BAB II TELAAH PUSTAKA A. Kerjasama Internasional Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu sama lain. Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan suatu wadah yang dapat memperlancar kegiatan tersebut. Tujuannya ditentukan oleh masing masing pihak yang terlibat di dalamnya dan juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan negaranya. Kerjasama internasional ini dapat terbentuk karena kebutuhan internasional yang meliputi bidang ideologi, ekonomi, politik, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan.1 Seperti yang dijalankan oleh negara-negara Nile basin (negara yang dilalui sungai Nil) dalam kerjasama pengelolaan Sungai Nil. Menurut Muhadi Sugiono2 ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kerjasama internasional : 1 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani , 2006, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, hal 23. 2 Muhadi Sugiono dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani , 2006, Pengantar Hubungan Internasional , Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, hal 15. 1. Negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi, politik, militer, ekonomi, dan kultural bersama sama dengan aktor ekonomi dan masyarakat sipil. 2. Kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola kepentingan berbeda dari negara-negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri. Menurut Joseph Greico kerjasama internasional hanya berlangsung jika ada kepentingan objektif dan oleh karena itu kerjasama akan berakhir jika kepentingan objektif ini berubah. Kerjasama dapat berlangsung dalam berbagai konteks berbeda, kebanyakan hubungan dan interaksi yang berbentuk kerjasama terjadi langsung diatara dua pemerintah yang memiliki kepentingan atau menghadapi masalah yang sama secara bersamaan, bentuk kerjasama lainnya yang dilakukan oleh negara yang bernaung dalam organisasi dan kelembagaan internasional. 3 Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat 3 Joseph Greico, 1990, Cooperation Among Nation , Europe, America & Nontariff Barriers to Trade, Ithaca, New York: Cornell University Press. dipenuhi negaranya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup dan pertahanan keamanan. Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktoraktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya sumber daya yang dibutuhkan oleh para aktor internasional. Sifat kerjasama internasional biasanya bermacam macam, seperti harmonisasi hingga integrasi. Kerjasama seperti itu dapat terjadi jika ada dua kepentingan bertemu dan tidak ada pertentangan di dalamnya. Ketidakcocokan antara negaranegara atau pihak-pihak yang terlibat dalam kejasama tersebut tentunya pasti akan ada tetapi dapat ditekan oleh adanya kerjasama tersebut. Ada dua tipe dasar yang coba dipecahkan dari kerjasama internasional ini. Tipe pertama mencakup kondisi-kondisi lingkungan internasional yang apabila tidak diatur maka akan mengancam negara-negara yang terlibat. Tipe kedua mencakup keadaan sosial, ekonomi, dan politik domestik tertentu yang dianggap membawa konsekuensi luas terhadap system internasional sehingga dipresepsi sebagai masalah internasional bersama.4 Oleh karena itulah kerjasama internasional amat dibutuhkan agar tercapainya kepentingan bersama. Kerjasama internasional tersebut terjadi dalam dua tingkatan, yaitu kerjasama bilateral yang hanya dilakukan oleh dua negara saja dan kerjasama multilateral. Seperti definisi kerjasama internasional menurut Coplin dan Marbun, “Kerjasama yang awalnya terbentuk dari satu alasan dimana negara ingin melakukan interaksi rutin yang baru dan akan lebih baik bagi tujuan bersama. Interaksi-interaksi ini sebagai aktifitas pemecahan masalah secara kolektif, yang berlangsung baik secara bilateral maupun multilateral”.5 Kerjasama internasional itu sendiri diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan negara- negara yang terlibat di dalamnya. Pada dasarnya semua negara menginginkan keuntungan timbal balik yang optimal demi kesejahteraan rakyatnya. Karena itu dalam pelaksanaannya sendiri dapat dilakukan dengan saling tukar menukar barang dan jasa, memperluas penggunaan teknologi, atau dalam pengelolaan sumber daya alam. Kerjasama pada umumnya memiliki unsur yang sama dengan perumusan kebijakan umum atau koordinasi kebijakan nasional yang terpisah 4 William D Coplin, 1992, Pengantar Politik Internasional: Suatu telaah teoritis, terj, Marsedes Marbun, Bandung: CV Sinar Baru, hal. 284. 