bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SERAT KELAPA (COCONUT FIBER)
Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa
(cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family palm),
dimana serat ini tidak berbau, ringan, tebal, kuat dan memiliki ketahanan terhadap
abrasi [11].
Ada dua jenis serat kelapa, yaitu :
1. Serat coklat (brown fibre)
Serat ini dihasilkan dari buah kelapa yang sudah tua. Serat coklat memiliki
karakteristik tebal, kuat dan memiliki ketahanan abrasi yang tinggi
2. Serat putih (white fiber)
Serat ini dihasilkan dari kelapa yang belum matang (kelapa muda). Serat putih
bertekstur lebih lembut dan halus namun cenderung memiliki kelemahan.
Secara komersial serat kelapa dapat dikategorikan 3 bentuk yaitu namely
bristle (serat panjang), mattress (serat pendek) dan decoticated (serat campuran).
Jenis – jenis serat ini memiliki kegunaan yang berbeda tergantung dengan
kebutuhannya. Di bidang teknik, serat coklat lebih sering digunakan [12].
2.2
KOMPOSISI KIMIA SERAT KELAPA
Serat kelapa merupakan limbah lignoselulosa yang dapat digunakan sebagai
pelarut organik. Pada dasarnya lignoselulosa terdiri atas tiga penyusun utama, yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin yang saling terikat erat membentuk satu kesatuan
[13].
Selulosa merupakan komponen struktural utama sel dinding yang memberikan
kekuatan mekanis dan stabilitas kimia untuk tanaman. Selulosa adalah β-1,4polyacetal of cellobiose (4-O- β-D-glucopyranosyl-D-glucose) atau lebih sering
dianggap sebagai polimer glukosa selobiosa terdiri dari dua molekul glukosa. Rumus
kimia selulosa (C6H10O5)n.
5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Struktur Tunggal Molekul Selulosa [13]
Selulosa adalah bahan yang relatif higroskopis dapat menyerap 8-14% air
dibawah atmosfer normal (20oC, kelembaban relatif 60%). Namun selulosa tidak
larut dalam air namun hanya mengalami pembengkakan (Swelling). Selulosa larut
dalam larutan asam encer maupun asam pekat [13].
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai berat molekul lebih
kecil daripada selulosa. Hemiselulosa tidak larut dalam air pada suhu rendah, namun
dapat dihidrolisis pada suhu yang lebih rendah dari selulosa. Adanya penambahan
asam dengan kadar yang tinggi sangat meningkatkan kelarutan hemiselulosa dalam
air [13].
Lignin merupakan komponen utama penyusun kayu selain selulosa dan
hemiselulosa. Lignin terdiri dari molekul – molekul polifenol yang berfungsi sebagai
pengikat sel – sel kayu satu sama lain, sehingga menjadi keras dan kaku, selain itu
mengakibatkan kayu mampu meredam kekuatan mekanis yang dikenakan
terhadapnya [6].
Gambar 2.2 Struktur dari Tiga Dimensi Polimer Lignin, (1) P-Coumaryl, (2)
Coniferyl, (3) Sinapyl Alcohol [13]
6
Universitas Sumatera Utara
Adapun komposisi kimia serat kelapa dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Serat kelapa [11]
Komponen
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Zat ekstraktif
Komposisi (%)
44%
12 %
33%
6%
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter,
alkohol, bensin dan air. Adapun zat ekstraktif yang terkandung dalam serat kelapa
yaitu pigmen, tanin, lilin lemak, amilum [14].
2.3
PEREKAT LIKUIDA
Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan
untuk mengikat dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan. Perekat merupakan
salah satu bahan utama yang sangat penting dalam industri pengolahan kayu,
khususnya komposit. Dari total biaya produksi kayu yang dibuat dalam berbagai
bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dari 32 % adalah biaya perekatan [1].
Perekat likuida adalah hasil reaksi antara lignin pada serbuk bahan yang
digunakan dengan senyawa aromatik pada suhu tinggi sehingga diperoleh suatu
larutan yang dapat digunakan sebagai perekat [6].
Adapun standarisasi kualitas perekat likuida mengacu pada standarisasi fenol
formaldehida cair untuk perekat kayu lapis.
