Mamografi Laser CT Pencitraan optis fungsional dari kanker payudara Oleh: Eric Milne, MD, FRCR, FRCP 09.17.07 Di beberapa negara, diagnosa dan skrining mamografi dinilai telah menyelamatkan jiwa karena dapat mendeteksi kanker payudara secara dini. Namun, mamografi -baik yang konvensional maupun digital- tercatat telah gagal mendeteksi 25 – 40 persen kanker. Angka kegagalan ini bahkan lebih tinggi untuk wanita yang memiliki payudara yang padat, yang mencakup sekitar 40 persen dari seluruh wanita. Dalam kelompok wanita berpayudara padat, yang sebagian besar terdiri dari wanita muda, kemungkinan terjadinya kanker payudara adalah empat sampai enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok wanita yang tidak memiliki payudara padat. Namun, sensitivitas mamografi sangatlah rendah, yaitu sekitar 24.5 persen hingga 37 persen. Selain itu, mamografi memiliki kekurangan lainnya. Dari setiap 100 kasus yang dianggap “positif”, dan pada akhirnya menjalani biopsi, sekitar 60 -80 persen sebenarnya negatif atau jinak. Banyak wanita yang menjalani biopsi walaupun sebenarnya mereka tidak memerlukannya jika prosedur pencitraan yang lebih akurat digunakan; wanita-wanita tersebut mengalami trauma mental karena menganggap dirinya mungkin memiliki kanker payudara dan merasa tersiksa karena harus menunggu hasil biopsi. penelitian volume CTLM 3 dimensi, biasanya terlihat dalam arsiran hijau, menunjukkan distribusi darah di payudara, khususnya di area angiogenesis. (Imaging Diagnostic Systems Inc.) Penelitian volume CTLM 3 dimensi, biasanya terlihat dalam arsiran hijau, menunjukkan distribusi darah di payudara, khususnya di area angiogenesis Biopsi yang sebenarnya tidak diperlukan ini juga memakan biaya yang besar bagi sistem pelayanan kesehatan. Setiap 500 kasus sebelumnya dikonfirmasi positif yang sebenarnya adalah positif palsu menelan biaya sebesar setengah juta dollar. Alasan utama untuk sensitivitas rendah mamografi adalah karena mamografi hanya mencitrakan detil anatomis dan tidak memberikan informasi fungsional. Informasi fungsional sangat penting untuk mendiagnosa kanker payudara secara dini dan akurat dan informasi ini diharapkan dapat mengurangi secara drastis jumlah biopsi yang tidak diperlukan. Imaging Diagnostic Systems Inc. (IDSI), dari Plantation, Florida, pelopor dalam pencitraan payudara dengan laser telah mengeluarkan sistem CT Laser Mammography (CTLM). CTLM menggabungkan informasi morfologis dan fungsional yang bisa mengubah metode diagnosa dan manajemen klinis dari kanker payudara dengan mendeteksi angiogenesis, tanda pertama yang dapat terlihat dari pertumbuhan kanker payudara. Angiogenesis adalah proses dimana pembuluh darah baru terbentuk karena respon dari sinyal kimiawi yang dikeluarkan oleh sekelompok sel kanker. Tanpa angiogenesis, tumor tidak dapat tumbuh lebih besar dari 1 mm atau 2 mm dan tidak dapat bermetastatis ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, mendeteksi angiogenesis adalah salah satu cara paling utama informasi fungsional dapat digunakan untuk mendiagnosa kanker pada tahapan dini. Tampak lateral payudara menunjukkan mikrokalsifikasi ( yang ditunjukkan dengan panah). Namun terlihat ada dua kanker disini Luka spiculated yang ditunjukkan pada tampilan yang diperbesar ini terlewatkan oleh 14 dari 15 ahli mamografi karena kepadatan payudara (density) Sistem Mamografi Laser CT CTLM memiliki potensi untuk menentukan apakah massa yang nampak pada mamografi jinak ataupun ganas dan- karena volume angiogenesis biasanya lebih besar daripada jaringan