PENDAHULUAN Wabah penyakit menjadi salah satu permasalahan yang seringkali merisaukan masyarakat Indonesia. Salah satu penyebab penyakit yang paling umum adalah bakteri. Beberapa bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun makhluk hidup lainnya. Usaha yang dilakukan manusia untuk melawan bakteri patogen ini adalah dengan menemukan zat yang mampu menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri, yaitu antibiotik. Antibiotik merupakan hasil langsung dari metabolit sekunder mikroorganisme, akan tetapi ada juga antibiotik yang digunakan dalam bentuk turunannya yang telah mengalami modifikasi kimia. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya kerja dan efektivitas antibiotik. Penyalahggunaan antibiotik oleh masyarakat maupun praktisi kesehatan dapat menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya resistensi bakteri terhadap daya kerja antibiotik. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak ini adalah dengan pencarian zat antibakteri baru, misalnya dari ekstrak tanaman. Secara empiris telah banyak digunakan tanaman obat seperti daun arbenan (Aulia 2008), rimpang temulawak (Hudayanti 2004), daun kesum (Wibowo 2007), dan lidah mertua (Afolayan et al. 2008) untuk mengobati penyakit infeksi. Tanamantanaman yang mampu mengobati penyakit infeksi diharapkan dapat memberikan hasil uji yang positif untuk aktivitas antibakterinya. Oleh sebab itu, pelu dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap tanaman-tanaman obat tersebut. Tanaman lidah mertua merupakan salah satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi (Afolayan et al. 2008), tanaman ini tumbuh secara alami di daerah Afrika Selatan bagian timur dan utara. Umumnya tumbuhan ini digunakan sebagai obat untuk infeksi telinga, bisul, cacing usus, dan diare (van Wyk et al. 1997). Selain itu juga dapat digunakan sebagai antiseptik untuk mengobati kaki yang bengkak dan dalam bidang kedokteran hewan digunakan untuk mengobati konjungtivitis domba dan kambing (Dold & Cocks 2001). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menggali potensi tanaman ini. Afolayan et al. (2008) telah melakukan uji antibakteri dan antioksidan ekstrak metanol dan aseton lidah mertua (Sansevieria hyacinthoides) dengan konsentrasi 5.0, 2.0, 1.0, 0.5, dan 0.1 mg/ml. Anbu et al. (2009) telah melakukan uji analgesik dan penawar demam terhadap ekstrak etanol dan air daun lidah mertua (S. trifasciata). Namun belum pernah dilakukan pengujian antibakteri terhadap ekstrak S. trifasciata, maka dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi dan fraksinasi terhadap ekstrak metanol S. trifasciata. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji hayati untuk mengetahui potensi bioaktif dari ekstrak tersebut dengan pengujian aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus secara in vitro. TINJAUAN PUSTAKA Sansevieria trifasciata Sansevieria trifasciata termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Liliales, famili Agavaceae dan marga Sansevieria. S. trifasciata merupakan tanaman dengan batang berbentuk rimpang, bulat, dan berwarna kuning. Daun tunggal dengan jumlah 2-6 daun per tanaman, berbentuk lanset, panjang 15-150 cm, dan lebar 4-9 cm, Daun ini licin berwarna hijau bernoda putih atau kuning. Bunganya majemuk, berbentuk tandan, biasanya di ujung akar rimpang, dan bertangkai panjang. Panjang tandan bunga berkisar 40-85 cm dan berkas bunganya berbilang 5-10. Rimpang S. trifasciata dapat digunakan untuk obat batuk dan daunnya dapat digunakan untuk obat luka akibat digigit ular. Gambar 1 Tanaman S. trifasciata. Kandungan kimia daun dan rimpang S. trifasciata yang telah dilaporkan adalah vitamin C, tanin, glukogalin, asam galat, korilagin, ellagic acid, terchebin, chebulagic acid, chebulinic acid, mucid acid, phyllembic acid, dan emblicol (Hariana 2007). Selain itu dalam uji fitokimia yang dilakukan oleh Yoshihrio et al. S. trifasciata mengandung karbohidrat, saponin, glikosida (1996) dan steroid (1997). Zat Antibakteri Antibakteri adalah suatu zat yang dihasilkan oleh organisme dan mikroorganisme dalam jumlah sedikit yang mempunyai daya hambat terhadap kegiatan mikroorganisme lain (Dwidjoseputro 1990). Beberapa kelompok senyawa kimia utama yang bersifat antibakteri adalah (1) fenol dan senyawa fenolik, (2) alkohol, (3) halogen, (4) logam berat dan senyawanya, (5) zat warna, (6) deterjen, (7) senyawa amonium kuarterner, (8) asam dan basa, dan (9) gas khemosterilan. Beberapa cara kerja zat antibakteri dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain (1) merusak sisi dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan komponen dinding sel pada saat sel sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan nutrien keluar dari dalam sel, misalnya disebabkan oleh senyawa fenolik, deterjen sintesis, sabun dan senyawa amonium kuarterner, (3) menyebabkan