Tabel 2.2 Kualitas Fenol Formaldehida Cair Untuk Perekat Kayu Lapis [15]
Parameter
Bentuk
Kenampakan
pH (25oC)
Kekentalan (25oC)
Specific gravity (25oC)
Sisa penguapan
Waktu gelatinasi (100oC)
Formaldehid bebas
Satuan
cps
%
menit
%
SNI 06-4567-1998
Cair
Merah kehitaman dan bebas dari
kotoran
10-13
130 -300
1,165-1,2
40-45
≥ 30
≤ 1 % [16]
7
Universitas Sumatera Utara
2.4
MEKANISME REAKSI LIKUIFIKASI LIGNOSELULOSA
2.4.1
Reaksi Likuifikasi Karbohidrat
Karbohidrat dalam kayu terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Komponen
tersebut mudah terdegradasi dan dapat menghasilkan beberapa zat sakarida (gula)
melalui reaksi hidrasi menggunakan katalis asam pada kondisi 150 oC, terutama
untuk hemiselulosa.
Selulosa pertama kali terdegradasi melalui pembelahan β-O-4 obligasi akibat
terjadinya rekasi hidrasi dengan ion hidrogen dari katalis asam (seperti gambar 2.3).
glukosa adalah unit dasar dari selulosa. Pada tahap likuifikasi, selulosa dapat
dilikuifikasi kedalam bentuk etilen glikol (EG) atau polietilen glikol (PEG)glukosida ketika alkohol polihidrat seperti EG atau PEG dengan berat molekul rata –
rata 400, digunakan sebagai larutan likuifikasi. Dengan perpanjangan waktu
likuifikasi, EG/PEG-glukosida dapat terurai menjadi 2-hydroxyethyl levulinate
dengan
menggunakan
EG
sebagai
reagen
likuifikasi
dan
menjadi
5-
hydroxymethylfurfural (HMF) dengan menggunakan PEG sebagai reagen likuifikasi.
Fenol juga dapat digunakan sebagai pelarut likuifikasi.
selulosa
Reaksi Hidrasi
pada 150 oC
seloligosakarida
glukosa
Likuifikasi
Alkohol Polihidrik
fenol
Phenolated compounds
EG/PEG-glukosida
EG
2-hydroxyethyl levulinate
PEG
5-hydroxymethylfurfural
Perpanjangan waktu reaksi
Residu kondensasi dengan berat molekul besar dan produk
cair dengan berat molekul yang rendah
Gambar 2.3 Mekanisme Likuifikasi Selulosa dengan Berbagai Larutan Likuifikasi
dan Katalis dengan Perpanjangan Waktu Reaksi [17]
8
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap akhir likuifikasi selulosa, turunan HMF akan terurai melalui proses
polimerisasi,
karena
adanya sejumlah kecil
gugus
hidroksil
yang dapat
mengakibatkan terbentuknya residu terkondensasi. Namun residu terkondensasi
bukan merupakan hasil likuifikasi selulosa tetapi merupakan suatu fragmen yang
larut dalam pelarut organik melalui proses timbal balik antara selulosa dan ikatan
fenol [17].
2.4.2
Reaksi Likuifikasi Lignin
Lignin terdegradasi menjadi turunan guaiacol dan phenolated dari hasil
pembelahan ikatan β-O-4 dengan fenol dengan adanya katalis atau tanpa katalis asam
[17].
Lin, dkk (1997) [18], telah mempelajari serangkaian proses pencairan
Guaiacylglycerol- β-guaiacyl ether (GG) untuk memperjelas mekanisme likuifikasi
lignin, mereka menemukan bahwa kelompok -hidroksil GG terlebih dahulu
diserang oleh ion hidrogen (H+) dari katalis asam dan membentuk ikatan benzen,
kemudian benzen berekasi dengan fenol melalui reaksi substitusi nukleofilik di paraposisi fenol untuk menghasilkan produk phenolated. Reaksi substitusi fenol pada C
dari GG juga dapat membentuk phenolated. Dalam sistem likuifikasi pembelahan
ikatan β-O-4 pada GG akan menghasilkan senyawa guaiacol dan coniferyl alcohol
pada temperatur 250 oC tanpa menggunakan katalis asam.
150 oC
Asam (H+)
Pembelahan pada β-O-4
menghasilkan guaiacol
250 oC
Tanpa
Asam
dan phenolated
Polikondensasi dari produk
setengah jadi
Residu kondensasi dengan
berat molekul besar
Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Likuifikasi Lignin Dengan Fenol dengan Katalis
Asam dan Tanpa Katalis Asam [18]
9
Universitas Sumatera Utara
2.4.3
Reaksi Likuifikasi Kayu
Likuifikasi kayu dianggap sebagai proses interaksional produk likuifikasi dari
selulosa terdegradasi, lignin dan hemiselulosa. Sebagai proses yang kompleks dan
variabel proses, kondisi likuifikasi memiliki efek signifikan pada efisiensi likuifikasi
dan struktur kimia dari produk likuifikasi selama proses likuifikasi dari tiga senyawa
utama. Telah ditemukan bahwa jumlah gugus hidroksil dan jumlah bebas fenol akan
menjadi parameter utama yang mempengaruhi pembentukan residu kental likuifikasi
kayu [17]. Kobayashi dkk (2004) [19], menemukan bahwa ketika selulosa dalam
kayu dilikuifikasi dengan adanya lignin, C1 posisi struktur piranosa dalam selulosa
digantikan oleh gugus hidroksil fenolik dari lignin, karena reaktivitas yang lebih
besar dari
gugus
hidroksil
fenolik dibandingkan fenol;
kompleks
DMF
(Dimethylformamide) larut dalam senyawa, yaitu residu terkondensasi.
