1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini, berbagai fenomena perilaku negatif sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari pada anak-anak, melalui surat kabar atau televisi dijumpai kasus anak usia dini yang berbicara kurang sopan, senang meniru adegan kekerasan, juga meniru perilaku orang dewasa yang semestinya tidak dilakukan oleh anak-anak, bahkan perilaku bunuh diri sudah dilakukan dan ditirukan oleh anak-anak. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat dunia anak yang seharusnya merupakan dunia penuh kesenangan, kegembiraan untuk mengembangkan dirinya selain itu seharusnya sebagian besar waktunya untuk belajar melalui berbagai macam permainan di lingkungan sekitarnya. Dalam buku Psikologi Pendidikan disebutkan anak usia 18 bulan sampai 7 tahun atau biasa disebut Stadium Pra Operasional anak dalam mereaksi stimulus telah nampak ada aktifitas internal. Pada masa ini berpikir anak sangat egosentrik, cara memikirnya sangat memusat (sentralized), 1 Anak adalah generasi keluarga dan bangsa, sehingga anak perlu mendapat pendidikan yang baik agar potensi yang ada pada diri anak dapat berkembang dengan pesat. Hal ini akan menjadikan si anak sebagai manusia yang memiliki kepribadian tangguh, kuat serta memiliki kemampuan dan ketrampilan yang bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi orangtua, 1 Sri Rumini dkk, Psikologi Pendidikan, FIP IKIP Yogyakarta, 1991, hal. 31 2 keluarga, lingkungan atau lembaga pendidikan berperan dan bertanggungjawab dalam memberikan berbagai macam stimulasi dan bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta generasi penerus tang tangguh dan agamis. Diantara penyebab mengapa anak tidak melakukan hal-hal positif dalam interaksi dengan orang lain adalah kurangnya penanaman pendidikan dari orang tua atau lingkungan sekitarnya terkait pendidikan akhlak dan moral. Sehingga asumsi ini perlu tindaklanjuti dengan memberikan pendidikan dan bimbingan akhlaq moral si anak melalui pendidikan keagamaan. Pada dasarnya anak dilahirkan dalam keadaan lemah, baik secara fisik maupun kejiwaan. Tetapi di dalam diri anak terkandung potensipotensi dasar yang akan tumbuh dan berkembang menjadi kemampuan yang riil atas jasa faktor-faktor dari luar dirinya. Salah satu diantaranya adalah lembaga tempat anak belajar. Demikian halnya dengan potensi keagamaan (religiositas) yang dimiliki anak juga perlu dikembangkan. Dalam Al-Qur’an QS. Al-A’rof:172 diterangkan: Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orangorang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)", 3 Dalam hadits juga dikatakan; “ Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R. Bukhori, Muslim). Dari ayat Al-Qur’an dan hadits tersebut telah dijelaskan bahwasanya, dalam diri anak telah memiliki potensi keagamaan dan menjadi tugas orang dewasa disekitarnya yang harus mendidik dan mengembangkan potensi tersebut. Perkembangan keagamaan/religiusitas pada usia anak mempunyai peran yang sangat penting, baik bagi perkembangan religiusitas pada anak itu sendiri maupun usia selanjutnya. Penanaman nilai-nilai keagamaan; menyangkut konsep tentang keTuhanan, ibadah, nilai moral; yang berlangsung sejak dini mampu membentuk religiusitas anak mengakar secara kuat dan mempunyai pengaruh sepanjang hidup. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut diri anak belum mempunyai konsep-konsep dasar yang dapat digunakan untuk menolak ataupun menyetujui segala yang masuk pada dirinya. Maka nilai-nilai agama yang ditanamkan akan menjadi warna pertama dari dasar konsep diri anak. Pada proses selanjutnya nilai-nilai agama yang telah mewarnai sang anak tersebut terbentuk menjadi kata hati (Conscience) yang pada usia 4 remaja akan menjadi dasar penilaian dan penyaringan terhadap nilai-nilai yang masuk pada dirinya2 Kondisi sosial yang diakselerasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang begitu cepat dan mudah didapat, membawa perubahan besar diseluruh aspek kehidupan. Fondasi mental, moral, dan spiritual yang kuat mutlak diperlukan sebagai antisipasi kecenderunagan imitasi (meniru) suatu perilaku. Secara bertahap kesadaran masyarakat akan pentingnya penanaman keagamaan anak usia dini mulai dirasa. Hal ini dapat dilihat dari minat masyarakat-di sini orang tua lebih suka menyekolahkan anaknya di lembaga yang berlabel agama dengan standar yang tidak kalah dengan sekolah unggulan yang lain. Hasil pengamatan yang dilakukan penulis, setiap tahun selalu ada peningkatan jumlah anak yang mendaftar di TK ABA Gading III Playen. Setelah penulis mengonfirmasikan kepada beberapa wali murid rata-rata berpendapat bahwasanya mereka ingin mengenalkan agama kepada anak sejak kecil. 3 Pemberdayaan generasi yang mampu memegang teguh nilai-nilai bukanlah perkara yang mudah. Penanaman nilai-nilai terutama Agama perlu dilakukan kepada anak sedini mungkin. sehingga rasa Agama yang terpatri dalam jiwa anak akan mengakar dan menjadi kata hati bagi anak dalam menghadapi kehidupan kedepannya kelak. Program pendidikan 2 Susilaningsih, Perkembangan Religiusitas Pada Usia Anak. Makalah Mata Kuliah Psikolgi Agama, semester V, UIN SUKA, 2007. 3 Hasil observasi dan wawancara kepada wali murid di TK ABA Gading III Playen tanggal 12 Agustus 2014. 5 agama usia dini untuk anak-anak bertujuan untuk memberikan kristalisasi moral dan norma kehidupan yang Islami yang akan menjadi sikap hidup anak. Selain itu juga program ini dimaksudkan untuk membantu, mengarahkan energi seorang anak dalam pembelajaranya, dan untuk memahami lingkungannya. Anak-anak diberi kesempatan untuk berinteraksi secara positif dan membangun lingkungan yang Islami, membantu anak memupuk perasaan menghargai dan kepercayaan terhadap diri sendiri, keluarga, dan agamanya. Program pendidikan anak usia dini dilakukan di taman kanakkanak (TK), Roudhotul Athfal (RA), kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan dalam keluarga serta lingkungan. Anak usia dini antara 2-6 tahun adalah fase yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai islam. Namun, masih terdapat problem tersendiri bagi pendidik anak usia dini mengenai metode pembelajaranya. Untuk itu diperlukan metode penanaman nilai-nilai islam bagi anak usia dini yang efektif dan relevan mengikatnya merupakan tahapan perkembangan kognitif anak pada tahap praoperasional. 4 Seorang pendidik harus mengetahui kondisi perkembangan anak lingkungannya dan kesukaannya, untuk memudahkan dalam menanamkan nilai-nilai Islami dalam diri anak. Selain itu sesungguhnya masa kanakkanak merupakan fase yang paling subur, paling panjang dan paling dominan bagi seorang pendidik untuk menanamkan norma-norma (Islam). 4 Sri Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta:Grasin, 2006), hal 73. 6 Pada fase fitrah kanak-kanak begitu bersih, lugu, polos, jernih, lembut, dan kelenturan tubuh yang belum tercemari, dan jiwa yang masih belum terkontaminasi. 5 Peranan guru terhadap anak usia dini (prasekolah) amat penting. Guru dengan penampilan yang ada padanya, keyakinan, akhlak, cara berjalan, berbicara, memperlakukan anak didik dan sebagainya diserap oleh anak yang mulai mengembangkan pribadinya lewat pengalaman di luar keluarga. 