Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jawer Kotok

advertisement
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang
dikenal memiliki keanekaragaman hayati.
Dari sekian juta tanaman yang dapat tumbuh
di Indonesia, banyak di antaranya yang
dimanfaatkan sebagai tanaman obat.
Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu
telah mengenal dan menggunakan tumbuhan
obat
sebagai
salah
satu
upaya
penanggulangan
masalah
kesehatan.
Pengetahuan masyarakat mengenai obat
tradisional merupakan budaya bangsa
Indonesia secara turun-menurun. Tumbuhan
obat asli Indonesia pada kenyataannya
sampai saat ini masih banyak dipakai oleh
masyarakat dalam pengobatan berbagai jenis
penyakit. Adanya keanekaragaman sumber
hayati di Indonesia dapat dimanfaatkan
secara optimal sehingga dapat mengurangi
ketergantungan bahan baku obat-obatan dari
luar negeri dalam memenuhi kebutuhan obat
dalam negeri.
Bakteri patogen merupakan salah satu
penyebab penyakit pada manusia dan
makhluk hidup lainnya. Banyak usaha yang
telah dilakukan untuk melawan bakteribakteri patogen tersebut yaitu dengan
menemukan senyawa-senyawa kimia yang
mampu membunuh bakteri. Senyawasenyawa tersebut dikenal dengan nama
antibiotik. Antibiotik tersebut terdiri atas
antibiotik alami dan sintetika. Banyak yang
menyadari akan efek buruk antibiotik
sintesis jika digunakan sembarangan.
Antibiotik tidak hanya mematikan bakteri
patogen (yang menimbulkan penyakit) tetapi
juga bakteri-bakteri yang berguna bagi
tubuh. Meski demikian, minat masyarakat
untuk menggunakan antibiotik secara bebas
makin tinggi. Padahal alam telah
menyediakan senyawa pelawan bakteri
alternatif sebagai antibiotik yang terdapat
dalam tumbuhan. Tumbuhan tersebut selain
manjur juga mudah didapatkan di sekitar
kita.
Jawer kotok merupakan salah satu
tanaman yang dikenal sebagai tanaman obat.
Tumbuhan ini memiliki fungsi ganda, yaitu
selain sebagai tanaman hias juga sebagai
tanaman obat. Daun jawer kotok
mengandung minyak atsiri, antara lain
karvakrol yang bersifat antibiotik, eugenol
bersifat menghilangkan nyeri, etil salisilat
menghambat
iritasi.
Daunnya
juga
mengandung zat-zat alkaloida, mineral dan
sedikit lendir.
Beberapa
penelitian
menyebutkan
tanaman ini memiliki khasiat pengobatan
ambeien dan diabetes melitus. Masyarakat
sering menggunakan tanaman ini untuk
berbagai pengobatan misalnya diare,
pengobatan pasca melahirkan dan terlambat
datang bulan, demam, diare (sakit perut),
dan bisul. Namun penelitian secara ilmiah
tentang khasiat obat dari tanaman
ini
sebagai antibakteri belum dilakukan.
Penelitian ini akan mempelajari aktivitas
antibakteri dan Konsentrasi Hambat
Tumbuh Minimum (KHTM) dari filtrat daun
jawer kotok terhadap dua jenis bakteri yaitu
bakteri Gram positif (Staphylococcs aureus
dan Bacillus subtilis) dan bakteri Gram
negatif (Escherchia coli dan Pseudomonas
aeruginosa). Keempat jenis bakteri ini
merupakan
bakteri
yang
umumnya
menyebabkan penyakit pada masyarakat
seperti diare, penyakit kulit, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
informasi ilmiah tentang aktivitas antibakteri
dan konsentrasi hambat minimum ekstrak
daun jawer kotok terhadap pertumbuhan
bakteri.
