Document

advertisement
ISSN: 2085.2754
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN VERTIGO
(Telaah Pustaka)
Oleh
S.Iswahyuni*)
*) Dosen Tetap Akademi Keperawatan Mamba’úl ’Úlum Surakarta
ABSTRAK
Vertigo adalah ilusi gerakan, yaitu pasien merasa bahwa ia sedang berputar di alam raya
(vertigo subyektif) atau bahwa sekelilingnya berputar disekitar dirinya (vertigo objektif). Pasien
mungkin merasa ditarik ke samping, seolah-olah ditarik oleh magnet. Vertigo merupakan tanda
atau gejala dari suatu penyakit tertentu seperti stroke dan tumor. Berdasarkan etiologinya Vertigo
diklasifikasikan menjadi Vertigo jenis perifer (kelainan di telinga dalam) dan Vertigo sentral
(kelainan di batang otak). Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah
susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke
pusat keseimbangan. Gejala yang dirasakan pasien adalah gangguan keseimbangan
(Disequilibrium), kepala terasa ringan, merasa hampir pingsan, gangguan aliran darah, halusinasi
gerakan.
Pengakajian keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien vertigo berfokus kearah tanda
gejala yang yang dirasakan pasien seperti tersebut diatas. Masalah keperawatan yang sering
ditemui pada pasien vertigo adalah adalah : nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan tertekanya otot leher, cemas
berhubungan dengan penurunan fungsi kongnitif dan kurangnya pengetahuan terhadap
penyakitnya
A. Pendahuluan
Vertigo adalah ilusi gerakan, yaitu
pasien merasa bahwa ia sedang berputar
di alam raya (vertigo subyektif) atau
bahwa sekelilingnya berputar disekitar
dirinya (vertigo objektif). Pasien mungkin
merasa ditarik ke samping, seolah-olah
ditarik oleh magnet (Widijanto, 2011:619).
Vertigo merupakan tanda atau gejala
dari suatu penyakit tertentu seperti stroke
dan tumor. Bahkan, beberapa penelitian
menunjukkan, sekitar 10 persen pasien
stroke mengaku mengalami gejala awal
pusing
berputar
(vertigo).Vertigo
penyebabnya macam-macam, salah
satunya gangguan di sentral (otak kiri).
Keluhan vertigo akibat gangguan pada
bagian sentral (stroke dan tumor)
khususnya tidak banyak dan hanya 20
persen saja. Pasalnya, sebagian besar
JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33
keluhan vertigo lebih dibanyak dipicu
karena adanya gangguan pada perifer
(vertigo posisi) (Kurniawan, 2013).
Angka kejadian vertigo memang
cukup tinggi.Dari sejumlah penelitian
menyebutkan hampir setengah dari
populasi manusia pernah mengalami
keluhan dizzinez dan sepertiganya berupa
vertigo.Seperti yang diungkapkan oleh dr
suratno, SpS (K), spesialis saraf RSUD Dr
Moewardi Surakarta, angka penelitian
menyebutkan kejadian vertigo sekitar 20
persen pada sekelompok orang dalam
kurung waktu satu bulan. Pada umumnya
vertigo ditemukan sebesar 4-7 persen dari
keseluruhan populasi dan hanya 15
persen yang diperiksa ke dokter. Vertigo
menempati posisi kedua setelah keluhan
nyeri kepala. Sedangkan di poliklinik saraf
RSUD Dr. Moewardi menempati posisi
26
keempat setelah nyeri, nyeri kepala, dan
stroke, dan menempati posisi kedua di
bangsal rawat inap (Widiantoro, 2013).
B.
Pengertian
Vertigo adalah ilusi gerakan, yaitu
pasien merasa bahwa ia sedang berputar
di alam raya (vertigo subyektif) atau
bahwa sekelilingnya berputar disekitar
dirinya (vertigo objektif). Pasien mungkin
merasa ditarik ke samping, seolah-olah
ditarik oleh magnet (Widijanto, 2011:619).
Vertigo adalah gangguan kesadaran
dan gangguan orientasi tubuh terhadap
ruang. Perasaan yang timbul adalah
berputarnya tubuh atau lingkunganya
(Prout, 2009:102).
Vertigo adalah perasaan berputar
atau berpusing, merupakan simtom,
bukan suatu penyakit (Soepardi,
2003:102).
