BAB III HUBUNGAN HUKUMINTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL Ada tiga persoalan : 1. HI - HN merupakan satu sistem atau bukan 2. Mana yang harus diutamakan/Prioritaskan 3. Bagaimana Berlakunya HI kedalam HN. A. H.I. dan H.N. Merupakan Satu Sistem Monisme: → HI & HN merupakan dua aspek dari satu sistem hukum yang mengatur kehidupan manusia. HI/HN sama-sama mengikat individu HI = mengikat secara Kolektif. HN = mengikat secara Individual Dualisme: → HI & HN adalah dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dengan yang lainnya (berbeda) Menurut Tripel Perbedaan antara H.I. & HN ada pada: (i). Sumber Hukum keduanya. H.I, bersumberkan pada kehendak bersama negara. HN, bersumberkan pada kehendak negara itu sendiri. (ii). Subvek hukum keduarmya. Subyek H.I hanyalah negara, dan subyek HN adalah individu Menurut Anzilotti perbedaan antara H.I. & HN terletak pada prinsip dasar yang melandasi hukum tersebut. H.I.dilandasi oleh pacta sunt servanda. Sedangkan HN dilandasi oleh adagium bahwa Per.UU-an negara harus ditaati. Kritik: - Perbedaan tsb. Hanya pada proses penetapan hukum. Tidak menyangkut substansinva (hak dan kewajiban) dan tujuan hukum=ketertiban & keadilan. - Pada kenyataannya subyek H.I. tidak hanya negara semata-mata. • Konsekuensi yang timbul atas teori Dualisme: - tidak ada tempat bagi persoalan hierarki antara H.I. dan HN - tidak mungkin ada pertentangan antara H.I. dan HN, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) - berlakunya H.I. kedalam HN memerlukan transformasi B. Masalah Primacy (pengutamaan). • Menurut Hans Kelsen, penganut aliran Monisme : menggunakan teori hierarchis untuk menentukan mana yang haras diutamakan antara H.I. & HN. Berlakunya kaidah hukum ditentukan oleh kaidah hukum yang lain, yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (fundamental). Kaidah fundamental akan menjadi sumber dari segala sumber hukum. Kaidah fundamental itu mungkin ada pada H.I., mungkin ada pada HN. - Bila Primat ada pada HN artinya HI merupakan kelanjutan dari HN. HI merupakan HN untuk urusan Luar Negeri. - Bila Primat ada pada HI artinya HN Bersumber pada. HI. HN mengikat karena ada pendelegasian wewenang H.I. • Kritik Starke: - terlalu filosofis atau teoritis - timbul kesulitan bila postulat jatuh pd. HN = akan terjadi anarchi hokum = bila HN berubah maka. HI juga berubah = HI mengikat nega baru tanpa persetujuan. Sehingga HI harus, diutamakan, namun hanya pada. Prinsipprinsipnya saja. • Dualisme: tidak ada persoalan hierarchi. Tidak ada pertentangan, tetapi yang ada Renvoi. • Konsep Oposibility (perlawanan): bahwa di muka pengadilan internasional negara dapat bersandarkan pada HN dalam mempertahankah klaimnya dalam melawan negara lain yang bersandarkan pada H.I., sepanjang HN tersebut sesuai dengan H.I. Namtln, apabila HN tersebut tidak sesuai dengan H.I., maka tidak dapat digunakan sebagai sarana 'melawan' negara lain yang bersandarkan H.I. Dalam hal kaidah HN tersebut tidak dapat digunakan sebagai sarana untuk 'melawan', maka tidak berarti HN tersebut tidak sah berlakunya di wilayah negara tersebut. Contoh: Perkara Tembakau Bremen. . Indonesia adakan nasionalisasi perusahaan tembakau Belanda di Indonesia. . Kaidah HI menyatakan, Nasionalisasi haras diikuti dengan pembayaran Ganti Rugi dg. Prinsip "promtp (segera), effective (tepat) dan adequate (memadahi) . Berdasarkan PP 9-1959: Ganti rugi dibayarkan oleh Indonesia dengan menyisihkan dalam.jumlah tertentu dari hsil penjualan perkebunan & pabrik tembakau. Jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan dari negara yang baru merdeka. . Putusan PN Bremen: - tindakan nasionalisasi adalah sah, ganti rugi dilaksanakan Sesuai dengan. HN. C. Persoalan berlakunya HI kedalam HN. 1. Teori Transformasi: Menurut Kaum Positivist, bahwa berlakunya kaidah-kaidah HI kedalam HN haras ditransformasikan melalui 'specific adoption' (inkorporasi). Transformasi merupakan syarat substansi bagi berlakunya H.I. kedalam HN. Sebab antara HI & HN adalah dua hukum yang berbeda & terpisah. 2. Teori Delegasi. Menurut teori ini, terdapat pendelegasian kepada setiap konstitusi negara oleh kaidah-kaidah hukum internasional, yaitu hak untuk menentukan kapan treaty berlaku dan bagaimana cara memasukkannya kedalam HN. Adopsi bukan merupakan Transformasi HI menjadi HN, namun merapakan kelanjutan proses pembentukan hukum pada saat pembuatan perjanjian internasional (treaty) sampai jadi hukum nasional Sehingga tidak ada transformasi atau penciptaan hukum baru, yang ada perpanjangan pembentukan hukum. D. Praktek Negara-negara. • Kebiasaan Internasional.: Inggris: - kaidah hukum kebiasaan dianggap merapakan bagian dari hukum nasional, dan akan diberlakukan demikian oleh pengadilan Inggris (Teori Blackstone/Inkorporasi) - Teori inkorporasi membentuk dua asas di pengadilan: * asas konstruksi: per-UU an hams ditafsikan demikian. * asas pembuktian: adanya HI kebiasaan tidak perlu dibuktikan. AS: • - sama dg. Paraktek Inggris. Ada asas konstruksi & pembuktian. Perjanjian internasional. Inggris: = berlakunya PI ditentukan oleh hubungan antara parlemen dan eksekutif. Ratifikasi atas PI merupakan hak prerogatif Mahkota dengan berpedom an: - mahkota punya hak utk. rubah UU tanpa per-7an parlemen bila ada PI yang langsung berlaku di wilayah Inggris. - persetujuan parlemen, bila pengaruhi hak warga Negara, pembebanan keuangan, perubahan UU, penambahan kekuasaan Mahkota. AS.: - Berdasarkan Konstitusi AS, PI merupakan "the supreme law of the land" - Pengadilan mengadakan pembedaan atas 'treaty' menjadi: 1) 'self 'executing treaty', yaitu treaty yang untuk berlakunya tidak memer-lukan pengundangan tingkat nasional, langsung menjadi bagian HN; 2) 'non-self executing treaty', yaitu yang untuk berlakunya memerlukan pengundangan tingkat nasional. Pengadilan tidak akan terikat pada. PI tersebut sebelum diundangkan. Indonesia: -Surat. Presiden No. 2826 Th. 1960, membedakan antara Treaty dengan. Agreement -Treaty: bentuk ratifikasinya harus dengan persetujuan DPR (berbentuk UU), karena menyengkut soal-soal politik/pengarahi haluan politik RI,keuangan, menurut UUD harus diatur dengan UU -Agreement: bentukratifikasinya (berbentuk Keppres) tanpa persetujuan DPR