PENERIMAAN KHALAYAK TERHADAP BEBERAPA GREEN

advertisement
PENERIMAAN KHALAYAK TERHADAP BEBERAPA GREEN
ADVERTISING DI MEDIA MASSA
Oleh: Dhani Ulan Sari (070810666)
ABSTRAK
Fokus dalam penelitian ini mengenai penerimaan khalayak terhadap beberapa green
advertising di media massa. Green advertising adalah iklan yang memenuhi satu/lebih
kriteria jika secara eksplisit dan implisit menunjukkan hubungan antara produk/jasa
lingkungan biofisikal, mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan tanpa menyoroti
produk ataupun jasa tertentu, menampilkan citra yang bertanggungjawab terhadap
lingkungan. Subyek penelitian, khalayak yang pernah mengkonsumsi green advertising.
Menggunakan metode reception analysis serta kualitatif eksploratif, teknik pengumpulan data
focus group discussion. Informan memiliki empat garis besar pemaknaan mengenai beberapa
green advertising di media massa. Pertama,“green advertising sebagai bentuk pemanfaatan
isu go green yang dijadikan sebagai komoditas”, pemaknaan ini oleh Informan Ay dan Ab.
Kedua, “green advertising sebagai bentuk tindakan greenwashing”, pemaknaan ini oleh
Informan P. Ketiga, “Green advertising sebagai usaha untuk mendapatkan citra baik
perusahaan”, pemaknaan ini oleh Informan Al dan L. Garis besar pemaknaan keempat adalah
“green advertising sebagai iklan yang ramah lingkungan”, pemaknaan ini oleh Informan Ri.
Kata kunci: Penerimaan khalayak, green advertising, media massa.
PENDAHULUAN
Fokus penelitian ini adalah mengenai penerimaan khalayak terhadap beberapa green
advertising di media massa. Tema ini dianggap memiliki signifikansi karena saat ini isu
ramah lingkungan menjadi wacana yang sedang berkembang di masyarakat. Konsumen
diposisikan bahwa dengan membeli produk-produk green maka sekaligus mereka telah
melakukan dua hal kebaikan, yaitu tidak hanya sekedar membeli produk dengan kualitas
yang tinggi tetapi juga melakukan hal yang baik dengan meminimalkan efek buruk bagi
lingkungan.
Penelitian ini dilakukan karena masalah lingkungan yang sampai hari ini semakin
luas, beberapa fenomenanya antara lain seperti penggundulan hutan lahan kritis, menipisnya
lapisan ozon dan pemanasan global (global warming) yang dampaknya bisa merusak alam.
Masalah lingkungan sendiri dikelompokkan menjadi tiga bentuk antara lain yaitu pencemaran
lingkungan (pollution), pemanfaatan lahan secara salah (land misuse) dan pengurasan atau
habisnya sumber daya alam (natural resource depeletion), sedangkan untuk hukum di
Indonesia sendiri masalah lingkungan dikelompokkan kedalam dua bentuk, yakni
pencemaranlingkungan (environtmental pollution) dan perusakan lingkungan hidup, hal ini
telah tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH).
Semakin tingginya kerusakan lingkungan, akhirnya melatarbelakangi lahirnya
kesadaran lingkungan dan kebijaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan tingkat
global dan regional. Konfrensi PBB tentang lingkungan hidup telah dilaksanakan pada
tanggal 5-16 Juni di Swedia dan kemudian menghasilkan lahirnya Hukum Lingkungan
Internasional maupun Nasional yaitu Dokumen Stockholm yang berisi tentang Deklarasi
Lingkungan Hidup Manusia dan menetapkan tanggal 5 Juni sebagai ‘hari lingkungan hidup
sedunia.
Green marketing memiliki proses promosi untuk memperkenalkan produk-produk
kepada masyarakat. Green product adalah sebutan untuk produk ramah lingkungan, dikenal
beberapa istilah pengkategorikan bahwa produk tersebut ‘hijau’ jika: degradable yaitu dapat
diuraikan oleh tanah, photogradable hancur oleh sinar matahari dan hujan dalam waktu yang
lama, biogradable terurai ketika dibuang ke tempat pembuangan sampah dan recyclable yaitu
dapat didaur ulang.
