Buku Panduan Menghitung dan Mengukur Indeks Profesionalitas ASN

advertisement
BUKU PANDUAN MENGHITUNG & MENGUKUR INDEKS PROFESIONALITAS A S N
Badan Kepegawaian Negara
BUKU PANDUAN
MENGHITUNG & MENGUKUR INDEKS PROFESIONALITAS ASN
©2016 oleh Badan Kepegawaian Negara
Hak cipta dan hak penerbitan yang dilindungi Undang-undang ada pada Badan Kepegawaian Negara.
Cetakan I, November 2016
Diterbitkan oleh
Badan Kepegawaian Negara
Pengantar
Perubahan adalah hal yang pasti terjadi. Apakah dengan ter­paksa atau sukarela, sebuah perubahan harus diikuti. Bagi manajemen
kepegawaian, setiap perubahan harus me­ng­antarkan pada keadaan yang lebih baik. Untuk menjadi lebih baik diperlukan alat ukur
atau indikator yang dapat memberi informasi tentang posisi pada satu masa dan posisi setelah ada upaya serta perlakuan perbaikan pada
masa yang akan datang.
Badan Kepegawaian negara (BKN) sebagai lembaga yang ditugaskan un­tuk mengelola manajemen kepe­ga­waian senantiasa berupaya
untuk dapat memberikan layanan kepada para pemangku kepentingan, termasuk menyediakan alat ukur yang memiliki kredibilitas
tinggi serta diakui oleh para pemangku kepentingan terkait.
Alat ukur ini disebut Indeks Profesionalitas ASN yang menggabungkan setidaknya delapan instrumen dasar pengukuran manajemen
kepegawaian. Alat ukur te­lah dibangun dan sudah dilengkapi dengan sistem penghitungan sehingga akan memudahkan pengguna untuk
me­lakukan pengukuran.
Kami berharap hasil pengukuran akan menjadi dasar bagi para pengambil keputusan guna menyusun rencana perubahan dan intervensi
di bidang kepegawaian. Harapannya hal itu akan mena­ikkan nilai indeks profe­sionalitas ASN sehingga menjadi lebih baik.
Dengan metode penghitungan yang sama maka hasil penghitungan dapat disandingkan, baik antarwaktu maupun antarlembaga secara
langsung. Dengan demikian, dapat diketahui dan dibandingkan kondisi mana yang lebih baik.
Indikator adalah sebuah bentuk kebi­jakan publik. Untuk menjadi sebuah indikator yang sempurna, perlu dila­kukan perbaikan yang
terus-menerus. Untuk itu, ke depan indikator ini terus disempurnakan sehingga pada periode RPJM 2019–2024 akan diperoleh Indeks
Profesionalitas ASN yang lebih andal, baik dari jenis variabel, penentuan koefisien, maupun tata cara penghitungan sehing­ga
keterukurannya se­ma­kin mendekati kenya­taan.
Kami bersyukur kepada Allah Swt. karena dengan perkenan-Nya kami dapat menyelesaikan Buku Panduan Menghitung dan Mengukur
Indeks Profesionalitas ASN ini yang menjadi tanggung jawab BKN sebagaimana tercantum dalam RPJM 2015-2019. Walaupun
demikian, kami menyadari bahwa buku panduan dan juga Indeks Profesionalitas ASN ini belumlah sempurna. Untuk itu, demi
perbaikan pada masa mendatang, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pemangku kepentingan. Sumbang saran dapat diberikan
melalui Biro Perencanaan BKN melalui email [email protected].
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua jajaran yang telah membantu penyempurnaan Indeks Profesionalitas ASN.
Khususnya kepada Direktur Apa­ratur Negara, Bappenas; Direktur Statistik Sosial, Badan Pusat Statistik; Kepala dan Staf Biro
Perencanaan; serta Pejabat Tinggi Madya dan Pratama di Pusat dan Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang telah
mencurahkan tenaga serta pikiran untuk penyelesaian penyu­sunan Indeks Profesionalitas ASN ini.
Jakarta, 17 Oktober 2016
Kepala Badan Kepegawaian Negara
Bima Haria Wibisana
Perubahan
Radikal
Pengelolaan
ASN
Aparatur pemerintah (civil service) merupakan unsur penting dalam pengelolaan suatu negara. Ia adalah sumber daya yang akan
melaksanakan seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu negara.
Tugas pokok aparatur pemerintah adalah memberi pelayanan yang seluas-luasnya kepada masyarakat sehingga masyarakat menjadi
sejahtera. Tanpa kehadiran aparatur pemerintah maka suatu negara akan mengalami kekacauan. Di sisi lain, meskipun suatu negara
memiliki aparatur pemerintah, tetapi berkualitas buruk, negara itu akan mengalami tata pemerintahan yang buruk (bad governance).
Kondisi ini akan berujung pada lambatnya pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Menyadari peranan aparatur pemerintah yang sangat strategis, Pemerintah dan DPR telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN merupakan aparatur pemerintah yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam UU No. 5/2014 terdapat perubahan yang sangat radikal dibandingkan
peraturan aparatur pemerintah sebelumnya yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 8/1974 dan Undang-Undang No. 43/1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Permasalahan utama manajemen ke­pe­gawaian yang terdeteksi, yaitu masih rendahnya kompetensi dan belum sesuainya
kebutuhan/pe­nem­patan dalam jabatan, kinerja/produktivitas yang belum optimal, integritas PNS yang masih rendah, serta sistem
remunerasi yang belum layak dan berbasis kinerja.
Manajemen ASN dengan PNS sebagai unsur utamanya merupakan lokomotif untuk menggerakkan reformasi biro­krasi. Karena itu,
prasyarat reformasi birokrasi adalah adanya pengelolaan PNS yang efektif dan efisien, salah satunya dengan menciptakan
pe­nge­lolaaan PNS yang berbasis merit. Dengan adanya reformasi birokrasi maka diharapkan akan mampu diciptakan tata
pemerintahan yang efektif dan efisien.
Melalui Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, BKN telah ditetapkan sebagai lembaga pe­me­rintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan penyelenggaraan manajemen ASN secara nasional sebagaimana
diatur dalam undang-undang. Peran ini merupakan penguatan dari peran sebelumnya yang diatur oleh Undang-Undang No. 8/1974 dan
Undang-Undang No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Dalam rangka mewujudkan profe­sionalitas PNS, UU Nomor 5/2014 telah menetapkan beberapa perubahan dalam manajemen ASN.
Perubahan tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap instansi pemerintah dituntut untuk memiliki sumber daya manusia (PNS) yang
berintegritas dan profesional.
Perubahan paradigma tersebut diwujud­kan melalui manajemen pengembangan SDM aparatur negara dengan harapan aparatur negara
selalu menjadi yang terdepan dan memiliki kualifikasi serta kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam
menjawab tantangan pembangunan yang dihadapi. Selain itu, SDM aparatur negara juga harus berkinerja tinggi untuk melayani
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
SDM aparatur negara juga harus memiliki disiplin yang tinggi dan menghindari tindakan-tindakan tercela di masyarakat. Dalam rangka
penerapan disiplin, selain dilakukan dengan kampanye integritas yang masif dan berkelanjutan, juga perlu dibangun sistem kerja yang
modern.
