ISSN: 2085.2754 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN VERTIGO (Telaah Pustaka) Oleh S.Iswahyuni*) *) Dosen Tetap Akademi Keperawatan Mamba’úl ’Úlum Surakarta ABSTRAK Vertigo adalah ilusi gerakan, yaitu pasien merasa bahwa ia sedang berputar di alam raya (vertigo subyektif) atau bahwa sekelilingnya berputar disekitar dirinya (vertigo objektif). Pasien mungkin merasa ditarik ke samping, seolah-olah ditarik oleh magnet. Vertigo merupakan tanda atau gejala dari suatu penyakit tertentu seperti stroke dan tumor. Berdasarkan etiologinya Vertigo diklasifikasikan menjadi Vertigo jenis perifer (kelainan di telinga dalam) dan Vertigo sentral (kelainan di batang otak). Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Gejala yang dirasakan pasien adalah gangguan keseimbangan (Disequilibrium), kepala terasa ringan, merasa hampir pingsan, gangguan aliran darah, halusinasi gerakan. Pengakajian keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien vertigo berfokus kearah tanda gejala yang yang dirasakan pasien seperti tersebut diatas. Masalah keperawatan yang sering ditemui pada pasien vertigo adalah adalah : nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan tertekanya otot leher, cemas berhubungan dengan penurunan fungsi kongnitif dan kurangnya pengetahuan terhadap penyakitnya A. Pendahuluan Vertigo adalah ilusi gerakan, yaitu pasien merasa bahwa ia sedang berputar di alam raya (vertigo subyektif) atau bahwa sekelilingnya berputar disekitar dirinya (vertigo objektif). Pasien mungkin merasa ditarik ke samping, seolah-olah ditarik oleh magnet (Widijanto, 2011:619). Vertigo merupakan tanda atau gejala dari suatu penyakit tertentu seperti stroke dan tumor. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan, sekitar 10 persen pasien stroke mengaku mengalami gejala awal pusing berputar (vertigo).Vertigo penyebabnya macam-macam, salah satunya gangguan di sentral (otak kiri). Keluhan vertigo akibat gangguan pada bagian sentral (stroke dan tumor) khususnya tidak banyak dan hanya 20 persen saja. Pasalnya, sebagian besar JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33 keluhan vertigo lebih dibanyak dipicu karena adanya gangguan pada perifer (vertigo posisi) (Kurniawan, 2013). Angka kejadian vertigo memang cukup tinggi.Dari sejumlah penelitian menyebutkan hampir setengah dari populasi manusia pernah mengalami keluhan dizzinez dan sepertiganya berupa vertigo.Seperti yang diungkapkan oleh dr suratno, SpS (K), spesialis saraf RSUD Dr Moewardi Surakarta, angka penelitian menyebutkan kejadian vertigo sekitar 20 persen pada sekelompok orang dalam kurung waktu satu bulan. Pada umumnya vertigo ditemukan sebesar 4-7 persen dari keseluruhan populasi dan hanya 15 persen yang diperiksa ke dokter. Vertigo menempati posisi kedua setelah keluhan nyeri kepala. Sedangkan di poliklinik saraf RSUD Dr. Moewardi menempati posisi 26 keempat setelah nyeri, nyeri kepala, dan stroke, dan menempati posisi kedua di bangsal rawat inap (Widiantoro, 2013). B. Pengertian Vertigo adalah ilusi gerakan, yaitu pasien merasa bahwa ia sedang berputar di alam raya (vertigo subyektif) atau bahwa sekelilingnya berputar disekitar dirinya (vertigo objektif). Pasien mungkin merasa ditarik ke samping, seolah-olah ditarik oleh magnet (Widijanto, 2011:619). Vertigo adalah gangguan kesadaran dan gangguan orientasi tubuh terhadap ruang. Perasaan yang timbul adalah berputarnya tubuh atau lingkunganya (Prout, 2009:102). Vertigo adalah perasaan berputar atau berpusing, merupakan simtom, bukan suatu penyakit (Soepardi, 2003:102). C. Etiologi Berikut ini dapat dicermati penyebab vertigo yang sering dijumpai, menurut Faisal (2004:169-170) antara lain: 1. Vertigo jenis perifer (kelainan di telinga dalam) a. Neuronitis vestibuler. b. Vertigo posisional benigna (jinak). c. Penyakit meniere. d. Trauma. e. Fisiologis. f. Obat-obatan. g. Tumor di fossa posterior dasar tengkorak (misalya, neuroma akustik). 