Iver dan Banerjee dalam jurnal ‘Green Advertising: greenwash or a true reflection of
marketing strategies?’ menyatakan hampir semua customer mendapatkan informasi tentang
isu lingkungan melalui media dibandingkan dari pada newsletter environmental atau
publikasi pemerintah, kekuatan media begitu besar terbukti dengan adanya fakta tersebut
media berperan penting dalam penyebaran isu lingkungan. Iklan di klasifikasikan menjadi
empat bentuk kategori klaim yang dipersentasikan oleh Iver dan Banerjee yaitu orientasi
produk, proses orientasi, orientasi image dan claim lingkungan .
Definisi green advertising yang paling nyata dari kriteria tersebut dapat ditemukan
dalam studi yang dilakukan oleh Banerjee et al, green advertising adalah setiap iklan yang
memenuhi satu atau lebih kriteria jika secara eksplisit dan implisist menunjukkan hubungan
antara produk atau jasa dan lingkungan biofisikal, mempromosikan gaya hidup ramah
lingkungan tanpa menyoroti produk ataupun jasa tertentu, serta menampilkan citra
perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan.
Gambar 1.1 : Universal Recycling Logo oleh Gary Anderson
Green
advertising
memiliki
elemen-elemen
yang
digunakan
untuk
mengkomunikasikan kampanye ramah lingkungan dari suatu perusahaan ataupun produk
yang diantaranya memuat satu atau lebih hal-hal berikut: green colour (warna hijau), nature
(pemandangan alam),eco labels (ekolabel), statement of environmental friendliness
(pernyataan peduli terhadap lingkungan), emphasis of renewable raw materials (perlakuan
terhadap bahan baku), environtmentally friendly production processes (proses produksi yang
ramah lingkungan), recyclability (bisa didaur ulang).
Gambar 1.2 : Label dari beberapa badan sertifikasi lingkungan di Indonesia
Green Advertising menampilkan informasi dan teks-teks yang memiliki makna pada
penayangan iklannya. Periklanan merupakan sebuah forum publik yang dinamis dimana
kepentingan-kepentingan bisnis, kreatifitas, kebutuhan konsumen dan regulasi pemerintah
berjumpa, tipu daya bukanlah satu-satunya isu etika yang dihadapi para pengiklan . Indonesia
juga masih mengalami kerancuan regulasi periklanan mengenai pelabelan lingkungan, ini
disebabkan belum ada undang-undang yang membahas secara khusus, hanya bersifat global
saja seperti yang terterapada UU No.32 tahun 2002 mengenai penyiaran. Hal ini pada
nantinya juga bisa memicu kesalahan edukasi dan merugikan konsumen akibat kurangnya
informasi yang didapat melalui iklan.
Beberapa contoh green advertising yang telah hadir di Indonesia, ditayangkan melalui
media yang berbeda-beda, berikut ini adalah contoh dari media audio visual yaitu meliputi
iklan: Panasonic eco ideas, bahan bakar Pertamax, air mineral Ades, mobil Suzuki Ertiga.
Sedangkan untuk iklan cetak dibagi menjadi dua jenis, yaitu Majalah dan koran, beberapa
contohnya adalah iklan dari majalah seperti pada merk air mineral Aqua, minuman isotonik
Pocari sweat dengan ‘satu hati peduli lingkungan’, iklan kertas PaperIna, iklan printer Fuji
xerox, iklan kertas Paper Galery, iklan kertas PT Cinjoe Jaya Perkasa Media. Sedangkan
iklan yang dimuat di koran adalah iklan mobil Suzuki Ertiga. Selain melalui media audio
visual dan cetak, green advertising juga ditayangkan melalui iklan audio salah satu
contohnya yaitu iklan KFC(kentucky fried chicken) green action, tidak hanya itu kemudian
saat ini juga sudah ada iklan internet yang berjenis green advertising, seperti iklan majalah
online Matoa, iklan BCA ORI 009, iklan sepeda Polygon dan iklan Canon Pixma.