tumor itu sendiri– juga bisa digunakan untuk mendeteksi tumor yang tidak nampak pada hasil mamografi. CTLM Metode pencitraan payudara dengan menggunakan sinar yang terdahulu, seperti diafonografi, menghasilkan gambar yang tidak jelas sehingga sulit untuk melihat apapun selain dari kanker yang sangat besar. Pencitraan yang tidak jelas ini terjadi karena sinar yang berpencar dengan intens di dalam payudara. Namun sistem CTLM menggunakan teknologi gelombang laser kontinyu yang telah dipatenkan dan algoritma komputer untuk menciptakan gambar tomografis 3 dimensi dari payudara. Sinar laser monokromatik digunakan pada gelombang pilihan yang diserap oleh hemoglobin, yang berada di dalam pembuluh darah payudara, namun tidak diserap oleh lemak atau air. Karena air dan lemak tidak menyerap sinar pada gelombang ini, maka sistem ini bekerja dengan baik pada payudara yang padat dan yang tidak padat. Algoritme yang ditelah di patenkan ini mengoreksi secara matematis sinar yang berpencar, yang menghasilkan citra tomografis yang jelas dan 3 dimensi dari distribusi darah di dalam payudara, yang dapat menunjukkan ada atau tidaknya aktifitas abnormal pembuluh darah, termasuk angiogenesis. CTLM serupa dengan MRI karena kedua tehnik mencitrakan molekul tunggal yang ada secara alami di jaringan: molekul air pada MRI dan molekul hemoglobin pada CTLM. Dan, kedua teknik ini juga menunjukkan hasil data anatomis dan fungsional. Namun, pemeriksaan MRI kompleks, mahal dan memerlukan waktu yang lama. Selain itu, MRI juga mengharuskan pasien disuntikkan bahan pengkontras yang mungkin berbahaya dan paling sering digunakan pada kasus individual sebagai sebuah solusi. Di sisi lain, pemeriksaan CTLM tidak memerlukan suntikan pengkontras, tidak menggunakan radiasi ionisasi- yang sangat penting untuk wanita muda dengan payudara padat – dan tidak memerlukan penekanan payudara. Selain itu, badan U.S. FDA telah mengkategorisasi CTLM sebagai penelitian dengan resiko rendah. Cara Penggunaan Detektor CT Pada pemeriksaan CTLM, pasien berbaring menghadap ke bawah (posisi tiarap) dengan payudara menggantung secara alami dan nyaman melalui lubang di sebuah meja, di tengahtengah dua tiang berdiri. kedua tiang tersebut, yang memiliki detektor dan dioda laser, yang menggantikan tube rontgen, berputar mengelilingi payudara 360 derajat, lalu turun secara otomatis, sama seperti rontgen CT konvensional, sampai ke puting payudara. Ketebalan irisan dapat diprogram dari 1 mm hingga 4 mm. ketika tiang turun, data pencitraan volumetrik dikonstruksikan. Seorang radiolog lalu membaca hasil citra tomografis 3 dimensi di atas meja kerja 3 dimensi dengan jendela dan pengatur tingkat serta software yang rumit, sehingga sang pembaca bisa memvisualisasi pencitraan dalam 3 dimensi atau proyeksi tomografis dengan intensitas maksimum, proyeksi depan-ke-belakang dan proyeksi permukaan yang dirender. Proyeksi 3 dimensi yang dianimasikan memiliki nilai klinis yang sangat penting untuk memvisualisasi distribusi darah di seluruh payudara, menunjukkan segala abnormalitas dari distribusi normal, seperti angiogenesis, serta menentukan lokasi dan kondisi abnormalitas tersebut. Para ahli juga menyusun pendekatan baru untuk memecahkan masalah sensitivitas dan spesifisitas rendah pada mamografi. Namun, proses deteksi dengan menggunakan bantuan komputer, seperti mamografi digital, tomosintesis dan rontgen CT payudara, tidak menghasilkan informasi fungsional. Oleh karena itu, cara-cara deteksi tersebut tidak bisa diharapkan menghasilkan kemajuan besar dalam hal