiatan
yang bersifat merusak salah satunya
pembatasan vegetasi untuk pembukaan lahan
pertambakan dan pertanian. Kondisi seperti
ini secara tidak langsung mengakibatkan
terganggunya kestabilan komunitas yakni
semakin kurangnya kemampuan ekosistem
dalam menopang kehidupan organisme yang
hidup didalamnya. Selain kondisi diatas
informasi ilmiah mengenai sumberdaya
mangrove di Teluk Serewe ini juga masih
sangat terbatas.
Penelitian lapangan mengenai komposisi
keanekaragaman
mangrove
dengan
mengetahui keanekragaman, kemerataan, dan
dominasi tumbuhan mangrove digunakan
untuk bahan penyusun modul ekologi
tumbuhan di STKIP Hamzanwadi Selong.
Berdasarkan observasi dilapangan, diketahui
bahwa Proses pembelajaran mata kuliah
ekologi tumbuhan di STKIP Hamzanwadi
Selong masih bersifat ceramah dan diskusi,
padahal mata kuliah ekologi tumbuhan
merupakan mata kuliah yang memiliki
karakteristik lebih menekankan keterampilan
di lapangan. Oleh karena itu, proses
pembelajaran dilakukan dengan metode
ceramah, maka tentunya dirasakan masih
kurang.
Mohammad (2010) memaknai Modul
sebagai selembar (atau beberapa lembar)
kertas yang berisi tugas atau tes yang
diberikan pendidik kepada peserta didik.
Dalam pandangan lainnya, Modul bahkan
diartikan sebagai “segala sesuatu” yang
diberikan kepada peserta didik ketika
mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi Modul
dibuat dengan tujuan untuk memperlancar dan
memberikan bantuan informasi atau materi
pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta
didik. Menurut Steffen dan Peter Ballstaedt,
fungsi Modul antara lain: Membantu peserta
didik agar tidak perlu mencatat, sebagai
pendamping penjelasan pendidik, sebagai
bahan rujukan peserta didik, memotivasi
peserta didik agar lebih giat belajar, pengingat
pokok-pokok materi yang diajarkan, memberi
umpan balik, dan menilai hasil belajar.
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan dua tahap,
yaitu tahap I penelitian deskriftip-eksploratif
dengan
pendekatan
kuantitatif
untuk
mengetahui struktur komunitas mangrove, dan
tahap II yaitu, pengembangan modul yang
berdasarkan penelitian pada tahap I. Jenis
penelitian ini ialah Deskriptif Eksplorasi.
Dimana penelitian deskriptif ialah suatu
metode dalam meneliti suatu kelompok
manusia, obyek, system pemikiran manusia
2
ataupun sesuatu peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Adapun ciri-ciri metode deskriptif ialah
membuat gambaran mengenai situasi suatu
kejadian sehingga metode ini berkehendak
mengadakan akumulasi data.
Penelitian ini berlangsung di Teluk
Serewe kecamatan Jerowaru Kabupaten
Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Desember sampai bulan Februari
Tahun 2013.
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang tersiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya
Sugiyono (2012). Disamping itu, Netra (1974)
menyatakan bahwa seluruh individu yang
menjadi subyek/obyek penelitian yang
nantinya akan dikenai generalisasi apabila
kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga dapat menjadi penelitian populasi.
JadiPopulasi dalam penelitian ini adalah
seluruh jenis Tumbuhan Mangrove yang
berada di Teluk Serewe Kabupaten Lombok
Timur.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Sugiyono (2012). Di atas
dikemukakan bahwa jika populasinya kurang
dari seratus maka sebaiknya dapat digunakan
semuanya untuk pengambilan data. Namun
populasi penelitian ini lebih dari seratus, maka
sampelnya harus ditentukan. Adapun yang
ditentukan menjadi sampel dari populasi yang
ada adalah tumbuhan mangrove, dimana pada
tumbuhan mangrove akan dibuat plot dari
masing-masing plot.
Sampel dalam hal ini adalah seluruh jenis
tumbuhan mangrove yang ditemukan di dalam
plot penelitian, di plot I sampai dengan plot
150. Pada penelitian ini data akan dicari
dengan cara menghitung jenis-jenis tumbuhan
dimasing-masing plotyang berukuran 10 x 10
m, dan jarak antara plottersebut ialah 10 m,
kemudian diidentifikasi dari masing-masing
jenis tumbuhan yang ada didalam plottersebut.
