Modul Psikologi Pendidikan [TM4]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
VARIASI INDIVIDU
(Kecerdasan, Kepribadian dan
temperamen)
Fakultas
Program Studi
PSIKOLOGI
PSIKOLOGI
Tatap Muka
04
Kode MK
Disusun Oleh
Fahrul Rozi, M.Si
Abstract
Kompetensi
Pemahaman akan konsep intelegensi,
pengukuran, gaya belajar, berfikir,
kepribadian, dan aspek perkembangan
sosioemosilaml anak.
Mahasiswa dapat menjelaskan konsep
intelegensi, pengukuran, gaya belajar,
berfikir, kepribadian, dan aspek
perkembangan sosioemosilaml anak .
MODUL IV
Variasi Individu
(Kecerdasan, Kepribadian dan temperamen)
Shiffi Landa, adalah seorang guru kelas satu di H. F. Epstein HebrewAcademiy di St. Louis,
Missouri, menggunakan pendekatan intelegensi majemuk (multiple intellegencies) dari
Howard Gardner (1983, 1993) dikelasnya. Gardger beragumen bahwa tidak hanya satu jenis
intelegensi, tetapi setidaknya ada delpan jenis intelegensi.
Landa percaya bahwa multiple intellegencies adalah cara terbaik untuk mengembangkan
anak-anak karena mereka mempunyai beragam kemampuan. Landa mengatakan, “Peranku
sebagai seorang guru sangat berbeda dari beberapa tahun yang lalu. Aku memikirkan
peranku untuk lebih menjadi fasilitator daripada sebagai pengatur saat murid belajar. “
Landa percaya bahwa intelegensi interpersonal adalah tipe intelegensi yang paling banyak
diabaikan didalam kelas tradisional. Setelah dia mengimplementasikan pendekatan multiple
intellegencies ini dikelasnya, Landa mengetahui bahwa dia perlu mendidik orang tua tentang
pendekatan ini.
Ia membentuk sebuah kelas pendidikan orang tua yang disebut “The Parent-Teacher
Connection”. Di dalam kelas ini Landa adakan pertemuan secara periodic untuk menonton
video, berbicara tentang intelegensi majemuk, dan mendiskusikan bagaimana intelegensiintelegensi itu diperkenalkan di dalam kelas. Ia juga mengirimkan laporan mingguan untuk
para orang tua, yang memberi tahu mereka tentang aktifitas yang menggunakan
pendekatan intelegensi majemuk dan kemajuan para siswa (Santrock, 2007)
A. Kecerdasan (Intelegensi)
Kata atau istilah kecerdasan (intelegensi) digunakan pada abad ke -20 oleh Aldous
Huxle dalam sebuah novelnya. Intelegensi sering digunakan oleh para ahli dalam
mendeskripsikan kecerdasan yang dimiliki oleh individu. Akan tetapi mereka belum sepakat
mendefinisikan apa itu intelegensi. Hal ini disebabkan pengukuran intelegensi berbeda
dengan pengukuran lainnya, seperti usia, berat dan panjang. Pengukuran intelegensi tidak
bisa diukur secara langsung.
Beberapa pakar mendeskripsikan intelegensi yang tercakup sebagai berikut :
a. sebagai kehalian memecahkan masalah.
b. Kemampuan beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari
c. Kemampuan sesorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan
individu yang lebih ahli (Vygotsky dalam Santrock, 2007).
d. Inteligensi menunjuk pada kapasitas untuk menilai atau mengambil kesimpulan,
menalar dan memahami sesuatu dengan baik (Alfred Binet)
2012
2
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
e. Kapasitas terpadu yang dimiliki individu untuk bertindak dengan tujuan, berpikir
secara rasional, dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif (Wechsler).
f.
Suatu kemampuan umum individu yang melibatkan sebagian besar pendidikan yang
dimilikinya, yang terkait satu dengan lainnya (Spearman).
Perbedaan dalam menjelaskan dan mendefinisikan kecerdasan ini karena
intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas. Minat terhadap intel;egensi sering
difokuskan pada perbedaan dan peniliaan individual. Perbedaan individual adalah cara
dimana orang berbeda satu sama lain secera konsisten dan tetap. Perbedaan ini mencakup
kepribadian, kebudayaan dan bidang-bidang lainnya (Santrock, 2007).
