Temuan Audit: Haruskah Akibat Bernilai Rupiah? Oleh: Tri Restu Ramadhan, Widyaiswara Muda Pusdiklatwas BPKP Semua auditor paham betul bahwa temuan harus memenuhi lima unsur: Kondisi, Kriteria, Sebab, Akibat dan Rekomendasi. Kondisi adalah apa yang ditemui secara faktual dan obyektif dijumpai yang akan dibandingkan dengan yang seharusnya, kriteria, oleh auditor. Sebab merupakan akar permasalahan terjadinya perbedaan antara kondisi dan kriteria.Akibat adalah konsekuensi yang timbul akibat adanya perbedaan tersebutm Rekomendasi merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi dengan upaya menghilangkan penyebab terjadinya ketidaksamaan tersebut. Inilah unsur-unsur temuan audit yang baik yang harus dikembangkan auditor. Bagaimana jika terjadi ketidaklengkapan unsur temuan? Yang paling sering terjadi adalah auditor gagal mencari penyebab akar permasalahan atau tidak dapat mengkuantifikasikan temuannya. Umumnya auditor akan menurunkan ”derajad” temuannya menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan atau minor findings. Tinjauan Ringkas Akibat Akibat pada dasarnya adalah untuk memperoleh perhatian dari manajemen. Alihalih temuan yang biasa-biasa saja, begitu terdapat temuan ”negara dirugikan Rp 17 milyar rupiah” akan membuat semua pihak terkait dengan hasil audit akan sibuk menelaahnya. Temuan semacam ini seringkali dianggap temuan yang bermutu, yang mampu mendongkrak karir auditor yang menemukannya. Temuan yang tidak bernilai rupiah, di sisi lain dianggap temuan yang biasa-biasa saja, temuan kelas dua, atau hanya ditujukan untuk memperbaiki sistem pengendalian. Acapkali diabaikan, bahkan auditornya dianggap tidak melakukan pengujian dengan baik dalam pekerjaannya. Bukankah demikian? Konsekuensinya auditor akan berusaha memfokuskan untuk mengembangkan temuan-temuan yang bernilai rupiah yang besar jumlahnya, kemudian baru mencoba memperbaiki sistem pengendalian yang ada. Ukuran keberhasilan berupa temuan yang bernilai rupiah membuat perilaku auditor mengarahkan upaya pada mencari temuan- temuan yang demikian agar tidak dinilai tidak gagal mengaudit. Pertanyaannya adalah apakah auditor mampu mengkuantifikasikan temuan-temuannya dalam audit yang jangka waktunya hanya, katakanlah, 10 hari? Fokus pada Risiko Saat ini hampir semua organisasi fokus terhadap penanganan risiko. Segala sesuatu yang menghambat pencapaian tujuan organisasi merupakan risiko. Pengendalian terhadap risiko-risiko yang telah diidentifikasi akan dapat membuat pencapaian tujuan menjadi lebih efektif. Risiko menjadi panglima. Bagaimana dengan auditor, akan kah menjadikannya fokus Atau panglima juga? Risiko pada dasarnya adalah kemungkinan atau sesuatu yang belum terjadi. Berbeda dengan masalah yang sudah terjadi. Penulis menyimpulkan masalah adalah gagalnya risiko diantisipasi dengan pengendalian. Mengelola risiko kontrak berbeda dengan menangani masalah yang timbul dalam kontrak. Sebelum terjadi masalah dalam kontrak, manajemen akan melakukan konsultasi dengan divi hukum, melakukan perbandingan dan kajian terbatas kontrak. Jika terjadi masalah? Negosiasi, tidak melaksanakan kontrak atau membawa perselisihan kepada lembaga penengah adalah langkah-langkahnya. Berbeda. Jika auditor mengembangkan temuan yang berakibat inefisiensi atau bernilai rupiah, maka dia hanya menemukan masalah yang sudah terjadi. Hal ini Bnerarti pengendalian yang ada gagal memitigasinya. Jika fokusnya hanya temuan-temuan inefisiensi berarti auditor tidak waspada terhadap kemungkinan-kemungkian terjadinya permasalahan di masa datang atau mencegahnya terjadi. Dengan demikian upaya auditor tidak selaras dengan pencapaian tujuan organisasi. Wacana Yang Berkembang Agar lebih memotivasi dan bersifat lebih persuasif terhadap tujuan-tujuan auditi, auditor harus menyampaikan rekomendasi yang relevan dengan kebutuhan auditi. Jika tidak, rekomendasi tersebut cenderung ditentang atau tidak ditindaklanjuti. Hal ini menjadi masalah lain dalam kinerja auditor. Rekomendasi terkait efisiensi memang relevan dengan kebiuhan auditi apabila sistem pengendaliannya sangat tidak memadai. Jika Sistem Pengendaliaanya memadai, rekomendasi auditor internal seharusnya diarahkan pada pengujian dan efektivitas sistem. Dalam hal ini risiko menjadi subyek utama. Misalnya saja apabila tidak dilakukan pemisahaan tugas, risiko terjadinya kehilangan dan kecurangan akan meningkat. Hal lain yang dianggap lebih dapat diakomodasi oleh manajemen adalah menyajikan manfaat atau manfaat yang hilang. Manajemen auditi akan beranggapan auditor sangat peduli terhadap tantangan yang dihadapinya dan bersikap membantu untuk memberikan solusinya. Rekomendasi yang menyampaikan bahwa perbaikan mesin secara terpadeu akan dapat menghemat biaya operasi sampai dengan Rp 200 juta akan lebih mendapatkan respon positif dibandingkan terdapat pemborosan senilai Rp 200 juta. Penutup Pengembangan temuan sebaiknya melihat kondisi pengendalian yang ada.. Semakin efektif sistem pengendalian, akan membuat rekomendasi auditor bergeser menjadi lebih fokus kepada penilaian efektifitas sistem pengendalian intern dalam mengantisipasi risiko. Rekomendasi yang selalu mengarahkan pada akibat yang berfokus pada adanya inefisiensi atau ketidakhematan dapat berarti auditor gagal dalam melakukan pembinaan atau perbaikan sistem pengendalian. Audit tidak membuat perbedaan yang berarti karena terus menerus terjadi inefisiensi atau kerugian negara. Sudah saatnya dipertimbangkan atau disusun suatu sistem manajemen kinerja audit atau quality assurance yang tidak mengukur keberhasilan dari jumlah rupiah temuan (dari sisi akibat), tapi lebih kepada kelengkapan pengujian yang dilakukan auditor.