2. Vertigo sentral (kelainan di batang otak) a. Stroke batang otak. b. TIA Transient Ischemic Atack vertebrobasiler. c. Kanker. d. Migraine basiler. e. Trauma. f. Pendarahan di otak kecil (serebellum). g. Infark batang otak atau serebellum. h. Degenerasi spinoserebellar. 3. Lain-lain Asuhan Keperawatan pada Pasien Vertigo a. Keracunan obat ( misalnya, obat anti kejang dan obat penenang (sedatif). b. Kekurangan hormone tiroid. c. Infeksi. D. Patofisiologi Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuclei vestibularis dengan nuclei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik, reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik Dalam kondisi fisiologis atau normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sikron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan perggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom disamping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, 27 unsteadiness, ataksia saat berdiri atau berjalan dan gejala lainya (Price, 2006:5761). E. Manifestasi klinis Manifestasi klinis vertigo menurut, Faisal (2004:157-158) sebagai berikut: 1. Rasa terganggu keseimbangan (disequilibrium) Penyebab karena gangguan vestibuler, gangguan proprioseptif (misalnya, pada tabes dorsalis), serta gangguan susunan saraf pusat, otak kecil (serebellum), alat labirin di dalam telinga, keracunan obat, dan tumor di dataran tengkorak bagian belakang (ossa posterior). 2. Kepala rasa ringan Bila disebabkan efek samping obat seperti obat anti hipertensi dan obat penenang, atau karena gangguan umum seperti demam dan gangguan metabolik. Penderita sakit jiwa sering mengeluh kepala sangat ringan atau kepala terasa penuh. 3. Merasa hampir pingsan, hilang, sinkop atau black out. 4. Sering pada gangguan aliran darah seperti pada penyakit jantung, gangguan pembuluh darah otak, gangguan irama jantung, anemia, dan efek samping obat-obatan. 5. Vertigo (halusinasi gerakan) Penderita merasa lingkunganya berputar atau dirinya berputar terhadap lingkungan. Umumnya terjadi karena gangguan vestibuler, kadang-kadang disertai nigtagmus atau bola mata bergerak-gerak ke samping. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada vertigo menurut Lumbantobing (2007:43-63) ialah: 1. Vertigo posisional benigna (VPB) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33 dan merupakan kegiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya, setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo. Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan. 2. Neurotis Vestibular Terapi famakologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neuranitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nistagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda. 3. Penyakit Meniere Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere. Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah : a. Meringankan serangan vertigo : untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa erangan tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih membut 28 menderita tenang atau toleransi terhadap serangan berikutnya. b. Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembaki, beberapa ahli ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin pula memberikan efek tambahan yang baik. c. Terapi bedah : diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan oleh obat atau tindakan konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaanya. 4.Presbiastaksis (disekuilibrium pada usia lanjut) Rasa tidak stabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi. Misalnya dramamine, prometazin, diazepam, pada penderita ini latihan vertibulerdan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi. 5.Sindrom Vertigo Fisiologis Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo. 6.Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteri vertebrobasiler) a. TIA : Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam. b. RIND: Reversible Ishemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan sempurna terjadi lebih dari 24 jam. Asuhan Keperawatan pada Pasien Vertigo Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau penanganan yang efektif sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa meninggalkan cacat. G. Komplikasi Vertigo terjadi bukan karena faktor keturunan, namun beberapa faktor yang menyebabkan vertigo seperti serangan migrain, radang pada leher, kelainan pada syaraf, gangguan penglihatan, mabuk kendaraan, mabuk, pengaruh alkohol dan obat-obatan, adanya infeksi bakteri pada telinga, kekurangan asupan oksigen ke otak, hingga tekanan emosional atau stress. Munkin masing-masing individu karyawan memiliki riwayat penyakit yang berpotensi memunculkan vertigo. Bisa jadi, tekanan pekerjaan yang berujung pada stress, disadari atau tidak ikut adil mendatangkan vertigo. Dalam beberapa kasus, adanya kerusakan pada saraf yang berasal dari otak ke telinga, misalnya adanya tumor atau taruma pada kepala, dapat menyebabkan vertigo yang hebat. Kondisi lain yang kadang-kadang menimbulkan vertigo. Antara lain pengerasan pembuluh darah (arteriosclorosis), gangguan pada pembuluh darah otak (stroke) serta obatobatan tertentu yang dapat menyebabkan perubahan dalam tekanan darah serta peredaran darah. Kafein, nikotin serta alkohol pada sebagian orang juga dapat menimbulkan rasa penting atau pusing (Anie, 2003 : 145-146). H. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang menurut Faisal (2004:184-189) 1. Tes Romberg yang dipertajam Pada pemeriksaan ini : a. Penderita berdiri dengan posisi kaki yang satu di depan kaki lainya dan tumit kaki yang satu berada di depan jari kaki yang sebelahnya (tandem). Lengan dilipat pada dada, mata ditutup. 29 b. Orang normal bias berdiri dalam posisi begini selama 30 detik atau lebih. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada gangguan keseimbangan. c. Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka kemudian ditutup, merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada gangguan keseimbangan. 2. Tes melangkah di tempat (steping test) Pada pemeriksaan ini: a. Penderita berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa. b. Penerita diminta untuk tetap di tempat. c. Pada akhir pemeriksaan penderita beranjak dari tempat semula tidak lebih 1 meter dan posisi badan tidak berputar lebih dari 30 derajat. 3. Tes salah tunjuk (past-pointing) Pada pemeriksaan ini: a. Penderita disuruh merentangkan tangan, kemudian disuruh menyentuh telunjuk pemeriksa. b. Kemudian dengan mata tertutup, disuruh mengangkat lengan tingitingi. Kemudian kembali ke posisi semula. Bila ada gangguan keseimbangan akan terjadi salah tunjuk (deviasi). c. Tes ini bias dilakukan dengan tangan kiri dan tangan kanan. 4. Tes maneuver nylen-barany atau maneuver hallpike Pemeriksaan ini menimbulkan vertigo dan nistagmus. Pada tes ini: a. Penderita disuruh di tempat tidur pemeriksaan. b. Kemudian penderita berbaring sampai kepala tergantung di pinggir tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat dengan bidang datar. JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33 c. Tes diulang dengan kepala melihat lurus dan kepala menoleh ke kiri atau ke kanan. d. Mata tetap dibuka agar pemeriksa bias melihat bola mata penderita apakah terjadi nistagmus atau tidak. Kepada penderita ditanyakan apa yang dia rasakan apakah merasakan vertigo yang dirasakan seperti yang terjadi sebelumnya. 5. Tes kalori Tes ini mudah dilakukan dan mudah diduplikasi. Tes ini juga menggunakan alat yang sederhana dan dapat diperiksa kedua telinga penderita. Kepekaan seseorang terhadap rangsang kalori sangat bervariasi, hingga dilakukan mulai dari rangsangan yang ringan dengan harapan nistagmus dengan rasa vertigo hanya ringan dan tidak disertai mual dan muntah. Bila penderita tidak sensitife, diberikan rangsangan yang lebih kuat. 6. Elektronistagmografi Ini adalah modifikasi tes kalori tetapi pencatatan nistagmus tercatat dalam kertas, begitu juga lama dan arah gerakan. Prinsip gambar mirip dengan gambar elektrokardiograf untuk mencatat gerakan denyut jantung. 