Pada tahun 1881, pemerintah Perancis mengeluarkan undang-undang yang
mewajibkan semua anak masuk sekolah. Hal ini menyebabkan penuh sesaknya sekolah
dan para pejawab ingin mengurangi murid dengan cara memindahkan murid yang kurang
mampu belajar dari sekolah umum. Sebelum nya, anak yang lambat belajar biasanya tetap
berada di rumah; sekarang guru harus mengahadapi berbagai perbedaan individual. Pada
tahun 1904, Pemerintah meminta Binet untuk membuat sebuah tes yang dapat mendeteksi
atau mengidentifikasi murid yang terlalu kurang secara intelektualnya (Santrock, 2007)..
Binet mengajak mahasiswanya, Theophile Simon, untuk menyusun tes intelegensi
sesuai dengan permintaan tersebut. Tes itu tersebut dikenal dengan nama Test BinetSimon. (Alex Sobur, 2003). Alfred Binet dan Simon, mulai merancang suatu alat evaluasi
yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang terdiri 30 pertanyaan, mulai
kemampuan menyentuh telinga hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan
ingatan dan mendefinisikan konsep abstrak (Santrock, 2007)..
Binet mengembagkan mental age (MA) atau usia mental yaitu level perkembangan
mental individu yang berhubungan dengan perkembangan lainnya . Pada tahun 1912,
William Stern menciptakan konsep Intellegence Quotient (IQ) yaitu usia mental (MA)
seseorang dibagi dengan usia kronologis (CA) dikali 100 jadi rumusnya IQ = MA/CA x 100.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika membuat banyak perbaikan dari
tes Binet-Simon. Ia mengembangkan tes Binet untuk diadaptasi pada anak sekolah
Amerika. Ia membakukan pemberian tes dan mengembangkan norma tingkat usia dengan
memberikan tes kepada ribuan anak. Ia menetapkan indeks numerik yang menyatakan
kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara usia mental (mental age) dengan usia
kronologis (chronological age). Hasil perbaikan ini disebut tes Stanford-Binet(Becker 2003).
Edisi keempat Stanford Binet dipublikasikan pada tahun 1985 dimana ada
penambahan pada analisis respon individual dari empat fungsi yaitu penalaran verbal,
penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak dan memori jangka pendek. Skor komposit
umum masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan intelegensi (Santrock, 2007).
2012
3
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ada beberapa tes yang dapat menidentifikasi atau mengukur intelegensi anak atau
murid, salah satunya adalah Skala Wechsler. Skala Wechsler dikembangkan oleh David
Wechler yang bertujuan untuk menilai intelegensi murid. Tes ini mencakup Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intellegence-Rivised (WPPSI-R) yang berfungsi sebagai
penguji kecerdasan anak usai 4 sampai 6,5 tahun. Adapun anak yang berusia 6 – 16 tahun
menggunakan Wechsler Intellegences Scale for Children-Revised (WISC-R) dan untuk
dewasa menggunakan Wechsler Adult Intellegences Scale-revised (WAIS-R). Skala
Wechsler menggambarkan IQ keseluruhan serta IQ kinerja dan verbal. IQ verbal disarkan
pada empat subskala verbal dan IQ kinerja disarkan pada liam subskala kinerja. Hal ini
memudahkan pengguna atau peneliti mengatahui pola-pola kekuatan dan kelemahan dalam
are intelegensi anak yang berbeda-beda.
Multiple Intellegences
Kecerdasan, menurut Gardner, merupakan kemampuan untuk menangkap situasi
baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang.
Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh
kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ, gelar perguruan tinggi atau
reputasi bergengsi (Gadner dalam Alwi, 2009).
Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa
depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa
yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk
menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super. Kurikulum pun dikemas
dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara
fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam
memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok.
Hal ini terjadi sekarang dimana-rnana termasuk di Indonesia. Orangtua dan para pendidik
tidak menyadari bahwa banyak kecerdasan anak yang dapat dikembangkan, tidak hanya
kognitifnya saja. Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang cerdas. Semua
anak dapat menjadi anak yang super, semua anak punya kesempatan menjadi super. Untuk
itu sangat bijaksana jika kita sebagai orangtua atau pendidik memikirkan dan melakukan
banyak cara untuk mencetak anak-anak super dengan keunikan kecerdasan yang
dimilikinya.
2012
4
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mangapa meski multiple intelligence?
Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Yuli Tamar Filindity dalam tesisnya yang
berjudul ; “Keefektifan Penggunaan Multiple Intelligences dalam Pembelajaran Sains pada
Siswa SD di kota Ambon”. (Yuli, 2009). Hasil penelitian menunjukan bahwa, penggunaan
multiple intelligences dalam proses pembelajaran terjadi secara efektif dapat mendorong
peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah dicanangkan. Dimana ketika
siswa dibelajarkan dalam pusat-pusat pembelajaran mampu bekerja sesuai dengan tujuan
yang harus dicapai dalam pembelajaran.