Alat dan bahan yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah tali rafia, meteran,
patok, kamera digital, buku identifikasi
"Flora". Dimana tali rafia ini akan diukur
menggunakan meteran dengan ukuran 10 X
10 m, kemudian diikat pada patok dimasingmasing sudut, setelah itu tumbuh-tumbuhan
difoto guna dijadikan dokumentasi serta
tumbuh-tumbuhan tersebut diidentifikasi
dengan menggunakan buku flora, yang akan
diidentifikasi mulai dari batang, daun, bunga,
buah, dan biji. Data dapat diperoleh dengan
cara membuat tabel dan mengidentifikasi
jenis-jenis tumbuhan. Jarak antara plot yang
satu dengan yang lainnya ialah 10 m.
1. Tahap I
Supaya memperoleh hasil yang jelas
mengenai data dan masing-masing jenis
tumbuhan serta untuk menguji hipotesis
penelitian maka terlebih dahulu perlu
dilakukan analisis data.
a). Teknik Deskripsi Data
Teknik deskripsi data dilakukan dengan
menggunakan tabel dimana pada tabel
tersebut akan diketahui jenis-jenis tumbuhan
dan perbedaan pada bentuk batang, daun,
bunga, buah, dan biji. Serta data yang
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif. Penggunaan statistik
deskriptif meliputi penentuan standar deviasi.
Untuk keperluan pengkategorian, dengan
rumus :
1. Jenis-jenis Tumbuhan Mangrove yang
ditemukan yang kemudian dideskripsikan
2. Indeks
keanekaragaman
(H’)
menggambarkan keadaaan populasi
tumbuhan mangrove secara matematis
agar mempermudah dalam menganalisis
informasi
jumlah individu masingmasing jenis pada suatu komunitas.
Untuk itu dilakukan perhitungan dengan
menggunakan persamaan dari ShannonWiener (Krebs, 1978)
H'=-∑ pi Ln pi
Dimana :
Pi = Ni/N
Ni = jumlah individu spesies
N = jumlah individu seluruh spesies
Kategori Nilai keanekaragaman
suatu populasi Shanon Wiener menurut
Krebs (1978) nilai H‘ berkisar antara 1-3
dengan kriteria : < 1 dengan keterangan
3
keanekaragaman
rendah;
2-3
keanekaragaman sedang, dan > 3
keanekaragaman tinggi.
3. Kemerataan Jenis atau disebut juga
keseragaman (E)
Merupakan
komposisi
jumlah
individu dalam setiap genus yang
terdapat dalam komunitas. Kemerataan
dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
modul yang akan dikembangkan oleh peneliti
adalah jenis modul kompleks.
Secara sistematis pengembangan modul
dilakukan dengan menggunakan metode
Descriptive development. Model yang
digunakan dalam pengembangan modul ini
adalah model 4D yang dikembangkan oleh
Thiagarajan, Sammel, dan Semel (Ibrahim,
2002) yang terdiri dari 4 tahap yaitu Define,
Design, development, Desseminate. Secara
rinci urutan pengembangan modul adalah
sebagai berikut.
a. Tahap Pendefinisian (Define)
Pada tahap ini dilakukan analisis
terhadap subjek yang menjadi sasaran
pengembangan modul yaitu mahasiswa
Program Studi Pendidikan Biologi di STKIP
HAMZANWADI Selong. Tahap define
dilakukan dalam empat langkah, yaitu analisis
kebutuhan, analisis mahasiswa, analisis tugas,
dan analisis konsep. Langkah-langkah pada
tahap define ini dijelaskan sebagai berikut:
1). Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan bertujuan untuk
memunculkan solusi tentang pemecahan
masalah dasar yang terdapat dilapangan yang
menjadi latar belakang pengembangan
dilakukan. Analisis kebutuhan berpedoman
pada silabus pembelajaran serta masalah yang
muncul dalam pembelajaran matakuliah
Ekologi Tumbuhan, antara lain kurangnya
informasi
tentang
struktur
komunitas
mangrove di Teluk Serewe, dan kurangnya
pemahaman konsep mahasiswa tentang
struktur komunitas mangrove. Setelah analisis
kebutuhan dilakukan, maka pelaksanaan
pengembangan tahap define dilanjutkan pada
analisis mahasiswa.
