Langerhans Sel Histiositosis Suryani Eka Mustika, Nadjib D. Lubis Departemen Patologi Anatomi FK USU Abstrak: Dilaporkan satu kasus langerhans sel histiositosis yang merupakan lesi pada tulang kepala dan pembesaran kelenjar limfe pada anak perempuan berusia 3 tahun yang didiagnosa melalui biopsi aspirasi jarum halus. Gambaran sitologi menunjukkan sel dengan inti yang menyerupai bentuk ginjal dan berlekuk pada sitoplasma yang bervakuola. Radiologi tulang kepala menunjukkan garis multipel berbatas tegas lytic lesion. Pada langerhans sel histiositosis, sel langerhans abnormal dan menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah termasuk ke sumsum darah, kulit, paru–paru, hati, kelenjar limfe, limpa, dan kelenjar pituitari. Langerhans sel histiositosis dibagi atas tiga kategori: eosinophilic granuloma, hand-schuller-christian disease, and letterer-siwe disease dengan berbagai prognosis yang berbeda, dan pada kasus ini termasuk letterer-siwe disease. Kata kunci: langerhans sel histiositosis, histiosit, biopsi aspirasi Abstract: A case of langerhans cell histiocytosis presenting as a skull lesion and limph node enlargement in 3 years girl was diagnosed by fine needle aspiration biopsy. The cytological smear predominantly showed of histiocyt cell with kidney shape and groove nuklei in vacoulated cytoplasmic. Skull X-ray revealed multiple sharply demarcated lytic lesions in temporal and frontal bones. In Langerhans cell histiocytosis the Langerhans cells are abnormal and spread into many parts of the body via the bloodstream, including; the bone marrow, skin, lungs, liver, lymph glands, spleen and pituitary gland. When they are present in these tissues they may cause damange. Langerhans cell histiocytosis is divided into three categories: eosinophilic granuloma, hand-schuller-christian disease, and letterer-siwe disease with different prognosis, and this case is classified into letterer-siwe disease. Keywords: Langerhans cell histiocytosis, histiocyt, aspiration biopsy PENDAHULUAN Beberapa gambaran peningkatan histiosit yang malignan adalah histiositik limfoma, sedangkan gambaran reaktif proliferasi histiosit pada kelenjar limfe merupakan gambaran yang jelas jinak. Gambaran perantara atau di antara dua perbedaan ini ternyata dijumpai gambaran yang jarang terjadi yaitu langerhans sel histiositosis.1 Histiositosis adalah sebuah nama yang diberikan untuk sekumpulan gejala yang ditandai oleh proliferasi yang abnormal dari sel-sel histiosit yang berasal dari monosit dan menetap di dalam organ tubuh seperti makrofag (jaringan ikat, organ limfoid, paru – paru, dan sum sum tulang), sel–sel dendritik (kelenjar limfe), dan sel langerhans (kulit), sel kuffer (hati), makrofag alveoli (paru), mikroglia (sistem saraf pusat), osteoklas (tulang), yang kesemuanya adalah sistem fagosit mononuklear.2,3 Sel histiosit (makrofag) berperan dalam antigen presenting sel karena sel T tidak dapat dirangsang oleh antigen bebas maka harus ditampilkan dahulu oleh sel histiosit, 70 menghasilkan sejumlah sitokine yang dapat mempengaruhi fungsi sel T dan B, dapat melisiskan tumor dengan mensekresi metabolik toksik dan enzim proteolitik, merupakan efektor penting dalam bentuk imunitti diperantarai sel, misalnya pada hipersensitivitas lambat.4,5 LAPORAN KASUS NQ, usia 3 tahun, perempuan, kiriman dari bagian anak RS Pirngadi Medan, datang untuk dilakukan biopsi aspirasi di daerah tulang tengkorak kepala dengan sedikit lesi yang menonjol dan kelenjar limph node leher yang mengalami pembesaran. Pada pengambilan biopsi aspirasi pada pasien ini ternyata tidak begitu sulit karena tulang kepala sudah lebih lunak akibat proses destruktif dari langerhans sel. Sediaan smear dari tulang tengkorak kepala dan limph node menunjukkan gambaran sel dengan bentuk bervariasi, inti sebagian oval, sebagian membentuk gambaran ginjal, kromatin halus, sitoplasma eosinofilik, sebagian besar inti dan sitoplasma bervakuole. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 1 y Maret 2006 Suryani Eka Mustika, dkk. Latar belakang smear terdiri dari sel – sel limfosit, sel plasma, sel – sel PMN, dan masa amorf eosinofilik. Kesimpulan: langerhans sel histiositosis. PEMBAHASAN Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, mekipun begitu para peneliti saat ini sedang meneliti kemungkinan dari substansi lingkungan seperti infeksi virus yang dipicu oleh reaksi sistem imun. Pendapat lain menyatakan bahwa penyebab utama dari langerhans sel histiositosis adalah sistem imun tubuh yang abnormal. Sebagian besar kasus langerhans sel histiositosis banyak mengenai anak–anak di antara usia 1 sampai 15 tahun. Insiden