7. Posturografi Dalam mempertahankan keseimbangan, terdapat 3 unsur penting yaitu system visual, system vestibuler, dan system somatosensorik. Dengan tes posturografi dapat dievakuasi ketiga system tersebut. 30 I. Fokus pengkajian Fokus pengkajian menurut (Doengoes, 2011 : 250-252) sebagai berikut: 1. Aktivitas atau istirahat Gejala: letih, lelah, malaise, keterbatasan akibat keadaan, ketegangan mata, kesulitan membaca, lemah, insomia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala, sakit kepala yang hebat pada saat perubahan postur tubuh aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca. 2. Sirkulasi Gejala: riwayat hipertensi. Tanda: hipertensi, denyutan vaskuler, mis daerah temperol, pucat, wajah tampak kemerahan. 3. Integritas ego Gejala: faktor-faktor setress emosional atau lingkungan tertentu, perasaan ketidakmampuan, keputusan, ketidakberdayaan, depresi. Tanda: kekuatiran, (takut akan sesuatu yang terjadi), ansietas, peka rangsang selama sakit kepala, mekanisme represif atau defensif (sakit kepala kronis). 4. Makanan atau cairan Gejala: makan-makanan yang tinggi kandungan vasoaktifnya, misalnya: kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, advokat, MSG, saus, hotdog, daging, tomat, makanan berlemak, jeruk (pada migren), mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat badan. 5. Neurosensori Gejala: pening, disoriensi (selama sakit kepala), tidak mampu berkonsentrasi, riwayat kejang, cidera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke, infeksi intrakranial, kraniotomi, aura: visual, olfaktorius, tinnitus, perubahan visual, sensitif terhadap, cahaya/suara yang keras, epistaksis, parestesia, kelemahan progresif, paralisis, satu sisi temporer. Tanda: perubahan dalam pola bicara atau proses piker, mudah terangsang, peka terhadap stimulus, penurunan refleks tendon dalam, papiledema. 6. Nyeri atau kenyamanan Gejala: karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala mis. Migren: mungkin menyeluruh atau uniieteral, kedatan kuat, mungkin dimulai pada sekeliling, mata dan menyebar kedua mata. Cluster: paroksismal, tiba-tiba tidak berdenyut, unilateral kuat, mencakup mata, pelipis, leher, wajah, hidung tersumbat, cairan terkumpul dibawah mata, rinorea, wajah kemerahan, biasanya berlangsung 30-90 menit, terjadi periode remisi. Ketegangan otot: awitan, bertahap, bilateral, teras tertekan, tidak berdenyut, intermiten sedang, fronto-oksipal, sesak atau kaku, sakit, mungkin tidak pulih dalam waktu lama. Meningeal: nyeri berat, menyelurh, dan konstan, mungkin menjalar ke daerah leher. Tanda: nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus penyempit, fokus pada diri sendiri, respon emosional atau perilaku tak terarah, seperti menangis, gelisah, otot-otot daerah leher menegng, riginitas nukal. 7. Keamanan Gejala: riwayat alergi atau reaksi alergi. Tanda: demam (sakit kepala meningeal), gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulen (sakit kepala pada gangguan sinus). 8. Interaksi sosial Gejala: perubahan dalam tanggung jawab peran atau interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit. 9. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala: riwayat hipertensi, migren, stroke, penyakit mental pada keluarga. Penggunaan alkohol atau obat lain termasuk kafein, kontrasepsi oral, hormon menopaure. Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3-5hari. Rencana pemulangan: mungkin membutuhkan perubahan, pengobatan atau tindakan bantuan pada tugas-tugas rumah sakit selama episode sakit. J. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan menurut Price (2006: 57-61) adalah : 1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. 2. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan tertekanya otot leher. 