EFEKTIFITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT KEPUASAN KERJA KARYAWAN Oleh : Linda Islami Dosen Program Studi Public Relations Universitas Budi Luhur Jakarta [email protected] Abstract The research objective was to determine the relationship between interpersonal communication leadership-employee, fellow employees job satisfaction level of employees in University Budi Luhur Jakarta. Collecting data this study used questionnaires. The questionnaire had 57 items questionnaire consisting of 24 items covering interpersonal communication questionnaire leadership-employee, 23 grains for interpersonal communications employees. 10-point questionnaire for variable job satisfaction. With using random sampling, sample number as many as 127 employees. The data analysis technique used is regression analysis includes descriptive analysis and correlation analysis. Calculation of data using SPSS calculations. Test results from interpersonal communication to employees obtained koefien leader correlation (r) = 0.665, while the interpersonal communication between employees and employees correlation coefficient (r) of 0.476. It can be seen that the correlation coefficient for interpersonal communication with the employees' leadership on job satisfaction is higher compared with the coefficient of correlation exists between employees and employees. Key words : Efektivitas, komunikasi interpersonal, karyawan Pendahuluan Karyawan memiliki kebutuhan dan keinginan informasi untuk mengetahui tugastugasnya dan mengerti seluruh tujuan dan strategi perusahaan. Keterbukaan dan kejujuran kebijakan komunikasi harus dibangun oleh pimpinan dan harus diterima oleh setiap bawahan. Komunikasi dari manajemen-karyawan, karyawan ke manajemen harus jujur dan dibangun pada kepercayaan jika digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan kemajuan perusahaan. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan. Komunikasi yang efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif. Komunikasi karyawan termasuk dalam komunikasi organisasi, dilakukan perusahaan kepada karyawan. Komunikasi karyawan memiliki tiga wujud, yang pertama adalah komunikasi ke bawah ( downward communication) yaitu dari pimpinan perusahaan kepada para karyawan, yang kedua adalah komunikasi ke atas ( up ward communication) yakni komunikasi dari karyawan ke pihak manajemen dan yang ketiga komunikasi sejajar (sideways communication), yakni komunikasi yang berlangsung antara sesama karyawan di dalam suatu organisasi (Jefkins;1995;172) Hubungan atasan dan bawahan merupakan jantung pengelolaan yang efektif. Agar hubungan ini berhasil harus ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan (Muhamad;2001;172). Ukuran manajemen komunikasi interpersonal yang efektif tergantung pada informasi yang disampaikan serta kualitas hubungan yang dibangun. Komunikasi karyawan yang efektif akan memberikan kontribusi terhadap kerja karyawan, perbaikan kerja hasil karya karyawan dan tujuan perusahaan. Perlu dipahami oleh perusahaan bahwa hubungan antara sesama karyawan atau sesama anggota di sebuah organisasi atau perusahaan lebih berfokus pada aspek-aspek manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan-hubungan industri (Industrial relations). Hubungan industri lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Tetapi diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingat hubungan industri juga sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi di kalangan karyawan maupun antar karyawan dengan pihak manajemen Universitas Budi Luhur sebagai institusi pendidikan yang telah lama berdiri dan memiliki karyawan yang cukup banyak dan menganggap komunikasi didalam perusahaan khususnya yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan karyawan maupun komunikasi antar karyawan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Universitas Budi Luhur karyawannya terdiri dari berbagai latar belakang tingkat pendidikan, budaya maupun status sosial yang berbeda yang dapat memungkinkan timbulnya kondisi-kondisi yang tidak diharapkan seperti munculnya kecemburuan sosial, hambatan komunikasi, ketidakpuasan terhadap pendapatan, kesempatan untuk berkarir, fasilitasfasilitas, kurangnya komunikasi terbuka dari pihak pimpinan terhadap karyawan . Berdasarkan latar belakng permasalahan yang ada maka dirumuskan maslah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara efektifitas komunikasi interpersonal (mencakup keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan) dengan kepuasan kerja karyawan Universitas Budi Luhur? Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan efektifitas komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja karyawan di Universitas Budi Luhur Jakarta. Tinjauan Pustaka Komunikasi interpersonal dapat diartikan pertukaran makna antar orang-orang yang saling berkomunikasi.(Sendjaya;1999;41). Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Diantara pihak-pihak yang berkomunikasi diharapkan terjadi perubahan sikap, pendapat dan perilaku. Komunikasi interpersonal merupakan tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Makna, sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi. Dalam komunikasi interpersonal terjadi komunikasi konvergen. Komunikasi konvergen merupakan proses mencipta dan saling berbagi informasi mengenai realita diantara dua partisipan komunikasi atau lebih agar dapat dicapai saling pengertian dan kesepakatan makna (meaning) antara satu dengan yang lain. Komunikasi yang terjadi antara A & B melibatkan realitas fisik maupun realitas psikologis dalam menanggapi sebuah informasi. Masing-masing pihak akan melakukan perceiving (penerapan), lalu menginterprestasikan informasi tersebut sehingga terjadi pemahaman (understanding) dan selanjutnya timbul keyakinan (believing) yang menimbulkan action atau tindakan. Adanya kesamaan tindakan A&B akan menghasilkan tindakan yang kolektif. Selanjutnya terjadi kesepakatan bersama sehingga terjadi kesamaan pengertian yang menimbulkan realitas social A&B. Bersifat konvergen karena masing-masing peserta komunikasi menuju kesatu titik yaitu kearah satu pengertian dan makna yang saling mendekati (Rogers, Kincaid, 1981;62). De Vito mengatakan bahwa komunikasi tidak terjadi secara linier atau satu arah melainkan berkesinambungan. Akan terjadi pergantian peran dan fungsi dari sumber dan penerima. Setelah pesan sampai ke penerima, maka penerima akan memberikan tanggapan atau umpan balik. Umpan balik yang disampaikan kepada orang yang semula menjadi sumber pesan, menempatkan orang yang semula pada posisi penerima pesan menjadi sumber. Dalam komunikasi interpersonal, komunikasi tidak terjadi secara linier tetapi terjadi secara berkesinambungan. Model komunikasi interpersonal dengan elemen-elemen yang bersifat universa (De Vito,1989: 5) Dalam komunikasi interpersonal terdapat istilah mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cubach;1989). Kompetensi mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi. Istilah kompetensi juga berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan juga kemampuan mengenai peraturan-peraturan untuk interaksi komunikasi. Proses komunikasi antara atasan dengan bawahan di dalam organisasi menyangkut kemampuan berbahasa baik verbal maupun non verbal. Pengetahuan tentang tata cara perilaku dan interaksi non verbal menyangkut: kapan berbicara dan kapan harus diam, pantas atau tidaknya sentuhan, kedekatan fisik, volume suara, raut wajah, bahasa tubuh. Selain itu, kompetensi juga berkaitan dengan kemampuan individu untuk menumbuhkan kondisi adanya keterbukaan, empati, kepositifan, dukungan dan kesamaan. Makin tinggi kompetensi perbendaharaan kata makin banyak cara yang dimiliki untuk mengungkapkan diri. Menurut De Vito efektivitas komunikasi interpersonal dalam pandangan Humanistic mengandung unsur-unsur : a. Keterbukaan : Sikap terbuka (open-mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Pimpinan organisasi seyogyanya dapat memfasilitasi kondisi munculnya keterbukaan. Kondisi keterbukaan dapat diwujudkan bila pimpinan maupun karyawan dapat berinteraksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Terjadi komunikasi secara tatap muka penting untuk mengubah sikap , pendapat dan perilaku seseorang. Pimpinan perlu bersikap tanggap terhadap apa yang disampaikan oleh karyawan agar komunikasi dapat berhasil. Keterbukaan mengisyaratkan pimpinan bersedia menerima kritik-kritik dan saran yang disampaikan karyawan. Dengan sikap bersedia menerima kritik dan saran, berarti pimpinan dapat mengakui perasaan dan pikiran yang dilontarkan oleh individu, dalam hal ini karyawan. Menurut pendapat Djalaludin Rakhmat yang dikutip dari pendapat Brooks dan Emmert (1977), karakteristik sikap terbuka adalah sebagai berikut: (a) menilai pesan secara obyektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika;(b) membedakan dengan mudah, melihat suasana;(c) berorientasi pada isi;(d) mencari informasi dari berbagai sumber;(e) lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya;(f) mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya. (Rakhmat;200;136). Sikap terbuka akan berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme. Dogmatisme ditandai adanya sikap tertutup. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keterbukaan berpengaruh dalam komunikasi interpersonal yang efektif. Keterbukaan dapat diwujudkan melalui sikap yang jujur dan membuka diri dalam berinteraksi serta dapat mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan merupakan milik pribadi, sehingga masing-masing pihak yang berkomunikasi dapat bertanggung jawab atas komunikasi yang dilakukan. Dalam komunikasi interpersonal menurut De Vito yang dikutip (Jourard,1968,1971a,1971b) terdapat Self Disclosure atau pengungkapan diri , jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Pengungkapan diri adalah informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan perilaku seseorang . Agar pengungkapan diri terjadi maka komunikasi harus melibatkan orang lain, informasi harus diterima dan dimengerti oleh orang lain. Salah satu manfaat pengungkapan diri adalah kita mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku diri sendiri. b. Empati; Dalam komunikasi antara pimpinan dengan karyawan, maupun sesama karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan bersedia memberikan perhatian kepada karyawan dan dapat mengetahui apa yang sedang dialami oleh karyawan dan empati bisa terwujud hanya bila karyawan dapat menciptakan saling kerjasama, dapat menyelesaikan konflik secara damai serta menghindari evaluasi, kritik terhadap rekan kerja berdasar pandangan atau pendapat pribadi. Empati merupakan “kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata oranglain. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya’.(De Vito;1997;260). Sedangkan menurut Bennet empati adalah “partisipasi emosional dan intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain.(Bennet;1972). Langkah utama dalam mencapai empati menurut C.B. Truax (1961) yang dikutip oleh De Vito adalah (a) menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsir dan mengkritik.Bukan karena reaksi ini “salah”,melainkan semata-mata karena reaksi-reaksi seperti ini sering kali menghambat pemahaman. (b) kedua , makin banyak mengenal seseorang keinginannya, pengalamannya, kemampuannya makin kita mampu melihat apa yang dilihat orang itu dan merasakan seperti apa yang dirasakannya;(c) merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya. Empati dapat diungkapkan baik secara verbal maupun non verbal. Secara non verbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan,(1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai;(2) konsentrasi terpusat melalui kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, kedekatan fisik serta ;(3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya. Sedangkan Jerry Authier dan Kay Gustafson (1982) menyarankan beberapa metode yang berguna untuk mengkomunikasikan empati secara verbal, yaitu : (a) merefleksi balik kepada pembicara perasaan (intensitasnya) yang menurut anda sedang dialaminya. Ini membantu dalam memeriksa ketepatan persepsi dan menunjukkan pemahaman; (b) membuat pernyataan tentative dan bukan mengajukan pertanyaan; (c) pertanyakan pesan yang berbaur, pesan yang komponen verbal dan non verbalnya saling berhubungan (d) lakukan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orang itu untuk mengkomunikasikan pengertian dan pemahaman terhadap apa yang dialami orang itu. Empati harus dilihat secara transaksional. Proses ini meliputi dua tahap utama (1) pengempati yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya. (2) pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi mereka yang menjadi obyek dari suatu prediksi. Proses transaksional empati melibatkan empat unsur yaitu rangsangan(drive),isyarat (cue),reaksi( respone) dan imbalan (reward). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berempati dalam komunikasi interpersonal akan sangat menentukan keberhasilan komunikasi itu sendiri. Empati juga penting untuk menumbuhkan sikap percaya pada diri sendiri. c. Sikap mendukung Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap suportif merupakan sikap mengurangi sikap defensive. Sikap defensive muncul bila individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Dalam komunikasi interpersonal antara pimpinan dengan karyawan maupun sesama karyawan, sikap mendukung berperan dalam menumbuhkan motivasi dan kegairahan kerja karyawan. Sikap mendukung dapat terwujud dalam organisasi, bila pimpinan bersedia menghargai ide-ide atau pendapat karyawan dan memberikan perhatian yang sungguhsungguh ketika berkomunikasi dengan karyawan. Sikap mendukung dapat diperlihatkan dengan bersifat deskriptif bukan evaluatif, spontan dan bukan strategik, dan provisional dan bukan sangat yakin. Deskriptif diartikan bahwa diantara pimpinan dengan karyawan, maupun sesama karyawan dapat menyampaikan perasaan dan persepsi tanpa menilai. Deskriptif, suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap mendukung. Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama, terus terang dan terbuka. Bertindak secara provisional, pikiran terbuka dan kesadaran penuh serta ada kesediaan untuk mengubah sikap dan pendapat akan mendorong sikap mendukung. ( De Vito;1997;262). Jack R. Gibb menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif (1961;10-15) antara lain : (1) Deskriptif artinya penyampaian dan persepsi dari seseorang tanpa menilai seseorang.(2) Orientasi masalah berarti tidak mendiktekan pemecahan tetapi mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya. (3) Spontanitas berarti sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. (4) Empati berarti dapat menempatkan diri kita pada posisi orang lain, ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. (5) Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. (6) Provisionalisme adalah kesediaan seseorang untuk meninjau kembali pendapatnya, untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan; karena itu wajar kalau suatu saat pendapat dan keyakinan bisa berubah. d. Sikap positif Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek komunikasi antar pribadi. Pertama antar pribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif terhdap diri sendiri mengisyaratkan perasaan ini kepada orang lain, yang selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif ini. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah strolog( dorongan) . Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosakata umum, yang dipandang sangat penting dalam analisis transaksional dan dalam interaksi antar manusia secara umum. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang biasanya kita harapkan dan kita banggakan. Dorongan positif akan mendukung citra pribadi dan membuat merasa lebih baik. e. Kesetaraan (Equality ) Kesetaraan adalah suatu keinginan yang secara eksplisit diungkapkan untuk bekerja sama memecahkan masalah tertentu. Secara umum, permintaan (khususnya yang bernada ramah) mengkomunikasikan kesetaraan. Komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga dan masing-masing pihak memiliki sesuatu yang penting untuk disumbangkan, kesetaraan tidak mengharuskan untuk menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan non verbal pihak lain. Kesetaraan berarti menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Roger kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain. ( De Vito;1999;24). Kesetaraan atau persamaan juga dapat diartikan sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, tidak mempertegas perbedaan. Status boleh berbeda tetapi komunikasi tidak vertical. Dalam persamaan setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tidak saling menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama. Dengan adanya persamaan pihak yang terlibat dalam komunikasi juga dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan dan keyakinan. (Rakhmat;2000;135). Kesetaraan dapat terwujud bila didukung oleh adanya kerja sama pimpinan dan karyawan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di dalam pekerjaan mereka. Pimpinan bersedia meminta tanggapan atau saran dari karyawan. Pimpinan dan karyawan menyadari bahwa mereka sama-sama berharga dan bernilai. Pimpinan dapat memandang bahwa konflik yang terjadi adalah sebagai sarana untuk memahami perbedaan dan bukan untuk saling menjatuhkan. Sementara itu, keterbukaan dan kejujuran kebijakan komunikasi harus dibangun oleh manajemen puncak dan harus diterima oleh setiap karyawan. Seperti sebuah kebijakan komunikasi terbuka yang membentuk kepercayaan tidak hanya membangun semangat kerja tetapi juga menumbuhkan aliran informasi yang vital. Komunikasi karyawan adalah komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya. Komunikasi karyawan memiliki tiga wujud yaitu komunikasi ke bawah (downward communication) , komunikasi ke atas (up ward communication) dan komunikasi sejajar (sideways communications). (Jefkins;1995;172) Hipotesis Penelitian Dari uraian teori-teori diatas maka diduga ada hubungan yang signifikan antara efiktifitas komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja karyawan di universitas Budi Luhur. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan berupaya mengambarkan hubungan komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey penelitian. Dimana data dikumpulkan dengan studi pustaka, kuesioner, dan mengumpulkan. Menurut Nazir (1988:65), ”metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual baik institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun daerah”. Operasionalisasi Variabel Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang penelitian, bahwa variabelvariabel yang diteliti adalah sebagai berikut : Variabel independen penelitian ini terdiri dari (1) variabel komunikasi interpersonal pimpinan–karyawan dalam hubungannya dengan kepuasan kerja; (2) variabel komunikasi interpersonal antara sesama karyawan dalam hubungannya dengan kepuasan kerja. Variabel komunikasi interpersonal pimpinan-karyawan ( X1 ) Komunikasi interpersonal pimpinan karyawan, diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut: keterbukaan, empati, sikap positif, Sikap mendukung dan kesetaraan. Variabel Komunikasi interpersonal karyawan - karyawan ( X2 ) Komunikasi interpersonal karyawan –karyawan diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut : Variabel kepuasan Kerja ( Y) Kepuasan kerja : merupakan respon seseorang (sebagai pengaruh) terhadap berbagai macam lingkungan kerja yang dihadapi ( Coleman;1982) variabel ini memiliki sembilan indikator yaitu : 1. Adanya saling percaya dan komunikasi antara atasan dan bawahan 2. Karyawan merasa puas dengan imbalan yang diterima, berupa uang atau gaji 3. Karyawan merasa ada semangat, kerjasama dan loyalitas terhadap pekerjaan 4. Adanya kelancaran komunikasi vertical dan horisontal dalam lingkungan kerja 5. Adanya usaha individu untuk mencapai tujuan yang direncanakan perusahaan 6. Perusahaan dan bagian-bagiannya