Beberapa contoh iklan yang telah disebutkan, bagaimanapun bentuk iklannya. Iklan
adalah merupakan medium dari teks, istilah medium memberi nama pada dimensi
institusional dan social dari berbagai konteks material yang didalamnya teks diproduksi dan
dibaca. Apabila terdapat kesalahan informasi dari claim lingkungan yang pada kenyataannya
ternyata produk tersebut tidak benar-benar hijau, inilah yang dikenal dengan istilah
greenwashing. Greenwashing adalah tindakan kebohongan yang dilakukan sejumlah
perusahaan karena mereka ingin mendapatkan keuntungan pada produk atau servis yang
mereka pasarkan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan reception analysis
sebagai metode untuk mengeksplorasi penerimaan khalayak terhadap beberapa green
advertising di media massa. Metodologi penelitian kualitatif dianggap paling sesuai untuk
menjawab
permasalahan
ini,
karena
data-data
yang
ada
tidak
dapat
untuk
menggeneralisasikan individu satu dengan individu yang lainnya. Penelitian ini menggunakan
tipe penelitian eksploratif, karena peneliti ingin mengeksplorasi penerimaan khalayak
terhadap beberapa green advertising di media massa. Sehingga nantinya peneliti bisa
mengeksplorasi makna yang terkandung dalam green advertising pada khalayak yang
menjadi informan di penelitian ini dan menggali secara mendalam pemaknaan yang dibentuk
oleh para informan tersebut.
Sasaran penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah khalayak yang pernah
mengkonsumsi green advertising di media massa. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
beragam, peneliti menggunakan enam informan yang berasal dari background yang beragam
diantaranya dibedakan melalui jenis kelamin, usia, pendidikan serta pekerjaan. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah FGD (focus group discussion), Teknik ini
digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubyektif
yang sulit
dimaknakan sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh subyektifitas peneliti.
Enam informan tersebut adalah Informan Riris (Ri) yang merupakan praktisi
lingkungan berdomisili di daerah jambangan, sampai saat ini Ia juga bekerja sebagai
konsultan lingkungan dan owner dari W-Queen collection yaitu UKM yang menjual hasil
kerajinan tangan dari limbah plastik, kesibukannya saat ini sibuk menghadiri seminar sebagai
pembicara dari permasalahan lingkungan. Kedua, Informan Ali (Al) adalah mahasiswa
tingkat akhir di Jurusan Sistem Informasi di Universitas Narotama Surabaya, dia menyandang
tugas sebagai Aktifis Tunas Hijau khususnya selama satu tahun terakhir ini, Tunas Hijau
merupakan salah satu organisasi lingkungan yang produktif dalam menjalankan aksi
mengedukasi masyarakat untuk lebih dekat dengan lingkungan, program yang sedang
dilaksanakan adalah proyek kerja sama dengan Panasonic untuk program eco ideas. Ketiga,
Informan Ayas (Ay) adalah mahasiswi S1 lulusan dari Departemen Ilmu Komunikasi
Universitas Airlangga, bekerja sebagai karyawan swasta terutama bergerak dibidang Agensi
periklanan ternama di Surabaya yaitu CV Solusi Kaya Warna atau yang lebih dikenal dengan
SKAWAN creative agency, disana menjabat sebagai Bussines Development Staff.
Keempat adalah Informan Abdul (Ab) adalah mahasiswa yang sedang menempuh
kuliah untuk jenjang S2 di Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga dengan fokus
kajian studinya tentang pembangunan dan CSR (community development) juga pernah
menyadang jabatan sebagai PRESBEM (Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa) FISIP
Universitas Airlangga sekaligus juga menjabat sebagai Sekjen (Sekertaris Jendral) di
Komisariat GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) FISIP Uiversitas Airlangga dan
beberapa kali menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Jurusan Sosiologi selama Ia
menempuh jenjang S1. Kelima, Informan Laras (L) adalah mahasiswi fresh graduate lulusan
dari Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS). Saat ini berusia 22 tahun dan memiliki hobi memasak serta kuliner. Informan L berasal
dari keluarga kelas menengah atas. Informan Puguh adalah mahasiswa semester 9 Jurusan
Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi di Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya (ITS), Ia memiliki pengalaman bekerja di DETEKSI Jawa Pos selama satu tahun
setengah, disana Informan P bekerja untuk divisi desainer grafis, layouter dan illustrator.