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak
daun jawer kotok memiliki senyawa aktif
yang bersifat antibakteri. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai potensi antibakteri filtrat
dan ekstrak daun jawer kotok. Selain itu
hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat
bahwa tanaman ini mempunyai efek
antibakteri, sehingga dapat meningkatkan
nilai guna bagi tanaman tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Jawer Kotok (Coleus scutellarioides [L.]
Benth.)
Jawer kotok (Coleus scutellarioides [L.]
Benth.) (Gambar 1) umumnya ditanam di
pekarangan sebagai tanaman hias atau
tanaman obat. Herba yang berasal dari Asia
Tenggara ini ditemukan tumbuh liar pada
tempat-tempat yang lembab dan terbuka
seperti di pinggir selokan, pematang sawah,
atau di tepi jalan pedesaan pada ketinggian
1-1.300 di atas permukaan air laut (dpl).
Corak, bentuk, dan warna daun ini beraneka
ragam, tetapi yang berkhasiat obat adalah
daun yang berwarna merah kecoklatan
(Dalimartha 2000).
Gambar 1 Tanaman jawer kotok (Coleus
scutellarioides.
Jawer kotok tumbuh tegak atau berbaring
pada pangkalnya. Bagian yang menyentuh
tanah mengeluarkan akar. Tinggi tanaman
ini 0.5-1.5 m. Jika seluruh bagian tanaman
diremas akan mengeluarkan bau yang
harum. Daun bersegi empat dengan alur
yang agak dalam pada masing-masing
sisinya, berambut, percabangan banyak.
Helaian daun berbentuk bulat telur, pangkal
membulat atau melekuk menyerupai bentuk
jantung, ujung meruncing, tepi bergerigi,
tulang daun menyirip jelas (berupa alur)
berbentuk gambaran seperti jala, permukaan
daun agak mangkilap, berambut halus,
panjang 7-11 cm, lebar 3.5-6 cm
(Dalimartha 2000).
Nama lain dari tanaman ini adalah iler,
kentangan, dhin kamandhinan, gresing,
adang-adang, miana, pilado, rangon tati,
serewung, ati-ati, panci-panci, saru-saru, dan
majana. Jawer kotok diklasifikasi ke dalam
kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), divisi
(divisio) Spermatophyta (tumbuhan berbiji),
anak divisi (sub-divisio) Angiospermae
(berbiji tertutup), bangsa (ordo) Solanales,
suku (family) Lamiaceae, marga (genus)
Solenostemon, dan jenis (species) Coleus
scutellarioides (Depkes 2000).
Daun jawer kotok mengandung minyak
atsiri, antara lain karvakrol yang bersifat
antibiotik, eugenol bersifat menghilangkan
nyeri, etil salisilat menghambat iritasi.
Daunnya
juga
mengandung
zat-zat
alkaloida, mineral dan sedikit lendir
2000).
Daun
ini
juga
(Asiamaya
mengandung thymol yang memiliki sifat
antelmintik (mematikan cacing) dan
antiseptik (Praptiwi 1999).
Ekstraksi
Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan
zat terlarut (solut) diantara dua pelarut yang
tidak saling bercampur (Adijuwana & Nur
1989). Ekstraksi dapat diartikan juga cara
untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen-komponen yang terpisah
(Winarno, Fardiaz D & Fardiaz S 1973).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara
fase air (aqueus phase) dan fase organik
(organic phase). Ekstraksi fase air
menggunakan air sebagai pelarut sedangkan
ektraksi fase organik menggunakan pelarut
organik seperti kloroform, eter dan
sebagainya.
Kelarutan zat di dalam
pelarut dan tergantung dari kepolarannya.