denaturasi protein sel, misalnya oleh alkohol, dan (4) menghambat kerja enzim di dalam sel (Lukman 1984). Bakteri Bakteri merupakan protista bersel tunggal yang bersifat prokariot dan tidak mengandung struktur yang terbatasi oleh membran di dalam sitoplasma. Sel-sel bakteri dapat berbentuk bola, elips, batang atau spiral. Bakteri yang paling umum berukuran 0.5-1.0 x 2.0-5.0 µm. Spesies bakteri tertentu menunjukkan adanya pola penataan sel, seperti berpasangan, gerombol, rantai atau filamen (Pelezar & Chan 1988). Berdasarkan struktur dinding selnya, bakteri digolongkan dalam dua kelompok, yaitu bakteri Gram Positif dan bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram Positif adalah bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Tebalnya lapisan peptidoglikan ini membuat bakteri Gram Positif tahan terhadap sifat osmosis yang dapat memecahkan sel bakteri tersebut. Lapisan bakteri Gram Negatif lebih tipis dibandingkan bakteri Gram Positif, tetapi mempunyai membran luar yang tebal sehingga bersama-sama dengan lapisan peptidoglikan, keduanya membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (McKanne & Kandel 1996). Bakteri uji merupakan bakteri yang digunakan dalam pengujian sifat antibakteri dari suatu senyawa tertentu, sehingga senyawa tersebut dapat diketahui bersifat sebagai antibakteri atau bukan. Bakteri uji yang umum digunakan adalah bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan bakteri kelompok Gram Positif. Berbentuk bola, tidak bergerak dan biasanya ditemukan satu-satu atau berpasangan. Tumbuh baik pada suhu 30-37 °C, pH optimum 1.0-7.5 dan tumbuh baik dalam NaCl 15%. Bakteri ini membentuk pigmen warna kuning emas, bersifat fakultatif anaerob. S. aureus dapat menyebabkan infeksi pada kulit, jaringan subkutan dan luka (Jawetz et al. 1996). Bakteri ini dapat diisolasi dari luka bernanah, terutama dalam selaput hidung, folikel rambut, kulit, dan perineum. Komponen utama dinding sel terdiri atas peptidoglikan, asam terikoat, dan protein (Jawetz et al. 1996). Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi terhadap kulit, jaringan subkutan, dan luka (Anderson 1961). Gambar 2 Bakteri S. Aureus (Sumber : hartoko.files.wordpress.com). Escherichia coli. Bakteri ini merupakan bakteri kelompok Gram Negatif, dan termasuk flora normal saluran pencernaan tetapi dapat juga menyebabkan berbagai macam penyakit pada manusia seperti infeksi pada saluran urine dan diare. Dalam suatu biakan, E. coli membentuk koloni bulat konveks, halus dengan pinggir-pinggir yang nyata. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 30-37 °C. Pada umumnya berwarna putih, kadang berwarna putih kekuningan, coklat keemasan, jingga kemerahan atau merah berombak-ombak, basah, dan homogen (Jawetz et al. 1996). Gambar 3 Bakteri E. coli (Sumber: www.jpnn.com). Fraksinasi dan Kromatografi Kolom Fraksinasi adalah prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang lain. Pemisahan jumlah dan jenisnya senyawa menjadi fraksi yang berbeda tergantung pada jenis tumbuhan. Senyawasenyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar, begitu pula senyawa yang bersifat nonpolar akan masuk ke pelarut nonpolar (Harborne 1987). Kromatografi kolom merupakan salah satu teknik kromatografi yang dapat digunakan untuk fraksinasi. Eluen keluar dari kolom berdasarkan gaya gravitasi. Pada kromatografi kolom, campuran yang dipisahkan akan berupa pita pada kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya gravitasi atau didorong dengan tekanan (Rouessac & Rouessac 1994). Kromatografi kolom biasanya dibuat dengan menuangkan suspensi fase diam atau adsorben yang berbentuk bubur dalam pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan memampat. Selanjutnya permukaan pelarut diturunkan sampai tepat pada bagian atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam lapisan atas penjerap, dan fase gerak yang telah dimasukkan dibiarkan mengalir. Komponen campuran turun berupa pita dengan laju yang berlainan memisah dan berkumpul sebagai fraksi. Pergerakan zat relatif terhadap garis depan pelarut dalam sistem kromatografi lapis tipis dapat didefinisikan sebagai nilai Rf, yaitu perbandingan jarak tempuh zat dengan jarak tempuh garis depan pelarut. Teknik pemisahan kromatografi kolom dapat digunakan untuk memisahkan fraksifraksi yang terdapat pada ekstrak kasar daun S. trifasciata. Gambar 4 Eksperimen dasar kromatografi kolom (a) bahan yang dibutuhkan (C, kolom; SP, fase stasioner; MP, fase mobil; dan S, sampel), (b) sampel dimasukkan, (c) proses elusi dimulai, dan (d) hasil separasi diperoleh (Rouessac & Rouessac 1994). BAHA DA METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah alat-alat gelas, alat penguap putar (rotary evaporator), cawan petri, inkubator, autoklaf, pipet mikro (Eppendorf), neraca analitik, lampu ultraviolet (uv), bejana kromatografi, dan kolom kromatografi.