BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kekurangan vitamin A (KVA) dikenal sebagai xerophtalmia yang dapat berlanjut pada kebutaan. Meskipun prevalensi xerophtalmia semakin menurun dan sudah jarang ditemukan, tapi ternyata prevalensi kekurangan vitamin A tingkat sub klinis yang dilihat dari rendahnya kadar retinol serum masih banyak ditemukan. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan balita menjadi rentan terhadap penyakit infeksi. Vitamin A merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA dan diare pada anak (Fedriansyah, dkk, 2010) Salah satu strategi departemen kesehatan dalam menanggulangi masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah dengan cara pemberian kapsul vitamin A pada anak umur 6-59 bulan dan ibu nifas setiap 6 bulan. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Rinaningsih (2007) tiga bulan setelah pemberian kapsul vitamin A, sebanyak 56,8% balita mempunyai kadar retinol serum yang rendah. Penelitian lain menyebutkan meskipun sudah mendapat kapsul vitamin A setiap 6 bulan, ternyata anak dengan kadar retinol serum yang rendah sebesar 68,5% (Fedriansyah, dkk, 2010). Hal ini menunjukkan pemberian kapsul vitamin A belum dapat memecahkan masalah kekurangan vitamin A. Faktor-faktor yang mempengaruhi status vitamin A seseorang adalah jumlah asupan vitamin A, faktor yang mendukung dan menghambat 1 penyerapan, status protein, dan infeksi pada tubuh. Lemak dapat meningkatkan penyerapan vitamin A, sedangkan fitat dan senyawa antigizi lain dapat menghambat penyerapan. Status protein dan infeksi juga memiliki peran penting terhadap status vitamin A tubuh. Kadar retinol serum yang rendah setelah konsumsi vitamin A diduga karena rendahnya asupan protein. Protein berperan dalam pengangkutan mikronutrien termasuk vitamin A. Vitamin A dalam bentuk retinol didistribusikan ke organ lain melalui plasma darah dengan diikat oleh retinol binding protein. Hal ini didukung oleh penelitian Rosa (2012) rata-rata asupan protein ibu nifas dengan retinol serum rendah adalah 52, 81 gram. Sedangkan untuk ibu nifas dengan retinol serum yang normal, rata-rata asupan proteinnya adalah 75 gram. Strategi yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi sumber vitamin A dan protein yang cukup untuk mendukung proses penyerapan vitamin A dari organ pencernaan ke pembuluh darah. Salah satu sumber vitamin A adalah ubi jalar kuning. Ubi jalar kuning memiliki kandungan beta karoten (pro vitamin A), yaitu 53,15 mg per 100 g ubi segar (Fauzia, 2012). Salah satu sumber protein yang mudah dijangkau oleh masyarakat adalah tempe. Kadar protein tempe yaitu 18,3 gram per 100 gram tempe (Omosebi, 2013). Keunggulan tempe adalah mempunyai protein dengan mutu baik karena kandungan asam aminonya yang lengkap (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Untuk meningkatkan penerimaan terhadap kedua zat gizi tersebut adalah dengan cara dicampurkan dalam satu produk makanan yang dapat diterima oleh konsumen. Salah satu produk yang cukup populer dan disenangi oleh berbagai kalangan masyarakat adalah cookies. Menurut 2 Faridah (2008), tepung yang umumnya digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung terigu. Tepung ubi jalar kuning berpotensi mengganti tepung terigu karena selain kadar pati yang tinggi (79,81%) (Marahastuti, 1993),rasio amilosa dan amilopektin yang hampir sama. Tepung terigu memiliki rasio amilosa dan amilopektin 74:26 (Praptiningsih, dkk, 2003), sedangkan tepung ubi jalar kuning 75:25 (Antarlina dan Utomo, 1993) Cookies ubi jalar kuning dengan penggunaan 100% tepung ubi jalar kuning disukai secara organoleptik tetapi mempunyai kadar protein yang rendah (Lutfika, 2006). Substitusi tepung tempe dapat menambah kadar protein cookies (Azni, 2013) . Pengaruh lain dari substitusi tepung tempe adalah pada kekerasan, warna, dan daya terima (Bakara, 1996). Kekerasan cookies dipengaruhi oleh kadar protein dan kemampuan mengikat air. Pada cookies berbahan dasar tepung terigu, semakin banyak tepung tempe yang disubstitusikan, akan meningkatkan nilai kekerasan sehingga teksturnya semakin kompak. Menurut Indriyani (2007), kekerasan mempengaruhi daya terima panelis. Semakin tinggi nilai kekerasan, semakin tinggi pula skor daya terima cookies. Beberapa faktor yang mempengaruhi warna cookies antara lain komposisi proksimat bahan, suhu dan waktu pemanggangan serta adanya reaksi browning. Warna dapat mempengaruhi kenampakan cookies. Menurut Bakara (1996) reaksi millard menyebabkan turunnya kecerahan dan intensitas warna pada tepung tempe, yang dapat berdampak pada produk turunannya. Adanya gula pada cookies juga dapat mempengaruhi warna akibat reaksi karamelisasi. Warna produk juga mempengaruhi skor penerimaan panelis 3 Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang substitusi tepung tempe terhadap kekerasan, warna, dan daya terima cookies ubi jalar kuning. B. PERUMUSAN MASALAH Bagaimana pengaruh substitusi tepung tempe terhadap kekerasan, warna, dan daya terima pada cookies ubi jalar kuning? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh substitusi tepung tempe terhadap kekerasan, warna dan daya terima pada cookies ubi jalar kuning 2. Tujuan khusus a. Mengukur kekerasan cookies ubi jalar kuning yang dibuat dengan substitusi tepung tempe. b. Mengukur warna cookies ubi jalar kuning yang dibuat dengan substitusi tepung tempe c. Mengukur daya terima cookies ubi jalar kuning yang dibuat dengan substitusi tepung tempe. d. Menganalisis pengaruh substitusi tepung tempe terhadap kekerasan pada cookies ubi jalar kuning. e. Menganalisis pengaruh substitusi tepung tempe terhadap warna pada cookies ubi jalar kuning. 4 f. Menganalisis pengaruh substitusi tepung tempe terhadap daya terima cookies ubi jalar meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan keseluruhan. g. Menginternalisasi nilai-nilai keislaman D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Peneliti a. Menambah pengalaman dalam menerapkan ilmu gizi yang telah dipelajari b. Menambah pengetahuan dalam melakukan penelitian dalam bidang gizi pangan. c. Sebagai bahan masukan apabila mengadakan penelitian masyarakat tentang selanjutnya. 2. Bagi Masyarakat a. Memberikan informasi kepada penganekaragaman suatu produk dari ubi jalar dan tempe. b. Sebagai alternatif makanan yang tinggi kadar vitamin A sehingga mengurangi ketergantungan terhadap kapsul vitamin A. Serta penambahan sumber protein untuk membantu proses penyerapan vitamin A. 3. Bagi Pemerintah a. Memberikan dukungan terhadap peningkatan keanekaragaman pangan fungsional berbasis pangan lokal. b. Sebagai bahan pertimbangan untuk dikembangkan sebagai produk makanan tambahan. 5 E. RUANG LINGKUP Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai pengaruh substitusi tepung tempe terhadap kekerasan, warna, dan daya terima cookies ubi jalar kuning. 6