Zat yang polar hanya larut dalam pelarut
polar, sedangkan zat yang non polar hanya
larut dalam pelarut non polar. Bahan-bahan
organik tidak selalu larut dalam air, oleh
karena itu dapat dipisahkan dengan corong
pemisah. Pelarut yang dapat digunakan
untuk ekstraksi harus memenuhi dua syarat,
yaitu pelarut tersebut harus merupakan
pelarut yang terbaik untuk bahan yang
diekstraksi dan pelarut tersebut harus
terpisah dengan cepat setelah pengocokan
(Winarno, Fardiaz D & Fardiaz S 1973). Hal
lain yang harus diperhatikan adalah
selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak,
toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan
harga pelarut (Harborne 1996). Nilai
polaritas beberapa pelarut tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1. Pelarut organik yang
biasa digunakan untuk memproduksi
konsentrat, ekstrak minyak atsiri dari bunga,
daun, biji, akar, dan bagian lain dari
tanaman adalah etil asetat, heksana, eter,
benzena, toluena, etanol, isopropanol,
aseton, dan air (Mukhopadhyay 2002).
Metode ekstraksi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan
ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri
dari maserasi, perkolasi, reperkolasi,
evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus
terdiri dari sokletasi, arus balik, dan
ultrasonik (Harborne 1996). Penelitian ini
menggunakan metode maserasi.
Tabel 1 Polaritas pelarut organik
No
Pelarut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Etanol
Aseton
Etil asetat
Heksana
Pentena
Diklorometana
Isopropanol
Air
Propilen glikol
Dietil eter
Titik
didih
(oC)
78,3
56,2
77,1
68,7
36,2
40,8
82,2
100
187,4
34,6
Sumber: Mukhopadhyay (2002)
Polaritas
(EoC)
0,68
0,47
0,38
0
0
0,32
0,63
>0,73
0,73
Maserasi digunakan untuk mengekstrak
sampel yang relatif tidak tahan panas.
Metode ini dilakukan hanya dengan
merendam sampel dalam suatu pelarut
dengan lama waktu tertentu, biasanya
dilakukan selama sehari semalam (24 jam)
tanpa menggunakan pemanas. Kelebihan
metode maserasi diantaranya metodenya
sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang
rumit, dan relatif murah. Selain itu metode
ini dapat menghindari kerusakan komponen
senyawa karena tidak menggunakan panas
sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan
panas. Kelemahan metode ini diantaranya
dari segi waktu dan penggunaan pelarut
yang tidak efektif dan efisien karena jumlah
pelarut yang digunakan relatif banyak dan
membutuhkan waktu yang lebih lama
(Meloan 1999).
Bakteri Gram Positif dan Negatif
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas,
bersel tunggal (uniseluler) dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi
membran di dalam sitoplasmanya. Bakteri
memiliki diameter 0.5-1.0 μm dan
panjangnya 1.5-2.5 μm. Sel-sel individu
bakteri dapat berbentuk seperti elips, bola,
batang, atau spiral (heliks). Sel bakteri yang
berbentuk seperti bola atau elips dinamakan
kokus. Sel bakteri berbentuk silindris atau
seperti batang dinamakan basilus sedangkan
sel bakteri berbentuk spiral disebut spirilum
(Pelczar & Chan 1986).
Kebanyakan bakteri bermultiplikasi
dengan pembelahan biner melintang, yaitu
pambelahan menjadi dua sel yang sama.
Setiap keturunan secara individual dapat
melanjutkan proses produksi secara tidak
terbatas dengan cara yang sama dengan
induknya atau individu sebelumnya dengan
syarat tersedianya makanan dan energi yang
cukup dan keadaan lingkungan (pH, suhu)
bebas polusi oleh sisa buangan yang beracun
dan sebagainya (Irianto 2006).
Bakteri berdasarkan komposisi dinding
selnya dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang
memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal.
Tebalnya peptidoglikan ini menyebabkan
bakteri tahan terhadap sifat osmosis yang
dapat memecah sel bakteri itu. Lapisan
peptidoglikan pada bakteri Gram negatif
lebih tipis tetapi memiliki membran luar
yang tebal sehingga bersama-sama dengan
peptidoglikan membentuk mantel pelindung
yang kuat untuk sel (Mekanne & Kandel
1996). Untuk membedakan Gram negatif
dan Gram positif dapat dilakukan pewarnaan
Gram. Bakteri Gram positif dapat menahan
zat warna ungu (metilviolet, kristalviolet,
gentianviolet) dalam tubuhnya meskipun
telah didekolorisasi dengan alkohol atau
aseton. Sebaliknya, bakteri Gram negatif
tidak dapat menahan zat warna. Setelah
dekolorisasi dengan alkohol maka akan
kembali menjadi tidak berwarna dan bila
diberikan pengecatan dengan zat warna
kontras, akan berwarna sesuai dengan zat
warna tersebut (Irianto 2006).