bekerja dengan baik dan konflik yang terjadi selalu diselesaikan dengan acuan perusahaan 7. Karyawan merasa bangga dan puas dengan jabatan dan pekerjaan yang diberikan perusahaan 8. Antara karyawan dalam perusahaan ada suasana akrab, terbuka dan menyenangkan 9. Disiplin yang tinggi dari karyawan dalam melakukan pekerjaan Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2002:57). Sedangkan sampel merupakan bagian dari sebuah populasi yang mempunyai kuantitas dan karakteristik yang dapat mewakili populasi tersebut. Populasi yang digunakan dalam peneletian ini adalah pimpinan dan karyawan Universitas Budi Luhur yang berjumlah 300 orang. Teknik Pengambilan Sampel Sejalan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan tingkat Kepuasan Kerja Karyawan maka pengambilan sampel dalam penelitian ini memakai teknik Random Sampling. Arikunto (1996:107) mengemukakan bahwa untuk sekedar ancer-ancer apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar, dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Menurut Surakhmad (1994:100) menyarankan, apabila ukuran populasi sebanyak kurang atau sama dengan dengan 100, pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi. Karena jumlah populasi yang akan diteliti karyawan Universitas Budi Luhur berjumlah 300 orang, terletak diantara populasi 100 orang dan 1000 orang, maka penentuan jumlah sampel dapat dirumuskan (Surakhmad,1994:100) sebagai berikut : S 15% 1000 N (50% 15%) 1000 100 Dimana : S = Jumlah sampel yang akan diambil N = jumlah populasi yang ada, N = 300 Sehingga S 15% 15% 1000 300 (50% 15%) 1000 100 700 (35%) 900 15% 0,778(35%) 15% 27,23% 42,23% Jadi jumlah sampel sebesar 300 x 42,23% = 126,69 dibulatkan menjadi responden. Temuan dan Analisa Data Distribusi Responden Dalam penelitian thesis ini mengambil sample sebanyak 127 responden. 127 60.0% 50.0% Percent 40.0% 30.0% 57.48% 42.52% 20.0% 10.0% 0.0% Pria Wanita sex Gambar 1 - Jenis Kelamin Responden Dilihat berdasarkan jenis kelamin responden terdiri dari pria sebanyak 73 orang (57,48 %) dan wanita sebanyak 54 orang (42,52%). 50.0% Percent 40.0% 30.0% 46.46% 20.0% 29.92% 23.62% 10.0% 0.0% SMA D3 S1 didik Gambar 2 - Pendidikan Responden Dilihat dari segi pendidikan responden yang berpendidikan SMA sebanyak 59 orang (46,40%), D3 sebanyak 30 orang (23,62%) dan S1 sebanyak 38 orang (29,92%). 40.0% Percent 30.0% 20.0% 37.01% 34.65% 10.0% 15.75% 12.6% 0.0% < 5 th 6 - 10 th 11 - 15 th > 15 th masa Gambar 3 - Masa Kerja Responden Dilihat dari masa kerja responden yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 16 orang (12,6 %), masa kerja 6 – 10 tahun sebanyak 44 orang (34,65%), masa kerja 11-15 tahun sebanyak 47 orang (37,01%) dan lebih dari 15 tahun sebanyak 20 orang (15,75 %). Deskripsi Data Variabel Berdasarkan jawaban dari responden untuk variabel komunikasi interpersonal antara pimpinan dan karyawan. 70.0% 60.0% Percent 50.0% 40.0% 68.5% 30.0% 20.0% 30.71% 10.0% 0.79% 0.0% Sangat Tidak Memuaskan Tidak Memuaskan Cukup Memuaskan p1 Gambar 4 - Pimpinan Bersikap Terus Terang Dan Terbuka Variabel keterbukaan yang mengenai pertanyaan pimpinan bersikap terus terang dan terbuka, sebagian besar responden menjawab sangat tidak memuaskan sebanyak 30,71 %, tidak memuaskan 68,5%, cukup memuaskan 0,79 %. 70.0% 60.0% Percent 50.0% 40.0% 63.78% 30.0% 20.0% 29.13% 10.0% 7.09% 0.0% Sangat Tidak Memuaskan Tidak Memuaskan Cukup Memuaskan p2 Gambar – 5 Kesediaan Pimpinan Berkomunikasi Tatap Muka Sedangkan pertanyaan mengenai kesediaan pimpinan berkomunikasi tatap muka , responden menjawab sangat tidak memuaskan 29,13 % , tidak memuaskan 63,78 % , cukup memuaskan 7,09 % . 70.0% 60.0% Percent 50.0% 40.0% 60.63% 30.0% 20.0% 25.98% 10.0% 13.39% 0.0% Sangat Tidak Memuaskan Tidak Memuaskan Cukup Memuaskan p3 Gambar 6 - Pimpinan Bersedia Menerima Kritik Pertanyaan yang mengenai pimpinan bersedia menerima kritik responden menjawab sangat tidak memuaskan 25,98 %, tidak memuaskan 60,63 % , cukup memuaskan 13,39 % . 70.0% 60.0% Percent 50.0% 40.0% 62.2% 30.0% 20.0% 30.71% 10.0% 6.3% 0.79% 0.0% Sangat Tidak Memuaskan Tidak Memuaskan Cukup Memuaskan Memuaskan p4 Gambar 7 - Pimpinan Kurang Menerima Ide-Ide Dari Karyawan Pertanyaan mengenai pimpinan kurang menerima ide-ide dari karyawan , responden yang menjawab sangat tidak memuaskan 6,3 % , tidak memuaskan 30,71 %, cukup memuaskan 62,2 % , memuaskan 0,79 % . Untuk variabel empati, pertanyaan yang mengenai pimpinan kurang memberi perhatian terhadap karyawan sebagian besar responden menjawab tidak memuaskan 21,26 %, cukup memuaskan 78,74%. 80.0% Percent 60.0% 40.0% 78.74% 20.0% 21.26% 0.0% Tidak Memuaskan Cukup Memuaskan p8 Gambar 8 - Mengenai Pimpinan Kurang Memberi Perhatian Terhadap Karyawan Pertanyaan pimpinan menghindari evaluasi, kritik, terhadap karyawan jawaban responden cukup memuaskan sebanyak 74,02%, memuaskan 25,98%. 