6 Salah satu yang menjadi tanggung jawab sekolah yaitu mempersiapkan siswa agar mampu mengembangkan kepribadian yang selaras, seimbang antara jasmani dan rohaninya. Sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya atau yang diharapkan yakni dapat menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat cerdas dan terampil. Untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas, beriman dan bertakwa dalam rangka menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global, pengembangkan potensi keagamaan anak usia dini dianggap begitu urgen. Untuk itu, pendidikan guna mengembangkan keagamaan (religiusitas) pada anak nusia dini sangat penting. TK ABA Gading III Playen adalah suatu lembaga pendidikan dan pengajaran untuk anak-anak yang menjadikan pendidikan agama Islam sebagai identitas lembaganya. Dalam Proses pendidikan, TK ABA Gading III Playen sebagai institusi pendidikan yang berbasis Islam, 5 Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah , terj. Bahrun Abu Bakar Ikhsan Zubaidi (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), hal.22. 6 Zakiah daradjat“Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah”, (Jakarta:Rohana, 1996), hal. 78. 7 didalamnya tentu memuat berbagai macam kegiatan dan pelajaran baik yang dilaksanakan didalam kelas maupun diluar kelas, dan dengan berbagai macam metode. Dalam pendidikan Agama, TK ABA Gading III Playen memiliki ciri khas yaitu kemuhammadiyahan serta keaisyiyahan. Visi dari TK ABA Gading III Playen adalah Terciptanya Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal yang Mampu dan Tanggap Perkembangan Zaman, Berilmu serta Terbentuknya Generasi Islami, Cerdas dan Terampil. 7 Pada tataran konsep atau teori TK ABA Gading III Playen memiliki tujuan pendidikan yang ideal. Untuk menciptakan generasi yang maju dalam hal ilmu pengetahuan serta tetap belandaskan agama bukanlah hal yang mudah. Untuk mewujudkan visinya tentulah TK ABA Gading III Playen memiliki berbagai macam upaya. Beberapa hal tersebut membuat peneliti merasa tertarik melakukan penelitian di TK Aisyiyah Bustanul Athfal dalam mengembangkan keagamaan dalam diri anak sehingga terbentuklah anak-anak yang beriman dan berkualitas dimasa depan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana program pendidikan keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul? 7 Dokumentasi TK ABA Gading III Playen tanggal 12 Agustus 2014. 8 2. Bagaimana perilaku keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul? 3. Apa permasalahan yang menghambat pendidikan keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul? 4. Bagaimana pemecahan permasalahan yang menghambat pendidikan keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Dalam melakukan penelitian, sudah pasti ada tujuan-tujuan yang hendak diperoleh oleh peneliti. Sehingga dengan penulisan skripsi ini peneliti juga memiliki tujuan. Selain itu ada pula kegunaan kenapa penelitian ini dilakukan, serta penelitian ini berguna untuk siapa saja, maka bersama ini peneliti sampaikan tujuan dan kegunaan penelitian ini. Adapun tujuan dan keguaannya sebagai berikut: a. Tujuan; 1. Untuk mengetahui program pendidikan keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul 2. Untuk mengetahui perilaku keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul 3. Untuk mengetahui permasalahan yang menghambat pendidikan keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul 9 4. Untuk mengetahui pemecahan permasalahan yang menghambat pendidikan keagamaan anak di TK ABA Gading III Playen Gunungkidul? b. Kegunaan; 1. Sebagai sumbangsih terhadap dunia pendidikan khususnya pendidikan Agama Islam di Taman Kanak-kanak ataupun Raudlatul Athfal 2. Menambah wawasan bagi penulis agar kedepan dapat melakukan penelitian yang lebih baik khususnya dalam penelitian ilmiah seperti sekarang ini. 3. Untuk memenuhi tugas akhir di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam D. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu a. Skripsi Sarmayanti Rambe Tahun 2004, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam dengan judul “Palaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada Anak Usia Pra Sekolah Di TK Raudhotul Athf al Dharma Wanita IAIN Sunan Kalijaga” yang mendeskripsikan tentang proses pelaksanaan pendidikan agam Islam, hasil pelaksanaan pendidikan agama Islam, faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan pendidikan agama. Adapun perbedaan yang akan Penelitian penulis dilakukan buat antara dengan skripsi lain lapangan penelitian. di TK ABA (‘Asyiyah Bustanul Athfal) 10 Karang malang, Yogyakarta. Selain itu fokus pembahasan dalam skripsi ini lebih (‘Asyiyah pada mendiskripsikan upaya guru di TK ABA Bustanul Athfal) dalam mengembangkan keagamaan anak didiknya.8 b. Skripsi Cahya Tyas Lutfiatun Tahun 2005, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam dengan judul “Pembentukan Kesadaran keagamaan Usia Anak-Anak Di Buletin Qurrotu A’yun ” yang membahas tentang materi dan metode yang ada dalam bulletin Qurrotu A’yun sebagi panduan dalam membentuk generasi islami. Adapun perbedaan dengan skripsi yang akan penulis buat adalah skripsi ini merupakan penelitian lapangan. Penelitian dilakukan di TK ABA (‘Asyiyah Bustanul Athfal) Karang Malang, Yogyakarta. Selain itu fokus pembahasan dalam skripsi ini lebih pada mendiskripsikan upaya guru di TK ABA (‘Asyiyah Bustanul Athfal) dalam mengembangkan keagamaan anak didiknya 9 c. Skripsi saudara Sih Haryono berjudul Hubungan Orangtua Dan Prestasi Belajar Anak Dalam Pendidikan Agama Islam di Giritontro Wonogiri yang menyimpulkan bahwa orang tua memiliki peranan dalam memberikan dorongan kepada anak untuk meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini lebih banyak 12 Sarmayanti Rambe, Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada Anak Usia Pra Sekolah Di TK Raudhotul Athf al Dharma Wanita IAIN Sunan Kalij aga, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2004. 9 Cahya Tyas Lutfiatun, Pembentukan Kesadaran Keagamaan Usia Anak-Anak Di Buletin Qurrotu A ’yun, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2005. 11 membahas peran dari orangtua dalam membimbing anaknya dalam menjalankan nilai-nilai pendidikan Agama10 d. Skripsi saudara Karsiwiyati yang berjudul Peran motivasi belajar dalam meningkatkan prestasi belajar anak TK, skripsi ini menyimpulkan bahwa guru dapat memberikan motivasi kepada anak serta mengolah motivasi anak untuk meningkatkan prestasi, serta membentuk anak lebih percaya diri. 11 Perbedaaan antara hasil penelitian terdahulu dengan yang peneliti lakukan sekarang ialah bahwa penelitian sekarang lebih menekankan pada pengamatan pelaksanaan program pendidikan keagamaan bagi anak usia TK yang dilakukan oleh TK ABA Gading III Gading Playen serta mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh TK ABA Gading III Gading Playen dalam melaksanakan program pendidikan keagamaan bagi anak didiknya. Berdasarkan hal diatas, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui apakah pelaksanaan program pendidikan keagamaan bagi anak TK ini memiliki permasalahan apa tidak, karena tidak menutup kemungkinan bahwa pelaksanaan program pendidikan keagamaan bagi anak didiknya ini secara implementasi memiliki keberhasilan sudah barang tentu pasti ada 10 Sih haryono, Hubungan Orangtua Dan Prestasi Belajar Anak Dalam Pendidikan Agama Islam di Giritontro Wonogiri, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2005 STITY Wonosari. 11 Karsiwiyati, Peran motivasi belajar dalam meningkatkan prestasi belajar anak TK, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2005 STITY Wonosari 12 permasalahan-permasalah baik dalam pelaksanaan maupun persiapannya sehingga peneliti berupaya menyampaikan siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam menyelesaikan masalah tersebut. 