Tidak luput dari perhatian bahwa negara juga mengusahakan pemberian kompensasi yang maksimal kepada aparatur ne­gara tanpa
adanya pem­bedaan. De­ngan demikian, diharapkan aparatur dapat bekerja dengan nyaman dalam melaksanakan tugasnya.
Terkait dengan pembinaan profesionali­tas PNS, salah satunya adalah melalui pengukuran yang jelas tentang aspek-aspek kemampuan
kerja PNS sesuai dengan kebutuhan dalam setiap jabatan yang diembannya. Dalam kaitan ini, ternyata masih banyak perilaku
kompetensi pe­ker­jaan di lingkungan PNS yang belum terstandardisasi jika merujuk pada tugas dan fungsi organisasi.
Untuk itu, salah satu langkah yang telah dilakukan dalam rangka mewujudkan profesionalitas PNS adalah mengadakan rekrutmen yang
objektif, transparan, dan akuntabel sehingga diharapkan dapat diperoleh PNS yang berkualitas, yang mampu melaksanakan tugas secara
profesional. Metode yang telah dan akan terus dikembangkan oleh BKN dalam proses rekrutmen serta seleksi adalah sistem rekrutmen
berbasis kompetensi dengan CAT (Computer Assisted Test) yang merupakan penyempurnaan dari sistem rekrutmen yang selama ini
berlaku berdasar atas Peraturan Pemerintah Nomor 78/2013 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 98/2000
tentang Pengadaan PNS.
Dengan metode ini diharapkan pe­lak­sanaan rekrutmen dan seleksi berlangsung secara adil bagi peserta tes, bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN). Penyelenggaraan rekrutmen dan seleksi dengan menggunakan CAT ini selain digunakan dalam seleksi CPNS,
juga dapat dimanfaatkan dalam proses seleksi untuk pengangkatan dalam jabatan struktural serta jabatan fungsional tertentu.
Demikianlah UU No. 5/2014 telah mendorong terjadinya perubahan radikal dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan
yang belum dipecahkan se­be­lumnya. Beberapa perubahan pe­nge­lolaan ASN yang dapat dikatakan radikal di antaranya
sebagai berikut.
A. Pengadaan PNS
Setiap instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban
kerja. Penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud, dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun yang diperinci per 1 tahun. Pengadaan
PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan,
dan pengangkatan menjadi PNS.
Calon PNS wajib menjalani masa percobaan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun
integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme serta kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggung jawab, serta memperkuat profesionalisme dan kompetensi bidang.
b. Pengembangan Karir
PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada instansi pemerintah berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan. Namun, PNS juga dapat berpindah antar dan antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, serta Jabatan
Fungsional di Instansi Pusat dan Instansi Daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Selain itu, PNS juga dapat diangkat dalam jabatan tertentu pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik
Indonesia (Polri). PNS yang diangkat pada lingkungan TNI dan Polri, pangkat atau jabatannya disesuaikan dengan pangkat dan jabatan
di lingkungan TNI dan Polri.
ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi, antara lain melalui pendidikan dan pelatihan,
seminar, kursus dan penataran. Pengembangan kompetensi juga dapat dilakukan dengan praktik kerja di instansi lain di
pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 tahun. Selain itu, juga dapat dilakukan melalui pertukaran antara PNS dan
pegawai swasta paling lama 1 tahun.
c. Kompensasi dan Penghargaan
Pemerintah wajib memberikan kompensasi (gaji) yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. Pertimbangan
dalam sistem peng­gajian adalah beban, risiko, dan tanggung jawab kerja. Selain gaji, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas.
Tunjangan yang dimaksud meliputi Tun­jangan Kinerja (sesuai dengan pencapaian kinerja) dan Tunjangan Kema­halan. Gaji PNS
tidak lagi dipukul rata. Mereka akan digaji sesuai dengan kinerjanya. Semakin baik pencapaian kinerja PNS maka gajinya akan semakin
tinggi.
D. Pemberhentian PNS
Selain pemberhentian dengan hormat karena telah masuk batas usia pensiun (BUP) yaitu 58 tahun bagi Pejabat Administrasi dan 60
tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi, PNS juga dapat diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan penyelewengan terhadap
Pancasila dan UUD 1945, melakukan tindak kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau
pidana umum, menjadi anggota/pengurus partai politik, atau melakukan tindak pidana berencana.
E. Kelembagaan
Presiden bertindak sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen
ASN. Dalam penyelenggaraan kekuasaannya, Presiden dibantu oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan lembaga baru yang dibentuk
yaitu Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
KASN merupakan lembaga mandiri yang bebas dari intervensi politik yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi
setiap tahapan proses pengisian jabatan tinggi dan mengawasi serta mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar, serta kode
etik dan kode perilaku ASN.
Pembangunan
Bidang Aparatur Negara dalam RPJMN 2015 -2019
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005–2025 telah mengamanatkan arah kebijakan pembangunan aparatur
negara yang dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah. Tahapan pembangunan aparatur negara pada 2015–2019 diarahkan pada
peningkatan profesionalitas aparatur negara di pusat dan daerah agar makin mampu mendukung pembangunan nasional.
Dalam Visi, Misi, dan Program Aksi Presiden-Wakil Presiden, Jokowi-JK, telah dirumuskan Sembilan Agenda Prioritas yang disebut
dengan NAWA CITA. Agenda kedua menyatakan pemerintah tidak absen dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan terpercaya. Pemerintah secara konsisten akan menjalankan agenda reformasi birokrasi secara berkelanjutan
dengan restrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kompetensi aparatur, memperkuat monitoring
dan supervisi atas kinerja pelayanan publik, serta membuka ruang partisipasi publik melalui citizen charter.
Aspek SDM aparatur di dalam isu kerangka kelembagaan mencakup jumlah dan kualitas, yang meliputi pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Arah kebijakan dan strategi penguatan kerangka kelembagaan, yang berkaitan dengan aparatur
negara adalah penyediaan ASN yang profesional, berintegritas, dan berkinerja tinggi sehingga dapat melaksanakan visi dan misi PresidenWakil Presiden dengan baik.
Pembangunan ASN sejalan dengan reformasi birokrasi yang dilaksanakan untuk meningkatkan daya saing aparatur negara yang
merupakan elemen penting dalam pembangunan nasional. Untuk menghasilkan sumber daya ASN yang unggul, dinamis, dan sesuai
dengan tuntutan kondisi pem­bangunan, diperlukan perubahan paradigma manajemen kepegawaian. Dari sebe­lumnya lebih
mene­kankan pada hak dan kewajiban individual pegawai ke arah perspektif baru yang lebih menekankan kepada manajemen
pengembangan SDM yang strategis (strategic human resource management).