Dengan demikian bahwa upaya yang dilakukan guru guna meningkatkan
pemahaman sains peserta didik dapat melalui “pintu” Multiple Intelligences (Kecerdasan
Majemuk). Bukan hanya IQ yang dapat menentukan keberhasilan anak didik dengan dalam
proses
pembelajaran.
Bukan
juga
pembelajaran
yang
monoton
dengan
hanya
mengandalkan kemampuan kognitif atau kecerdasan logis matemati saja. Disinilah Howard
Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences
(Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test
IQ yang melulu hanya test tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan
Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.
Mari kita simak kecerdasan menurut Howard Gadner ; Intellegence (Kecerdasan)
adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam
suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata (Gardner; 1983;1993).
Teori Kecerdasan yang digunakan saat ini adalah teori Kecerdasan Majemuk atau
Multiple Intelegent yang dikembangkan oleh Howard Gardner (1993). Menurut Gardner ada
8 kecerdasan yang dimiliki oleh manusia,
Bobbi DePoer (dalam Herwono, 2004)
menyingkatnya dengan SLIM-n-Bill yang bertujuan untuk memudahkan mengingat teori
tersebut yaitu Spasial, Linguistik, Interpersonal, Musik, Naturalis, Badan-Kinestetik,
Interpersonal, Logis-matematis (SLIM-n-Bill). 8 kercerdasan menurut Gardner dapat yang
dapat dibedakan sesuai kriterianya (Hoerr, 2007; Amstrong, Susanto dalam Sugihati,2005)
yaitu:
1. Cerdas Bahasa
Anak yang memiliki kemampuan cerdas bahasa dapat mengekspresikan pikiran,
perasaan dan pengetahuan dalam bentuk kata-kata. Anak dengan kecerdasan linguistic
yang menonjol biasanya senang membaca, bercerita, menulis cerita atau puisi, meulis cerita
dan esai; mengunakan kata untuk menggambarkan citra, memiliki perbendaharaan kata
yang baik, pandai mengeja, senang membicarakan ide-ide dengan teman-temannya,
memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata
(utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, bolak-balik kata,
plesetan atau pantun) dan senang membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya.
2012
5
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kecerdasan dalam bidang ini menuntut kemampuan anak untuk menyimpan berbagai
informasi yang berarti yang berkaitan dengan proses berpikirnya, mengelola informasi
tersebut dan menuangkannya dengan pembendaharaan kata yang memumpuni. Adapun
kemampuan cerdas bahasa ini dapat dikembangkan menjadi sebuah profesi yaitu novelis,
comedian, penceramah, jurnalis, pelatih, guru.
2. Cerdas Matematika
Anak dengan kemampuan logika matematika dapat menggunakan kecerdasan
tersebut untuk mengerti konsep sebab akibat, kemampuan menggunakan angka dan
berpikir logis. Anak dengan keunggulan kecerdasan ini biasanya memiliki ketertarikan
terhadap pengoperasionalan angka-angka, menikmati ilmu pasti, bekerja dengan angka,
mudah mengerjakan matematika, suka memecahkan misteri, suka membuat perkiraan,
menganalisa situasi, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang logam dalam sebuah
wadah), mudah mengingat angka-angka serta skor-skor, menikmati permainan yang
menggunakan strategi seperti catur atau games strategi, senang menghabiskan waktu
dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan cara kerja
komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu
menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games. Adapun kemampuan logismatematik ini dapat dikembangkan menjadi sebuah profesi yaitu guru matematika, ilmuwan,
teknisi, arsitek, programmer computer, ahli sipil, akuntan.
3. Cerdas Musik
Kemampuan berpikir melalui music, mampu mencipta dan mengartikan adanya
suara, mendengarkan pola suara, mengingat dan menggabungkannya. Seorang anak yang
memiliki kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence) biasanya suka menyanyi,
mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, membaca not balok/angka,
mudah mengingat melodi atau nada, mudah mengenali banyak lagu yang berbeda-beda,
menyusuaikan perasaan dengan music dan irama, mampu mendengar perbedaan antara
instrumen
yang
berbeda-beda
yang
dimainkan
bersama-sama,
suka
bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap irama
dalam suara-suara disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya
(bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki), dan senang
mengarang/menulis lagu yang berhubungan dengan fakta. Adapun kemampuan cerdas
musik ini dapat dikembangkan menjadi sebuah profesi yaitu Contoh profesi : musisi,
kareografer, pianis, konduktor, composer.