ini meningkat pada usia 5-10 tahun, dan diperkirakan bahwa hampir di tiap 200.000 penduduk akan dijumpai langerhans sel histiositosis. Pada anak–anak umumnya hampir 80 % histiositosis akan mengenai tulang, terutama tulang kepala. Sekitar 250.000 anak dan satu juta orang dewasa terserang penyakit ini di Amerika Serikat. Hampir lebih 70 % mengenai penderita sebelum usia 17 tahun.1,2 Dua tanda klinis yang sering dijumpai adalah nyeri pada daerah tulang kepala dan lesi merah pada kulit. Gejala yang umum yang bisa dijumpai adalah kehilangan selera makan, gagalnya pertumbuhan berat tubuh dan hilangnya berat badan, demam yang berulang, peningkatan pengeluaran urin, dan iritabilitas. Langerhans sel histiositosis dapat dibagi atas dua kategori jika dilihat dari organ yang dikenai: • • single-system, yaitu yang hanya mengenai satu bagian tubuh saja, misalnya kulit saja atau tulang saja. multi-system, yaitu mengenai lebih dari satu bagian tubuh saja. Berdasarkan lesi yang terjadi penyakit ini dapat mengenai secara unifokal maupun multifokal. Gambaran unifokal yang unisistem dijumpai pada eosinofilik granuloma yang memiliki prognosa paling baik. Sedangkan gambaran unifokal yang multisistem dijumpai pada hand schuller christian disease, dan pada letterer-siwe disease (akut disseminated langerhans sel histiositosis) umumnya merupakan multifokal multisistem yang memiliki prognosa paling buruk. Gejala yang dapat dijumpai pada letterer–siwe disease adalah lesi kulit yang berupa erupsi seboroik kulit, insiden umumnya pada usia 2 tahun, hepatomegali, limfadenopati, Langerhans Sel Histiositosis destruktif osteolitik lesion, bahkan jika ada infiltrasi ke sumsum tulang maka bisa mengarah pada anemia dan trombositipenia.1,6 Dari gambaran sinar X dapat dijumpai daerah yang mengalami destruksi tulang yang disebut lytic lesion dan pada scan tulang akan dijumpai ”hot spot”. Pada kasus ini kategori dari langerhans sel histiositosis dapat diarahkan pada gambaran letterer siwe disease di mana selain multifokal dan multisistem juga sudah tampak gambaran lesi destruktif osteolitik, sehingga prognosa kemungkinan lebih jelek. Dengan menggunakan mikroskop elektron akan menunjukkan gambaran birbeck granule pada sitoplasmanya dengan gambaran pentalaminar, seperti batang, struktur tubuler, yang terkadang dijumpai dilatasi pada ujungnya menyerupai struktur raket tenis (”tennis racket appearance”).1,7,8 Diagnosa secara tepat dapat ditegakkan berdasarkan morfologi khas dari langerhans sel histiositosis dan ditemukannya birbeck granule pada mikroskop elektron ataupun pewarnaan immunohistokimia yang positif untuk CD1a dan S-100.1,2,9 Gambar 1. Gambaran sitologi biopsi aspirasi jarum halus dari daerah tulang kepala Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 1 y Maret 2006 71 Laporan Kasus DAFTAR PUSTAKA Gambar 2. Gambaran sitologi biopsi aspirasi jarum halus keluar dari kelenjar limfe leher KESIMPULAN 1. Berbagai gambaran dan klasifikasi langerhans sel histiositosis memiliki berbagai tampilan klinis yang bervariasi dan prognosa yang berbeda, oleh karena itu sangat penting untuk kita mampu mendeteksi klasifikasinya. 2. Diagnosa langerhans sel histiositosis dapat ditegakkan melalui biopsi aspirasi ditambah dengan keterangan radiologis lytic lesion serta gejala klinis. 72 1. Kumar V, Contran RS, Robbins SL,limph node: Robbins Basic Pathology. Seventh ed. Philladephia. WB Saunders Company. New Delhi; 2003: p656. 2. Junqueira. Luiz Carlos. Connective Tissue in: Basic Histology . Text and Atlas. Lange. McGraw Hill. New York ; 2003: p 96-8 3. Smith. Robb. A.H.T. Diffuse Nodular Involvement in: Limph Node Biopsy.A Diagnostic Atlas. Miller- Heiden. Los Angeles ; 1981: p178-83 4. Rosai Juan M.D, Ackerman Surgical Pathologi, 8th edition, Mosby; New York; 1996: P1305-08 5. Geissmann F, Lepelletier Y, Fraitag S, Valladeau J, Bodemer C, Debre M Langerhans cell hystiocytosis, available from URL: http://www.humpath.com/article.php3?id_a rticle=687 6. Geraldine S. Pinkus. et.al. Langerhans cell histiocytosis. available from URL http://www.medscape.com/viewarticle/4409 66 7. Orell Svante. Sterret Gregory. Limph node in: Manual and Atlas Of Fine Needle Aspiration Cytology. Churchill Livingstone . New York ;1986: p225 -6 8. Hessein Mortazavi. Amirhoushang Ehsani. Langerhans Cell Histiocytosis available from URL http://dermatology. cdlib.org/DOJvol8num2/case_presentations /histiocytosis/namazi.html. 9. Underwood.J.C.E. Sistem in: Patologi Umum dan Sistemik. Ed 2.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta ; 1996: p523-5. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 1 y Maret 2006