Begitu strategisnya peran aparatur negara dalam pencapaian tujuan pem­bangunan nasional sehingga di dalam RPJMN 2015–2019 telah
ditetapkan Peng­arusutamaan Tatakelola Pemerintahan yang baik sebagai arah kebijakan dan strategi di dalam pembangunan lintas
bidang. Khususnya, pada peningkatan kapasitas birokrasi melalui Reformasi Birokrasi dengan kebijakan nasional pengembangan
manajemen SDM Aparatur.
Di samping itu, juga telah ditetapkan salah satu agenda pembangunan nasional tahun 2015–2019 yaitu dengan penyempurnaan dan
peningkatan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) melalui diimplementasikannya UU ASN secara konsisten pada seluruh
instansi pemerintah sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Melalui agenda pembangunan nasional ditetapkan arah kebijakan dan strategi yang salah satunya adalah penerapan manajemen ASN
secara transparan, kompetitif, dan berbasis merit. Hal itu dilaksanakan melalui strategi, antara lain 1) moratorium penerimaan CPNS
selama tahun 2015–2019; 2) pengendalian jumlah dan redistribusi pegawai; 3) penerapan sistem rekrutmen dan seleksi pegawai yang
transparan, kompetitif, berbasis merit dan ICT; 4) penguatan sistem dan kualitas penyelenggaraan diklat; 5) penerapan sistem promosi
secara terbuka, kompetitif, dan berbasis kompetensi didukung oleh efektifnya KASN (Komite Aparatur Sipil Negara); 6) penerapan
sistem manajemen kinerja pegawai; dan 7) penguatan sistem informasi kepegawaian nasional.
Reformasi birokrasi diharapkan dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja dan pelayanan publik. Semua
aspek pen­da­­yagunaan aparatur negara, ba­ik kelembagaan, SDM aparatur, keta­ta­laksanaan (bussines process), akun­tabilitas, dan
pengawasan diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan publik dalam kerangka reformasi birokrasi.
Pencapaian tujuan bernegara harus didukung oleh SDM aparatur yang profesional, berintegritas, jujur, berkinerja tinggi dan akuntabel,
sehingga mampu merespons dengan cepat dan tepat terhadap perubahan lingkungan strategis yang berorientasi kepada masyarakat. Selain
itu, reformasi birokrasi ditu­jukan untuk penyempurnaan sistem manajemen ASN yang dapat memacu peningkatan profesionalitas,
integritas, jujur, berkinerja tinggi, netral, akuntabel dan sejahtera, serta yang dapat memacu produktivitas kerja aparatur.
Pembangunan bidang aparatur ne­gara memiliki peran strategis untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang amanah dan efetif
serta keber­hasilan pembangunan nasional di berbagai bidang. Dalam RPJMN 2005–2025, telah dimandatkan arah kebijakan bahwa
pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalitas aparatur negara dan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu men­dukung keberhasilan pembangunan di bidangbidang lainnya.
Selanjutnya, juga telah digariskan dalam RPJMN tersebut bahwa tahapan pembangunan aparatur negara pada RPJMN 2015–2019
diarahkan pada peningkatan profesionalitas aparatur negara di pusat dan daerah sehingga makin mampu mendukung pembangunan
nasional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dirumuskan tiga isu strategis untuk tahun 2015-2019 sebagai berikut.
Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan akuntabel, yang ditandai dengan meningkatnya integritas birokrasi, meningkatnya
kapasitas dan independensi pengawasan, meningkatnya akuntabilitas keuangan dan kinerja pemerintah, dan meningkatnya transparansi
proses pengadaan barang/jasa.
Terwujudnya pemerintahan yang efektif dan efisien, yang ditandai dengan terwujudnya kelembagaan birokrasi tepat fungsi dan
tepat ukuran, terwujudnya tata kelola yang sederhana dan berbasis TIK, terwujudnya implementasi manajemen ASN berbasis merit,
meningkatnya kualitas kebijakan dan kepemimpinan dalam birokrasi, meningkatnya efisiensi penyelenggaraan birokrasi, dan
meningkatnya kualitas implementasi Reformasi Birokrasi Nasional (RBN).
Tercapainya peningkatan kualitas pelayanan publik, yang ditandai dengan makin efektifnya penguatan kelembagaan dan tata
laksana pelayanan publik serta meningkatnya kapasitas pengendalian kinerja pelayanan publik.
Adapun Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Sub-bidang Aparatur Sasaran Kedua yaitu Terwujudnya Pemerintahan yang Efisien dan
Produktif yang akan dilaksanakan melalui hal berikut.
A.
Penataan Kelembagaan Instansi Pemerintah yang Tepat Ukuran, Tepat Fungsi, dan Sinergis
Penataan kelembagaan diharapkan dapat menciptakan struktur ketata­negaraan dan tata pemerintahan yang mampu melaksanakan good
and clean governance, dan terwujudnya mekanisme check and balances antarlembaga. Selanjutnya, penataan kelembagaan dielaborasi
melalui berbagai strategi, antara lain
1. penyempurnaan desain kelembagaan pemerintah (Kementerian, LPNK, LNS), melalui penyusunan RUU Kelembagaan
Pemerintah;
2. revitalisasi kelembagaan internal pemerintah pusat dan daerah, yang mencakup penataan tugas, fungsi, dan
kewenangan;
3. penyederhanaan struktur, secara vertikal dan horizontal;
4. penguatan kelembagaan yang berfungsi sebagai central agencies dan koordinasi;
5. pendekatan kewilayahan lebih dikedepankan dalam perubahan tata kelembagaan nasional; dan
6.
penguatan sinergi antarlembaga, baik di pusat maupun di daerah (well interconnected governance
system) agar terwujud sinergi tata kelola pemerintahan Indonesia sebagai satu kesatuan sistem yang tidak
terfragmentasi. Selain itu, ditempuh pula strategi meningkatkan kapasitas pemerintah nasional untuk lebih
menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan bagi daerah otonom secara lebih maksimal.
B.
Penatalaksanaan (Business Process) yang Sederhana, Transparan, Partisipatif, dan Berbasis E-Government
Strategi yang akan dilaksanakan dalam penatalaksanaan (business process), antara lain
1. peninjauan dan penyederhanaan tata laksana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sehingga
terwujud ketatalaksanaan yang transparan dan efisien;
2. peningkatan tata hubungan antara pemerintah pusat dan daerah (RUU);
3. percepatan penerapan e-government yang terintegrasi dalam penye­lenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, melalui pengu­atan kebijakan, penguatan kelembagaan, penguatan profesionalitas SDM,
serta penguatan infrastruktur e-government, serta pengendalian belanja sistem dan insfrastruktur egovernment; dan
4. penguatan keterbukaan pemerintah melalui upaya memastikan implementasi Undang-undang KIP dan
penguatan manajemen arsip sebagai sumber informasi publik yang autentik.
Dalam rangka untuk mendukung tertib administrasi pemerintahan perlu dukungan manajemen kearsipan yang andal dan
komprehensif berbasis pada TIK melalui peningkatan pengelolaan arsip secara modern, penyelamatan arsip sebagai aset
nasional dan memori kolektif bangsa, serta pemanfaatan Sistem Informasi Kearsipan Nasional (SIKN) dan Jaringan Informasi
Kearsipan Nasional (JIKN).