80.0% Percent 60.0% 40.0% 74.02% 20.0% 25.98% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p9 Gambar 9 - Pimpinan Menghindari Evaluasi, Kritik, Terhadap Karyawan 50.0% Percent 40.0% 30.0% 44.88% 20.0% 30.71% 24.41% 10.0% 0.0% Tidak Memuaskan Cukup Memuaskan Memuaskan p11 Gambar 10 - Pimpinan Memberikan Tanggapan Mengenai Tanggapan Yang Berkenaan Dengan Pekerjaan Pertanyaan pimpinan memberikan tanggapan mengenai tanggapan yang berkenaan dengan pekerjaan, responden yang menjawab tidak memuaskan 30,71% , cukup memuaskan 24,41%, memuaskan 44,88%. Variabel sikap mendukung, pertanyaan pimpinan menghargai ide atau pendapat yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan dari karyawan responden yang menjawab cukup memuaskan sebanyak 81,1%, memuaskan 18,9%. 100.0% Percent 80.0% 60.0% 40.0% 81.1% 20.0% 18.9% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p13 Gambar 11 - Pimpinan Menghargai Ide/Pendapat Yang Masuk Akal Dan Dapat Dipertanggungjawabkan Dari Karyawan 60.0% 50.0% Percent 40.0% 30.0% 59.84% 40.16% 20.0% 10.0% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p14 Gambar 12 - Pimpinan Memberikan Perhatian Yang Sungguh-Sungguh Ketika Berkomunikasi Dengan Karyawan Pertanyaan pimpinan memberikan perhatian yang sungguh-sungguh ketika berkomunikasi dengan karyawan responden yang menjawab cukup memuaskan 59,8% , memuaskan 40,2 %. 60.0% 50.0% Percent 40.0% 30.0% 55.91% 44.09% 20.0% 10.0% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p15 Gambar 13 - Pimpinan Selalu Memberikan Kesempatan Kepada Karyawan Untuk Memberikan Pendapatnya Ketika Berkomunikasi Pertanyaan pimpinan selalu memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan pendapatnya ketika berkomunikasi responden yang menjawab cukup memuaskan 55,9%, memuaskan 44,1%. 80.0% Percent 60.0% 40.0% 77.17% 20.0% 22.83% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p16 Gambar 14 - Pimpinan Bersedia Berpikiran Terbuka Serta Bersedia Mendengarkan Pandangan Yang Berbeda Dari Karyawan Pertanyaan pimpinan bersedia berpikiran terbuka serta bersedia mendengarkan pandangan yang berbeda dari karyawan responden yang menjawab cukup memuaskan 77,2% , yang menjawab memuaskan hanya 22,8 %. Variabel sikap positif , pertanyaan tentang rekan kerja bersedia berpikiran terbuka serta bersedia mendengarkan pandangan yang berbeda , sebagian responden menjawab cukup memuaskan 83,5 %, memuaskan 16,5 %. 100.0% Percent 80.0% 60.0% 40.0% 83.46% 20.0% 16.54% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p41 Gambar 15 - Rekan Kerja Bersedia Berpikiran Terbuka Serta Bersedia Mendengarkan Pandangan Yang Berbeda 60.0% 50.0% Percent 40.0% 30.0% 57.48% 42.52% 20.0% 10.0% 0.0% Cukup Memuaskan Memuaskan p42 Gambar 16 - Rekan Kerja Memberikan Pujian Dan Perhatian Atas Prestasi Yang Anda Capai Pertanyaan rekan kerja memberikan pujian dan perhatian atas prestasi yang anda capai, responden yang menjawab cukup memuaskan 57,48%, memuaskan 42,52%. Korelasi Komunikasi Pimpinan & Karyawan ( X1) dengan Kepuasan Kerja (Y) Keterbukaan (X1a) Nilai korelasi antara Keterbukaan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,616 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Empati (X1b) Nilai korelasi antara Empati dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,595 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Empati dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Empati dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Sikap Mendukung (X1c) Nilai korelasi antara Sikap Mendukung dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,777 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan positif antara tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Sikap Positif (X1d) Nilai korelasi anatara Sikap Positif dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,424 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Kesetaraan (X1e) Nilai korelasi antara Kesetaraan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,390 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang lemah dan positif antara tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Sedangkan total nilai koefisien korelasi antara Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,665 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Hubungan Komunikasi Antar Karyawan (X2) dengan Kepuasan Kerja (Y) Keterbukaan (X2a) Nilai korelasi antara Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,402 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Empati (X2b) Nilai korelasi antara Empati dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,185 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang sangat lemah dan positif antara tingkat Empati dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Empati dalam Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Sikap Mendukung (X2c) Nilai korelasi antara Sikap Mendukung dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,067 (untuk level 5%) menunjukkan hubungan yang sangat lemah dan positif antara tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Sikap Positif (X2d) Nilai korelasi antara Sikap Positif dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,742 