Berdasar hasil FGD dengan beberapa informan yang berkaitan dengan penelitian ini,
ditemukan data penerimaan khalayak terhadap beberapa green advertising di media massa
dimaknai secara beragam. Beberapa pemaknaan secara hegemonic position bahkan juga ada
yang oppossitional dengan definisi yang telah disampaikan dalam definisi green advertising
di awal jurnal ini. Pemaknaan mengenai green advertising tersebut yaitu “green advertising
dipahami sebagai bentuk komoditas”, isu go green ditampilkan untuk menarik minat
masyarakat agar bersedia membeli produk dan memberikan keuntungkan bagi pihak
perusahaan yang beriklan. Para pengiklan adalah orang-orang yang pandai memanfaatkan isu,
penilaian ini dari sudut pandang dirinya sebagai seorang advertiser, apalagi isu green adalah
hal yang sedang ‘seksi’ untuk ‘dijual’ saat ini, jadi apapun
isu yang di gaungkan di
masyarakat tujuan utama produsen adalah untuk menjual produk. Jawaban ini diutarakan oleh
Informan Ayas karena dipengaruhi dari latar belakangnya sebagai seorang sarjana lulusan
Ilmu Komunikasi, sehingga memiliki pemahaman lebih tentang ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan mata kuliah pemasaran seperti dalam Integrated Marketing Communication (IMC)
ditambah lagi Ia bekerja di bidang advertising agency, hal ini membuatnya paham tentang
seluk beluk dunia periklanan.
“Kalo green advertising sihh iklan yang mengangkat isu lingkungan sebagai yaah
itu tadi, komoditasnya itu isunya gitu walaupun bener kata Chod tadi, intinya tuh
jualan produk, intinya iklan itukan semua, “hey kamu belien aku, belien aku,”
(Informan Ay, Focuss Group Discussion, 27 Oktober 2012)
Pemaknaan serupa juga diutarakan oleh Informan Ab yang mengatakan jika green
advertising
tidak
berbeda
dengan
tujuan
iklan
pada
umumnya
yaitu
untuk
marketing/pemasaran produk, tidak ada perbedaan tujuan antara iklan hijau ataupun iklan
yang tidak hijau. Pengiklan memanfaatkan metode baru dengan mencoba menjual isu green
yang sedang booming di abad 21, dengan kata lain ‘isu hijau’ inilah yang digunakan sebagai
‘senjata’ untuk penjualan produk dalam iklan. Latar belakang Informan Abdul sebagai
mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu sosial dan Politik membuat pemahamannya mengenai
green advertising dihubungkan dengan ilmu politik dan fenomena sosial saat ini, selain itu
Informan juga memiliki hobi membaca sehingga menambah wawasannya tentang banyak hal,
Informan Ab sampai sekarang juga merupakan anggota aktif dari organisasi GMNI, sikap
kritisnya juga dipengaruhi dari kegiatan diskusi rutin yang dilakukan bersama temantemannya, terutama yang membahas mengenai ilmu sosial politik.