C.
Penerapan Manajemen ASN yang Transparan, Kompetitif, dan Berbasis Merit untuk Mewujudkan
ASN yang Profesional dan Bermartabat
Arah kebijakan ini untuk mendukung implementasi UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara konsisten sebagai
upaya mendukung RBN. Strategi yang akan ditempuh antara lain melalui
1. peningkatan kualitas perencanaan kebutuhan ASN, termasuk dalam rangka pengendalian jumlah ASN dan
pendistribusiannya sesuai dengan kebutuhan organisasi birokrasi;
2. penguatan kebijakan dan implementasi sistem rekrutmen serta seleksi secara transparan dan berbasis
kompetensi, di antaranya melalui penyempurnaan tata kelola seleksi dan perluasan implementasi CAT system,
penguatan kebijakan dan implementasi sistem promosi terbuka, termasuk pemanfaatan assessment center;
dan
3. penguatan kebijakan dan implementasi manajemen kinerja pegawai, termasuk pengembangan kebijakan
reward and punishment berbasis kinerja.
Sistem pengaderan pejabat tinggi ASN dikembangkan melalui dukungan sistem informasi ASN, termasuk pengembangan basis data
profil kompetensi calon dan pejabat tinggi ASN. Adapun profesionalisasi ASN dilakukan melalui peningkatan dan pengendalian
kualitas diklat berbasis kompetensi yang mencakup standar kompetensi jabatan, sistem diklat dan kurikulum, metode pemelajaran,
kualitas lembaga diklat, kualitas widyaiswara, kebijakan batas jam minimal mengikuti diklat, perencanaan pelatihan setiap K/L/pemda.
Secara bersamaan, hal itu juga berupaya mewujudkan aparatur pemerintah untuk menganut ‘techno-ideology’ melalui pendidikan
penguasaan teknologi agar bangkit dari ‘amnesia sejarah’ dan ‘amnesia ideologi’.
Perbaikan kesejahteraan pegawai ditempuh melalui upaya penyempurnaan sistem penggajian dan pensiun yang adil, layak, dan berbasis
kinerja, serta penyempurnaan sistem jaminan sosial bagi ASN. Langkah-langkah lainnya meliputi
1. penguatan supervisi, monitoring, dan evaluasi implementasi manajemen ASN pada K/L/pemda;
2. penguatan sistem dan kelembagaan perlindungan sistem merit dalam manajemen ASN, sebagai operasionalisasi
KASN; dan
3. penguatan kebijakan serta implementasi manajemen kinerja pegawai, termasuk pengembangan kebijakan reward
and punishment berbasis kinerja.
D.
Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Nasional
yang Efektif
Strategi penerapan sistem manajemen kinerja nasional dilakukan di antaranya melalui hal berikut ini:
1. harmonisasi dan penguatan kebijakan yang mengatur tentang sistem manajemen kinerja pembangunan
nasional;
2. pengembangan sistem manajemen kinerja pembangunan nasional, yang antara lain mengatur penetapan
indikator kinerja nasional dan indikator kinerja K/L/pemda;
3. pengembangan logframe pembangunan nasional dan penjabarannya sebagai acuan bagi pengorganisasian
dan koordinasi pelaksanaan dan pengendalian pembangunan;
4. penguatan dan peningkatan sinergi sistem perencanaan, penganggaran, pengadaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi terhadap kinerja pembangunan nasional; dan
5. penerapan sistem reward and punishment.
Adapun langkah lainnya, yaitu
1. penguatan integrasi/sinergi antara manajemen kinerja nasional dan manajemen kinerja K/L/pemda;
2. penetapan kebijakan pengawasan nasional untuk menjamin tercapainya sasaran pembangunan yang
tertuang di dalam RPJMN; dan
3. optimalisasi penerapan e-Government yang terintegrasi untuk mendukung pengembangan manajemen data
kinerja pembangunan, pengendalian dan penyusunan laporan, dan penggunaannya secara terpadu serta
daring (online) sehingga memudahkan proses pengambilan keputusan secara cepat.
E.
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik
Daya saing suatu negara salah satunya dipengaruhi oleh kualitas kebijakan yang unggul dan efektif. Oleh karena itu, diperlukan
strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik, yang dilaksanakan melalui strategi sebagai berikut:
1. penguatan sinergi kelembagaan dan tata kelola dalam perumusan kebijakan;
2. peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM; dan
3. penguatan evidence based policy.
Perluasan partisipasi publik dalam proses kebijakan akan terus ditingkatkan sehingga produk kebijakan yang dihasilkan dapat
menyelesaikan permasalahan dan mendapat dukungan dari masyarakat dalam implementasinya.
F.
Peningkatan Kepemimpinan untuk Perubahan dalam Birokrasi Demi Mewujudkan Kepemimpinan yang Visioner, Berkomitmen
Tinggi, dan Transformatif
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan kepemimpinan birokrasi, melalui strategi sebagai berikut:
1. pembentukan dan pengembangan jabatan pimpinan tinggi;
2. penerapan sistem promosi terbuka, transparan, kompetitif, dan berbasis kompetensi untuk jabatan pimpinan
tinggi;
3. penyempurnaan sistem diklat kepemimpinan untuk jabatan pimpinan tinggi, yang meliputi penguatan
Diklatpim; dan
4. pembentukan Akademi ASN dan pemantapan Diklat Kepemimpinan Perubahan (Reform Leaders Academy
[RLA]).
G.
Peningkatan Efisiensi (Belanja Aparatur) Penyelenggaraan Birokrasi
Inti dari arah kebijakan ini adalah untuk melakukan pengurangan overhead cost (biaya rutin) sehingga terwujud efektivitas dan
efisiensi dalam manajemen birokrasi serta dapat mengalokasikan lebih banyak pembiayaan untuk pelayanan publik. Strategi
yang diimplementasikan, antara lain sebagai berikut:
1. pengendalian belanja pegawai, yang meliputi penyusunan kebijakan tentang batas maksimum belanja
pegawai;
2. peninjauan dan penilaian proporsi belanja pegawai serta efisiensi pelaksanaan belanja pegawai di setiap
instansi; dan
3. pengendalian belanja operasional kantor, yang mencakup langkah-langkah peninjauan dan penilaian belanja
operasional kantor serta penerapan reward and punishment untuk efisiensi belanja aparatur.
Strategi lainnya adalah pengendalian belanja sarana dan prasarana aparatur, dan pengendalian komponen belanja administrasi
dalam kegiatan pembangunan.
H.
Penguatan Kualitas Pengelolaan Reformasi
Birokrasi K/L/Pemda
Reformasi birokrasi terus dilanjutkan secara berkesinambungan pada seluruh instansi pemerintah dan ditingkatkan kualitasnya.
Oleh karena itu, langkah-langkah yang akan ditempuh sebagai berikut:
1. penguatan kerangka regulasi bidang aparatur negara;
2. penguatan kelembagaan dan tata kelola Reformasi Birokrasi Nasional;
3. penyempurnaan kebijakan Reformasi Birokrasi Nasional (grand design and road map);
4. perluasan dan memfasilitasi pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah;
6.