Bakteri Gram positif cenderung lebih
sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal
ini disebabkan oleh struktur dinding selnya
yang lebih sederhana sehingga memudahkan
senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam
sel dan menemukan sasaran untuk bekerja,
sedangkan struktur dinding sel Gram negatif
lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu
lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan
tengah berupa lipopolisakarida, dan lapisan
dalam peptidoglikan (Pelczar & Chan 1986).
Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif
dapat dilihat pada tabel 2.
Antibakteri
Antimikrob
adalah
obat
untuk
membasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia (Gan et.al 1980).
Obat yang digunakan untuk membasmi
mikroba penyebab penyakit infeksi pada
manusia harus memiliki sifat toksisitas
selektif yang tinggi, artinya obat tersebut
harus bersifat sangat toksik untuk mikroba
tetapi relatif tidak toksik untuk inang (Gan et
al.1980). Antimikrob meliputi antibakteri,
antiprotozoa, antifungi, dan antivirus.
Antibakteri termasuk ke dalam antimikrob
yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri (Schunack et.al. 1990)
Antibakteri
adalah
zat
yang
menghambat pertumbuhan bakteri dan
digunakan secara khusus untuk mengobati
infeksi (Pelczar & Chan 1986). Berdasarkan
cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi
dua yaitu bakteriostatik dan bakterisida.
Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan
cara menghambat perbanyakan populasi
bakteri dan tidak mematikan sedangkan
bakterisida bekerja membunuh bakteri.
Bakteriostatik bisa bertindak sebagai
bakterisida dalam konsentrasi yang tinggi
(Schunack et. al. 1990).
Tabel 2 Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negatif
Ciri
Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
Kerentanan terhadap penisilin
Pertumbuhan dihambat oleh
zat-zat warna dasar, misalnya
ungu kristal
Persyaratan nutrisi
Resistensi terhadap gangguan
fisik
Perbedaan
Gram positif
Gram negatif
Tebal (12-80 nm)
Tipis (10-15nm)
Berlapis tunggal (mono)
Berlapis tiga (multi)
Kandungan lipid rendah (1- Kandungan lipid tinggi (114%)
22%)
Peptidoglikan ada sebagai
Peptidoglikan ada di dalam
lapisan tunggal, komponen
lapisan kaku sebelah dalam,
utama merupakan lebih dari
jumlahnya sedikit, merupakan
50% berat kering pada
sekitar 10% berat kering
beberapa sel bakteri
Asam tekoat
Tidak ada asam tekoat
Lebih rentan
Kurang rentan
Pertumbuhan dihambat dengan Pertumbuhan tidak begitu
nyata
dihambat
Relatif rumit pada banyak
spesies
Lebih resisten
Relatif sederhana
Kurang resisten
Sumber: Pelczar & Chan (1986)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penghambatan
atau
pembasmian
mikroorganisme oleh bahan atau proses
mikrobial adalah konsentrasi atau intensitas
zat antimikrobial, jumlah mikroorganisme,
suhu, spesies mikroorganisme, adanya bahan
organik, dan pH. Senyawa kimia utama yang
memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan
persenyawaan fenolat, alkohol, halogen,
logam berat, deterjen, dan aldehida. Fenol
bekerja terutama dengan cara mendenaturasi
protein sel dan merusak membran sel.
Persenyawaan
fenolat
dapat
bersifat
bakterisida atau bakteriostatik tergantung pada
konsentrasi yang digunakan. Alkohol bekerja
dengan cara mendenaturasi protein sel, selain
itu alkohol merupakan pelarut lipid sehingga
dapat juga merusak membran sel (Pelczar &
Chan 1988).