“Kalau mau nambahin yaa, green advertising ya, mungkin kalau aku, kita
menggunakan istilah advertising kan iklan, dan iklan juga secara gak langsung kita
pahami sebagaimana marketing ya penjualan kan yaa..apapun itu kalau memang
kita harus melakukan penjualan kan harus menggunakan strategi dan bagaimana
ide-ide yang emang ditangkap khalayak umum secara mudah gitu lo, nah mungkin
untuk era abad ke 21 ini ya mungkin isu yang lagi diangakat di-booming-kan
memang isu lingkungan isu-isu green ya memang lagi di-booming-kan tapi tetap
saja saya sama Informan Ay sepaham karena ya itu sebagai bagian dari bentuk
marketing-nya tetep mereka jual produknya”
(Informan Ab, Focuss Group Discussion, 27 Oktober 2012)
Selain dianggap sebagai komoditas, greenadvertising juga dimaknai sebagai
greenwashing. Greenwashing bisa terjadi jika ada kesalahan informasi dari claim lingkungan
yang pada kenyataanya produk tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada dalam keterangan
di iklan, greenwashing adalah tindakan kebohongan yang dilakukan sejumlah perusahaan
karena mereka ingin mendapatkan keuntungan pada produk atau servis yang mereka
pasarkan. Informan Puguh (P) melihat bahwa perusahaan di Indonesia khususnya perusahaan
migas (minyak dan gas bumi) dianggap melakukan tindakan yang merusak lingkungan
karena jika ditinjau dari proses produksi, mereka adalah pihak yang secara langsung
berhubungan dengan eksploitasi alam diantaranya seperti kegiatan menebang pohon untuk
kepentingan pribadi perusahaan. Fenomena tersebut dipandang berkebalikan dengan image
yang dibangun dalam iklan yang seolah-olah ramah lingkungan, hal ini dimaknai Informan P
sebagai bentuk CSR perusahaan yang menggembar-gemborkan bahwa jika kita membeli
suatu produk migas, maka kita dianggap telah menyumbangakan pohon untuk ditanam
kembali, padahal kenyataannya itu hanya tameng yang dibuat perusahaan saja.
“yaa.. kalau menurut saya itu emang deh, emang rata-rata perusahaan migas itu
mesti punya tameng kayak gitu jadi istilahnya mereka CSR nya itu mesti nanem
pohon apa. Sebenernya mereka malah dari mbukak lahannya itu lebih banyak dari
nanamnya itu lebih gede,”
(Informan P, Focuss Group Discussion, 27 Oktober 2012)
Hal ini seperti yang dikatakan Gilian Dyer dalam ‘Advertising as Communication’,
kapitalisme menghasilkan pelbagai barang yang tidak benar-benar kita butuhkan dan sebagai
akibatnya, iklan adalah bentuk komunikasi yang disalah gunakan, yang tidak selalu
menyampaikan kebenaran dalam usahanya untuk memaksimalkan laba perusahaan dan
mengeluarkan barang dari rak.
Pemaknaan selanjutnya yaitu “green advertising sebagai usaha untuk mendapatkan
citra baik perusahaan dimata masyarakat”, berlatar belakang sebagai aktifis lingkungan di
Komunitas Tunas Hijau Informan Ali (Al) terbiasa dengan aksi yang benar-benar nyata untuk
lingkungan, seharusnya tidak hanya gencar pada promosinya saja. Karena itu, green
advertising hanya sebuah tindakan yang semata-mata menguntungkan perusahaan, bukan
untuk kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
“ee.. yah itukan pencarian branded dari sebuah perusahaan kan, dimana sekarang
kan lagi banyak isu tentang go green nah jadi perusahanan kan banyak yang
mengarah kesana, ee.. ya ini, untuk mencari branded-nya dia”
(Informan Al, Focuss Group Discussion, 27 Oktober 2012)
Green advertising tidak bisa dijadikan sebagai jaminan bahwa produk yang
diiklankan itu benar-benar hijau/ramah lingkungan seperti yang digembar-gemborkan pada
tampilan
iklan.
Sejatinya,
‘hijau’
yang
masyarakat
harapkan
harusnya
tetap
mempertimbangkan juga material/bahan bakunya, jadi tindakan ramah lingkungan itu tidak
hanya berhenti pada promosi iklannya saja.