5. penyempurnaan kebijakan operasional dan instrumen evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi Nasional; dan
peningkatan partisipasi publik dalam gerakan Reformasi Birokrasi Nasional: CSO, media, dan
akademi.
Peran Badan Kepegawaian Negara
BKN memiliki peran yang sangat strategis dalam pengelolaan ASN. Badan ini juga memiliki kewenangan yang jelas tertuang di dalam
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014. Salah satu konsep pembangunan aparatur negara tahun 2015–2019 yang menjadi kewenangan
dan tanggung jawab BKN diorientasikan pada revitalisasi sistem dan manajemen birokrasi publik secara efisien, responsif, dan berfokus
pada pencapaian kinerja, serta pengem­bangan SDM aparatur sebagai pendorong reformasi. Di samping itu, BKN juga berperan
strategis dalam melakukan peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah melalui pengelolaan hubungan kemitraan dengan BKD
daerah dan pembangunan kantor BKN di tingkat regional.
Lingkungan strategis bidang aparatur yang harus dipertimbangkan berdasarkan RPJMN 2015–2019 yang sesuai dengan tugas fungsi
BKN, antara la­in adalah 1) perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang makin mutakhir; 2) proses demokratisasi dan
desentralisasi; dan 3) kultur birokrasi yang masih diwarnai politisasi, praktik KKN, inefisiensi, dan rendahnya kapasitas sumber daya
aparatur.
Terdapat tiga isu strategis bidang aparatur negara yang tercantum dalam RPJMN 2015–2019, yaitu 1) pemerintahan yang bersih dan
akuntabel; 2) pemerintahan yang efektif dan efisien; dan 3) peningkatan kualitas pelayanan publik.
BKN memiliki peran strategis untuk mendorong pelaksanaan sistem inte­gritas pada aparatur pemerintahan, terutama dalam mendorong
pela­poran kekayaan pejabat kepada instansi berwenang, dalam hal ini KPK, sebagai bentuk pencegahan terhadap korupsi dan
penyalahgunaan wewenang demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Di dalam Undang-Undang Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan BKN memiliki kewenangan dalam
penyelenggaraan manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian norma, standar, prosedur, dan kriteria manajemen ASN.
Selaras dengan arah kebijakan pem­bangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RPJM Nasional 2015–2019,
khususnya pembangunan nasional bidang manajemen ASN, telah disusun arah kebijakan dan strategi BKN dalam
pembangunan kepegawaian jangka menengah 2015–2019 yang didasarkan pada hasil analisis terhadap faktor-faktor
lingkungan strategis berikut ini:
1.
mengubah paradigma PNS sebagai aset, bukan expenses dan pelayanan masyarakat sebagai return (value added
to consumers);
2.
mengelola ASN secara efisien dan efektif;
3.
membangun dan mengembangkan aliansi kerja sama dengan unit kepegawaian di setiap K/L dan pemerintah
daerah untuk mendekatkan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
4.
menerapkan pengendalian pegawai ASN yang bersifat pencegahan (preventive), baik dalam penempatan pejabat
ASN maupun dalam penegakan disiplin;
5.
mengintegrasikan kinerja dengan kompensasi bagi pegawai ASN;
6.
mendata pegawai ASN secara andal dan terkini;
7.
mengoptimalkan dukungan serta manajemen internal kepe­gawaian BKN; dan
8. melakukan pendekatan pelayanan kepada masyarakat.
Manejemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi,
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Manajemen ini diselenggarakan ber­dasarkan sistem merit meliputi mana­jemen PNS dan manajemen PPPK. Dalam
melaksanakan tujuan tersebut BKN memiliki peran yang sangat strategis seperti berikut ini.
A. Melaksanakan Manajemen PNS
Manajemen PNS dilaksanakan meliputi hal berikut.
Setiap instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan je­nis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban
kerja. Penyusunan kebutuhan dan jenis jabatan PNS dilakukan untuk jangka waktu lima tahun yang diperinci per tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan. Berdasarkan penyusunan kebutuhan, Menteri menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara nasional.
Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan Jabatan Adminsitrasi dan/atau Jabatan Fungsional dalam suatu instansi
pemerintah. Pengadaan PNS di instansi pemerintah dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa
percobaan, dan peningkatan menjadi PNS.
PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada instansi pemerintah. Pengangkatan ditentukan berdasarkan perbandingan
objektif, antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuh­kan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
yang dimiliki oleh pegawai. Setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan
karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. PNS dapat berpindah antar dan antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan
Jabatan Fungsional di instansi pusat dan instansi daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan penilaian kinerja.
Hal ini dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan instansi pemerintah dengan pertimbangan
integritas dan moralitas. Kompetensi yang dimaksud meliputi a) kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi diklat
teknis fungsional dan pengalaman bekerja secara teknis; b) kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat diklat struktural atau
manajemen serta pengalaman kepemimpinan; dan c) kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Integritas diukur dari kejujuran,
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa
dan negara. Adapun moralitas diukur dari penerapan dan pengamalan nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan.
Setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengem­bangkan kompetensi. Pengembangan kompetensi tersebut dapat
dilakukan melalui diklat, seminar, kursus, dan penataran. Pengembangan kompetensi harus dievaluasi oleh pejabat yang berwenang
dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier. Terkait pengembangan kompetensi,
setiap instansi pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran
tahunan instansi masing-masing. Dalam pengembangan kompetensi, PNS diberikan kesempatan untuk melakukan praktik kerja di
instansi lain di pusat dan daerah dalam waktu paling lama satu tahun atau dapat melalui pertukaran antara PNS dan pegawai swasta
dalam waktu paling lama satu tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan BKN bersama dengan LAN.
Dengan adanya syarat jabatan pada jenjang-jenjang tertentu yang transparan, setiap pegawai ASN terutama PNS dapat menyusun pola
karier yang diharapkan dengan memenuhi semua persyaratan pada jenjang yang diinginkan. Dengan adanya pola karier yang jelas
PNS dapat menyusun rencana jenjang yang dijalaninya untuk masa depan. Setiap PNS hanya da­pat menduduki jabatan tertentu jika
telah memenuhi syarat. Untuk itu, PNS sejak awal akan memenuhi persyaratan sesuai dengan jabatan yang diharapkan.
Promosi adalah kenaikan jabatan yang dialami oleh setiap PNS sejalan dengan pertambahan pengalaman sebagai PNS. Untuk
melakukan promosi, agar setiap jabatan diisi oleh individu yang tepat maka perlu dilakukan penilaian kompetensi yang dilakukan oleh
Assesment Centre, baik yang ada di BKN maupun di instansi lain ataupun swasta. Dengan penempatan pejabat yang sesuai dengan
diharapkan akan menghasilkan kinerja yang baik. Dengan kinerja yang baik maka wajar apabila pejabat yang bersangkutan menerima
kompensasi yang sepadan, baik untuk jenis pekerjaan maupun kesesuaian dengan jabatan sejenis di luar PNS.