2. Kajian Teori a. Perilaku Keagamaan 1) Pengertian Kata keagamaan berasal dari kata dasar Agama dan mendapat awalan ke- dan akhiran -an; yang artinya adalah kepercayaan kepada Tuhan; hal-hal gaib yang memiliki kekuatan besar; akidah; din(ul) 12 Keagamaan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama. Artinya segala hal baik berupa sikap, ritual maupun kepercayaan yang bersifat agama masuk kedalam keagamaan. Setiap bentuk, perilaku demikian tentunya juga tentunya mempunyai bersifat agama. senantiasa Dalam melakukan mempunyai wujud dengan perilaku wujud atau bentuk kehidupan atau keagamaan, tertentu yang sehari-hari manusia aktivitas-aktivitas kehidupannya atau dalam arti melakukan tindakan baik itu erat hubungannya 12 Tim Pena Prima, kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya : Gita Media Press:2006, hal 9 13 dengan dirinya sendiri ataupun berkaitan dengan orang lain yang biasa dikenal dengan proses komunikasi baik itu berupa komunikasi verbal atau perilaku nyata, akan tetapi di dalam melakukan perilakunya mereka senantiasa berbeda-beda antara satu dengan lainnya, hal ini disebabkan karena motivasi yang melatarbelakangi berbeda-beda. Fungsi agama secara umum adalah menyuruh dan melarang, yakni menyuruh untuk melakukan kebaikan-kebaikan serta melarang tindakan kotor menurut agama tersebut, keduanya ini berlatar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.13 Setiap anak mengalami pertumbuhan baik secara jasmani maupun rohani serta pola pikirnya. Pertumbuhan yaitu pertambahan secara kuantitatif dari subtansi atau struktur yang umumnya ditandai dengan perubahan-perubahan biologis pada seseorang yang menuju arah kematangan. Pertumbuhan fisik berjalan dengan cara berbeda-beda. Guru yang efektif perlu memahami pertumbuhan dan perkembangan siswa secara komperhensif. Pemahaman ini memudahkan guru untuk menilai kebutuhan murid dan merencanakan tujuan serta proses belajar mengajar.14 13 Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta, Rajawali Press, hal. 235 14 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Grafika, 2008, Hal 93 14 Anak merupakan amanat Allah yang di titipkan pada orang tuanya. Anak yang kebanagiaan sholeh orang akan menjadi sumber tuanya dan anak merupakan fitrah bagi kedua orang tuanya. Problem yang sedang berkembang dan akan dihadapi gejala masyarakat pada zaman kemajuan yang menunjukkan harminis antara menasehati berkata hubungan orang tidak ini adalah yang tua dengan anaknya. menghiraukan, selalu selalu kasar tidak lagi menuruti kurang Misalnya membantah, anjuran yang di sebut krisis keteladanan orang tua. Keadaan orang ini sangat menghawatrikan, tua sangat terpojok anaknya. semakin Keteladanan sulit dalam orang dipertahankan, tua kebanyakan menghadapi di sehingga sikap mata anak- anak orang tua harus bersikap tegas dalam menghadapi anak-anaknya, harus di beri contoh sikap yang baik. Jika menerus terjadi , maka kemrosotan anak-anak orang tua terus akan menghadapi krisis keteladanan yang gawat. Ia bahkan kehilangan pedoman dan arah. Sehingga perlu adanya pendidikan atau pengajaran terutama pendidikan keagamaan. Sebagai tujuan utama dari proses pengajaran ialah terbentuknya kepribadian yang bertaqwa, memiliki jiwa nasionalisme serta berguna bagi dirinya sendiri terutama di masa 15 yang akan datang serta bermanfaat baik bagi keluarga, masyarakat dan terlebih bagi kehidupan berbangsa. Sehingga kepribadian menjadi bagian yang tidak bias dipisahkan dari proses pengajaran sebab outcome dari pengajaran adalah terbentuknya pribadi muslim yang kaffah dan bertanggungjawab. Proses pembelajaran dalam hal ini pendidikan bertujuan untuk memberikan penambahan wawasan dan pengetahuan serta menjadi proses pada pembentukan manusia sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Keterlibatan banyak pihak yang berkompeten sangat besar untuk mencapai sesuai tujuan pembelajaran. Diantara pihak yang berkenaan langsung yakni guru dan siswa. Guru dan siswa menjadi unsur yang dominan dalam mewujudkan Pendidikan Islam bagi generasi tunas bangsa. Pendidikan Islam menekankan terhadap pengelolaan dan pembentukan kepribadian anak baik secara rohani maupun jasmani. Pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada pribadi utama menurut ukuran-ukuran nilai.15 Bimbingan diberikan kepada orang yang tahu kepada orang yang belum tahu atau dari guru kepada murid. Bimbingan ini bertujuan untuk membentuk jasmani yang sehat dan kuat serta rohani yang berimam dan bertaqwa. Dalam hal ini Iman Ghazali berkata: 15 hal 23 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Al Ma’arif, 1996, 16 “ Makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia. Sedangkan yang paling mulia adalah kalbunya. Guru atau pengajar selalu menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan kalbu itu serta menuntunnya untuk selalu dekat kepada Allah”.16 Untuk dapat penyempurnaan, pensucian dan pendekatan diri kepada Allah diperlukan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan diperoleh karena adanya proses pendidikan. Islam sebagai agama Rahmatan lil‘alamin sangat besar perhatiannya terhadap pendidikan. Untuk menjadikan pendidikan berhasil tertanam kedalam diri anak sehingga dalam menyampaikan ilmu dari guru kepada siswa. Hubungan yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik menghasilkan interaksi edukatif, sehingga dengan sadar pendidik harus membentuk lingkungan interaksi dengan baik agar tumbuh gairah dari peserta didik untuk terus belajar minimal peserta didik termotifasi belajar secara sendiri. 2) Karakteristik Keagamaan Pada Usia Anak Ada beberapa teori timbulnya keagamaan anak, yakni: 17 1) Rasa ketergantungan. Manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat kebutuhan, yakni perlindungan (security), keinginan akan (new experience), keinginan untuk keinginan untuk pengalamn baru dapat tanggapan 16 Abidin Ibnu Rasd, Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga, Fakultas Tarbiyah, 1990, hal 1 17 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dina Dalam Islam, cet II, (Yogyakarta: Pustaka Palajar, 2007, hal 47 17 (response), keinginan untuk Berdasarkan kenyataan keinginan itu, maka (recognition). dan kerjasama dari keempat bayi sejak dilahirkan ketergantungan. yang dikenal hidup dalam Melalui pengalaman-pengalamn diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagaman pada diri anak. 2) Instink keagamaan. Bayi yang dilahirkan memiliki kagamaan. beberapa instink. Belum pada diri anak karena menopang belum Diantaranya terlihatnya beberapa kematangan sudah instink tindak keagamaan fungsi kejiwaan berfungsinya yang instink itu sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia tersebut, nilai- nilai keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Nilai keagamaan itu sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan atau hubungan antar sesama manusia. Berdasarkan pengertian perilaku keagamaan seperti yang dijelaskan yaitu seluruh aktifitas anggota tubuh manusia yang berdasarkan syari’at Islam atau ibadah dalam arti luas, baik yang berbentuk hubungan vertikal antar manusia dengan Allah SWT maupun yang berbentuk horisontal antara sesama makhluk, maka bentuk-bentuk perilaku keagamaan di sini bermacam- macam dan luas. Dalam skripsi ini secara umum hanya akan dibahas bentuk perilaku keagamaan yang berkaitan dengan 18 perilaku keseharian siswa yang berkaitan dengan tindakan atau perilaku diri sendiri seperti berdoa setiap melakukan kegiatan, menjalankan ibadah kepada Allah seperti shalat, puasa, atau membaca al-Qur’an atau tindakan perbuatan siswa yang berkaitan dengan sesama baik kepada orang tua, teman sebaya ataupun tetangga, seperti sopan santun, berkata baik dan benar. b. Anak Usia TK 1. Pengertian Dalam undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan berarti usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam bab I Pasal 1 butir 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak usia 4-5 tahun sangat aktif dan energik, kebanyakan waktunya dihabiskan untuk bermain. Pada usia ini ide-idenya