2). Analisis mahasiswa
Analisis mahasiswa meliputi kemampuan
akademik, usia, dan pengalaman belajar
mahasiswa terhadap kajian struktur komunitas
mangrove. Kemampuan akademik mahasiswa
dianalisis dari rata-rata hasil belajar
mahasiswa
pada
matakuliah
Ekologi
Tumbuhan selama satu tahun (tahun 2011 dan
2012). Mahasiswa yang akan menggunakan
produk bahan ajar berupa modul yang
dikembangkan adalah mahasiswa Program
Studi Pendidikan Biologi di STKIP
HAMZANWADI Selong.
3). Analisis Tugas
E = H’/ ln S
Keterangan :
E = Kemerataan (Evenness)
H’ = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
(Ludwig, 1988 dalam Darmawan,
dkk. , 2005)
Nilai kemerataan suatu populasi
akan berkisar antara 0 – 1 dengan kriteria
: 0, 4 ≤ E ≤ 0, 6 dengan kemerataan
populasi kecil; Kemerataan populasi
sedang; sampai kemerataan tinggi
(Brower, dkk. , 1990).
4. Dominasi Jenis Tumbuhan Mangrove
dapat diketahui dengan rumus sebagai
berikut, Saparinto (2007):
Indeks Nilai Penting = kerapatan relatif
+ frekuensi relatif
Nilai penting suatu jenis bekisar
antara 0-300, memberikan gambaran
tentang pengaruh atau peranan suatu
spesies dalam suatu komunitas. Dengan
melihat indeks nilai penting tersebut,
dapat
diketahui
jenis-jenis
yang
mempunyai peranan paling besar, dan
menjadi dominan, ditentukan dari 2 jenis
mangrove yang memiliki nilai Indeks
Nilai Penting (INP) terbesar dari seluruh
jenis tumbuhan yang ditemukan.
2. Tahap II
Pada tahap dua dari penelitian ini,
dilakukan pengembangan bahan pembelajaran
berupa modul. Jenis modul dibagi menjadi
dua bentuk: 1) modul sederhana, yaitu bahan
pembelajaran tertulis yang hanya terdiri atas
3-5 halaman, bahan pembelajaran ini dibuat
untuk kepentingan pembelajaran selama 1-2
jam pembelajaran; 2) modul kompleks, yaitu
bahan pembelajaran yang terdiri atas 40 -60
halaman untuk 20-30 jam pelajaran. Jenis
4
Berdasarkan hasil analisis karakter
mahasiswa, dapat dilakukan analisis tugas
yang mengarah pada pengidentifikasian
aspek-aspek penilaian yang dituntut untuk
dimiliki oleh mahasiswa dari pembelajaran
menggunakan modul yang dikembangkan.
Hasil analisis tugas adalah memberikan
gambaran mengenai indikator dan tujuan
pembelajaran yang akan dirumuskan.
4). Analisis konsep
Analisis
konsep
diarahkan
pada
pengidentifikasian konsep utama yang harus
diajarkan kepada mahasiswa dari setiap
kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Tujuan
analisis
ini
adalah
untuk
mengkonversikan tujuan pembelajaran yang
telah dirancang pada analisis tugas menjadi
konsep-konsep dasar yang harus dimunculkan
dalam modul. Setelah tahap ini selesai,
dilanjutkjan pada tahap kedua, yaitu tahap
design.
b. Tahap Perancangan (Design)
Tahap ini dilakukan perancangan modul,
Pendefinisian dan mendisain modul, untuk
menghasilkan modul yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan mahasiswa.
Dengan tahapan sebagai berikut:
1). Menyusun kriteria-kriteria yang akan
dijadikan dasar dalam penyusunan modul
yang
dilengkapi
dengan
Tugas
mahasiswa yang akan dikembangkan
berdasarkan format modul oleh Prastowo
(2011), yang mencakup komponen: 1)
Judul, 2) Petunjuk Belajar, 3) KD/MP, 4)
Informasi Pendukung, 5) Latihan, 6)
Tugas/Langkah kerja, 7) Penilaian.
2). Merumuskan indikator dan tujuan
pembelajaran
berdasarkan
standar
kompetensi dan kompetensi dasar dari
silabus matakuliah Ekologi Tumbuhan.
3). Mencari sumber-sumber pendukung
untuk menyampaikan informasi tentang
konsep-konsep materi pembelajaran yang
telah dirumuskan pada tahap define.
4). Menghasilkan desain awal modul
matakuliah Ekologi Tumbuhan.
5). Menyusun Modul mata kuliah Ekologi
Tumbuhan tentang Struktur Komunitas
Mangrove di Teluk Serewe.
6). Melakukan penelaahan terhadap modul
yang telah ditulis.
7). Mengedit Modul yang telah disusun
berdasarkan telaah yang dilakukan .