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan positif antara tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Kesetaraan (x2e) Nilai korelasi antara Kesetaraan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,052 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Nilai korelasi antara Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,476 (untuk level 5%), menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara tingkat Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik). Uji Regresi Linier Dengan menggunakan uji regresi berganda stepwise untuk mengetahui pengaruh komunikasi interpersonal pimpinan & karyawan dan komunikasi interpersonal antar karyawan terhadap kepuasan kerja di Universitas Budi Luhur, diperoleh model sebagai berikut : Tabel 1 Model Regresi berganda Coeffi cientsa Model 1 (Const ant) Komunikas i Pimpinan&Kary awan (Const ant) Komunikas i Pimpinan&Kary awan Komunikas i Antar Karyawan 2 Unstandardized Coeffic ient s St d. B Error 1.601 .176 St andardiz ed Coeffic ient s Beta .665 Collinearity St atist ics t 9.113 Sig. .000 Tolerance VIF 9.942 .000 1.000 1.0 2.501 .014 .584 .059 .629 .252 .508 .056 .578 9.092 .000 .926 1.1 .372 .074 .319 5.026 .000 .926 1.1 a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja Model 1 Kepuasan Kerja = 1,601 + 0,584 Kom.Pimp.&Kary Model 2 Kepuasan Kerja = 0,629 + 0,508 Kom.Pimp.&Kary + 0,372 Kom.Antr.Kary Tabel 2 Koefisien Determinasi Model Summaryc Model 1 2 R .665a .732b Adjusted R Square .437 .529 R Square .442 .536 Std. Error of the Estimate .20548 .18804 DurbinWatson 1.391 a. Predictors: (Constant), Komunikasi Pimpinan&Karyawan b. Predictors: (Constant), Komunikasi Pimpinan&Karyawan, Komunikasi Antar Karyawan c. Dependent Variable: Kepuas an Kerja a Va riables Entered/Re moved Model 1 2 Variables Entered Komunikas i Pimpinan& Karyawan Komunikas i Antar Kary awan Variables Removed Method . St epwise (Criteria: Probability-of-F-t o-enter < = .050, Probability -of-F-to-remove > = .100). . St epwise (Criteria: Probability-of-F-t o-enter < = .050, Probability -of-F-to-remove > = .100). a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja Dengan memeperhatikan nilai koefisien determinasinya, maka Model 2 lebih baik daripada Model 1. Hal ini disebabkan Model 2 mempunyai nilai koefisien determinasi sebesar 0,536 (53,6%) tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dapat dijelaskan oleh variabel Komunikasi Antar Karyawan dan Variabel Komunikasi Pimpinan & Karyawan sedangkan sisanya sebesar 46,4% tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dijelaskan oleh faktor/variabel lain yang tak dibahas dalam tesis ini) sedangkan pada Model 1 hanya mempunyai nilai koefisien determinasi sebesar 0,442 (44,2% tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dapat dijelaskan oleh variabel Komunikasi Antar Karyawan dan Variabel Komunikasi Pimpinan & Karyawan sedangkan sisanya sebesar 55,8% tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dijelaskan oleh faktor/variabel lain yang tak dibahas dalam tesis ini). Pada Model 1, faktor utama yang mempengaruhi Kepuasan Kerja adalah Komunikasi Pimpinan & Karyawan, karena variabel ini mempunyai nilai koefisien beta sebesar 0,584. Sedangkan pada Model 2, faktor utama yang mempengaruhi Kepuasan Kerja adalah Komunikasi Pimpinan & Karyawan, karena variabel ini mempunyai nilai koefisien beta sebesar 0,508, kemudian disusul oleh variabel Komunikasi Antar Karyawan yang hanya mempunyai nilai koefisien beta sebesar 0,372. Nilai koefisien Durbin-Watson sebesar 1,391 menunjukkan tidak adanya kasus autokorelasi dalam model regresi. Pembahasan Hasil pengujian terhadap penelitian tesis ini, menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat dan positif antara komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja karyawan di Universitas Budi Luhur. Hasil pengujian dari komunikasi interpersonal pimpinan dengan karyawan diperoleh koefien korelasi (r) = 0,665, sedangkan komunikasi interpersonal antara karyawan dengan karyawan diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,476. Hal ini dapat dilihat bahwa koefisien korelasi untuk komunikasi interpersonal pimpinan dengan karyawan terhadap kepuasan kerja lebih tinggi dibanding dengan koefisien korelasi yang terjadi antara karyawan dengan karyawan. Faktor –faktor yang menyebabkan hubungan komunikasi interpersonal karyawan dengan karyawan terhadap kepuasan kerja lebih rendah dibanding dengan pimpinan dengan karyawan adalah kurangnya empati dan sikap mendukung antara karyawan dengan karyawan dalam berkomunikasi. Rendahnya hubungan sikap mendukung antara karyawan dengan karyawan disebabkan oleh karyawan kurang mendapat bantuan dari rekan kerjanya bila mendapat persoalan, ide atau pendapat karyawan kurang dihargai dan tidak didukung sesama karyawan, sedangkan untuk faktor empati disebabkan oleh karyawan tidak dapat bekerja sama dengan rekannya, sesama karyawan tidak berusaha menyelesaikan konflik secara damai, karyawan