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam satu instansi pusat, antar instansi pusat, satu instansi daerah, antar instansi
daerah, antar instansi pusat dan instansi daerah, dan ke perwakilan pemerintahan Indonesia di luar negeri. Mutasi PNS dalam satu
instansi pusat atau instansi daerah dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Mutasi PNS antar kabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN. Adapun mutasi PNS antar kabupaten/kota dan antarprovinsi
ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN.
Sama halnya dengan mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke instansi pusat atau sebaliknya dan antar instansi pusat ditetapkan oleh
Kepala BKN. Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
Hal ini bertujuan menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dida­sarkan sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian kinerja PNS
dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan memperhatikan target,
capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Hasil penilaian kinerja PNS digunakan dalam pengembangan PNS, dan
dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti diklat. PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target kinerja dikenakan sanksi administrasi
sampai dengan pemberhentian.
Dalam hal ini pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraannya berdasarkan beban
kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan. Selain menerima gaji, PNS juga menerima fasilitas yang meliputi tunjangan kinerja dan
tunjangan kemahalan. Tunjangan kinerja dibayarkan sesuai dengan pencapaian kinerja, sedangkan tunjangan kemahalan dibayarkan
sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerah masing-masing. Hasil penilaian kompetensi
se­lu­ruhnya akan dikelola oleh BKN dan dijadikan talent pool untuk memudahkan penjaringan individu yang akan menjabat pada
masa-masa selanjutnya.
PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan
tugasnya dapat diberikan penghargaan, yang berbentuk tanda kehormatan, kenaikan pangkat istimewa, kesempatan prioritas
pengembangan kompetensi, dan/atau kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelak­sanaan tugasnya, PNS wajib mematuhi disiplin PNS. Instansi
pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin. Pelanggaran disiplin
dikenai hukuman disiplin.
PNS diberhentikan dengan hormat karena) meninggal dunia; b) atas permintaan sendiri; c) mencapai batas usia pensiun; d) perampingan
organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e) tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak
dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilakukan dengan tidak berencana. PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan
pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Adapun PNS yang diberhentikan dengan tidak hormat karena a) melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945; b)
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c) menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d) dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
PNS diberhentikan sementara, apabila a) diangkat menjadi pejabat negara; b) diangkat menjadi komisioner atau lembaga nonstruktural;
atau c) ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
Batas usia pensiun a) 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi; b) 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi,
dan c) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional. PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan
pensiun dan jaminan hari tua.
PNS yang diberikan jaminan pensiun apabila a) meninggal dunia; b) pensiun atas permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja
tertentu; d) perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau d) tidak cakap jasmani dan/atau
rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Jaminan pensiun PNS dan jaminan janda/duda PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan
kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
Dalam hal ini pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa a) jaminan kesehatan; b) jaminan kecelakaan kerja; c) jaminan
kematian; dan d) bantuan hukum. Perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian mencakup
jaminan sosial yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional. Adapun bantuan hukum berupa pemberian bantuan hukum dalam
perkara yang dihadapi di pengadilan, terkait pelaksanaan tugasnya.
B. Manajemen Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Ker­ja (PPPK)
Setiap instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban
kerja. Jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK lebih lanjut diatur dengan Peraturan Presiden. Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK
dilakukan untuk jangka waktu lima tahun yang diperinci per tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PPPK ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.
Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada instansi pemerintah yang dilakukan melalui tahap­an
perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, peng­umuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK yang
ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.
Masa perjanjian kerja paling singkat satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan
penilaian kinerja. PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi PNS, tetapi mengikuti semua proses seleksi bagi
calon PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian dilakukan berdasarkan perjanjian kerja di tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan memperhatikan target,
sasaran, hasil, manfaat yang dicapai, dan perilaku pegawai secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Hasil
penilaian kinerja PPPK dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas perpanjangan perjanjian kerja, pemberian tunjangan, dan
pengembangan kompetensi. PPPK dapat diberhentikan jika penilaian yang dilakukan oleh atasan dan tim penilai kinerja PPPK tidak
mencapai target kinerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja.
Dalam hal ini pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan
risiko pekerjaan. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPPK wajib mematuhi disiplin untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan tugas dengan hukuman sanksi
tertentu. Instansi pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap PPPK serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan
disiplin.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat karena a) jangka waktu perjanjian kerja berakhir; b) meninggal
dunia; c) atas permintaan sendiri; d) perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau
e) tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan perjanjian kerja yang
disepakati.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena: a) dihukum penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana; b) melakukan pelanggaran disiplin PPPK
tingkat berat, atau c) tidak mematuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan tidak hormat karena: a) melakukan penyelewengan
terhadap Pancasila dan UUD 1945, b) dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum, c) menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d)
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan
dengan berencana.
C. Sistem Informasi ASN
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN, diperlukan Sistem Informasi ASN
yang menjamin keterpaduan dan akurasi data serta diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar instansi pemerintah.
Sistem informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan
terintegrasi dengan berbasis teknologi.
Sistem informasi itu harus mudah diaplikasikan, mudah diakses, dan memiliki sistem keamanan yang tepercaya. Sistem tersebut
memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN.
Dalam hal ini, untuk menjamin akurasi data, setiap instansi pemerintah wajib memutakhirkan dan menyampaikan data secara berkala
kepada BKN yang bertanggung jawab mengelola informasi kepegawaian.
Data pegawai ASN minimal memuat
1. data riwayat hidup;
2. riwayat pendidikan formal dan nonformal;
3. riwayat jabatan dan kepangkatan;
4. riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;
5. riwayat pengalaman berorganisasi;
6. riwayat gaji;
7. daftar penilaian prestasi kerja;
8. surat keputusan; dan
9.
kompetensi.
D. Pemetaan Potensi Pegawai ASN
(Talent Pool)
Sebagai instansi pembina dan penyelenggara penilaian kompetensi, BKN termasuk Kantor Regional perlu menyiapkan langkah-langkah
strategis untuk penyelenggaraan penilaian kompetensi serta menyediakan data-data atau profil pejabat yang akan maupun yang sedang
menduduki jabatan. Pemetaan pegawai ASN yang meliputi informasi PNS/ASN yang berbasis pada aspek potensi dan kompetensi serta
ukuran objektif diperlukan untuk mempermudah pemerintah dalam pendayagunaan pegawai ASN.
Data atau profil ASN meliputi aspek-aspek kualifikasi (seperti potensi IQ, Tipologi Kepribadian, Usia, Pendidikan), kompetensi
kepemimpinan, dan reputasi kerja berdasarkan skala kontribusi. Profil ini diharapkan menjadi suatu talent pool ASN yang bersifat
nasional sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemerintah dalam pendayagunaan dan pengisian setiap jabatan, utamanya untuk
JPT guna penguatan kepemimpinan birokrasi pemerintah yang profesional serta berkinerja tinggi.
