Legalitas Bentuk dan Kegiatan Usaha 1. Legalitas Perusahaan Setiap bentuk usaha yang memenuhi persyaratan UU dinyatakan sebagai bentuk usaha yang sah atau yang disebut juga mempunyai legalitas bentuk usaha. Setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya wajib memenuhi syarat operasional usaha. Antara lain Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Setiap perusahaan yang telah memenuhi syarat tersebut dinyatakan sebagai perusahaan yang mempunyai bukti legalitas kegiatan usaha. a. Tujuan Pendaftaran Perusahaan 1) Melindungi perusahaan yang jujur dan terbuka dari kemungkinan kerugian akibat praktik persaingan usaha yang tidak sehat, seperti persaingan curang, penggunaan merek terdaftar tanpa izin, dan penyelundupan; 2) Melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan akibat persaingan tidak sehat atau insonvabel suatu perusahaan; 3) Mengetahui perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia melalui Daftar Perusahaan di Kantor Pendaftaran Perusahaan; 4) Memudahkan pemerintah melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat melalui data yang dibuat secara benar dalam daftar perusahaan. 2. Akta Pendirian Perusahaan Akta pendirian perusahaan merupakan salah satu dan mbentuk legalitas usaha yang dibuat dimuka notaris, yaitu pejabat umum yang diberi wewenang untuk itu. Akta pendirian yang dibuat dihadapan notaris adalah otentik engikat semua pihak untuk mengakuinya dan memuat AD perusahaan. AD secara formal memuat Judul, nomor, tempat, hari dan tanggal pembuatan dan penandatanganan akta pendirian. Secara materiil memuat identitas para pendiri, identitas perusahaan, tujuan perusahaan, usaha perusahaan, struktur organisasi, usaha perusahaan, cara penyelesaian jika terjadi sengketa. dll 3. Nama Perusahaan Nama perusahaan adalah jati diri ysng dipakai oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Nama perusahaan melekat pada bentuk hukum perusahaan. Fungsi nama perusahaan adalah untuk membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, terutama antara perusahaan sejenis. Dengan nama itu suatu perusahaan dapat melakukan hubungan hukum dengan pihak lain dan memenuhi segala kewajiban hukumnya seperti memperoleh izin usaha, membayar pajak, membayar hutang. Dll. Indonesia tidak memiliki UU yang secara khusus mengatur nama perusahaan, namun diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Di dalam UU ini diatur larangan menggunakan merek terdaftar milik orang lain sebagai nama perusahaan. Kebebasan memilih dan memakai nama perusahaan disesuaikan dengan asas yang berlaku yaitu selama tdk dilarang UU, tdk bertentangan dengan ketertiban umum dan tdk bertentangan dgn kesusilaan. Di negara Belanda sudah ada UU nama perusahaan yang menganut beberapa asas yg menjadi dasar dlm menentukan nama perusahaan yaitu: a. Pembauran nama perusahaan dan nama pribadi. Misal: Firma Abuhasan b. Pembauran bentuk hukum perusahaan dan nama pribadi. Misalnya: PT. Ibrahim c. Larangan memakai nama perusahaan orang lain d. Larangan memakai merek orang lain. e. Pengakuan dan pengesahan 4. Merek Perusahaan Banyak terjadi bahwa nama perusahaan dijadikan juga merek perusahaan dalam satu lingkungan perusahaan tertentu. Hal ini tidak akan menimbulkan masalah yuridis. Akan tetapi ada kemungkinan terjadi bahwa nama perusahaan mengandung merek orang lain atau merek yang mengandung nama perusahaan orang lain. Dalam hal ini muncul 2 masalah yuridis yaitu tentang hak atas merek dan hak atas nama perusahaan. Nama perusahaan yang mengandung merek orang lain adalah masalah yuridis tentang nama perusahaan. Masalah ini dapat diselesaikan melalui Pasal 27 dan Pasal 29 UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Merek yang mengandung nama perusahaan orang lain adalah masalah yuridis tentang hak atas merek. Masalah ini diselesaikan melalui UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 27 UU No 3 Tahun 1982: Pihak ketiga yang berhak atas Merek dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri Perdagangan atas hal-hal yang didaftarkan dalam daftar perusahaan, dengan menyatakan alasan-alasannya dengan tembusan kepada pengusaha yang bersangkutan dan kantor pendaftaran perusahaan. Pasal 29 UU No 3 Tahun 1982: Menteri memberikan keputusan setelah mendengar pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan niaga yang berwenang atas keputusan menteri. Putusan pengadilan niaga yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Perusahaan. Berdasarkan ketentuan UU No. 15 Tahun 2001, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang secara tanpa hak menggunakan merek untuk barang dan/atau jasa yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar miliknya. Gugatan diajukan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 5. Tanda Daftar Usaha Perdagangan Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh perizinan dibidang perdagangan, yang disebut Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perdagangan. Tidak semua perusahaan diwajibkan memiliki TDUP. Perusahaan yg dibebaskan memperoleh TDUP adalah: a. Cabang perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan menggunakan TDUP perusahaan pusat; b. Perusahaan yang telah mendapat izin usaha yang setara dari departemen teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Perusahaan produksi yang didirikan dalam rangka UU No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah diganti dgn UU N0 12 tahun 2004 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ; d. BUMN dan BUMD e. Perusahaan kecil perseorangan yang tidak berbentuk badan hukum, pedagang keliling dan pedagang kali lima. 6. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya (Pasal 10 UU No. 3/1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan) Untuk melaksanakan ketentuan Pasal tersebut Memperindag telah menerbitkan Surat Keputusa No, 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian TDUP dan SIUP. Pasal 6 menyatakan bahwa: “perusahaan yang wajib memperoleh SIUP adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya diatas 200 (dua ratus) juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha”. SIUP dapat dicabut apabila: a. Diperoleh berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau palsu dari perusahaan yang bersangkutan, atau tidak sesuai dgn permohonan permintaan SIUP atau dokumendokumen yang diwajibkan, atau melakukan usaha yang tidak sesuai dgn SIUP; atau b. Perusahaan yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan setelah melampaui batas waktu pembekuan; atau c. Perusahaan yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman pelanggaran hak kekayaan intelektual dan/atau pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.