tidak mengenal rekan kerjanya. Dalam berkomunikasi sesama karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati, kondisi empati akan terwujud bila pimpinan atau karyawan bersedia memberikan perhatian dan dapat mengetahui apa yang sedang dialaminya oleh karyawan lainnya, didalam penelitian tesis ini dapat disimpulkan bahwa empati sesama karyawan sangat rendah dikarenakan karyawan tidak ingin mengetahui persoalan apa yang sedang dialami rekan kejanya. Menurut pendapat ahli C.B. Truak (1961) langkah utama dalam mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsir dan mengkritik, dalam penelitian tesis ini karyawan di Universitas Budi Luhur antar sesama karyawan tidak ingin mengkritik atau tidak mau dikritik untuk masalah pekerjaan ataupun masalah diluar pekerjaannya juga antar sesama karyawan tidak saling percaya, sedangkan kemampuan empati dalam komunikasi interpersonal akan sangat menentukan keberhasilan komunikasi itu sendiri dan empati juga penting untuk menumbuhkan sikap percaya pada diri sendiri. Dalam komunikasi interpersonal antara pimpinan dan karyawan atau sesama karyawan sikap mendukung berperan dalam menumbuhkan motivasi dan kegairahan kerja karyawan. Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap mendukung. Hubungan antara sesama karyawan di Universitas Budi Luhur sikap mendukung sesama karyawan sangat rendah dikarenakan suasana di lingkungan Universitas Budi Luhur tidak selalu kondusif , kadang terjadi persaingan diantara sesama karyawan untuk mendapatkan kenaikan promosi jabatan, dikarenakan posisi yang ditawarkan dilingkungan Universitas Budi Luhur tidak banyak, sedangkan jumlah karyawan lebih banyak, sehingga menimbulkan persaingan diantara karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar mendapatkan posisi tersebut. Kondisi seperti ini yang membuat diantara karyawan tidak saling mendukung. Menurut teori Jack R.Gibb menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif (1961;10-15) antara lain : (1) Deskriptif artinya penyampaian dan persepsi dari seseorang tanpa menilai seseorang. (2) Orientasi masalah berarti tidak mendiktekan pemecahan tetapi mengajak orang lain bersama-sama untuk memutuskan bagaimana mencapainya. (3) Spontanitas berarti sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. (4) Empati berarti dapat menempatkan diri kita pada posisi orang lain, ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. (5) Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. (6) Provisionalisme adalah kesediaan seseorang untuk meninjau kembali pendapatnya, untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan, karena itu wajar kalau suatu saat pendapat dan keyakinan bisa berubah. Dari teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sikap mendukung tidak bisa diterapkan dalam hubungan antar karyawan di lingkungan Universitas Budi Luhur. Hal ini lebih karena faktor subjektif dan adanya hubungan keluarga yang sengaja diciptakan untuk membuat persaingan diantara karyawan. Bila persaingan yang sehat diantara karyawan bertujuan untuk meningkatkan prestasi kerja, apabila persaingan untuk saling menjatuhkan sesama karyawan dapat menyebabkan menurunkan kegairahan kerja diantara karyawan karena tidak adanya sikap saling mendukung. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa korelasi tingkat keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan hubungan antara komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja pimpinan-karyawan ,mempunyai hubungan yang kuat dan positif. Dari kelima variabel komunikasi yang paling dominan atau yang paling signifikan adalah variabel sikap mendukung antara pimpinan terhadap karyawan. Sikap mendukung pimpinan kepada karyawan inilah yang dianggap paling memotivasi setiap karyawan untuk berkembang, sehingga motivasi karyawan akan meningkat Daftar Pustaka Alexis Tan ,1981, Mars Communication Theories and Research. Giri Publishing,Ohio Brent D.Rubben.1992. Communication and Human Behavior. Eangle Wood Cliff Prentice Hall, New Jersey De Vito,Joseph.1997 .Komunikasi Antar Manusia. edisi kelima.Alih Bahasa, Agus Maulana,Professional Books, Jakarta Effendi, Onong Uchayana,1984, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Penerbit PT.Remaja Rosdakarya, Bandung Jefkins, Frans, 1995,Public Relations.Edisi keempat.Alih Bahasa Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta Muhammad Arbni,2001, Komunikasi Organisasi, Penerbit PT.Bumi Aksara,Jakarta Mulyana , Deddy.2000.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar . Penerbit PT. Remaja Rosdakarya , Bandung Pace, R.Wayne and Faules ,Don F.1993. Organization Communication Published by Allyn & Bacon Rakmat, Jalaludin.1986.Psikologi Komunikasi .Penerbit remaja Karya CV,Bandung Singarimbun,Masri 1989.Metode Penelitian Survey . Penerbit LP3ES , Jakarta Santoso, Singgih.2001.SPSS Statistik. Penerbit PT. Elek Media Komputindo, Jakarta Tubs,Steward L and Mass, Sylia 2001, Human Communication,Alih Bahasa Deddy Mulyana.Penerbit PT.Remaja Rosdakarya, Bandung