2012
6
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Cerdas Spasial
Seorang anak yang memiliki kecerdasan ini
biasanya mudah mengingat bentuk
wajah, objek, dan memecahkan masalah dengan menggambarkan ide-idenya atau
membuat sketsa. Anak yang unggul dalam kecerdasan ini senang membongkar pasang,
bekerja dengan bahan-bahan seni seperti kertas, cat, spidol atau crayon, senang menonton
film atau video, senang bermain video games, memperhatikan gaya berpakaian, gaya
rambut, model mobil, motor atau hal sehari-hari lainnya, mengamati atau menggambar
petadan diagram, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan sangat
detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk gambargambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang mengerjakan banyak hal,
senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik dan suka membangun modelmodel atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya
dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan imaginatif. Adapun kemampuan cerdas
spasial ini dapat dikembangkan menjadi sebuah profesi yaitu pilot, mekanik, penari,
fotografer, pelukis, ahli bedah.
5. Cerdas Gerak Tubuh
Anak yang memiliki cerdas gerak tubuh memiliki kemampuan dalam mengontrol
gerak tubuh, seperti kaki, tangan, dan anggota tubuh lainnya. Anak yang menonjol pada
kecerdasan ini cenderung bergerak, aktif, dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan
fisik. Mereka juga senang berakting,
berani mengambil resiko dengan tubuh mereka,
meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi
dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun modelmodel, luwes dalam menari, berjoget atau berdansa, dan senang menggunakan gerakangerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal. Anak-anak dengan kecerdasan tubuh
biasanya lebih mengandalkan kekuatan otot-ototnya. Adapun kemampuan cerdas kinestetik
ini dapat dikembangkan menjadi sebuah profesi yaitu penari, atlet dan actor.
6. Cerdas Interpersonal
Jika seseorang memiliki kecerdasan interpersonal biasanya mudah berteman, suka
menawarkan bantuan, menjadi anggota tim yang efektif, membuat kesepakatan, menikmati
kegiatan-kegiatan kelompok, memiliki ‘kehangatan’ dalam berteman, percaya diri ketika
bertemu dengan orang baru, memiliki kemampuan memimpin, mudah memahami perasaan
orang lain, penyemangat, senang mensugesti dan menyakinkan orang lain,. Anak yang
memiliki kecerdasan interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu
berinteraksi dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.
2012
7
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Adapun kemampuan cerdas spasial ini dapat dikembangkan menjadi sebuah profesi yaitu
politikus, marketing, psikolog, pemimpin dan guru.
7. Cerdas Intrapersonal
Seseorang yang memiliki cerdas intrapersonal memiliki kemampuan memahami konsep
diri. biasanya lebih suka bekerja sendirian, mudah menemukan jati dirinya, suka
menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, mengendalaikan perasaan dan
suasana hati sendiri, dan memahami perasaanya sendiri. Anak dengan kecerdasan
intrapersonal biasanya mengetahui kemampuan dalam bidang tertentu, senang membuat
catatan harian atau membuat jurnal harian, senang menuliskan ide-idenya, kenangankenangannya, perasaan-perasaannya atau sejarah pribadinya.. Contoh profesi: terapis,
sastrawan, trainer motivasi, filsuf dan psikolog.
8. Cerdas Naturalis
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya menyukai
binatang, pandai bercocok tanam, mengelompokkan flora dan fauna peduli terhadap
kelangsungan alam dan lingkungan. Selain itu ia juga senang berkemah atau mendaki
gunung, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda, mempunyai
ingatan yang kuat letak geografis, hewan dan keadaan lingkungan. Anak dengan
kecerdasan ini memiliki minat dalam mengeksplorasi alam, baik dalam pengamatana
maupun dalam pengklasifikasian. Anak dengan kecerdasan ini biasanya tahu persis kepada
siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Contoh profesi :
nelayan, petani, ahli
biologi, aktivis lingkungan, ahli tanaman.
B. Gaya Belajar
Gaya
belajar
dan
berfikir
yang
paling
sering
didiskusikan
adalah
gaya
impulsive/reflektif dan mendalam/dangkal. Untuk lebih jelas perhatikan penjelasan berikut
(Santrock, 2007) :
1. Gaya impulsive/reflekstif sering disebut sebagai tempo koseptual yatitu kecenderungan
murid untuk berinteraksi cepat dan impulsive atau menggunkan lebih banyak waktu untuk
merespon dan merenungkan akurasi jawaban. Murid impulsive lebih banyak melakukan
kesalahan daripada murid yang reflektif.