C. Etiologi
Berikut ini dapat dicermati penyebab
vertigo yang sering dijumpai, menurut
Faisal (2004:169-170) antara lain:
1. Vertigo jenis perifer (kelainan di telinga
dalam)
a. Neuronitis vestibuler.
b. Vertigo posisional benigna (jinak).
c. Penyakit meniere.
d. Trauma.
e. Fisiologis.
f. Obat-obatan.
g. Tumor di fossa posterior dasar
tengkorak (misalya, neuroma
akustik).
2. Vertigo sentral (kelainan di batang
otak)
a. Stroke batang otak.
b. TIA Transient Ischemic Atack
vertebrobasiler.
c. Kanker.
d. Migraine basiler.
e. Trauma.
f. Pendarahan
di
otak
kecil
(serebellum).
g. Infark batang otak atau serebellum.
h. Degenerasi spinoserebellar.
3. Lain-lain
Asuhan Keperawatan pada Pasien Vertigo
a.
Keracunan obat ( misalnya,
obat anti kejang dan obat
penenang (sedatif).
b. Kekurangan hormone tiroid.
c. Infeksi.
D. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat
ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran.
Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus
menerus menyampaikan impulsnya ke
pusat keseimbangan. Susunan lain yang
berperan ialah sistem optik dan proprioseptik,
jaras-jaras
yang
menghubungkan
nuclei
vestibularis
dengan nuclei N. III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis dan vestibulospinalis.
Informasi
yang
berguna
untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor
vestibuler,
visual
dan
proprioseptik,
reseptor
vestibuler
memberikan kontribusi paling besar, yaitu
lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor
visual dan yang paling kecil kontribusinya
adalah proprioseptik Dalam kondisi
fisiologis atau normal, informasi yang tiba
di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler,
visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya
dalam keadaan sikron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang
muncul berupa penyesuaian otot-otot
mata dan perggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat
keseimbangan tubuh di perifer atau
sentral dalam kondisi tidak normal atau
tidak fisiologis, atau ada rangsang
gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi akan
terganggu, akibatnya muncul gejala
vertigo dan gejala otonom disamping itu,
respons penyesuaian otot menjadi tidak
adekuat sehingga muncul gerakan
abnormal yang dapat berupa nistagmus,
27
unsteadiness, ataksia saat berdiri atau
berjalan dan gejala lainya (Price, 2006:5761).
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis vertigo menurut,
Faisal (2004:157-158) sebagai berikut:
1. Rasa
terganggu
keseimbangan
(disequilibrium) Penyebab karena
gangguan vestibuler, gangguan
proprioseptif (misalnya, pada tabes
dorsalis), serta gangguan susunan
saraf pusat, otak kecil (serebellum),
alat labirin di dalam telinga,
keracunan obat, dan tumor di
dataran tengkorak bagian belakang
(ossa posterior).
2. Kepala rasa ringan
Bila disebabkan efek samping obat
seperti obat anti hipertensi dan obat
penenang, atau karena gangguan
umum seperti demam dan gangguan
metabolik. Penderita sakit jiwa sering
mengeluh kepala sangat ringan atau
kepala terasa penuh.
3. Merasa hampir pingsan, hilang, sinkop
atau black out.
4. Sering pada gangguan aliran darah
seperti pada penyakit jantung,
gangguan pembuluh darah otak,
gangguan irama jantung, anemia,
dan efek samping obat-obatan.
5. Vertigo (halusinasi gerakan)
Penderita merasa lingkunganya
berputar atau dirinya berputar
terhadap lingkungan. Umumnya
terjadi karena gangguan vestibuler,
kadang-kadang disertai nigtagmus
atau bola mata bergerak-gerak ke
samping.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada vertigo
menurut Lumbantobing (2007:43-63)
ialah:
1. Vertigo posisional benigna (VPB)
Latihan : latihan posisional dapat
membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB.
Latihan ini dilakukan pada pagi hari
JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33
dan merupakan kegiatan yang
pertama pada hari itu. Penderita
duduk dipinggir tempat tidur, kemudian
ia merebahkan dirinya pada posisinya
untuk
membangkitkan
vertigo
posisionalnya, setelah vertigo mereda
ia kembali keposisi duduk semula.
Gerakan ini diulang kembali sampai
vertigo melemah atau mereda.
Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari,
tiap hari sampai tidak didapatkan lagi
respon vertigo.