Setelah tahap tersebut selesai, modul
yang dikembangkan telah siap untuk
dilanjutkan pengembangannya ke tahap
develop
c. Tahap Pengembangan (development)
Tahap ini dilakukan untuk menghasilkan
modul. Modul divalidasi oleh ahli isi/materi
yang memiliki latar belakang keilmuan
Ekologi Tumbuhan, dan validasi ahli bahan
ajar. Validasi ini dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian
modul
dengan
standar
pengembangan bahan pembelajaran. Tahap
development
dilakukan dengan beberapa
tahap sebagai berikut:
1). Validasi Ahli
Validasi bahan ajar berupa modul
dilakukan telaah melalui: 1) ahli isi/materi
Ekologi tumbuhan, 2) ahli penembangan
bahan ajar. Validasi ahli menekankan pada
validasi isi dan validasi susunan. Masukan
dari validator digunakan untuk memperbaiki/
merevisi bahan ajar berupa modul yang
dikembangkan. Revisi dari hasil validasi akan
dilanjutkan sampai diperoleh kriteria yang
memenuhi persentase baik atau sangat baik,
sehingga bahan ajar berupa modul matakuliah
Ekologi Tumbuhan dapat dikatakan valid
berdasarkan kriteria yang divalidasi.
2). Uji Coba Kelompok Sedang/ Skala Sedang
Kegiatan yang dilakukan dalam uji coba
kelompok sedang adalah meminta saran dan
tanggapan dari 15 orang mahasiswa Program
Studi Pendidikan Biologi di STKIP
HAMZANWADI
Selong
yang
telah
mengambil matakuliah Ekologi Tumbuhan.
Setelah didapatkan hasil validasi dan uji coba,
kemudian dilakukan penyempurnaan dan
perbaikan terhadap bahan ajar berupa modul
mata kuliah Ekologi Tumbuhan yang telah
dikembangkan dihasilkan produk final.
d. Tahap Penyebarluasan (Desseminate)
Tahap
ini
merupakan
tahap
penyebarluasan kepada subjek pengembangan
dengan tujuan untuk melakukan validasi
kelompok besar, akan tetapi karena
keterbatasan waktu, penelitian tahap ini tidak
dapat dilaksanakan. Model Pengembangan
modul Ekologi Tumbuhan Model 4-D
(Dimodifikasi dari Thiagarajan: 1974).
1. Desain Uji Coba
Uji coba pengembangan modul ini
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (a) validasi
oleh ahli bahan ajar; (b) validasi oleh ahli
5
isi/materi Ekologi Tumbuhan ; (c) Uji coba
pada mahasiswa yang menempuh mata kuliah
Ekologi Tumbuhan. Uji coba didesain dalam
uji coba kelompok sedang terdiri dari 15 (lima
belas) orang mahasiswa.
2. Subjek Uji Coba
Subjek
uji
coba
produk
hasil
pengembangan terdiri dari ahli bahan ajar,
ahli isi/materi Ekologi Tumbuhan, dan
mahasiswa S1 Pendidikan Biologi STKIP
Hamzanwadi Selong yang sedang menempuh
matakuliah Ekologi Tumbuhan.
a. Tahap Uji Ahli
Subjek uji coba ahli ada dua, yaitu ahli
bahan ajar dan ahli isi/materi mata kuliah
Ekologi Tumbuhan, ahli bahan ajar yang
melakukan review adalah ahli bahan ajar
Universitas Negeri Malang, yaitu Dr. Istamar
Syamsuri, M. Pd. Ahli Isi/materi berkaitan
dengan Ekologi Tumbuhan adalah Dr. Hadi
Suwono, M. Si.
b. Tahap Uji Kelompok sedang
Hasil evaluasi pada uji ahli bahan ajar
dan uji isi/materi Ekologi Tumbuhan
dipergunakan untuk merevisi draft bahan ajar
berupa modul. Bahan ajar berupa modul
tersebut kemudian diujikan pada kelompok
sedang yang terdiri dari 15 (lima belas) orang
mahasiswa. Hasil tanggapan, komentar, dan
penilaian mahasiswa pada uji ini akan
dipergunakan untuk memperbaiki bahan ajar
berupa modul.