mulai berkembang, mulai bisa berteman, dapat memahami pendapat teman dan ada keinginan bergabung dengan kelompok 19 lain, sedangkan anak usia 5-6 tahun adalah anak yang peringan dan imajinatif. Mereka tiada berhenti bergerak dan berbuat sesuatu menggunakan gerak tubuhnya secara kreatif terutama dalam menggunakan kedua belah tangannya.18 “Sejalan dengan masa pertumbuhan berpikir anak maka seorang pendidik harus menguasai psikologis pertumbuhan anak didiknya. Hal ini berkaitan dengan kepribadian anak didik yang sedang memasuki fase Stadium Pra Operasional terutama pada anak anak usia Taman Kanak-kanak atau usia dini. Anak usia 18 bulan – 7 tahun atau biasa disebut Stadium Pra Operasional anak dalam mereaksi stimulus telah nampak ada aktifitas internal. Pada masa ini berpikir anak sangat egosentrik, cara memikirnya sangat memusat (sentralized)”. 19 2. Faktor Yang Mempengaruhi Anak Usia TK Merujuk pada bukunya Ustadz Labib Mz, bahwa mendidik anak menjadi kewajiban orangtua agar anak menjadi manusia sholeh, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Lebih khusu lagi membuat kebahagiaan kedua orang tua, baik ketika masih di dunia maupun di akherat kelak.20 Pendidikan sebagaimana dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk 18 Dirjen Bagais, Pedoman Bimbingan, Jakarta, Depag RI, 2002, hal 7 Sri Rumini dkk, Psikologi Pendidikan, FIP IKIP Yogyakarta, 1991, hal 31 20 Labib, Etika Mendidik Anak Menjadi Sholeh,Surabaya, Putrajaya, 2007, hal 1 19 20 mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.21 Muatan dari sistem pendidikan nasional mengarah pada pembentukan kepribadian yang lebih ditekankan terhadap perilaku atau tingkah laku anak. Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku dalam arti luas, mencakup perbuatan dan penghayatan. Dalam buku psikologi pendidikan menyebutkan bahwa perbuatan adalah tingkah laku yang dapat diamati langsung terutama berupa gerakan atau perbuatan.22 Dimyati Mahmud menuliskan bahwa gejala kejiwaan yang merupakan tingkah laku itu secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu gejala pengenalan (Kognitif), gejala perasaan (afektif), gejala kehendak atau psikomotorik (konatif), serta gejala campuran (kombinasi).23 Penelitian menunjukan bahwa metode pendidikan anak dalam keluarga menurut Rasulullah SAW adalah metode keteladanan, pembiasaan, nasihat, peragaan, reword/sanjungan, kisah/cerita, teguran, dan hukuman. Adapun oprasionalisasi metode-metode tersebut adalah metode keteladanan 21 yang Undang-undang nomor 20 tahun 2003 22 Sri Rumini dkk, Psikologi Pendidikan, UPP IKIP Yogyakarta, 1991, hal 1 23 Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan, Dirjen Dikti Depdikbud, Jakarta, 1989, hal 2 21 diterapkan dalam keluarga melalui keteladanan orang tua dalam berbagai hal. Metode pembiasaan yang diterapkan dalam keluarga melalui pembiasaan berakhlakul karimah, pembiasaan shalat, puasa, zakat, tertib, teratur serta disiplin.24 Setiap manusia akan merespon apa yang dilihat, didengar, dan dialami. Dalam proses bekerjanya stimulus akan mempengaruhi pola berpikir dan berpendapat. Anak memiliki kepekaan yang tinggi karena pada tahap perkembangan otak yang tercepat pada saat anak masih berusia 4 sampai 7 tahun dan biasa disebut dengan gold eight atau usia emas. Pendidikan agama untuk mewujudkan perilaku atau budi pekerti anak menjadi sangat penting. Penanaman pendidikan agama diberikan kepada anak sejak anak dalam kandungan, saat bayi, usia kanak-kanak dan berkembang menjadi remaja, dewasa serta menjadi tua dalam hidup di dunia bekal agama menjadi bekal yang utama.perkembangan kognitif anak masih dapat dipengaruhi sebelum anak berkembang menjadi dewasa, sehingga penanaman keagamaan sangat tepat bila diberikan sejak anak masih kecil. 24 Soelaeman, Pendidikan dalam Keluarga, Facebook, google bulan Maret 2009 22