PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang dikenal memiliki keanekaragaman hayati. Dari sekian juta tanaman yang dapat tumbuh di Indonesia, banyak di antaranya yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal dan menggunakan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan. Pengetahuan masyarakat mengenai obat tradisional merupakan budaya bangsa Indonesia secara turun-menurun. Tumbuhan obat asli Indonesia pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak dipakai oleh masyarakat dalam pengobatan berbagai jenis penyakit. Adanya keanekaragaman sumber hayati di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat mengurangi ketergantungan bahan baku obat-obatan dari luar negeri dalam memenuhi kebutuhan obat dalam negeri. Bakteri patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk melawan bakteribakteri patogen tersebut yaitu dengan menemukan senyawa-senyawa kimia yang mampu membunuh bakteri. Senyawasenyawa tersebut dikenal dengan nama antibiotik. Antibiotik tersebut terdiri atas antibiotik alami dan sintetika. Banyak yang menyadari akan efek buruk antibiotik sintesis jika digunakan sembarangan. Antibiotik tidak hanya mematikan bakteri patogen (yang menimbulkan penyakit) tetapi juga bakteri-bakteri yang berguna bagi tubuh. Meski demikian, minat masyarakat untuk menggunakan antibiotik secara bebas makin tinggi. Padahal alam telah menyediakan senyawa pelawan bakteri alternatif sebagai antibiotik yang terdapat dalam tumbuhan. Tumbuhan tersebut selain manjur juga mudah didapatkan di sekitar kita. Jawer kotok merupakan salah satu tanaman yang dikenal sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini memiliki fungsi ganda, yaitu selain sebagai tanaman hias juga sebagai tanaman obat. Daun jawer kotok mengandung minyak atsiri, antara lain karvakrol yang bersifat antibiotik, eugenol bersifat menghilangkan nyeri, etil salisilat menghambat iritasi. Daunnya juga mengandung zat-zat alkaloida, mineral dan sedikit lendir. Beberapa penelitian menyebutkan tanaman ini memiliki khasiat pengobatan ambeien dan diabetes melitus. Masyarakat sering menggunakan tanaman ini untuk berbagai pengobatan misalnya diare, pengobatan pasca melahirkan dan terlambat datang bulan, demam, diare (sakit perut), dan bisul. Namun penelitian secara ilmiah tentang khasiat obat dari tanaman ini sebagai antibakteri belum dilakukan. Penelitian ini akan mempelajari aktivitas antibakteri dan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dari filtrat daun jawer kotok terhadap dua jenis bakteri yaitu bakteri Gram positif (Staphylococcs aureus dan Bacillus subtilis) dan bakteri Gram negatif (Escherchia coli dan Pseudomonas aeruginosa). Keempat jenis bakteri ini merupakan bakteri yang umumnya menyebabkan penyakit pada masyarakat seperti diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi ilmiah tentang aktivitas antibakteri dan konsentrasi hambat minimum ekstrak daun jawer kotok terhadap pertumbuhan bakteri. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun jawer kotok memiliki senyawa aktif yang bersifat antibakteri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai potensi antibakteri filtrat dan ekstrak daun jawer kotok. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tanaman ini mempunyai efek antibakteri, sehingga dapat meningkatkan nilai guna bagi tanaman tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Jawer Kotok (Coleus scutellarioides [L.] Benth.) Jawer kotok (Coleus scutellarioides [L.] Benth.) (Gambar 1) umumnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau tanaman obat. Herba yang berasal dari Asia Tenggara ini ditemukan tumbuh liar pada tempat-tempat yang lembab dan terbuka seperti di pinggir selokan, pematang sawah, atau di tepi jalan pedesaan pada ketinggian 1-1.300 di atas permukaan air laut (dpl). Corak, bentuk, dan warna daun ini beraneka ragam, tetapi yang berkhasiat obat adalah daun yang berwarna merah kecoklatan (Dalimartha 2000). Gambar 1 Tanaman jawer kotok (Coleus scutellarioides. Jawer kotok tumbuh tegak atau berbaring pada pangkalnya. Bagian yang menyentuh tanah mengeluarkan akar. Tinggi tanaman ini 0.5-1.5 m. Jika seluruh bagian tanaman diremas akan mengeluarkan bau yang harum. Daun bersegi empat dengan alur yang agak dalam pada masing-masing sisinya, berambut, percabangan banyak. Helaian daun berbentuk bulat telur, pangkal membulat atau melekuk menyerupai bentuk jantung, ujung meruncing, tepi bergerigi, tulang daun menyirip jelas (berupa alur) berbentuk