ARTIKEL LAPORAN KASUS PENGELOLAAN KETIDAK EFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA NY.R DENGAN VERTIGO DIRUANG FLAMBOYAN III RSUD KOTA SALATIGA Oleh : MURYA GHOFUR TRIYANTO 0131740 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 LAPORAN KASUS PENGELOLAAN KETIDAK EFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA Ny. R DENGAN VERTIGO DI RUANG FLAMBOYAN III RSUD KOTA SALATIGA Murya Ghofur Triyanto*, Ummu Muntamah**, Tri Susilo*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran [email protected] ABSTRAK Bersihan jalan napas adalah saluran pernapasan yang bebas dari sekret maupun obstruksi. Penumpukan sekret merupakan kondisi terdapatnya dahak pada saluran pernapasan yang sudah dikeluarkan, sehingga mengganggu aktivitas udara yang keluar ataupun masuk kedalam paru-paru Masalah utama pada pasien dengan vertigo ketidak efektifan bersihan jalan napas. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan ketidak efektifan bersihan jalan napas pada pasien dengan Vertigo di Ruang Flamboyan III RSUD Salatiga. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam ketidak efektifan bersihan jalan napas dengan fisioterapi dada. Pengelolaan ketidak efektifan bersihan jalan napas dilakukan selama 2 hari pada Ny. R. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang. Hasil pengelolaan didapatkan data subjektif pasien mengatakan dahak sudah bisa di keluarkan. Data obyektif pasien masih terlihat batuk berdahak. Saran bagi perawat di rumah sakit agar memahami dan menguasai konsep-konsep keperawatan khususnya dengan masalah ketidak efektifan bersihan jalan napas dan mampu mengaplikasikan di lapangan kerja. Kata kunci : Ketidak Efektifan Bersihan Jalan Napas, fisioterapi dada Kepustakaan : 15 (2006-2015) PENDAHULUAN penderitanya merasa bergerak atau berputa, puyeng, atau merasa seolaholah benda 1 benda di sekitar penderita Nyeri kepala adalah rasa nyeri bergerak atau berputar. Vertigo biasanya atau rasa tidak mengenakkan di seluruh disertai dengan mual dan kehilangan daerah kepala dengan batas bawah dari keseimbangan dan vertigo dapat dagu sampai ke belakang kepala. berlangsung hanya beberapa saat atau Berdasarkan penyebabnya digolongkan bisa berlanjut sampai beberapa jam nyeri kepala primer dan nyeri kepala bahkan hari. Penderita kadang-kadang sekunder. Nyeri kepala primer adalah merasa lebih baik jika berbaring, tetapi nyeri kepala yang tidak jelas kelainan vertigo dapat terus berlanjut meskipun anatomi atau kelainan struktur, yaitu penderitanya tidak bergerak sama sekali migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri (Fransisca, 2013). kepala klaster dan nyeri kepala primer Vertigo merupakan gejala kunci lainnya.Nyeri kepala sekunder adalah yang menandakan adanya gangguan nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan sistem vestibuler dan kadang merupakan anatomi maupun kelainan struktur dan gejala kelainan labirin. Namun, tidak bersifat kronis progresif, antara lain jarang vertigo merupakan gejala dari meliputi kelainan non vaskuler (Akbar, gangguan sistemik lain (misalnya; obat, 2010). hipotensi, penyakit endokrin, dan Vertigo sesuai dengan akar sebagainya) (Wahyudi 2012). Gangguan katanya, dari bahasa Yunani ‘vetere’, pada otak kecil yang mengakibatkan yang berarti berputar. Vertigo mengacu vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pada adanya sensasi di mana pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbukan vertigo (Fransisca, 2013). Menurut Rahmad (2010) dalam Sumarliyah (2011), otak memproses data-data dan menggunakan informasi untuk penilaian yang cepat terhadap 3 kepala, badan, sendi dan mata. Ketika sistem keseimbangan tidak berfungsi, maka dapat menyusuri masalah kembali pada suatu gangguan dari salah satu dari ketiga sistem sensoris atau memproses data (otak). Masalah-masalah dari tiaptiap area tersebut berhubungan dengan sistem-sistem sensoris atau otak. Fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau tidak fisiologis atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan maka proses pengolahan informasi akan terganggu akibatnya muncul gejala vertigo. Gejala utama dari vertigo adalah sensasi pada tubuh atau ruangan yang terasa bergerak atau berputar. Gejala lain dari vertigo antara lain kesulitan untuk menelan, penglihatan ganda, masalah dalam gerakan mata, kelumpuhan di daerah wajah, bicara tidak jelas, dan tungkai terasa lemah. Pada beberapa orang, sensasi berputar dapat memicu mual dan muntah (Gandhi, 2012). Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000 orang, wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna Paroxysmal Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009). Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam 1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu follow up study menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5 tahun. Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010, widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% –7% yang diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2010). Melalui studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD Kota Salatiga pada bulan April 2016, didapatkan data jumlah pasien vertigo berdasarkan kelompok umur tahun 2015. METODE PENGELOLAAN Pengkajian atau yang disebut juga pengumpulan data adalah langkah awal dalam pengambilan keputusan yang menghasilkan diagnosis (Wilkinson,2016).Pengkajian terdiri dari dua metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Autoanamnesa adalah pengumpulan dan verifikasi data dari sumber primer atau langsung kepada pasien, sedangkan alloanamnesa adalah pengumpulan dan verifikasi data dari sumber sekunder atau informasi lain dari keluarga, tenaga kesehatan, rekam medik dan lain-lain( Potter& Perry,2010). Pada riwayat penyakit,hal yang perlu diketahui adalah keluhan utama. Keluhan utama adalah alasan spesifik kenapa pasien membutuhkan pertolongan (Wong, 2009) dari hasil pengkajian didapatkan data subjektif pada kasus Ny.R keluhan utama yaitu batuk. Pada Data pengkajian yang diperoleh dari Ny.R didapatkan data subjektif klien mengatakan sesak dan batuk. Sedangkan data obyektif RR: 24 kali per menit, irama napas reguler, kedalaman dangkal dan terdapat tarikan interkosta. Penulis juga menemukan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan pada hemoglobin yaitu 9,5 g/dl, sedangkan nilai normalnya adalah 14-18 g/dl. Hb yang rendah dapat menjadi kan sesak karena tugas utama hemoglobin mengangkut oksigen yang disalurkan oleh keseluruh tubuh, maka seandainya kekurangan darah, oksigen yang diedarkan pun mengalami kekurangan. HASIL Intervensi yang dilakukan adalah dengan menggunakan indikator Airway management yaitu di antaranya posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Intervensi yang kedua lakukan auskultasi suara nafas. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kedalaman dan frekuensi pernapasan bertujuan untuk mengetahui pasien bisa batuk atau tidak dan kedalaman pernapasan dikaji dengan mengobservasi penyimpangan atau gerakan dinding dada. Intervensi selanjutnya lakukan fisioterapi dada,Fisioterapi dada merupakan kelompok terapi yang digunakan dengan kombinasi untuk memobilisasi sekresi pulmonar. Intervensi yang lain adalah dengan kolaborasi dengan dokter pemberian obat mukolitik, rasional nya untuk mengencerkan sekret agar dahak mudah keluar (Wilkinson, 2016). Pembahasan Dari hasil pengkajian yang penulis lakukan pada hari jum’at tanggal 8 april 2016 hingga sabtu tanggal 9 april 2016 di ruang Flamboyan 3 RSUD Kota Salatiga data yang diperoleh dari pasien dan keluarga yang mendampingi pasien adalah: Identitas pasien Ny.R , usia 74 tahun, agama islam dengan diagnosa medis Vertigo. Pada riwayat penyakit,hal yang dikeluhkan oleh pasien yaitu batuk. Keluhan yang sering dilaporkan penderita Vertigo adalah nyeri kepala, mual, muntah puyeng, nafsu makan turun (George dewanto, 2009). Sedangkan dalam pengkajian di dapatkan keluhan utama adalah batuk. Batuk yang terlalu lama dan sekret yang tidak dapat keluar menyebabkan aliran udara ke otak berkurang. Hal ini menyebabkan nyeri kepala. Dari hasil pengkajian dan observasi yang penulis lakukan, penulis menganalisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas utama, yaitu ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum. Menurut Wilkinson (2016) bersihan jalan napas adalah saluran pernapasan yang bebas dari sekret maupun obstruksi. Penumpukan sekret merupakan kondisi terdapatnya dahak pada saluran pernapasan yang sudah dikeluarkan, sehingga mengganggu aktivitas udara yang keluar ataupun masuk kedalam paru-paru (Carpenito,2007). Sedangkan menurut Hidayat (2008) penumpukan sekret merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorokan. Saluran napas abnormal adalah melebihi