Untuk mendapatkan profil dalam talent pool ASN tersebut, perlu dilakukan penilaian potensi dan kompetensi ASN. Penilaian
kompetensi dilakukan secara bertahap dengan menggunakan metode yang lebih cepat. Pengukuran potensi IQ, tipologi kepribadian,
usia, pendidikan akan dilakukan dengan metode uji berbantu komputer. Dengan uji ini pemetaan dasar pegawai ASN sudah dapat
diperoleh secara massal dalam waktu singkat. Selanjutnya, untuk pejabat yang memiliki potensi akan dilanjutkan dengan uji
kompetensi kepemimpinan dan reputasi kerja menggunakan metode konvensional.
Mengingat jumlah pegawai ASN yang sangat banyak maka pemetaan tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu satu
tahun dan oleh BKN sendiri. Oleh karena itu, penilaian potensi dan kompetensi perlu dilakukan secara sinergis dan
kolaboratif antara BKN Pusat, kantor regional, instansi (daerah), dan unit-unit kerja terkait lainnya.
E. Pengendalian Pegawai secara Preventif
Jumlah pegawai ASN yang sangat besar mengandung potensi terjadinya tindakan pelanggaran NSPK. Saat ini penyelesaian
pelanggaran bersifat kuratif sehingga pemerintah terkesan reaktif. Cara ini juga sering mendapat perlawanan dari pegawai yang
mendapat hukuman akibat pelanggaran yang dilakukan. Akibatnya, pengendalian menjadi tidak efektif dan berbiaya mahal.
Upaya pengendalian pegawai ASN ke depan adalah dengan melakukan pencegahan. Ruang kendali akan menjadi salah satu cara
untuk mencegah terjadinya pelanggaran karena akan memberikan peringatan kemungkinan terjadinya pelanggaran. Upaya pencegahan
dapat segera dilakukan manakala terdapat tanda-tanda terjadinya tindak pelanggaran.
Indikator
Profesionalitas
ASN
Seluruh teori manajemen maupun teori pembangunan akan memasukkan evaluasi sebagai salah satu tahapannya. Evaluasi adalah
rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar
yang telah ditetapkan. Sesuatu yang dibandingkan dalam evaluasi adalah indikator. Evaluasi adalah sebuah penilaian yang seobjektif
dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, yang sedang berlangsung ataupun yang telah diselesaikan.
Melalui evaluasi maka upaya perbaikan sebuah intervensi dapat dilakukan lewat perencanaan secara akurat. Hal itu dapat terwujud
apabila tersedia indikator yang sesuai dengan landasan akademisnya. Syarat berikutnya adalah tersedianya data serta dilakukan
penghitungan yang tepat. Dengan persyaratan itulah indikator akan berperan dalam evaluasi yang memberikan tanda perubahan.
Berdasarkan tanda-tanda itu akan disusun suatu saran perbaikan agar pembangunan ke depan menjadi lebih baik.
Dalam Kamus Webster, indikator diartikan sebagai ‘suatu perangkat untuk menarik perhatian, seperti pointer dari alat ukur atau lampu
peringatan yang menunjukkan tanda bahaya’.
Indikator juga diartikan sebagai sesuatu yang memberikan indikasi tren tertentu instrumen yang menampilkan kondisi operasi tertentu
dalam mesin, seperti alat ukur yang menunjukkan suhu, kecepatan, tekanan atau perangkat yang merekam atau meregister sesuatu,
seperti gerakan mengangkat, atau yang menunjukkan informasi, seperti waktu kedatangan dan keberangkatan kereta api.
Indikator adalah sebuah alat ukur yang halus digunakan untuk menentukan perbedaan-perbedaan kecil pada kompo­nen mekanis.
Dalam ilmu kimia, indikator diartikan sebagai penunjuk penyelesaian-penyelesaian reaksi kimia melalui titrasi, biasanya dengan
perubahan warna.
Dari berbagai definisi istilah dapat disarikan bahwa indikator adalah sebuah alat ukur yang bersifat dapat menunjukkan perubahan
bahkan dalam tingkat yang kecil. Indikator harus menarik perhatian dengan perubahan warna atau suara.
Selain secara istilah, indikator juga didefinisikan oleh lembaga atau para ahli seperti di bawah ini.
Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan-perubahan yang terjadi, baik secara
langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981).
Indikator adalah variabel-variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu situasi, yang dapat
dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1993).
Indikator adalah ukuran yang digunakan untuk menunjukkan perubahan dalam situasi, atau kemajuan dalam, atau hasil, kegiatan,
proyek, atau program. Indikator dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Indikator langsung yaitu ciri suatu perubahan yang terlihat
secara kasat mata. Contohnya, pertambahan jumlah penduduk, pertambahan panjang jalan, pertambahan berat badan, dan sebagainya.
Indikator tidak langsung atau dikenal sebagai proxy adalah indikator yang digunakan apabila perubahan tidak memungkinkan dilihat
secara langsung. Indikator ini lebih merupakan pendekatan statistik dan hal normatif yang menjadi perhatian kita sehingga dapat
membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif, dan berimbang terhadap kondisi-kondisi atau aspek-aspek penting dari
suatu masyarakat.
Proses pembangunan terjadi di dalam semua aspek kehidupan masyarakat, baik yang berlangsung pada tingkat nasional
maupun wilayah/daerah. Karakteristik yang cukup penting dalam pembangunan adalah adanya kemajuan atau perbaikan
(progress).
Dengan memiliki indikator yang jelas dan terukur, organisasi dapat mengukur seberapa baik kemampuan organisasinya. Selanjutnya,
organisasi dapat merencanakan perbaikan dan mengukur kemajuan perbaikannnya melalui pengukuran kinerja. Pengukuran indikator
dilakukan dalam sebuah kegiatan yang disebut evaluasi.
Evaluasi dapat menjadi sumber informasi bagi organisasi maupun individu dalam rangka mengembangkan kinerja. Evaluasi merupakan
sesuatu yang inheren dan tidak terelakkan dalam setiap jenis organisasi. Pada kondisi ini, 1) organisasi mengetahui prestasi para
pekerjanya melalui penilaian kinerja yang dilakukannya; 2) penilaian diperlukan untuk menghitung kontribusi tiap-tiap individu
terhadap kemajuan organisasi; dan 3) penilaian kinerja formal dapat melindungi organisasi dari tindakan-tindakan negatif para anggota
organisasi.
Indikator adalah syarat mutlak dalam pelaksanaan evaluasi. Evaluasi tidak dapat berlangsung sempurna apabila tidak dilengkapi
indikator yang konsisten dengan data yang tepercaya. Evaluasi berfungsi untuk perbaikan, artinya evaluasi harus memberi umpan balik
untuk perbaikan.
Evaluasi merupakan kegiatan yang penuh dengan konsekuensi-konsekuensi, baik terhadap individu-individu dalam organisasi maupun
bagi organisasi itu sendiri. Dari perspektif organisasi, kelemahan-kelemahan sistem dan kesalahan-kesalahan praktik penilaian kinerja
akan berakibat terhadap ketidakefektifan pelaksanaan fungsi-fungsi SDM yang lainnya, seperti fungsi kompensasi serta fungsi pelatihan
dan pengembangan.