Antibakteri dibagi menjadi lima kelompok
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu
antibakteri yang menghambat metabolisme
sel, sintesis dinding sel, mengganggu
keutuhan membran sel, menghambat sintesis
atau merusak asam nukleat sel bakteri.
Antibakteri
yang
menghambat
metabolisme sel. Asam folat yang disintesis
dari asam paraaminobenzoat (PABA) sangat
dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan
hidupnya. Penghambatan metabolisme sel
untuk menghasilkan asam folat terjadi dengan
dua cara: (1) antibakteri menang bersaing
dengan PABA, maka akan terbentuk asam
folat yang bersifat nonfungsional, (2)
antibakteri menghambat enzim dihidrofolat
reduktase sehingga asam dihidrofolat tidak
dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat
(THFA) yang merupakan bentuk aktif dari
asam folat.
Antibakteri yang menghambat sintesis
dinding sel. Dinding sel bakteri secara kimia
adalah peptidoglikan, yaitu suatu kompleks
polimer glikopeptida. Antibakteri dapat
menghambat reaksi yang paling dini dalam
proses sintesis dinding sel, diikuti oleh
antibakteri yang menghambat reaksi terakhir
dalam rangkaian reaksi tersebut.
Antibakteri
yang
mengganggu
keutuhan
membran
sel.
Antibakteri
membran sel setelah bereaksi dengan fosfat
pada fosfolipid membran, sehingga jumlah
fosfornya menurun. Hal ini dapat merubah
tegangan permukaan dan dapat mempengaruhi
permeabilitas selektif dari membran sel
bakteri.
Antibakteri yang menghambat sintesis
protein sel. Bakteri mensintesis protein
dengan bantuan mRNA dan tRNA. Sintesis
tersebut berlangsung di ribosom unit 30S dan
50S. Agar berfungsi pada sintesis protein,
kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
Penghambatan sintesis protein terjadi dengan
dua cara: (1) antibakteri berikatan dengan
ribosom 30S, menyebabkan kode pada mRNA
salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis
akibatnya akan menghalangi masuknya
kompleks tRNA asam amino pada lokasinya,
(2) antibakteri berikatan dengan ribosom 50S
yang menyebabkan terhambatnya pengikatan
asam amino baru pada rantai polipeptida oleh
enzim peptida transferase.
Antibakteri yang menghambat sintesis
asam nukleat. Antibakteri berikatan dengan
enzim RNA polimerase sehingga menghambat
sintesis RNA dari DNA oleh enzim tersebut.
Antibiotik adalah senyawa kimia khas
yang dihasilkan atau diturunkan oleh
organisme hidup termasuk struktur analognya
dibuat secara sintetik, yang dalam kadar
rendah mampu menghambat proses penting
dalam kehidupan satu spesies atau lebih
mikroorganisme (Siswandono & Soekardjo
1995). Pada penelitian ini digunakan
antibiotik ampisilin sebagai kontrol positif.
Ampisilin adalah antibiotik dengan
spektrum luas, digunakan untuk pengobatan
infeksi pada saluran napas dan saluran seni,
gonorhe, gastroentritis, meningitis, dan
infeksi karena Salmonella sp. Seperti demam
tipoid. Ampisilin adalah turunan penisilin
yang tahan asam tapi tidak tahan terhadap
enzim penisilinase. Bentuk D-isomer lebih
aktif dibanding L-isomer (Siswandono &
Soekardjo 1995).
Ampisilin merupakan antibiotik yang
bekerja menghambat sintesis dinding sel
bakteri. Pada tingkat molekul ampisilin
menyerang nukleofil dari gugus hidroksil
serin serta enzim transpeptidase pada karbonil
karbon cincin beta-laktam yang bermuatan
positif, hal ini menyebabkan penghambatan
bisintesis peptidoglikan yang menyebabkan
lemahnya dinding sel dan karena tekanan
turgor dari dalam sel akan pecah (Siswandono
& Soekardjo 1995).