5 Ibid. Hal 289. dan dilakukan atas dasar multilateral. Terkadang kerjasama internasional ini mencakup rencana dan usul-usul yang tidak dikonsepkan oleh pemerintah nasional tetapi oleh pejabat sipil internasional yang melakukan perundingan sebagai wakil dari negara tersebut. Selain itu dari kerjasama internasional ini dilanjutkan dengan dibuatnya perundingan dan perjanjian yang berlanjut.6 Kerjasama Internasional ini dapat mencakup berbagai hal. Salah satunya kerjasama dalam pengelolaan sumber daya alam. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu potensi yang terkandung pada bumi yang dimiliki oleh setiap negara. Sumber daya alam itu sendiri memiliki peranan yang amat penting bagi keberlangsungan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya. Oleh karena itu sumber daya alam tersebut amat berkaitan dengan pertahanan suatu negara. Seperti yang disebutkan oleh Carlson bahwa sebenarnya adanya kekuatan di setiap negara adalah disebabkan oleh berbedanya potensi atau unsur kekuatan yang ada di tiap negara. Para ahli menekankan bahwa dasar pembentukan kekuatan negara yang paling utama adalah penduduk, sumber daya alam dan industri.7 Sumber daya alam yang menjadi salah satu kekuatan negara juga disebutkan oleh Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations dia menyebutkan bahwa power atau kekuatan negara mempunyai Sembilan 6 K.J Holsti, 1988, Politik Internasional, terj, Tahir Anshary, Jakarta: Erlangga, hal. 210. Carlson dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, 2007, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, hal 64. 7 unsur yaitu (1)geografi, (2)sumber pendapatan alami untuk bahan makanan dan bahan mentah, (3)kemampuan industri, (4)military preparedness yaitu teknologi, kepemimpinan dan kualitas angkatan perang, (5)populasi yang terdiri dari persebaran dan kualitasnya, (6)karakter nasional, (7)moral nasional, (8)kualitas diplomasi, dan (9)kualitas pemerintahan.8 Peran sumber daya alam yang amat penting bagi keberlangsungan suatu negara memerlukan adanya pengelolaan yang baik terhadap sumber daya alam tersebut. Akan tetapi hal ini tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja jika sumber daya alam tersebut melalui batas batas negara lain. Salah satunya ialah sungai lintas negara. Dimana sungai merupakan pensuplai air bersih terbesar bagi manusia. Perlu adanya kesepakan dan kerjasama oleh negara-negara yang dilaui sungai tersebut agar pemanfaatan sumber daya alam dapat lebih maksimal dan negara tersebut dapat sama sama menjaga keaslian sumber daya tersebut.9 Besarnya peran sumber daya alam terhadap kelangsungan hidup penduduknya menjadi salah satu alasan bahwa sumber daya alam atau air bisa menjadi penyebab terjadinya konflik. Menurut Gleick dan Lowi, jika perdamaian permanen di wilayah tersebut hendak dibangun, 8 Ibid. Claudia D Wadoff, Desember 2005, Cooperation on International Rivers : a Continuum for Securing and Sharing Benefit, Water Internasional vol 3 no 4, hal 3. 