“kalau menurutku sih harusnya eem..apa ya mempertimbangkan bahan-bahan yang
digunakan atau ee.. dampak iklan itu sendiri ke lingkungan, tapi kayakya green
advertising itu, udah mulai jadi bener eco label asal aja, asal ada iklan pokoknya
dikasih embel-embel go green, save the earth pokoknya sayangi bumi gitu,
kebanyakan sih kayak gitu padahal maksudnya sih sebenernya kayaknya green
advertising itu kayak gitu sih,”
(Informan L, Focuss Group Discussion, 27 Oktober 2012)
Pemaknaan paling berbeda disampaikan oleh Informan Riris (Ri). Memilki latar
belakang sebagai praktisi lingkungan, Ia memaknai green advertising sebagai suatu iklan
yang bisa menghijaukan. Menghijaukan yang dimaksudkan adalah membuat lingkungan
menjadi bersih, udara menjadi segar dan peduli terhadap lingkungan. Berdasarkan
pengalaman, jika terdapat kata ‘hijau’ dalam suatu iklan, maka hal itu dimaknai secara
positif. Informan Ri beranggapan bahwa green advertising mengajak masyarakat untuk hidup
lebih sehat dan ramah lingkungan.
“ee..kalo menurut bahasaku ya mbak ya ee.. iklan hijau maksudnya itu memang
tujuannya mengajak masyarakat, msyarakat itu... menghijaukan paling tidak itu
ee.. menghijaukan membuat bersih, dan udaranya itu seger gitu lo mbak.. lebih
green, peduli tentang kegiatan apa yang dilakukan saat ini kan gitu…”
(Informan Ri, Focuss Group Discussion, 27 Oktober 2012)
Pendapat ini juga dipengaruhi dari jenjang pendidikan formal yang dilaluinya sampai
SMA, jadi pengetahuan tentang periklanan dan ‘green’ cukup terbatas pada pengalamannya
saja selama ini. Green advertising dimaknai sesuai dengan definisi awal yang memang
mengusung hal-hal ramah lingkungan. Pendapat informan Ri melihat sesuatu secara total dan
jumlah besar sebagai ‘national interest’.
KESIMPULAN
Melalui analisis dengan menggunakan studi reception analysis peneliti menyimpulkan
berdasarkan rumusan permasalahan yang telah diajukan, berdasar sesi Focus Group
Discussion (FGD) yang telah dilakukan peneliti mendapatkan beberapa variasi pemaknaan
yang dibentuk oleh masing-masing informan terkait beberapa green advertising yang terdapat
di media massa. Pertama, yaitu green advertising sebagai bentuk komoditas yang bisa
diperdagangkan. Penjelasannya adalah green advertising sebagai bentuk pemanfaatan isu go
green yang dijadikan komoditas utama dengan tujuan untuk menaikkan penjualan produk
dari perusahaan.
Isu go green ditampilkan untuk menarik minat masyarakat agar bersedia membeli
produk dan memberikan keuntungkan pihak perusahaan yang beriklan. Informan
berlatarbelakang sebagai sarjana lulusan Ilmu komunikasi sehingga memiliki pemahaman
lebih tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan mata kuliah pemasaran seperti dalam
Integrated Marketing Communication (IMC) saat dibangku perkuliahan, ditambah lagi Ia
bekerja dibidang advertising agency, hal ini membuatnya paham tentang seluk beluk dunia
periklanan. Informan yang memiliki latar belakang sebagai mahasiswa S2 Sosiologi Fakultas
Ilmu sosial dan Politik memahami green advertising dihubungkan dengan ilmu politik dan
fenomena sosial saat ini. Menurutnya, green advertising tidak berbeda dengan tujuan iklan
pada umum nya yaitu untuk marketing/pemasaran produk, tidak ada perbedaan tujuan antara
iklan hijau ataupun iklan yang tidak hijau. Pengiklan memanfaatkan metode baru dengan
mencoba menjual isu green yang sedang booming di abad 21, dengan kata lain ‘isu hijau’
inilah yang digunakan sebagai ‘senjata’ untuk penjualan produk dalam iklan.