2. Gaya mendalam/dangkal adalah sejauh mana murid mempelajari materi pelajaran
dengan suatu cara yang membantu mereka memahami makna materi (gaya mendalam)
atau sekedar mencari apa-apa yang perlu dipelajari (gaya dangkal).
2012
8
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
C. Kepribadian dan Temperamen
Kepribadian adalah pikiran, emosi dan perilaku khas yang dipakai seseorang untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Psikolog tertarik untuk memahami dimensi utama dalam
kepribadian yang sering disebut “lima besar” faktor kepribadian. Beberapa peneliti
kepribadian percaya bahwa mereka telah menidentifikasi lima faktor utama kepribadian yang
terdiri dari openness, conscientiousness, extraversion, agree-ableness dan neuoticsm
(OCEAN (Santrock, 2007).
Sedangkan temperamen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi
tanggapan atau respon. Klasifikasi terkenal adalah klasifikasi Alexander Chess dan Stella
Thomas yang mengkasifikasikan temperamen dalam tiga jenis atau tipe temperamen
(Santrock, 2007) yaitu
1. “anak mudah” (easy child) biasanya memiliki mood positif, cepat membangun
rutinitas, mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.
2. “anak sulit” (difficult child) cenderung bereaksi negative, cenderung agresif, kurang
control diri, dan lamban dalam menerima pengalaman baru.
3. “anak lambat bersikap hangat’ (slow-to-warm-up child) biasanya beraktivitas lamban,
agak negative, menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi, dan intensitas mood
yang rendah.
2012
9
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Djiwandono S.E.W. 2006. Psikologi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta : Gramedia.
Papalia, D.E. Olds, S.W. Feldman E.D. 2008. Psikologi Perkambangan. Edisi ke-9. Jakarta :
Prenada Media Group.
Santrock J.W. 2007. Psikologi Pendidikan, Edisi kedua. Jakarta : Kencana.
....................... 2009. Psikologi Pendidikan, Edisi ketiga, Jakarta : Salemba Humanika
Slavin. R.E. 2011. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktek. Jakarta : PT. Indeks .
Bacaan Lanjutan :
Handbook of Educational Psychology edited by Berliner.D.C & Valfee R.C. A projek
division 15. The division of educational Psychology of American Psychological Association.
Patil.S. 2009. Educational Psychology. Journal of Pravara Med Rev 2009; 1(2).
Santrock, J.W (2003). Psychology Essentials (2nd Ed). Boston: Mc Grow Hill
Sarwono, S.W……………………….Psikologi Umum.
Morgan, C.T. et al ………… Introduction to Psychology. New York: Mc Grow Hill
Alwi, Muhammad, (2009) “Multiple Intelligences Kecerdasan Menurut Howard Gardner &
Implementasinya (Strategi Pengajaran Dikelas”), dari : http://yapibangil.org/KolomPendidikan/multiple-intelligences-kecerdasan-menurut-howard-gardner-a-implementasinyastrategi-pengajaran-dikelas.html
Amstrong, T. (2004). Kamu itu lebih cerdas daripada yang kamu duga (You’re smarter than
you think). Batam Centre: Interaksara
Filindity, Yuli Tamar (2009), Keefektifan Penggunaan Multiple Intelligences dalam
Pembelajaran Sains pada Siswa SD di kota Ambon. Tesis. Yogyakarta: Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta,.
Gardner, H. dan Hatch, T. (1989). "Multiple intelligences go to school-Educational
implications of the theory of multiple intelligences". Educational Researcher, 18 (8), 4-10.
Gardner, H. 1983. Frames of mind: The theory of multiple intelligences. NY: BasicBooks
Gardner, H. 2007, Five Minds For The Future, Gramedia, Jakarta
Herwono, (2004). Bu Slim Dan Pak Bil; Kisah Tetang Kiprah Guru “Multiple Intelligence” Di
Sekolah, Bandung : Mizan.
2012
10
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hoerr, T. (2007). Buku Kerja Multiple Intelligence : Pengalaman New City School Dalam
Menghargai Aneka Kecerdasan Anak. Bandung : Mizan.
Jinan, M. Syafruddin, C.(2007). Alhmdulillah anaku nakal, ………, Surabaya.
Sugiharti, P. (2007), Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika Jurnal
Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV, Cimahi
2012
11
Psikologi Pendidikan
Fahrul Rozi. M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download