9 perdamaian itu haruslah didasarkan, paling tidak pada resolusi konflik sumber daya air.10 Kerjasama sumber daya alam dapat membantu negara-negara yang dilewati oleh sungai lintas negara tersebut dalam mengatasi permasalah yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini yang mempengaruhi sumber daya alam itu sendiri. Seperti kebutuhan air yang kian bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk, kemudian penyusutan jumlah air karena perubahan iklim. Sebagaimana yang dikemukakan Van Valkensburg bahwa kondisi iklim memiliki arti penting bagi aktivitas suatu negara dalam membentuk struktur dan perilaku politiknya.11 Kerjasama pengelolaan sumber daya alam air lintas negara ini memerlukan harmonisasi kebijakan diantara negara negaranya. Karena jika kerjasama ini dapat berjalan baik tentunya akan berdampak positif dengan meningkatkan stabilitas politik, human security serta meningkatkan perekonomian. Jika tidak hal ini mungkin saja akan memicu terjadinya ketegangan dan konflik antar negara tersebut. Tidak dapat kita pungkiri bahwa banyak konflik terjadi yang dipicu oleh masalah sumber daya alam. Menurut Thomas Homer-Dixon kelangkaan lingkungan hidup dapat menimbulkan konflik berintensitas rendah berkelanjutan yang mungkin tidak mengakibatkan 10 Gleick & Lowi, dalam Robert Jackson & George Sorensen, 2005, Pengantar Studi Hubungan Internasional, terj. Dadan Suryadipura, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 326. 11 Van Valkensburg, dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, 2007, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, hal 21 konfrontasi dramatis tetapi dapat melemahkan pemerintahan.12 Kerjasama pengelolaan sumber daya alam tersebut tentunya akan membentuk suatu kesepakatan berupa perjanjian perjanjian yang akan mengikat negara-negara di dalamnya. B. Perjanjian Internasional Perjanjian internasional merupakan hal yang amat penting terutama dalam kaitannya dengan praktik-praktik hubungan internasional. Secara umum pengertian perjanjian internasional adalah setiap perjanjian tertulis antar negara atau organisasi internasional yang diatur menurut hukum internasional.13 Dalam kaitan ini masyarakat internasional sejak tahun 1949 telah berupaya untuk melaksanakan kodifikasi atau kebiasaan hukum internasional yang mengatr masalah perjanjian internasional. Upaya tersebut membuahkan hasil dengan diterimanya Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian (Vienna Convention on the Law of Treaties, 1969) oleh PBB pada tanggal 22 Mei 1969, berlaku sejak 1980 dan menjadi rujukan utama yang mengatur Hukum Perjanjian Internasional. Menurut pasal 2 Konvensi Wina 1960 Perjanjian internasional didefinisikan sebagai berikut: “An International agreement concluded between states in written form and 12 Thomas Homer & Dixon, dalam Robert Jackson dan George Sorensen, 2005, Pengantar Studi Hubungan Internasional, terj. Dadan Suryadipura, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 327. 13 J.M Atik Krustiyati, 1 Juli 2000, Perjanjian Internasional Sebagai Perwujudan Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri Suatu Negara, Jurnal Yustika:Media Hukum dan Keadilan, vol 3. governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two more related instruments and what ever its particular designation”.14 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subyek hukum internasional yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan ikatan yang mempunyai akibat akibat hukum. Perjanjian amat merupakan suatu hal yang penting dalam sebuat kerjasama internasional dimana perjanjian tersebut dibuat untuk menentukan suatu hukum tertentu.. Ada beberapa jenis perjanjian yang termasuk kedalam perjanjian internasional yaitu, perjanjian antar negara-negara seperti perjanjian antara sudan dan mesir pada tahun mengenai pembagian jatah air sungai Nil, kemudian perjanjian antar negara dengan organisasi misalnya perjanjian antara Amerika dengan PBB dan perjanjian antar suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya.15 Dalam perjanjian internasional ada beberapa istilah yang sering digunakan antara lain Memorandum of Understanding, treaty, convention, agreement, declaration.16 1. Memorandum of Understanding 14 Ibid Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, hal 117. 16 Muhammad Ashri, 2008, Perjanjian Internasional dari pembentukan hingga akhir berlakunya, Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika, hal 13. 