gambaran seperti jala, permukaan daun agak mangkilap, berambut halus, panjang 7-11 cm, lebar 3.5-6 cm (Dalimartha 2000). Nama lain dari tanaman ini adalah iler, kentangan, dhin kamandhinan, gresing, adang-adang, miana, pilado, rangon tati, serewung, ati-ati, panci-panci, saru-saru, dan majana. Jawer kotok diklasifikasi ke dalam kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), divisi (divisio) Spermatophyta (tumbuhan berbiji), anak divisi (sub-divisio) Angiospermae (berbiji tertutup), bangsa (ordo) Solanales, suku (family) Lamiaceae, marga (genus) Solenostemon, dan jenis (species) Coleus scutellarioides (Depkes 2000). Daun jawer kotok mengandung minyak atsiri, antara lain karvakrol yang bersifat antibiotik, eugenol bersifat menghilangkan nyeri, etil salisilat menghambat iritasi. Daunnya juga mengandung zat-zat alkaloida, mineral dan sedikit lendir 2000). Daun ini juga (Asiamaya mengandung thymol yang memiliki sifat antelmintik (mematikan cacing) dan antiseptik (Praptiwi 1999). Ekstraksi Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Adijuwana & Nur 1989). Ekstraksi dapat diartikan juga cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah (Winarno, Fardiaz D & Fardiaz S 1973). Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara fase air (aqueus phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi fase air menggunakan air sebagai pelarut sedangkan ektraksi fase organik menggunakan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Kelarutan zat di dalam pelarut dan tergantung dari kepolarannya. Zat yang polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat yang non polar hanya larut dalam pelarut non polar. Bahan-bahan organik tidak selalu larut dalam air, oleh karena itu dapat dipisahkan dengan corong pemisah. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk bahan yang diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah pengocokan (Winarno, Fardiaz D & Fardiaz S 1973). Hal lain yang harus diperhatikan adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut (Harborne 1996). Nilai polaritas beberapa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Pelarut organik yang biasa digunakan untuk memproduksi konsentrat, ekstrak minyak atsiri dari bunga, daun, biji, akar, dan bagian lain dari tanaman adalah etil asetat, heksana, eter, benzena, toluena, etanol, isopropanol, aseton, dan air (Mukhopadhyay 2002). Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik, dan ultrasonik (Harborne 1996). Penelitian ini menggunakan metode maserasi. Tabel 1 Polaritas pelarut organik No Pelarut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Etanol Aseton Etil asetat Heksana Pentena Diklorometana Isopropanol Air Propilen glikol Dietil eter Titik didih (oC) 78,3 56,2 77,1 68,7 36,2 40,8 82,2 100 187,4 34,6 Sumber: Mukhopadhyay (2002) Polaritas (EoC) 0,68 0,47 0,38 0 0 0,32 0,63 >0,73 0,73 Maserasi digunakan untuk mengekstrak sampel yang relatif tidak tahan panas. Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dengan lama waktu tertentu, biasanya dilakukan selama sehari semalam (24 jam) tanpa menggunakan pemanas. Kelebihan metode maserasi diantaranya metodenya sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang rumit, dan relatif murah. Selain itu metode ini dapat menghindari kerusakan komponen senyawa karena tidak menggunakan panas sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan panas. Kelemahan metode ini diantaranya dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien karena jumlah pelarut yang digunakan relatif banyak dan membutuhkan waktu yang lebih lama (Meloan 1999). Bakteri Gram Positif dan Negatif Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, bersel tunggal (uniseluler) dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Bakteri memiliki diameter 0.5-1.0 μm dan panjangnya 1.5-2.5 μm. Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk seperti elips, bola, batang, atau spiral (heliks). Sel bakteri yang berbentuk seperti bola atau elips dinamakan kokus. Sel bakteri berbentuk silindris atau seperti batang dinamakan basilus sedangkan sel bakteri berbentuk spiral disebut spirilum (Pelczar & Chan 1986). Kebanyakan bakteri bermultiplikasi dengan pembelahan biner melintang, yaitu pambelahan menjadi dua sel yang sama. Setiap keturunan secara individual dapat melanjutkan proses produksi secara tidak terbatas dengan cara yang sama dengan induknya atau individu sebelumnya dengan syarat tersedianya makanan dan energi yang cukup dan keadaan lingkungan (pH, suhu) bebas polusi oleh sisa buangan yang beracun dan sebagainya (Irianto 2006). Bakteri berdasarkan komposisi dinding selnya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Tebalnya peptidoglikan ini menyebabkan bakteri tahan terhadap sifat osmosis yang dapat memecah sel bakteri itu. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis tetapi memiliki membran luar yang tebal sehingga bersama-sama dengan peptidoglikan membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (Mekanne & Kandel 1996). Untuk membedakan Gram negatif dan Gram positif dapat dilakukan pewarnaan Gram. Bakteri Gram positif dapat menahan zat warna ungu (metilviolet, kristalviolet, gentianviolet) dalam tubuhnya meskipun telah didekolorisasi dengan alkohol atau aseton. Sebaliknya, bakteri Gram negatif tidak dapat menahan zat warna. Setelah dekolorisasi dengan alkohol maka akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna tersebut (Irianto 2006). Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding selnya yang lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan struktur dinding sel Gram negatif lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa lipopolisakarida, dan lapisan dalam peptidoglikan (Pelczar & Chan 1986). Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif dapat dilihat pada tabel 2. Antibakteri Antimikrob adalah obat untuk membasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia (Gan et.al 1980). Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab penyakit infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk inang (Gan et al.1980). Antimikrob meliputi antibakteri, antiprotozoa, antifungi, dan antivirus. Antibakteri termasuk ke dalam antimikrob yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack et.al. 1990) Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi (Pelczar & Chan 1986). Berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi dua yaitu bakteriostatik dan bakterisida. Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat perbanyakan populasi bakteri dan tidak mematikan sedangkan bakterisida bekerja membunuh bakteri. Bakteriostatik bisa bertindak sebagai bakterisida dalam konsentrasi yang tinggi (Schunack et. al. 1990). Tabel 2 Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negatif Ciri Struktur dinding sel Komposisi dinding sel Kerentanan terhadap penisilin Pertumbuhan dihambat oleh zat-zat warna dasar, misalnya ungu kristal Persyaratan nutrisi Resistensi terhadap gangguan fisik Perbedaan Gram positif Gram negatif Tebal (12-80 nm) Tipis (10-15nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi) Kandungan lipid rendah (1- Kandungan lipid tinggi (114%) 22%) Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan ada di dalam lapisan tunggal, komponen lapisan kaku sebelah dalam, utama merupakan lebih dari jumlahnya sedikit, merupakan 50% berat kering pada sekitar 10% berat kering beberapa sel bakteri Asam tekoat Tidak ada asam tekoat Lebih rentan Kurang rentan Pertumbuhan dihambat dengan Pertumbuhan tidak begitu nyata dihambat Relatif rumit pada banyak spesies Lebih resisten Relatif sederhana Kurang resisten Sumber: Pelczar & Chan (1986) Faktor-faktor yang mempengaruhi penghambatan atau pembasmian mikroorganisme oleh bahan atau proses mikrobial adalah konsentrasi atau intensitas zat antimikrobial, jumlah mikroorganisme, suhu, spesies mikroorganisme, adanya bahan organik, dan pH. Senyawa kimia utama yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan persenyawaan fenolat, alkohol, halogen, logam berat, deterjen, dan aldehida. Fenol bekerja terutama dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Persenyawaan fenolat dapat bersifat bakterisida atau bakteriostatik tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Alkohol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel, selain itu alkohol merupakan pelarut lipid sehingga dapat juga merusak membran sel (Pelczar & Chan 1988). Antibakteri dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat metabolisme sel, sintesis dinding sel, mengganggu keutuhan membran sel, menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri. Antibakteri yang menghambat metabolisme sel. Asam folat yang disintesis dari asam paraaminobenzoat (PABA) sangat dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya. Penghambatan metabolisme sel untuk menghasilkan asam folat terjadi dengan dua cara: (1) antibakteri menang bersaing dengan PABA, maka akan terbentuk asam folat yang bersifat nonfungsional, (2) antibakteri menghambat enzim dihidrofolat reduktase sehingga asam dihidrofolat tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat (THFA) yang merupakan bentuk aktif dari asam folat. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel. Dinding sel bakteri secara kimia adalah peptidoglikan, yaitu suatu kompleks polimer glikopeptida. Antibakteri dapat menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel, diikuti oleh antibakteri yang menghambat reaksi terakhir dalam rangkaian reaksi tersebut. Antibakteri yang mengganggu keutuhan membran sel. Antibakteri membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran, sehingga jumlah fosfornya menurun. Hal ini dapat merubah tegangan permukaan dan dapat mempengaruhi permeabilitas selektif dari membran sel bakteri. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel. Bakteri mensintesis protein dengan bantuan mRNA dan tRNA. Sintesis tersebut berlangsung di ribosom unit 30S dan 50S. Agar berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan dua cara: (1) antibakteri berikatan dengan ribosom 30S, menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis akibatnya akan menghalangi masuknya kompleks tRNA asam amino pada lokasinya, (2) antibakteri berikatan dengan ribosom 50S yang menyebabkan terhambatnya pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptida transferase. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat. Antibakteri berikatan dengan enzim RNA polimerase sehingga menghambat sintesis RNA dari DNA oleh enzim tersebut. Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Siswandono & Soekardjo 1995). Pada penelitian ini digunakan antibiotik ampisilin sebagai kontrol positif. Ampisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas dan saluran seni, gonorhe, gastroentritis, meningitis, dan infeksi karena Salmonella sp. Seperti demam tipoid. Ampisilin adalah turunan penisilin yang tahan asam tapi tidak tahan terhadap enzim penisilinase. Bentuk D-isomer lebih aktif dibanding L-isomer (Siswandono & Soekardjo 1995). Ampisilin merupakan antibiotik yang bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul ampisilin menyerang nukleofil dari gugus hidroksil serin serta enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin beta-laktam yang bermuatan positif, hal ini menyebabkan penghambatan bisintesis peptidoglikan yang menyebabkan lemahnya dinding sel dan karena tekanan turgor dari dalam sel akan pecah (Siswandono & Soekardjo 1995). Bakteri Uji Pada penelitian ini digunakan empat jenis bakteri uji standar, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (Bauer et al. 1968). Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus termasuk famili Micrococcaceae dan merupakan Gram positif, tidak berspora, bersifat katalase positif yang dapat tersusun secara tunggal, berpasangan, tetrad, atau kelompok kecil. Micrococci ini tersebar luas di alam bergabung dengan tanah, permukaan air, tanaman, dan hewan. Walaupun bakteri ini merupakan pencemar bahan pangan segar, tetapi jarang merupakan penyebab utama kerusakan, sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan bersaing dengan jenis bakteri yang lebih cepat tumbuh seperti kelompok Pseudomonadaceae, Enterobacteriaceae, dan Bacillaceae. Tetapi jenis bakteri ini lebih tahan terhadap tekanan lingkungan seperti suhu, garam dan kekeringan jika dibandingkan dengan jenis bakteri lain (Buckle et.al. 1985). S. aureus merupakan penyebab berbagai infeksi yang bernanah dan toksik pada manusia dan hewan. Bakteri ini pada manusia menyebabkan pneumonia (infeksi paru-paru), osteomyelitis (radang tulang), sinusitis, tonsilitis (radang amandel), abses penimbunan nanah akibat infeksi bakteri), dan endokarditis. S. aureus pada hewan menyebabkan penyakit seperti masitis (pembengkakan payudara) pada sapi, pustular dermatitis (radang kulit) pada anjing, serta abses pada semua spesies termasuk unggas. Bacillus subtilis Bacillus subtilis merupakan famili Bacillaceae. Mikroorganisme ini penting dalan mikrobiologi pangan terutama karena kemampuannya dalam membentuk endospora. Sel-selnya berbentuk batang dan umumnya cukup besar, merupakan Gram positif dan sering bergerak dengan flagella peritrichous. Bacillus bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik (katalase positif). Genus mikroorganisme ini tersebar luas dalam air dan tanah serta mencemari banyak jenis bahan pangan. B. subtilis dikenal sebagai penyebab keasaman dari makanan kaleng karena fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Buckle et.al. 1985). Bakteri ini menggunakan sumber N dan C untuk energi pertumbuhan. Spora resisten terhadap panas, kering, dan desinfektan kimia tertentu selama waktu yang cukup lama dan tetap ada selama bertahun-tahun dalam tanah yang kering. Bakteri ini mempunyai panjang 2-3 μm dan lebar 0.7-0.8 μm. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu maksimum 45-55 oC, minimum 5-20 oC dan suhu optimum bervariasi antara 25-37 oC. B. subtilis menyebabkan penyakit pada orang dengan fungsi imun terganggu, misalnya meningitis (radang selaput otak dan saraf tunjang) dan gastroenteritis (radang perut dan usus) akut (Jewetz 1986). Escherichia coli Escherichia coli termasuk famili Enterobacteriaceae. Golongan bekteri ini merupakan sekelompok besar dari bakteri Gram negatif, tidak berspora, dan berbentuk batang kecil. Kelompok ini mempunyai sifat khas yaitu mampu tumbuh secara aerobik maupun anaerobik (anaerobik fakultatif) pada beraneka macam karbohidrat (Buckle et.al. 1985). E. coli pada umumnya merupakan mikroba yang secara normal terdapat pada saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini memiliki panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1-1,5 μm. Suhu optimum bakteri ini adalah 37 oC. E. coli sangat tidak sensitif terhadap panas (Fardiaz 1983). Beberapa strain bakteri ini dapat menyebabkan gastroentritis pada manusia dan ternak, juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran urin dan diare. Bakteri ini menyebabkan infeksi pada daerah bokong dan paha (Anderson 1961). Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa termasuk famili Pseudomonadaceae. Mikroorganisme ini adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang kecil, dapat bergerak, umumnya berflagella polar tunggal dan mempunyai tipe metabolisme yang bersifat oksidatif. Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan pangan (Buckle et.al. 1985). Bakteri ini dapat menginfeksi manusia dan dapat menimbulkan nanah di bagian tengah telinga (Schlegel & Schmidt 1994). Bakteri ini dapat hidup secara aerobik dan sering ditemukan pada makanan, merupakan flora normal pada tanah dan air. P. Aeruginosa dapat tumbuh pada suhu 37 oC dan tidak tahan terhadap panas dan kering. Oleh karena itu, bakteri ini mudah dibunuh dengan proses pemanasan dan pengeringan (Fardiaz 1989). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun jawer kotok, bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis), bakteri Gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa), yeast extract, bacto pepton, bacto agar, nutrient broth, nutrient agar, glukosa, heksana, aseton, akuades, pereaksipereaksi uji fitokimia (kloroform, H2SO4, amoniak, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf, pereaksi Wagner, metanol, pereaksi Lieberman Burchard, dan FeCl3 1%). Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow hood, spektrofotometer, inkubator, inkubator bergoyang, oven, hot plate stirrer, lemari es, pHmeter, cawan petri, jarum ose, autopipet, neraca analitik, alat-alat gelas, dan evaporator vakum. Metode Pembuatan Filtrat daun Jawer Kotok Daun jawer kotok segar dicuci bersih kemudian dipotong-potong dan dihaluskan dengan mortar. Daun ini dibagi menjadi dua, yaitu daun muda dan daun tua. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk uji pendahuluan antibakteri. Pembuatan Ekstrak Daun Jawer Kotok Pada tahap ini digunakan tiga pelarut, yaitu heksana, aseton, dan air. Daun jawer kotok segar dikeringkan dalam oven ± 50 oC hingga bobotnya konstan lalu diblender. Serbuk daun jawer kotok yang telah diketahui bobotnya direndam dengan masing-masing pelarut dengan perbandingan 1:10 selama 3x24 jam pada suhu ruang,. Sampel tersebut disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas dan diganti dengan pelarut yang sama setiap 24 jam. Masing-masing filtrat dievaporasi menggunakan evaporator vakum 40 oC untuk menguapkan pelarut. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk uji antibakteri. Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air dilakukan dengan cara mengeringkan daun dalam oven suhu 105 oC selama 3 jam selanjutnya didinginkan dalam eksikator. Daun ditimbang setelah dingin. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh bobot yang konstan. Pinggan porselin yang digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 105 oC selama 30 menit dan didinginkan dalam eksikator. Pinggan ini kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan: Kadar air = W1 – W2 dengan W