keakuratan diagnosa. Namun, dengan menggantikan tube rontgen dengan laser, dengan cara menggunakan detektor optik dan algoritme rekonstruksi gambar yang telah dipatenkan, teknik CTLM yang baru dapat memberikan informasi fungsional. Karena teknik CTLM dan prospek pencitraan jaringan manusia dengan menggunakan laser, maka sistem ini harus melalui proses U.S FDA Premarket Approval (persetujuan U.S FDA sebelum bisa masuk ke pasaran) untuk alat-alat yang tidak memiliki kemiripan dengan alat serupa lainnya yang sudah dipasarkan di Amerika Serikat. Penggunaan CTLM telah disetujui di Kanada, Eropa dan Asia, dengan lebih dari 9.000 pemindaian yang dilakukan hingga saat ini. Saat ini, IDSI sedang mengumpulkan data klinis di berbagai lokasi berbeda di Amerika Serikat untuk digunakan di masa yang akan datang ketika mengajukan aplikasi FDA Premarket Approval untuk sistem CTLM. Kegunaan Di Masa Yang Akan Datang Pencitraan molekuler adalah tembusan baru dari pencitraan diagnostik. CTLM, contohnya, sudah menjadi teknik pencitraan molekuler yang menggunakan penyerapan sinar mendekati infrared oleh molekul hemoglobin, sebuah penanda alami angiogenesis. Sistem CTLM dirancang untuk lingkaran detektor kedua yang sensitif terhadap sinar yang berpijar (fluorescent). IDSI sudah melakukan eksperimen pada payudara manusia, dengan menggunakan ICG dan pewarna yang telah dipatenkan , untuk menunjukkan kemungkinan melakukan pencitraan payudara dengan menggunakan pencitraan dengan sinar berpijar in vivo. Seiring dibentuknya fluorophore yang spesifik untuk kanker payudara , seperti bahan bioluminescent yang menempel pada protein atau enzim yang digunakan secara ekslusif untuk metabolisme kanker, CTLM dapat mencitrakan fluorophore tersebut dengan kemungkinan mendeteksi massa sel tumor yang terlalu kecil untuk dicitrakan secara morfologis dan terlalu kecil untuk membentuk angiogenesis. Karena fluorophore tersebut sangat spesifik bagi kanker payudara, pencitraan volume oleh CTLM dari radiasi yang terpancar dapat mengindikasikan dengan pasti bahwa ada kanker payudara, bahkan dari tahapan yang sangat dini sekalipun. Jika tidak ada sinar terpancar yang terdeteksi, kemungkinan adanya kanker sangatlah rendah. Penggunaan lainnya untuk di masa yang akan datang meliputi penggunaan laser dengan beberapa gelombang untuk menghasilkan pencitraan yang terpisah antara air, lemak dan darah yang bisa menambah sensitivitas dan spesifisitas dari CTLM; deteksi, kuantifikasi dan angka kekosongan (clearance) dari pendarahan pasca-biopsi dan pasca-operasi; stratifikasi dari resiko keganasan pada pembuluh tumor in situ; dan pengawasan dari suksesnya kemoterapi neoadjuvant. Penelitian yang masih berlanjut di Eropa menunjukkan bahwa CTLM mungkin memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan MRI untuk tujuan tersebut, menunjukkan masih adanya angiogenesis yang telah dikonfirmasi oleh hasil biopsi pada kasus dimana MRI tidak menunjukkan adanya residual angiogenesis. Jumlah penderita kanker payudara terus menerus bertambah di seluruh dunia. Sangat dibutuhkan sebuah metode yang mudah, mudah dipasang, murah – tetapi dapat diandalkan- guna mendeteksi kanker payudara pada tahapan awal yang tidak menggunakan radiasi ionisasi atau penyuntikkan media pengkontras, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik mamografi yang ada sekarang ini. Sistem pelayanan kesehatan, pemerintah dan komunitas medis sedang mencari metodologi yang lebih baik. Untungnya, sistem CTLM memiliki prospek yang menjanjikan sebagai solusi yang lebih baik.