2.5
RESORSINOL
Resorsinol adalah 1,3-dihydroxybenzene yang merupakan bahan yang sangat
reaktif karena memiliki efek gabungan dari dua gugus hydroxyl pada cincin aromatik,
[20].
Gambar 2.5 Struktur Resorsinol [7]
Resorsinol memiliki rumus molekul C6H6O2, resorsinol dapat bereaksi dengan
formaldehid membentuk suatu perekat termoset pada suhu kamar.
Resorsinol
(C6H6O2)
Formaldehid
(CH2O)
Hydroxymethyleresorcinol
Gambar 2.6 Reaksi Resorsinol dan Formaldehid [7]
10
Universitas Sumatera Utara
2.6
ANALISA EKONOMI
Sabut kelapa yang merupakan hasil samping dari produksi buah kelapa
memiliki nilai ekonomis yang rendah karena hanya bisa diolah untuk menghasilkan
serat sabut kelapa yang biasanya hanya dimanfaatkan dalam pembuatan sapu, keset,
dan tali tradisional. Produksi sabut kelapa akan meningkat seiring dengan
meningkatnya produksi buah kelapa. Sehingga produksi seratnya juga akan semakin
meningkat.
Pengembangan dari sabut kelapa terus dilakukan, di era modernisasi yang
diikuti oleh perkembangan teknologi semakin meningkatkan pemanfaatan sabut
kelapa yang diubah menjadi coir fiber sheet yang dimanfaatkan untuk lapisan mobil
dan peralatan rumah tangga.
Potensi lain yang dimiliki oleh sabut kelapa yang dapat meningkatkan nilai
ekonomisnya adalah dengan mengubahnya menjadi suatu perekat yang berbasis
alami. Maraknya istilah back to nature dalam pembuatan perekat, memunculkan
suatu ide untuk menjadikan sabut kelapa sebagai bahan baku dalam pembuatan
perekat. Produk perekat likuida sabut kelapa dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
1. Pembuatan partikel sabut kelapa
2. Pembuatan perekat
3. Penambahan resorsinol
4. Analisis produk yang dihasilkan
Berikut merupakan rincian biaya pembuatan perekat likuida sabut kelapa yang telah
dilakukan selama penelitian dengan basis bahan baku sabut kelapa 1 kg.
1. Biaya pembuatan partikel sabut kelapa
: Rp.
10.000
2. Biaya pembuatan perekat
: Rp.
60.000
3. Biaya penambahan resorsinol
: Rp. 405.000
4. Biaya analisis produk
: Rp. 700.000
Rp. 1.175.000
Pada proses pembuatan partikel sabut kelapa dari 1 kg sabut kelapa dihasilkan
300 gram serat sabut kelapa. Serat tersebut kemudian di ubah menjadi partikel
dimana dai 300 gram serat dihasilkan 150 gram partikel sabut kelapa. Dari proses
yang dilakukan diperkirakan menghasilkan produk sebanyak 400 gram perekat sabut
11
Universitas Sumatera Utara
kelapa. Dari rincian biaya yang telah dilakukan tersebut maka total biaya yang
diperlukan untuk produksi perekat likuida sabut kelapa adalah Rp. 1.175.000.
Untuk perekat likuida sabut kelapa belum tersedia di pasaran, namun harga dari
perekat likuida sabut kelapa dapat dibandingkan dengan harga dari perekat fenol
formaldehida sebagai pembandingnya. Harga fenol formaldehida di pasaran yaitu
Rp.132.000/ kg. Dengan demikian fenol formaldehida untuk 1 gram memiliki harga
Rp.132/gram. Oleh karena itu produk yang dihasilkan dari penelitian sebanyak 400
gram memiliki harga jual sebesar Rp. 52.800. harga tersebut tidak sebanding dengan
pengeluaran yang telah dilakukan, tingginya harga resorsinol dan biaya analisis,
menjadikan perekat likuida sabut kelapa kurang layak untuk dipertimbangkan.
12
Universitas Sumatera Utara
Download