15 Merupakan salah satu jenis perjanjian internasional berisi komitmen umum terhadap semua bidang atau permasalahan, disamping hal tersebut MoU dapat mengatur pelaksanaan teknik operasional suatu perjanjian induk. Jenis perjanjian ini umumnya dapat segera berlaku setelah penandatanganan tanpa melalui prosedur pengesahan lebih lanjut. 2. Treaty Terminologi Treaty dapat digunakan dalam pengertian umum dan khusus. a. Menurut pengertian umum istilah treaty yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah perjanjian internasional, mencakup seluruh perangkat atau instrumen yang dibuat oleh subyek hukum internasional dan memiliki kekuatan hukum mengikat menurut hukum internasional. b. Menurut pengertian khusus, istilah treaty dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah traktat. Hingga saat ini tidak terdapat pengaturan yang konsisten atas penggunaan terminologi traktat tersebut. Umumnya traktat digunakan untuk suatu perjanjian yang materinya merupakan hal-hal yang sangat prinsipil yang memerlukan pengesahan atau ratifikasi. Jenis-jenis perjanjian yang termasuk dalam kategori traktat diantaranya perjanjian yang mengatur masalah keamanan, perdamaian, persahabatan, perbatasan negara, deliminasi dan ekstradisi. 3. Convention 1. Dalam pengertian umum terminologi convention juga mencakup pengertian perjanjian internasional secara umum. Dalam hal ini pasal 38 Mahkamah internasional menggunakan istilah International Conventions sebagai salah satu sumber hukum internasional. Dengan demikian pengertian umum dari convention dapat disamakan dengan pengertian umum dari treaty. 2. Dalam pengertian khusus, terminologi convention yang dalam bahasa Indonesia disebut Konvensi digunakan sebagai penamaan bagi perjanjian multilateral yang melibatkan sejumlah negara sebagai peserta perjanjian. Konvensi umumnya bersifat terbuka bagi masyarakat internasional untuk berpartisipasi sebagai pihak. Disamping itu, instrument hukum internasional yang dirundingkan atas prakarsa dan disepakati melalui forum organisasi internasional, umumnya juga diberi nama Konvensi. 4. Agreement Terminolagi Agreement juga memiliki pengertian umum dan khusus. a. Dalam pengertian umum, Konvensi Wina 1969 tentang hukum perjanjian menggunakan terminologi International Agreement untuk seluruh perangkat hukum internasional, termasuk treaty dan persetujuan-persetujuan lainnya. b. Dalam pengertian khusus, terminalogi agreement yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah “persetujuan” umumnya mengatur materi yang memiliki cakupan lebih kecil dibanding materi yang diatur pada traktat. Saat ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan istilah “persetujuan” bagi perjanjian bilateral dan secara terbatas pada perjanjian multilateral. Terminologi “persetujuan” umumnya juga digunakan pada perjanjian yang mengatur materi kerjasama di bidang ekonomi, kebudayaan, teknik dan ilmu pengetahuan. Dalam bidang yang erat kaitannya dengan keuangan, “persetujuan” juga digunakan pada perjanjian yang menyangkut masalah pencegahan pajak berganda, perlindungan investasi atau bantuan keuangan. Salah satu contohnya ialah Grant Agreement, yaitu perjanjian bantuan keuangan yang dilakukan antara Nile Basin Initiative dengan World Bank. 5. Declaration Merupakan suatu perjanjian dan berisikan ketentuan-ketentuan umum dimana pihak pihak pada deklarasi tersebut berjanji untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu di masa yang akan datang. Declaration lebih berisi komitmen politis yang isinya ringkas dan padat serta mengesampingkan ketentuan-ketentuan prosedural yang bersifat formal seperti surat kuasa (full powers), ratifikasi dan lainnya. Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional sekurang kurangnya dapat diklasifikasikan berdasarkan dua kategori yakni, berdasarkan pihak pihak yang terlibat dan berdasarkan sifat mengikat perjanjian tersebut. Dalam kategori pihak pihak yang terlibat, perjanjian internasional kemudian dapat dibedakan menjadi dua yaitu perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral. Perjanjian bilateral merupakan perjanjian yang diadakan oleh dua pihak contohnya perjanian antara Indonesia dan Cina mengenai dwi kewarganegaraan pada tahun 1955. Karena hanya diadakan oleh dua pihak, materi yang diatur dalam perjanjian pun hanya menyangkut kepentingan kedua pihak. Oleh karena itu perjanjian bilateral ini bersifat tertutup, artinya tidak ada kemungkinan bagi pihak lain untuk ikut serta dalam perjanjian. Sedangkan perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak. Perjanjian ini biasanya tidak hanya mengatur kepentingan pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian. Perjanjian ini sifatnya terbuka dan cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal. Sedangkan jika dilihat dari sifat mengikatnya perjanjian ini dibedakan atas treaty contract dan law making treaty.17 Treaty contract ialah perjanjian yang dimaksudkan untuk melahirkan akibat akibat hukum yang hanya mengikat pihak pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam jenis ini contohnya yaitu perjanjian antara Cina dan Indonesia mengenai dwi kewarganegaraan. Akibat akibat yang timbul dari perjanjian ini hanya mengikat Indonesia dan Cina. Sedangkan law making treaty adalah perjanjian yang akibatnya menjadi dasar ketentuan atau kaidah hukum internasional. Dalam jenis ini contonya yaitu Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik, konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang. Kemudian perjanjian internasional dibuat melalui tiga tahap yaitu, Perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), pengesahan (ratification). Pada tahap perundingan biasanya pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian biasanya mempertimbangkan terlebih dahulu materi-materi apa yang akan dicantumkan dalam perjanjian. Pada tahap ini pula materi yang dicantumkan ditinjau dari berbagai segi, baik politik, ekonomi, maupun keamanan. Dipertimbangkan pula akibat-akibat apa yang akan muncul setelah perjanjian disahkan akan menguntungkan atau merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian serta kemungkinan dampak dan tanggapan pihakpihak yang tidak terlibat dalam perjanjian 17 Ibid Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak (bilateral) hanya disebut pembicaraan (talk). Sedangkan perundingan yang dilakukan dalam rangka perjanjian internasional yang melibatkan banyak pihak (multilateral) sering disebut konferensi diplomatik (diplomatic conference). Penunjukan wakil suatu negara dalam perundingan sepenuhnya menjadi wewenang negara yang bersangkutan. Untuk mencegah agar tidak terjadi pengatasnamaan negara yang tidak sah, hukum internasional mengadakan ketentuan, tentang kuasa penuh (full power) yang harus dimiliki oleh orang orang yang mewakili suatu negara dalam perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional. Menurut ketentuan ini seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara dengan sah dan dapat mensahkan perjanjian internasional itu atas nama negaranya dan mengikat negara tersebut apabila ia dapat menunjukkan surat kuasa penuh . Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh tidak diperlukan bagi : kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri yang karena jabatannya sudah dianggap mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan semua tindakan yang dapat mengikat negaranya pada perjanjian yang diadakan. Tahap perundingan akan diakhiri dengan penerimaan naskah (adaption of the text) dan pengesahan bunyi naskah (authentication of the text).18 Dalam praktek perjanjian internasional biasanya peserta menetapkan 18 Ibid Hal. 120 ketentuan mengenai jumlah suara yang harus dipenuhi untuk memutuskan apakah naskah perjanjian diterima atau tidak. Demikian pula menyangkut pengesahan bunyi naskah yang diterima akan di lakukan menurut cara yang disetujui semua pihak. Bila konverensi tidak menetapkan cara pengesahan, maka pengesahan dapat dilakukan dengan penandatanganan atau pembubuhan paraf. Dengan menandatangani suatu perjanjian maka