Hasil penilaian ahli tentang bahan ajar
berupa modul dihitung dengan rumus
persentase tingkat pencapaian dengan
menggunakan rumus dalam H. Sulifah (2009),
sebagai berikut:
Persentase=
𝑆 (𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ𝑎𝑛)
𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
4
3
2
1
HASIL PENELITIAN
A. Komposisi Jenis Tumbuhan Mangrove
Di Teluk Serewe Kabupaten Lombok
Timur
Selama penelitian di Teluk Serewe
Kabupaten Lombok Timur dari bulan
Desember sampai dengan bulan Februari
2013, telah diketemukan 3 jenis tumbuhan
mangrove yang termasuk dalam 3 suku.
Adapun jenis tumbuhan yang diketemukan
pada lokasi penelitian ialah Rhizophora
mucronata yang termasuk dalam suku
Rhizophoraceae¸ Sonneratia alba yang
termasuk dalam suku Sonneratiaceae¸dan
Avicennia officinalis Lyang termasuk dalam
suku Avicenniaceae. Hasil analisis komposisi
tumbuhan mangrove menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan komposisi penyusun
komunitas
pada
masing-masing
jenis
tumbuhan yang ditemukan pada lokasi
penelitian.
B. Indeks Keanekaragaman Jenis dan
Kemerataan Tumbuhan Mangrove Di
Teluk Serewe
Hasil identifikasi dan perhitungan jumlah
individu
masing-masing
jenis
yang
diketemukan pada setiap plot, dilanjutkan
perhitungan indeks keanekaragaman (H’), dan
kemerataan (E). Nilai indeks keanekaragaman
jenis sebesar 0, 09, dan kemerataan (E)
diketemukan sebesar 0, 62
Berdasarkan kriteria nilai indeks
keanekaragaman yang dikemukakan oleh
Krebs (1978) dan kemerataan Ludwig, (1988
dalam Darmawan, dkk, 2005) bahwa indeks
keanekaragaman dan kemerataan yang
diketemukan di Teluk Serewe Kabupaten
Lombok Timur termasuk dalam kriteria
X 100%
Hasil uji coba kelompok sedang dihitung
rerata dan persentase tingkat pencapaian
dengan menggunakan rumus:
Persentase jawaban =F/N x 100 %
Ket:
F= Frekuensi tiap butir jawaban
N= Jumlah total subjek uji coba
Tabel 3.1. Tabel kelayakan Produk Pengembangan
Skor
Skala
Penilaian
Kualifikasi
Sangat baik/
sangat menarik/ Tidak perlu
81%-100%
sangat sesuai/
direvisi
sangat efektif
Baik/ menarik/
Revisi
66%-80%
sesuai/ efektif
Sedikit
Kurang baik/
kurang menarik/
56%-65%
Revisi
kurang sesuai/
kurang efektif
0%-55% Sangat Kurang
Revisi
Depdiknas (2008)
Keterangan
6
keanekaragaman rendah, dan kemerataan
sedang. Hasil penghitungan nilai Indeks
keanekaragaman dan kemerataan di Lokasi
Penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3
penelitian, maka yang dijadikan sebagai
materi modul adalah materi komunitas. Ada
dua indikator yang ingin dicapai terkait
dengan materi komunitas yakni mahasiswa
mampu menjelaskan dan menguraikan
pengertian serta contoh dari suatu komunitas,
dan mahasiswa mampu menjelaskan dan
menguraikan struktur suatu komunitas.
Secara sistematis, struktur modul yang
disusun terdiri atas. 1) pendahuluan,
merupakan pengantar modul mengenai
deskripsi singkat isi modul, relevansi isi
modul, manfaat yang dapat diperoleh oleh
mahasiswa setelah mempelajari modul terkait
dengan keilmuan maupun bidang perkerjaan,
serta tujuan instruksional khusus dan tujuan
instruksional umum; 2) penyajian, berupa
kegiatan belajar. Masing-masing kegiatan
belajar tersusun atas judul kegiatan belajar,
uraian materi, latihan, rangkuman dan lembar
tugas (untuk masing-masing kegiatan belajar)
serta glosary. Untuk judul disesuaikan dengan
tujuan instruksional umum; 3)
penutup,
berupa kunci jawaban lembar tugas untuk
kegiatan belajar; 4) daftar pustaka. Modul
Ekologi Tumbuhan dapat dilihat pada
lampiran 4. Setelah penyusunan modul
selanjutnya dilakukan validasi terhadap
susunan dan isi modul. Jenis validasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah validasi
ahli modul, ahli isi/materi dan validasi skala
sedang.