suara napas normal dan adanya suara tambahan. Pada tanggal 8 april2016 penulis mengobservasi keadaan umum dengan respon baik dan kesadaran composmentis. Tanda-tanda vital TD: 140/80 mmHg; N: 84; S: 37°C; RR: 24x/menit.Memberikan posisi semi flower dengan respon posisi yang nyaman bagi pasien. Posisi semi flower adalah sikap dalam posisi duduk 30°-40° derajat.Prosedur dari posisi ini adalahmengangkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat (45-90 derajat) denganmeletakkan bantal di bawah pasien sesuai keinginan pasien dan menaikkan lutut daritempat tidur yang rendah untuk menghindari adanya tekanan di bawah jarak poplital (dibawah lutut). Dengan teknik ini pasien akan mendapatkan perasaan lega (nyaman) saat mengalami sesak nafas (Muttaqin, 2012). Selanjutnya mengauskultasi bunyi suara nafas dengan respon terdapat bunyi tambahan ronchi (+) di apek. Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara nafas dasar dan suara nafas tambahan. Auskultasi harus dilakukan di seluruh dada dan punggung, termasuk daerah aksila.Biasanya auskultasi dimulai dari atas ke bawah, dan dibandingkan sisi kiri dan kanan dada. Pada proses auskultasi terdapat suara tambahan ronchi. Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip seperti Wheeze.Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering disebut coarse ratling sound. Suara ini menunjukkan halangan pada saluran udara yang lebih besar oleh sekres(Matondang et al. 2003). Adapun prosedur yang selanjutnya melakukan fisioterapi dada setelah melakukan auskultasi pada paru-paru pasien, kedua memposisikan klien sesuai dengan letak sekret, baluri dada atau punggung pasien (sesuai dengan letak sekret) dengan minyak kayu putih. Selanjutnya yaitu lakukan perkusi (menepuk-nepuk dada atau punggung dengan posisi tangan menungkup) secara lembut, kemudian lakukan vibrasi (mengusap memutar dada atau punggung menggunakan telapak tangan) dengan lembut.Setelah itu berikan pasien air minum hangat agar sekret menjadi lebih encer. Auskultasi kembali suara napas klien (Hidayat,2008). Selanjutnya yaitu memberikan terapi O2 2 liter per menit dengan tujuan alat dalam menurunkan kerja nafas, meningkatkan perhilangan distress respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia (Doenges, 2000), sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energy dari hasil kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan karbondioksida, pertukaran gas pernafasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi, dan difusi. Kesimpulan Hasil pengelolaan yang penulis lakukan selama 2 hari dengan diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan napas dengan hasil belum teratasi yang didukung dengan tingkat pernapasan RR: 24 kali per menit, hal ini belum memenuhi kriteria hasil yang telah ditentukan pada rencana tindakan keperawatan. Saran Diharapkan pasien dan keluarga dapat mengetahui tanda dan gejala, serta mengetahui penyebab vertigo karena apabila tidak segera ditangani vertigo dapat menjadi lebih parah. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L. J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi: 13. Jakarta: EGC Dewanto, George, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fransisca, kristiana. (2013). Awas Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele. Cetakan ke-2. Jakarta: Cerdas sehat Gandhi, widya. (2012). Berteman Dengan Migran. katalog dalam terbitan: Yogyakarta Ginsberg, Lionel. (2008). Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Penerbit Erlangga. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files /disk1/18/01-gdl-nurdianasa861-1-kti-nu-i.pdf. Diakses Pada Tanggal 27 Mei 2016 Jam 17.00 WIB. http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/j k/article/viewFile/140/106. Diakses Pada Tanggal 25 Mei 2016 Jam 23.30 WIB http://stikespemkabjombang.ac.id/ejurnal/i ndex.php/juli2013/article/download/52/99. Diakses pada hari jum’at tanggal 27 Mei 2016 pukul 17.00 WIB. Muttaqin Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba medika. Patria & Fairuz. (2012). Terapi Oksigen Aplikasi Klinis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG. Wilkinson & Judith, M. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC Wilkinson, J. M. (2016). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC. Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume I. Alih bahasa Agus Sutarna dkk. Jakarta: EGC.