Obat-obatan : obat anti
vertigo seperti miklisin, betahistin atau
fenergen dapat digunakan sebagai
terapi simtomatis sewaktu melakukan
latihan atau jika muncul eksaserbasi
atau serangan akut. Obat ini menekan
rasa enek (nausea) dan rasa pusing.
Namun ada penderita yang merasa
efek samping obat lebih buruk dari
vertigonya sendiri. Jika dokter
menyakinkan pasien bahwa kelainan
ini tidak berbahaya dan dapat mereda
sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat
mengurangi gangguan.
2. Neurotis Vestibular
Terapi famakologi dapat berupa terapi
spesifik misalnya pemberian anti
biotika dan terapi simtomatik.
Nistagmus perifer pada neuranitis
vestibuler lebih meningkat bila
pandangan diarahkan menjauhi telinga
yang terkena dan nistagmus akan
berkurang jika dilakukan fiksasi visual
pada suatu tempat atau benda.
3. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat
khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi
adalah :
a. Meringankan serangan vertigo :
untuk meringankan vertigo dapat
dilakukan upaya : tirah baring, obat
untuk sedasi, anti muntah dan anti
vertigo. Pemberian penjelasan
bahwa
erangan
tidak
membahayakan jiwa dan akan
mereda dapat lebih membut
28
menderita tenang atau toleransi
terhadap serangan berikutnya.
b. Mengusahakan agar serangan
tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk
mencegah kambuh kembaki,
beberapa
ahli
ada
yang
menganjurkan diet rendah garam
dan diberi diuretic. Obat anti
histamin dan vasodilator mungkin
pula memberikan efek tambahan
yang baik.
c. Terapi bedah : diindikasikan bila
serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindakan
konservatif dan penderita menjadi
infalid tidak dapat bekerja atau
kemungkinan
kehilangan
pekerjaanya.
4.Presbiastaksis (disekuilibrium pada
usia lanjut)
Rasa tidak stabil serta gangguan
keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis
rendah dengan tujuan meningkatkan
mobilisasi. Misalnya dramamine,
prometazin,
diazepam,
pada
penderita ini latihan vertibulerdan
latihan gerak dapat membantu. Bila
perlu beri tongkat agar rasa percaya
diri meningkat dan kemungkinan
jatuh dikurangi.
5.Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan
vertigo pada ketinggian terjadi
karena terdapat ketidaksesuaian
antara rangsang vestibuler dan
visual yang diterima otak. Pada
penderita ini dapat diberikan obat
anti vertigo.
6.Strok (pada daerah yang didarahi oleh
arteri vertebrobasiler)
a. TIA : Transient Ischemic Atack
yaitu stroke ringan yang gejala
klinisnya pulih sempurna dalam
kurun waktu 24 jam.
b. RIND:
Reversible
Ishemic
Neurologi
Defisit
yaitu
penyembuhan sempurna terjadi
lebih dari 24 jam.
Asuhan Keperawatan pada Pasien Vertigo
Meskipun ringan kita harus
waspada dan memberikan terapi
atau penanganan yang efektif
sebab kemungkinan kambuh
cukup besar, dan jika kambuh
bisa meninggalkan cacat.
G. Komplikasi
Vertigo terjadi bukan karena faktor
keturunan, namun beberapa faktor yang
menyebabkan vertigo seperti serangan
migrain, radang pada leher, kelainan pada
syaraf, gangguan penglihatan, mabuk
kendaraan, mabuk, pengaruh alkohol dan
obat-obatan, adanya infeksi bakteri pada
telinga, kekurangan asupan oksigen ke
otak, hingga tekanan emosional atau
stress. Munkin masing-masing individu
karyawan memiliki riwayat penyakit yang
berpotensi memunculkan vertigo. Bisa
jadi, tekanan pekerjaan yang berujung
pada stress, disadari atau tidak ikut adil
mendatangkan vertigo. Dalam beberapa
kasus, adanya kerusakan pada saraf yang
berasal dari otak ke telinga, misalnya
adanya tumor atau taruma pada kepala,
dapat menyebabkan vertigo yang hebat.
Kondisi lain yang kadang-kadang
menimbulkan vertigo. Antara lain
pengerasan
pembuluh
darah
(arteriosclorosis),
gangguan
pada
pembuluh darah otak (stroke) serta obatobatan tertentu yang dapat menyebabkan
perubahan dalam tekanan darah serta
peredaran darah. Kafein, nikotin serta
alkohol pada sebagian orang juga dapat
menimbulkan rasa penting atau pusing
(Anie, 2003 : 145-146).