Hasil rata-rata perhitungan validasi ahli
modul yang dilakukan selama validasi modul
Ekologi Tumbuhan, diperoleh rata-rata hasil
validasi ahli modul sebesar 83, 32 %,
mengacu pada tabel kelayakan produk
pengembangan menurut Depdiknas (2008),
apabila hasil rata-rata 81%-100% bahan ajar
dikategorikan sangat baik dengan keterangan
tidak perlu direvisi.
Setelah di validasi oleh ahli modul,
selanjutnya modul Ekologi Tumbuhan
divalidasi oleh ahli Isi/materi, guna
mengetahui kesesuaian isi/materi modul yang
digunakan dalam pembelajaran, adapun isi/
materi yang dijabarkan dalam isi modul
tersebut ialah isi/materi tentang komunitas
tumbuhan, untuk mengetahui isi/materi pada
modul sesuai degan materi komunitas,
validasi ahli isi/materi memberikan penilaian
pada instrument/angket. Setelah diberikan
penilaian
bobot
tiap
pilihan
pada
C. Jenis Tumbuhan Mangrove yang
Mendominasi Di Teluk Serewe
Dominasi
suatu
tumbuhan
dapat
berdasarkan Indeks Nilai Penting tumbuhan
yang diketemukan. Perhitungan Indeks Nilai
Penting tumbuhan mangrove di Teluk Serewe
Kabupaten Lombok Timur disajikan dalam
Tabel 4. 1
Tabel 4. 1. Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP)
Tumbuhan Mangrove di Teluk Serewe
Kabupaten Lombok Timur :
Ideks
Nama
Nilai
No
Nama Suku
Jenis
Penting
(INP)
Sonneratia
1
Sonneratiaceae 114, 46
alb sp
Rhizophora
2
Rhizophoraceae 61, 60
mucronata sp
Avicennia
3
Avicenniaceae
23, 94
officinalis L
Tumbuhan mangrove yang Indeks Nilai
Penting terbesar adalah suku Sonneratiaceae
sebesar
114.
46,
sedangkan
suku
Rhizophoraceae sebesar 61. 60, dan suku
Avicenniaceae sebesar 23. 94, oleh karena itu
dapat diketahui tumbuhan yang mendominasi
ialah suku Sonneratiaceae, yakni jenis
Sonneratia alba.
Secara keseluruhan Indeks Nilai Penting
dari keseluruhan tumbuhan mangrove di
Teluk Serewe, Kabupaten Lombok Timur
sebesar 200 yang terdiri dari jenis Sonneratia
alba, jenis Rhizophora mucronata, dan jenis
Avicennia offcinalis Lyang mengacu pada
Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0200, memberikan gambaran tentang pengaruh
atau peranan suatu spesies dalam suatu
komunitas.
D. Pengembangan Bahan Ajar
Hasil akhir dari penelitian ini digunakan
sebagai bahan dalam pengembangan bahan
ajar Ekologi Tumbuhan berupa Modul yang
dilengkapi dengan Lembar Tugas Mahasiswa.
Mengacu pada silabus mata kuliah Ekologi
Tumbuhan dan disesuaikan dengan konsep
7
instrument/angket, lalu dihitung rata-rata yang
bertujuan untuk mengetahui isi/materi modul
layak digunakan atau tidak.
Berdasarkan rata-rata hasil perhitungan
validasi ahli isi/materi Ekologi Tumbuhan
diperoleh rata-rata hasil validasi ahli isi/materi
Ekologi Tumbuhan sebesar 90 %, mengacu
pada tabel kelayakan produk pengembangan
menurut Depdiknas (2008), apabila hasil ratarata 81%-100% bahan ajar berkualifikasi
sangat baik dengan keterangan tidak perlu
direvisi. Oleh sebab itu modul Ekologi
Tumbuhan dikualifikasikan sangat baik untuk
digunakan, dengan keterangan tidak perlu
direvisi.
Setelah validasi ahli modul dan ahli
isi/materi Ekologi Tumbuhan diperoleh draf 1
modul Ekologi Tumbuhan, selanjutnya modul
Ekologi Tumbuhan di uji cobakan pada
mahasiswa Pendidikan Biologi semester enam
yang sedang menempuh mata kuliah Ekologi
Tumbuhan di STKIP Hamzanwadi Selong
Lombok Timur, guna menghasilkan draf 2,
apabila draf 2 dihasilkan, produk atau modul
Ekologi Tumbuhan layak/valid digunakan
sebagai bahan ajar pada mata kuliah Ekologi
Tumbuhan. Sebelum menghasilkan draf 2,
modul Ekologi Tumbuhan divalidasi, oleh
mahasiswa (skala sedang) dengan jumlah
mahasiswa 15 orang, instrument/angket
diberikan bobot pada setiap pilihan.