Bakteri Uji
Pada penelitian ini digunakan empat jenis
bakteri uji standar, yaitu Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan
Pseudomonas aeruginosa (Bauer et al. 1968).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk famili
Micrococcaceae dan merupakan Gram positif,
tidak berspora, bersifat katalase positif yang
dapat tersusun secara tunggal, berpasangan,
tetrad, atau kelompok kecil. Micrococci ini
tersebar luas di alam bergabung dengan tanah,
permukaan air, tanaman, dan hewan.
Walaupun bakteri ini merupakan pencemar
bahan pangan segar, tetapi jarang merupakan
penyebab utama kerusakan, sebagian besar
disebabkan oleh ketidakmampuan bersaing
dengan jenis bakteri yang lebih cepat tumbuh
seperti
kelompok
Pseudomonadaceae,
Enterobacteriaceae, dan Bacillaceae. Tetapi
jenis bakteri ini lebih tahan terhadap tekanan
lingkungan seperti suhu, garam dan
kekeringan jika dibandingkan dengan jenis
bakteri lain (Buckle et.al. 1985).
S. aureus merupakan penyebab berbagai
infeksi yang bernanah dan toksik pada
manusia dan hewan. Bakteri ini pada manusia
menyebabkan pneumonia (infeksi paru-paru),
osteomyelitis (radang tulang), sinusitis,
tonsilitis (radang amandel), abses penimbunan
nanah
akibat
infeksi
bakteri),
dan
endokarditis. S. aureus pada hewan
menyebabkan penyakit seperti masitis
(pembengkakan payudara) pada sapi, pustular
dermatitis (radang kulit) pada anjing, serta
abses pada semua spesies termasuk unggas.
Bacillus subtilis
Bacillus subtilis merupakan famili
Bacillaceae. Mikroorganisme ini penting
dalan mikrobiologi pangan terutama karena
kemampuannya dalam membentuk endospora.
Sel-selnya berbentuk batang dan umumnya
cukup besar, merupakan Gram positif dan
sering bergerak dengan flagella peritrichous.
Bacillus bersifat aerobik dan fakultatif
anaerobik
(katalase
positif).
Genus
mikroorganisme ini tersebar luas dalam air
dan tanah serta mencemari banyak jenis bahan
pangan. B. subtilis dikenal sebagai penyebab
keasaman dari makanan kaleng karena
fermentasi gula yang dikandung bahan pangan
tersebut (Buckle et.al. 1985).
Bakteri ini menggunakan sumber N dan C
untuk energi pertumbuhan. Spora resisten
terhadap panas, kering, dan desinfektan kimia
tertentu selama waktu yang cukup lama dan
tetap ada selama bertahun-tahun dalam tanah
yang kering. Bakteri ini mempunyai panjang
2-3 μm dan lebar 0.7-0.8 μm.
Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu
maksimum 45-55 oC, minimum 5-20 oC dan
suhu optimum bervariasi antara 25-37 oC. B.
subtilis menyebabkan penyakit pada orang
dengan fungsi imun terganggu, misalnya
meningitis (radang selaput otak dan saraf
tunjang) dan gastroenteritis (radang perut dan
usus) akut (Jewetz 1986).
Escherichia coli
Escherichia
coli
termasuk
famili
Enterobacteriaceae. Golongan bekteri ini
merupakan sekelompok besar dari bakteri
Gram negatif, tidak berspora, dan berbentuk
batang kecil. Kelompok ini mempunyai sifat
khas yaitu mampu tumbuh secara aerobik
maupun anaerobik (anaerobik fakultatif) pada
beraneka macam karbohidrat (Buckle et.al.
1985).
E. coli pada umumnya merupakan
mikroba yang secara normal terdapat pada
saluran pencernaan hewan dan manusia.