Garis besar pemaknaan kedua yang dibentuk informan adalah “green advertising
sebagai bentuk dari tindakan greenwashing”. Greenwashing adalah tindakan kebohongan
yang dilakukan sejumlah perusahaan karena mereka ingin mendapatkan keuntungan pada
produk atau servis yang mereka pasarkan. Informan berlatarbelakang sebagai mahasiswa di
jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi di Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya (ITS) memaknai green advertising khususnya pada perusahaan Migas
(minyak dan gas bumi) dianggap melakukan tindakan yang merusak lingkungan karena jika
ditinjau dari proses produksi, mereka adalah pihak yang secara langsung berhubungan dengan
eksploitasi alam, diantaranya adalah seperti kegiatan menebang pohon untuk kepentingan
pribadi perusahaan. Fenomena tersebut dipandang berkebalikan dengan image yang dibangun
dalam iklan yang seolah-olah ramah lingkungan, hal ini dimaknai Informan P sebagai bentuk
CSR perusahaan yang menggembar-gemborkan bahwa jika kita membeli suatu produk migas,
maka kita dianggap telah menyumbangakan pohon untuk di tanam kembali, padahal
kenyataannya itu hanya tameng yang dibuat perusahaan saja.
Pemaknaan ketiga oleh informan yaitu green advertising adalah sebagai usaha untuk
mendapatkan citra baik perusahaan dimata masyarakat. Informan memiliki latarbelakang
sebagai aktifis lingkungan di Komunitas Tunas Hijau, menurutnya green advertising
perusahaan hanya bertujuan untuk mengejar branded-nya sendiri, yang dimaksud ‘branded’
disini adalah perusahaan akan menjadi lebih bermerk atau dengan kata lain menaikkan gengsi
perusahaan. Informan dengan latar belakang sebagai mahasiswa lulusan Desain Komunikasi
Visual memaknai green advertising ini merupakan label yang dipasangkan secara asal-asalan
saja oleh perusahaan dengan tujuan agar produknya dianggap lebih ramah lingkungan dan
baik bagi alam jika dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Informan mengatakan iklan
dengan bentuk green advertising tidak bisa dijadikan sebagai jaminan bahwa produk yang
diiklankan itu benar-benar ramah lingkungan seperti yang digembar-gemborkan pada
tampilan dalam iklan. Sejatinya, ‘hijau’ yang masyarakat harapkan harusnya tetap
mempertimbangkan juga material/bahan baku-nya, jadi tindakan ramah lingkungan itu tidak
hanya berhenti pada promosi iklannya saja.
Garis besar pemaknaan keempat green advertising sebagai iklan yang ramah
lingkungan. Memiliki latar belakang sebagai praktisi lingkungan, Informan Ri memaknai
green advertising sebagai suatu iklan yang bisa menghijaukan. Menghijaukan yang di
maksudkan adalah membuat lingkungan menjadi bersih, udara menjadi segar dan peduli
terhadap lingkungan. Berdasarkan pengalamannya, jika terdapat kata ‘hijau’ dalam suatu
iklan, maka hal itu dimaknai secara positif. Informan Ri beranggapan bahwa green
advertising mengajak masyarakat untuk hidup lebih sehat dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Lee, morle and Carla Johnson.1999.Principles of advertising : a global perpective.
Jakarta:Prenada
Myers,Kathy. 2012. Membongkar Sensasi dan Godaan Iklan. Yogyakarta:Jalasutra
Rahmadi, Takdir.2001.Hukum Lingkungan di Indonesia.Jakarta:Rajawalipers
Shim, Terence.2003. Advertising Promotion and Supplemental Aspect of Integrated
Marketing Communications.Jakarta:Erlangga
Thwaites, Tony, Llyod Davis & Warwick Mules,2002. Introduction Cultural and Media
Studies : Sebuah Pendekatan Semiotik.Yogyakarta: Jalasutra.
Karna,Jari., Juslin,Heikki., Ahonen, Virpi., & Hansen, Eric.2001.Green Advertising :
greenwash or a true reflection of marketing strategies?,page 59-70.pdf
www.menlh.go.id
www.sinsofgreenwashing.com
Download