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut
Faisal (2004:184-189)
1. Tes Romberg yang dipertajam
Pada pemeriksaan ini :
a. Penderita berdiri dengan posisi
kaki yang satu di depan kaki lainya
dan tumit kaki yang satu berada di
depan jari kaki yang sebelahnya
(tandem). Lengan dilipat pada
dada, mata ditutup.
29
b. Orang normal bias berdiri dalam
posisi begini selama 30 detik atau
lebih. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui apakah ada gangguan
keseimbangan.
c. Berdiri dengan satu kaki dengan
mata terbuka kemudian ditutup,
merupakan pemeriksaan untuk
mengetahui apakah ada gangguan
keseimbangan.
2. Tes melangkah di tempat (steping test)
Pada pemeriksaan ini:
a. Penderita berjalan di tempat
dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti
berjalan biasa.
b. Penerita diminta untuk tetap di
tempat.
c. Pada akhir pemeriksaan penderita
beranjak dari tempat semula tidak
lebih 1 meter dan posisi badan
tidak berputar lebih dari 30 derajat.
3. Tes salah tunjuk (past-pointing)
Pada pemeriksaan ini:
a. Penderita disuruh merentangkan
tangan,
kemudian
disuruh
menyentuh telunjuk pemeriksa.
b. Kemudian dengan mata tertutup,
disuruh mengangkat lengan tingitingi. Kemudian kembali ke posisi
semula. Bila ada gangguan
keseimbangan akan terjadi salah
tunjuk (deviasi).
c. Tes ini bias dilakukan dengan
tangan kiri dan tangan kanan.
4. Tes maneuver nylen-barany atau
maneuver hallpike
Pemeriksaan ini menimbulkan
vertigo dan nistagmus.
Pada tes ini:
a. Penderita disuruh di tempat
tidur pemeriksaan.
b. Kemudian penderita berbaring
sampai kepala tergantung di
pinggir tempat tidur dengan
sudut sekitar 30 derajat dengan
bidang datar.
JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33
c. Tes diulang dengan kepala
melihat lurus dan kepala
menoleh ke kiri atau ke kanan.
d. Mata tetap dibuka agar
pemeriksa bias melihat bola
mata penderita apakah terjadi
nistagmus atau tidak. Kepada
penderita ditanyakan apa yang
dia rasakan apakah merasakan
vertigo yang dirasakan seperti
yang terjadi sebelumnya.
5. Tes kalori
Tes ini mudah dilakukan dan
mudah diduplikasi. Tes ini juga
menggunakan alat yang sederhana
dan dapat diperiksa kedua telinga
penderita. Kepekaan seseorang
terhadap rangsang kalori sangat
bervariasi, hingga dilakukan mulai
dari rangsangan yang ringan
dengan
harapan
nistagmus
dengan rasa vertigo hanya ringan
dan tidak disertai mual dan
muntah. Bila penderita tidak
sensitife, diberikan rangsangan
yang lebih kuat.
6. Elektronistagmografi
Ini adalah modifikasi tes kalori
tetapi
pencatatan
nistagmus
tercatat dalam kertas, begitu juga
lama dan arah gerakan. Prinsip
gambar mirip dengan gambar
elektrokardiograf untuk mencatat
gerakan denyut jantung.
7. Posturografi
Dalam
mempertahankan
keseimbangan, terdapat 3 unsur
penting yaitu system visual, system
vestibuler,
dan
system
somatosensorik. Dengan tes
posturografi dapat dievakuasi
ketiga system tersebut.
30
I.
Fokus pengkajian
Fokus pengkajian menurut (Doengoes,
2011 : 250-252) sebagai berikut:
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala: letih, lelah, malaise,
keterbatasan akibat keadaan,
ketegangan
mata,
kesulitan
membaca, lemah, insomia, bangun
pada pagi hari dengan disertai nyeri
kepala, sakit kepala yang hebat
pada saat perubahan postur tubuh
aktivitas (kerja) atau karena
perubahan cuaca.
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi.
Tanda:
hipertensi,
denyutan
vaskuler, mis daerah temperol,
pucat, wajah tampak kemerahan.
3. Integritas ego
Gejala:
faktor-faktor
setress
emosional atau lingkungan tertentu,
perasaan
ketidakmampuan,
keputusan,
ketidakberdayaan,
depresi.