Bakteri ini memiliki panjang 2,0-6,0 μm dan
lebar 1,1-1,5 μm. Suhu optimum bakteri ini
adalah 37 oC. E. coli sangat tidak sensitif
terhadap panas (Fardiaz 1983). Beberapa
strain bakteri ini dapat menyebabkan
gastroentritis pada manusia dan ternak, juga
dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
saluran urin dan diare. Bakteri ini
menyebabkan infeksi pada daerah bokong dan
paha (Anderson 1961).
Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa termasuk famili
Pseudomonadaceae. Mikroorganisme ini
adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang
kecil, dapat bergerak, umumnya berflagella
polar tunggal dan mempunyai tipe
metabolisme yang bersifat oksidatif.
Bakteri ini merupakan penyebab berbagai
jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian
besar berhubungan dengan kemampuan
spesies ini dalam memproduksi enzim yang
dapat memecah baik komponen lemak
maupun protein dari bahan pangan (Buckle
et.al. 1985). Bakteri ini dapat menginfeksi
manusia dan dapat menimbulkan nanah di
bagian tengah telinga (Schlegel & Schmidt
1994).
Bakteri ini dapat hidup secara aerobik dan
sering ditemukan pada makanan, merupakan
flora normal pada tanah dan air. P.
Aeruginosa dapat tumbuh pada suhu 37 oC
dan tidak tahan terhadap panas dan kering.
Oleh karena itu, bakteri ini mudah dibunuh
dengan proses pemanasan dan pengeringan
(Fardiaz 1989).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah daun jawer kotok, bakteri
Gram positif (Staphylococcus aureus dan
Bacillus subtilis), bakteri Gram negatif
(Escherichia
coli
dan
Pseudomonas
aeruginosa), yeast extract, bacto pepton,
bacto agar, nutrient broth, nutrient agar,
glukosa, heksana, aseton, akuades, pereaksipereaksi uji fitokimia (kloroform, H2SO4,
amoniak,
pereaksi
Mayer,
pereaksi
Dragendorf, pereaksi Wagner, metanol,
pereaksi Lieberman Burchard, dan FeCl3 1%).
Alat-alat yang digunakan adalah laminar
air flow hood, spektrofotometer, inkubator,
inkubator bergoyang, oven, hot plate stirrer,
lemari es, pHmeter, cawan petri, jarum ose,
autopipet, neraca analitik, alat-alat gelas, dan
evaporator vakum.
Metode
Pembuatan Filtrat daun Jawer Kotok
Daun jawer kotok segar dicuci bersih
kemudian dipotong-potong dan dihaluskan
dengan mortar. Daun ini dibagi menjadi dua,
yaitu daun muda dan daun tua. Filtrat yang
diperoleh digunakan untuk uji pendahuluan
antibakteri.
Pembuatan Ekstrak Daun Jawer Kotok
Pada tahap ini digunakan tiga pelarut,
yaitu heksana, aseton, dan air. Daun jawer
kotok segar dikeringkan dalam oven ± 50 oC
hingga bobotnya konstan lalu diblender.
Serbuk daun jawer kotok yang telah diketahui
bobotnya direndam dengan masing-masing
pelarut dengan perbandingan 1:10 selama
3x24 jam pada suhu ruang,. Sampel tersebut
disaring untuk memisahkan filtrat dengan
ampas dan diganti dengan pelarut yang sama
setiap 24 jam. Masing-masing filtrat
dievaporasi menggunakan evaporator vakum
40 oC untuk menguapkan pelarut. Ekstrak
yang diperoleh digunakan untuk uji
antibakteri.
Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan dengan cara
mengeringkan daun dalam oven suhu 105 oC
selama 3 jam selanjutnya didinginkan dalam
eksikator. Daun ditimbang setelah dingin. Hal
ini dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh
bobot yang konstan. Pinggan porselin yang
digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu
dalam oven 105 oC selama 30 menit dan
didinginkan dalam eksikator. Pinggan ini
kemudian ditimbang. Kadar air dihitung
dengan persamaan:
Kadar air = W1 – W2 dengan
W
Download