Setelah diketahui frekuensi tiap butir
jawaban, dapat diketahui rata-rata hasil
perhitungan validasi skala sedang, dengan
hasil rata-rata tersebut dapat di simpulkan
modul Ekologi Tumbuhan layak atau valid
untuk digunakan. Rata-rata hasil perhitungan
validasi uji skala sedang modul Ekologi
Tumbuhan diperoleh rata-rata hasil validasi
sebesar 89, 07, mengacu pada tabel kelayakan
produk pengembangan menurut Depdiknas
(2008), apabila hasil rata-rata 81%-100%
bahan ajar berkualifikasi sangat baik dengan
keterangan tidak perlu direvisi. Oleh sebab itu
modul Ekologi Tumbuhan dikualifikasikan
sangat baik untuk digunakan, dengan
keterangan tidak perlu direvisi.
1. Komposisi tumbuhan mangrove di Teluk
Serewe Kabupaten Lombok Timur
ditemukan 3 jenis tumbuhan mangrove,
yaitu Rhizophora mucronata yang
termasuk dalam suku Rhizophoraceae¸
Sonneratia alba yang termasuk dalam suku
Sonneratiaceae¸dan Avicennia officinalis
Lyang
termasuk
dalam
suku
Avicenniaceae.
2. Keanekaragaman
jenis
tumbuhan
mangrove di Teluk Serewe Kabupaten
Lombok Timur termasuk dalam kriteria
keanekaragaman rendah, dengan nilai
indeks keanekaragaman sebesar 0, 09, dan
kemerataannya termasuk dalam kriteria
kecil, yaitu sebesar 0, 62.
3. Jenis
tumbuhan
mangrove
yang
mendominasi di Teluk Serewe Kabupaten
Lombok Timur yakni Sonneratia alba.
sebesar 114. 46.
4. Modul yang sudah dikembangkan sudah
layak atau dengan kualifikasi baik dengan
hasil penilaian ahli modul sebesar 83, 32
%, ahli isi/materi sebesar 90 %, serta uji
skala sedang sebesar 89, 07 %.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian,
maka perlu disampaikan beberapa saran antara
lain:
1. Perlu dilakukan kajian yang lebih spesifik
terkait dengan pertumbuhan populasi
tumbuhan mangrove di Teluk Serwe
Kabupaten Lombok Timur.
2. Penelitian ini terlaksana ketika musim
kemarau. Untuk melengkapai data
sepanjang tahun mengenai tumbuhan
mangrove di Teluk Serewe Kabupaten
Lombok Timur maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan pada musim hujan.
3. Perlu dilakukan kajian terhadap substrat
tanah dan kandungan logam yang terdapat
di Teluk Serewe Kabupaten Lombok
Timur
yang
dapat
menyebabkan
keanekaragaman suatu individu berkurang
atau tidak dapat tumbuh dengan baik
sehingga tidak dapat membentuk suatu
komunitas yang beranekaragam
4. Perlu dilakukan penelitian yang sama
pada jenis pantai yang berbeda guna
memperkaya informasi keanekaragaman
ekosistem mangrove di Kabupaten
Lombok Timur.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dipaparkan, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
8
5. Perlu dilakukan upaya sosialisasi kepada
masyarakat setempat tentang pentingnya
menjaga
kelestarian
alam
yang
dilanjutkan dengan upaya konservasi.
6. Modul yang dikembangkan oleh peneliti
diharapkan dapat menjadi acuan dalam
proses pembelajaran Ekologi Tumbuhan,
khususnya
pada
materi
Struktur
Komunitas Tumbuhan Mangrove, di
Perguruan Tinggi yang ada di Lombok
Timur,
khususnya
Program Studi
Pendidikan Biologi STKIP Hamzanwadi
Selong Lombok Timur.
Bengen, D. G. 2000. Teknik Pengambilan
Contoh dan Analisi Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB : Bogor
Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi.
Dirjen Pendidikan Tinggi: Medan.
Chapman, V. J. 1992. Wet coastal formations
of Indo Malesia and Papua- New
Guinea. In Chapman, V. J. (ed. ).
Ecosystems of the World 1: Wet Coastal
Ecosystems. Amsterdam: Elsevier.
Candri, A. D. 1999. Keanekaragaman
Makrozoobentos Sebagai Indikator
Kualitas Perairan Disekitar Pra
Reklamasi Pantai Losari Kotamadya
Ujung Pandang (Skripsi) Jurusan
Biologi, FMIPA Universitas Hasanudin
Ujung Pandang.