Tanda: kekuatiran, (takut akan
sesuatu yang terjadi), ansietas,
peka rangsang selama sakit kepala,
mekanisme represif atau defensif
(sakit kepala kronis).
4. Makanan atau cairan
Gejala: makan-makanan yang tinggi
kandungan vasoaktifnya, misalnya:
kafein, coklat, bawang, keju,
alkohol, anggur, advokat, MSG,
saus, hotdog, daging, tomat,
makanan berlemak, jeruk (pada
migren), mual/muntah, anoreksia
(selama nyeri), penurunan berat
badan.
5. Neurosensori
Gejala: pening, disoriensi (selama
sakit kepala), tidak mampu
berkonsentrasi, riwayat kejang,
cidera kepala yang baru terjadi,
trauma, stroke, infeksi intrakranial,
kraniotomi, aura: visual, olfaktorius,
tinnitus, perubahan visual, sensitif
terhadap, cahaya/suara yang keras,
epistaksis, parestesia, kelemahan
progresif, paralisis, satu sisi
temporer.
Tanda: perubahan dalam pola
bicara atau proses piker, mudah
terangsang,
peka
terhadap
stimulus, penurunan refleks tendon
dalam, papiledema.
6. Nyeri atau kenyamanan
Gejala:
karakteristik
nyeri
tergantung pada jenis sakit kepala
mis.
Migren: mungkin menyeluruh atau
uniieteral, kedatan kuat, mungkin
dimulai pada sekeliling, mata dan
menyebar kedua mata.
Cluster: paroksismal, tiba-tiba tidak
berdenyut,
unilateral
kuat,
mencakup mata, pelipis, leher,
wajah, hidung tersumbat, cairan
terkumpul dibawah mata, rinorea,
wajah
kemerahan,
biasanya
berlangsung 30-90 menit, terjadi
periode remisi.
Ketegangan otot: awitan, bertahap,
bilateral, teras tertekan, tidak
berdenyut, intermiten sedang,
fronto-oksipal, sesak atau kaku,
sakit, mungkin tidak pulih dalam
waktu lama.
Meningeal: nyeri berat, menyelurh,
dan konstan, mungkin menjalar ke
daerah leher.
Tanda: nyeri, kemerahan, pucat
pada daerah wajah, fokus
penyempit, fokus pada diri sendiri,
respon emosional atau perilaku tak
terarah, seperti menangis, gelisah,
otot-otot daerah leher menegng,
riginitas nukal.
7. Keamanan
Gejala: riwayat alergi atau reaksi
alergi.
Tanda: demam (sakit kepala
meningeal),
gangguan
cara
berjalan, parastesia, paralisis,
drainase nasal purulen (sakit kepala
pada gangguan sinus).
8. Interaksi sosial
Gejala: perubahan dalam tanggung
jawab peran atau interaksi sosial
yang
berhubungan
dengan
penyakit.
9. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: riwayat hipertensi, migren,
stroke, penyakit mental pada
keluarga.
Penggunaan alkohol atau obat lain
termasuk kafein, kontrasepsi oral,
hormon menopaure.
Pertimbangan: DRG menunjukkan
rerata lama dirawat 3-5hari.
Rencana pemulangan: mungkin
membutuhkan
perubahan,
pengobatan atau tindakan bantuan
pada tugas-tugas rumah sakit
selama episode sakit.
J. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan menurut Price
(2006: 57-61) adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Gangguan pola tidur dan istirahat
berhubungan dengan tertekanya
otot leher.
3. Cemas
berhubungan
dengan
penurunan fungsi kongnitif dan
kurangnya pengetahuan terhadap
penyakitnya.
K. Fokus intervensi
Fokus intervensi menurut Doenges
(2011:253-258) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan
: nyeri teratasi
Kriteria hasil
: melaporkan nyeri
berkurang atau terkontrol, tanda
vital dalam batas normal, ekspresi
wajah rileks, menunjukkan perilaku
untuk mengurangi kekambuhan.
Intervensi :
a. Kaji intensitas nyeri dengan
skala 0-10
Rasional : nyeri merupakan
pengalaman subyektif dan harus
dijelaskan oleh pasien.
JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33
b. Ukur tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui keadaan
vital pasien, apakah derajat
nyeri dapat mengakibatkan
perubahan tanda vital.
c. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : posisi yang nyaman
dapat membuat pasien rileks.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi
Rasional : menghilangkan
ketegangan dan meningkatkan
relaksasi otot.
e. Berikan
lingkungan
yang
nyaman dan tenang
Rasional : menurukan stimulasi
yang berlebihan dan dapat
mengurangi sakit kepala.
f. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : mengurangi rasa
nyeri.
Selanjutnya fokus intervensi
yang kedua dan ketiga
menurut
Tarwoto (2010:160-161) adalah :
2. Gangguan pola tidur dan istirahat
berhubungan dengan tertekanya
otot pada leher.
Tujuan : pasien dapat tidur 6-8 jam
setiap malam, secara
verbal mengatakan dapat
lebih rileks dan lebih segar.
Kriteria hasil : pasien tidak sering
terbangun, pasien tampak segar
wajahnya saat bangun tidur.
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian masalah
gangguan
tidur
pasien,
katarakteristik, dan penyebab
kurang tidur
Rasional
:
memberikan
informasi
dasar
dalam
menentukan
rencana
keperawatan.
b. Lakukan mandi air hangat
sebelum tidur
Rasional : meningkatkan tidur.
32
c. Anjurkan makan yang cukup
satu jam sebelum tidur
Rasional : meningkatkan tidur
d. Keadaan tempat tidur yang
nyaman, bersih, dan bantal
yang nyaman
Rasional : meningkatkan tidur
e. Berikan pengobatan seperti
analgetik dan sedatife setengah
jam sebelum tidur
Rasional
:
menguranggi
gangguan tidur.
3. Cemas
berhubungan
dengan
penurunan fungsi kongnitif dan
kurangnya pengetahuan terhadap
penyakitnya.
Tujuan
:
pasien dapat
menurunkan kecemasan
Kriteria hasil
: pasien
mengungkapkan kondisinya dan
bagaimana pengobatanya, pasien
tidak bertanya-tanya tentang kondisi
penyakitnya saat ini, ekpresi wajah
pasien tidak tampak gelisah.
a. Lakukan pengkajian kembali
mengenai riwayat pasien masuk
rumah sakit
Rasional : indentifikasi factor
penyebaba cemas.
b. Monitor hubungan perilaku
cemas, aktifitas, dan kejadian
setiap 2 jam
Rasional : ketika cemas
meningkat, pasien kurang
kooperatif
dan
ada
kemungkinan terjadi perubahan
rencana keperawatan.
c. Berikan ketenangan dengan
memberikan lingkungan yang
nyaman
Rasional : lingkungan yang
nyaman
membantu
memfokuskan pikiran dan
aktifitas.
d. Lakukan hubungan yang lebih
akrab dengan pasien sebelum
tidur
Asuhan Keperawatan pada Pasien Vertigo
Rasional
:
menimbulkan
kepercayaan
dan
pasien
merasa nyaman.
e. Lakukan teknik relaksasi: teknik
nafas dalam dan membaca
Rasional
:
relaksasi
menurunkan kecemasaan
DAFTAR PUSTAKA
Anie.
2013.Asuhan
Keperawatan
Vertigo.(online).(http://www.scribd.com/
doc/ 47163418/Asuhan-KeperawatanVertigo akses 20 mei 2013. jam.
15.30WIB)
Doengoes, Marylin, E. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan
Pasien
(terjemahan).
Jakarta : EGC.
Kurniawan. 2011. Vertigo Bisa Jadi Gejala
Awal Stroke. (online)
Lumbantobing, S.M. 2007. Vertigo Tujuh
Keliling. Jakarta : FKUI.
Price, S.A, &. Wilson. L.M 2006.
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses –
proses Penyakit. Vol.2 Jakarta : EGC.
Prout, B.J, & Cooper, J.G. 2009. Pedoman
Praktis Diagnosa Klinik. Tangerang :
Binapura Aksara Publisher.
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2003.
Penatalaksanaan
Penyakitdan
Kelainan Telinga Hidung Tenggorok.
Jakarta : FKUI.
Widiantoro, 2010. Angka Kejadian Vertigo
Tinggi. (online)
Widijanto, Gianto dkk. 2011. Menafsirkan
Tanda – tanda dan Gejala Penyakit.
Jakarta : indeks.
Yatim, Faisal. 2004. Sakit Kepala, Migrain,
dan Vertigo. Jakarta :Pustaka Populer
Obor.
33
Download