negara sudah setuju untuk mengikat diri pada sebuah perjanjian. Sedangkan ratifikasi adalah pengesahan naskah perjanjian internasional yang diberikan oleh badan yang berwenang di suatu negara. Dengan demikian meskipun delegasi negara yang bersangkutan sudah menandatangani naskah perjanjian, maka negara yang diwakilinya tidak secara otomatis terikat pada perjanjian. Negara tersebut baru terikat pada perjanjian setelah naskah diratifikasi. C. Konsep Geopolitik dan Geostrategi Geopolitik merupakan suatu studi yang mengkaji masalah masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk pada politik internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Seperti yang dikatakan Carlson bahwa faktor lokasi, luas, dan bentuk wilayah negara merupakan space factors yang terpenting di dalam setiap menganalisis suatu negara karena “space is the integrating factor in geography”.19 Dalam sudut pandang geografi politik, faktor alam dan penduduk merupakan hal penting dalam kekuatan negara (The essential elements of the state are land and people). Wilayah kekuasaan suatu negara merupakan landasan bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik bangsa. Ia merupakan jaminan kelangsungan hidup negara, adanya rasa persatuan dan kesatuan nasional banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat dan kondisi wilayah territorial negara. Sedangkan lokasi, luas, dan bentuk wilayah, keadaan iklim dan topografi serta potensi sumber-sumber alamnya mempengaruhi kebijakan strategi dan power, struktur ekonomi dan penyebaran penduduk, pola pengembangan pertahanan dan keamanan kekuatan nasional. Menurut Zbigniew Bzezinski, kata geopolitik, strategi, dan geostrategis digunakan untuk menyampaikan maksud-maksud berikut: geopolitik merefleksikan kombinasi antara faktor politik dan geografi yang menentukan kondisi suatu negara atau kawasan serta menekankan pengaruh geografi dalam politik; strategi merujuk pada bentuk pengaplikasian dari rancangan tindakan melalui pertimbangan yang terencana dan menyeluruh 19 Carlson dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, 2007, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, hal 13. untuk mencapai tujuan utama dan geostrategis menggabungkan geopolitik dengan pertimbangan strategi.20 Sedikit berbeda dengan penjelasan sebelumnya, menurut Jakub L. Grygiel, geostrategis adalah kebijakan luar negeri suatu negara yang lebih bersifat geografi. Lebih khusus, geostrategis menggambarkan kondisi dimana suatu negara yang berkonsentarasi pada usahanya untuk mencapai kepentingan nasional dengan cara memproyeksi militernya dan mengarahkan aktivitas politik. Asumsi yang mendasar bahwa negara memiliki sumber daya yang terbatas dan tidak bisa melakukan kebijakan luar negeri yang atous azimuths. Negara harus fokus pada suatu wilayah tertentu di dunia secara militer maupun politik.21 Geostrategis menggambarkan arah kebijakan luar negeri suatu negara dan tidak menguraikan faktor pendorong dan proses pengambilan kebijakan tersebut. Geostrategis suatu negara tidak hanya didorong oleh faktor geografi saja, negara bisa saja melakukan proyeksi kekuatan terhadap suatu wilayah karena alasan ideologi, kelompok kepentingan, atau berdasarkan keinginan pemimpinnya saat itu. Selain itu geografi politik juga melihat negara sebagai sebuah politik region yang mencakup baik international geographical factors, maupun eksternal yaitu hubungan antarnegara. Robinson mengatakan bahwa 20 Zbigniew Bzezinski dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, 2007, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, hal 40. 21 Jakub L. Grygiel, 2006, Great Powers and Geopolitical Changes, Baltimore: The John Hopkins University Press, hal. 22. “that the major objective of political geography is the analysis of inter-state relationships and of internal adaptation to environmental condition”.22 22 Robinson dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, 2007, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, hal 26.