3. Cemas berhubungan dengan penurunan fungsi kongnitif dan kurangnya pengetahuan terhadap penyakitnya. K. Fokus intervensi Fokus intervensi menurut Doenges (2011:253-258) adalah sebagai berikut: 1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : nyeri teratasi Kriteria hasil : melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol, tanda vital dalam batas normal, ekspresi wajah rileks, menunjukkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan. Intervensi : a. Kaji intensitas nyeri dengan skala 0-10 Rasional : nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien. JK eM-U, Volume IV, No.12, 2012: 27 – 33 b. Ukur tanda-tanda vital Rasional : mengetahui keadaan vital pasien, apakah derajat nyeri dapat mengakibatkan perubahan tanda vital. c. Atur posisi senyaman mungkin Rasional : posisi yang nyaman dapat membuat pasien rileks. d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi Rasional : menghilangkan ketegangan dan meningkatkan relaksasi otot. e. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasional : menurukan stimulasi yang berlebihan dan dapat mengurangi sakit kepala. f. Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : mengurangi rasa nyeri. Selanjutnya fokus intervensi yang kedua dan ketiga menurut Tarwoto (2010:160-161) adalah : 2. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan tertekanya otot pada leher. Tujuan : pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam, secara verbal mengatakan dapat lebih rileks dan lebih segar. Kriteria hasil : pasien tidak sering terbangun, pasien tampak segar wajahnya saat bangun tidur. Intervensi : a. Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien, katarakteristik, dan penyebab kurang tidur Rasional : memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan. b. Lakukan mandi air hangat sebelum tidur Rasional : meningkatkan tidur. 32 c. Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur Rasional : meningkatkan tidur d. Keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih, dan bantal yang nyaman Rasional : meningkatkan tidur e. Berikan pengobatan seperti analgetik dan sedatife setengah jam sebelum tidur Rasional : menguranggi gangguan tidur. 3. Cemas berhubungan dengan penurunan fungsi kongnitif dan kurangnya pengetahuan terhadap penyakitnya. Tujuan : pasien dapat menurunkan kecemasan Kriteria hasil : pasien mengungkapkan kondisinya dan bagaimana pengobatanya, pasien tidak bertanya-tanya tentang kondisi penyakitnya saat ini, ekpresi wajah pasien tidak tampak gelisah. a. Lakukan pengkajian kembali mengenai riwayat pasien masuk rumah sakit Rasional : indentifikasi factor penyebaba cemas. b. Monitor hubungan perilaku cemas, aktifitas, dan kejadian setiap 2 jam Rasional : ketika cemas meningkat, pasien kurang kooperatif dan ada kemungkinan terjadi perubahan rencana keperawatan. c. Berikan ketenangan dengan memberikan lingkungan yang nyaman Rasional : lingkungan yang nyaman membantu memfokuskan pikiran dan aktifitas. d. Lakukan hubungan yang lebih akrab dengan pasien sebelum tidur Asuhan Keperawatan pada Pasien Vertigo Rasional : menimbulkan kepercayaan dan pasien merasa nyaman. e. Lakukan teknik relaksasi: teknik nafas dalam dan membaca Rasional : relaksasi menurunkan kecemasaan DAFTAR PUSTAKA Anie. 2013.Asuhan Keperawatan Vertigo.(online).(http://www.scribd.com/ doc/ 47163418/Asuhan-KeperawatanVertigo akses 20 mei 2013. jam. 15.30WIB) Doengoes, Marylin, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan). Jakarta : EGC. Kurniawan. 2011. Vertigo Bisa Jadi Gejala Awal Stroke. (online) Lumbantobing, S.M. 2007. Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta : FKUI. Price, S.A, &. Wilson. L.M 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol.2 Jakarta : EGC. Prout, B.J, & Cooper, J.G. 2009. Pedoman Praktis Diagnosa Klinik. Tangerang : Binapura Aksara Publisher. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2003. Penatalaksanaan Penyakitdan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : FKUI. Widiantoro, 2010. Angka Kejadian Vertigo Tinggi. (online) Widijanto, Gianto dkk. 2011. Menafsirkan Tanda – tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta : indeks. Yatim, Faisal. 2004. Sakit Kepala, Migrain, dan Vertigo. Jakarta :Pustaka Populer Obor. 33