Cappenberg, H. A. W. , dan Panggabean, M.
G. L. , 2005. Moluska di Perairan
Terumbu Karang Gugus Pulau Pari
Kepulauan Seribu Teluk Jakarta.
(Online: http: //www. Oseanagrafi Lipi.
qo. id/old. 37 thn 056 pdf), diakses 21
November 2006
Deshmukh, I. , 1992. Ekologi dan Biologi
Tropika. Terjemahan, Kartawinata, K,
dan Danimiharjo, S. , Yayasan
Indonesia. Jakarta.
Depdiknas. 2008. Juknis Pengembangan
Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMA, Depdiknas.
Dharmawan, A. 2005. Ekologi Hewan.
Malang : UM Press
Disarikan : dari Depdiknas. 2006. Pedoman
Memilih dan Menyusun Modul. Jakarta.
ECI. 1994. Segara Anakan Conservation and
Development Project. Jakarta:
Asian Development Bank.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Jakarta. Bumi Aksara.
SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003.
Strategi
Nasional
Pengelolaan
Mangrove di Indonesia (Draft Revisi);
Buku II: Mangrove di Indonesia.
Jakarta: Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
Saparinto,
C.
2007.
Pendayagunaan
Ekosistem
Mangrove;
Mengatasi
Kerusakan Wilayah Pesisir (Abrasi)
DAFTAR PUSTAKA
Abbot, R. T. 1985. Sea hells Of Th, A Guide
To The Better-Known Spesies Golden
Press New York.
Abdunnur, 2002. Analisis Model Broken Stick
Terhadap
Distribusi
Kelimpahan
Spesies dan Ekotipologi Komunitas
Makrozoobentos di Perairan Pesisir
Tanjung Sembilan Kalimantan Timur.
Jurnal Ilmiah Mahakam Vol. 1. No. 2.
1-19. 2002.
Akhiarini. Y. 2008. Komposisi dan Struktur
Vegetasi Hutan Loa Bekas Kebakaran
1997/1998 Serta Pertumbuhan Anakan
Meranti (Shorea spp) pada Areal
PMUMHM di IU PHHK PT. ITCI
Kartika Utama Kalimantan Timur.
Sekripsi tidak diterbitkan. Institut
Pertanian Bogor: Bogor
Amien, A M. 2001. Penataaan Ruang
Kawasan Pesisir. Pustaka Ramadhan :
Bandung.
Ardhana, I. G. P. 2012. E. kologi Tumbuhan.
Denpasar : Udayana University Press.
Arikunto, S. 1988. Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Teori dan Praktik. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Arsil. M. S. 1999. Struktur Komunitas
Fitoplankton di Perairan Utara Pula
Batambitan dan Perairan Laut Natana
(Skripsi). Fakultas Perikanan IPB,
Bogor.
Backer, C. A. and R. C. Bakhuizen van den
Brink, Jr. 1963. Flora of Java. Vol. 1
Groningen: P. Noordhoff
Begon, M. , J. L. Harper and C. R. Townsend.
1986.
Ecology
:
Individuals,
Population,
and
Communities.
Sunderland : Sinauer Assosiates, Inc
9
dan
Meminimalisasi
Dampak
Gelombang Tsunami. Semarang :
Dahara Prize
Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan.
Stenis, C. G. G. J. C, van. 1947. Flora Untuk
Sekolah di Indonesia. Yogyakarta.
Gajah Mada University Press.
Sustainable. Mangrove Management Project,
Ministry of Forest Indonesia and Japan
International Cooperation Agency.
Stenis, C. G. G. . J. van. 1978. Ecology of
mangroves. In: Flora Malesiana.
Jakarta:
Noordhoff-Kollf.
Suara
Pembaruan,
09/04/2002.
Segara
Anakan Kian Dangkal.
Sukardjo, S. 1985. Laguna dan vegetasi
mangrove. Oseana 10 (4): 128137.
Tajudin. 2002. Keanekaragaman Komposisi
dan Pola Penyebaran Jenis Mangrove
Di Teluk Jor Lombok Timur Tahun
2001 (skripsi). FKIP Unram. Mataram.
Thiagarajan S, Semmel, D. S, Semmel. M. I.
1974. Intruction Development For
Training Teacher Of Exceptional
Children A Sourcebook. Indiana
Uneversity; Minnesota
Tomlison, P. B. 1986. The Botany of
Mangrove. London: Cambridge
University Press.
10
Download