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang menghadapkan penilai pada kondisi yang mengharuskannya mendapatkan hasil penilaian yang
bersih, akurat, dan peringkat yang berdasarkan pada jasa individual. Pada titik ini, evaluasi bersama-sama dengan variabel lain­nya,
menentukan tingkat pencapaian kinerja organisasi.
Indikator adalah sebuah hasil kebijakan publik sehingga untuk membangunnya diperlukan waktu yang cukup lama sampai dengan dapat
diterima oleh masyarakat luas. Pengembangan satu indikator merupakan proses berulang. De Neufville (1975) memperkirakan untuk
membangun satu indikator membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun agar menjadi indikator yang diterima semua pihak.
Proses ini memakan waktu karena indikator yang dikembangkan dalam konteks kebijakan publik sehingga inter­pretasi mereka
melampaui lompatan tradisional ilmu pengetahuan karena telah memasuki ranah politik (de Neufville, 1978-1979).
Para ahli telah memerinci syarat satu ciri dapat menjadi indikator sebagai berikut.
Indikator sederhana, namun harus jelas, tidak mengandung multi-interpretasi. Spesifik berarti dapat menjabarkan indikator secara jelas dan
tanpa keraguan. Beberapa atribut yang digunakan yaitu dengan mengevaluasi: Apa yang ingin dicapai? Alasan atau keuntungan apa yang
ingin diraih dengan mencapai sasaran itu? Siapa saja yang terkait dan berhubungan dengan pencapaian sasaran? Di mana lokasi atau
fasilitas/prasarana apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan?
Artinya, dapat diukur secara kuantitatif. Setiap jenis indikator atau paramater yang terukur dalam artian memiliki nilai satuan. Banyak
sekali indikator yang bersifat kualitatif seperti sejahtera atau bahagia. Namun, indikator harus bersifat angka. Setiap satuan angka
menunjukkan perbedaan pada setiap perubahan yang sedang terjadi.
Data yang dibutuhkan dapat dicapai. Artinya, data tersedia, baik dari pihak lain maupun dibiayai sendiri, dengan mengum­pulkannya
atau masih memungkinkan untuk diambil sendiri.
Indikator yang ditetapkan harus sesuai dengan perubahan yang se­dang dikerjakan. Relevan juga berarti sesuai dengan tugas pokok dan
tanggung jawab yang diemban oleh lembaga.
Data diperoleh dengan metodologi yang sama dan dilakukan secara berulang dan dapat diperoleh dalam periode yang sama sehingga
dapat diperbandingkan kemajuannya dalam bingkai masa tertentu.
Data indikator harus dapat diperoleh tepat waktu sebelum pengambilan keputusan.
Langkah pertama dalam membangun indikator adalah memilih dan menentukan wilayah (hal-hal) yang akan diukur, didasarkan pada
perubahan yang akan dilakukan, potensi untuk perbaikan kualitas, dan tingkat pengendalian untuk pengembangan dalam kewenangan.
Untuk menentukan apa yang akan menjadi ukuran perlu dikembangkan teori yang mendukung pada aspek perubahan yang akan
dikembangkan. Penyusunan teori dapat dilakukan dengan menggunakan metodologi apa pun sepanjang diakui di dunia ilmu
pengetahuan.
Berdasarkan teori yang dikembangkan selanjutnya dipetakan mengenai data-data yang dibutuhkan untuk memperoleh informasi dari
area perubahan yang akan ditetapkan. Pada beberapa kasus, data yang dibutuhkan sering kali tidak tersedia, baik karena
pengumpulannya maupun karena waktu yang tidak sesuai. Untuk itu, perlu dicarikan data yang bersifat proxy atau dapat mewakili
dari area perubahan yang dibutuhkan.
Langkah ketiga dari pembangunan indikator adalah menetapkan indikator sesuai dengan data ataupun proxy yang tersedia. Memilih
indikator merupakan pernyataan tentang perubahan yang dikehendaki didasarkan pada background story yang dibangun dan
memformulasikannya secara matematis.
Setelah indikator ditetapkan akan dilanjutkan dengan menetapkan sumber data. Penetapan sumber data ini dikaitkan dengan
ketersediaan data, baik yang sudah tersedia maupun yang dapat disediakan. Data yang tersedia selanjutnya dilakukan pengujian
reliabilitas, validitas, dan interpretabilitasnya.
Penetapan cara penghitungan data didasarkan pada pengujian dan hasil kesepakatan para ahli dengan memperhatikan kondisi yang
ber­kesesuaian. Penyusunan cara peng­hitungan data dilakukan dengan menggunakan rumus matematika yang mudah dipahami.
Dengan adanya rumus matematika yang dibangun maka penghitungan akan dilakukan dengan cara yang sama di setiap daerah.
Kesamaan metode pengambilan dan penghitungan data akan memudahkan evaluator untuk membandingkan antar­daerah dan
antarwaktu. Perban­dingan ini akan memberi kemudahan bagi pengambil keputusan untuk melakukan intervensi tertentu yang
hasilnya dapat diukur secara akurat.
Cara pengambilan data yang sama juga memudahkan evaluator untuk meng­gabungkan (mengompilasi) dari keseluruhan data
sehingga data yang berskala nasional dapat tersedia secara akurat.
Langkah terakhir adalah mengomuni­kasikan dan menindaklanjuti hasil penghitungan data. Data yang ter­kompilasi
selanjutnya akan diberikan kepada para pengambil keputusan agar dijadikan data awal perencanaan untuk perbaikan ke
depan. Data kompetensi dan kinerja dapat digunakan pada setiap unit organisasi. Di pihak lain, data kompensasi dapat
diberikan kepada para pengambil kebijakan yang lebih tinggi agar kompensasi diberikan secara adil dengan
mempertimbangkan kompleksitas pekerjaan dan beban tugas yang dipikul.
PRODUKTIVITAS
Digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas sebuah layanan yang dilaksanakan ASN
KUALITAS
Konsistensi terhadap kualitas pelayanan yang baik
RESPONSIVITAS
Mengenai kebutuhan masyarakat sehingga dapat menyusun agenda berdasarkan skala prioritas
RESPONSIBILITAS
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan tupoksi ASN
AKUNTABILITAS
Kebijakan dan kegiatan birokrasi tunduk kepada para pejabat publik yang telah dipilih oleh rakyat
Program Percepatan Reformasi BKN
BKN sebagai pembina dan penyelenggara manajemen kepegawaian memegang peranan penting dalam perkembangan pemerintahan.
Oleh sebab itu, sangat diperlukan adanya percepatan reformasi di berbagai aspek, khususnya aspek internal dan eksternal, aspek
pengem­bangan sistem, dan aspek pengembangan SDM Aparatur.
Sesuai dengan visi BKN: “Profesional dan berintegritas”, hal tersebut menjadi titik fokus dalam program percepatan reformasi di BKN.
Pada diagram di atas dapat kita lihat bahwa untuk mencapai sasaran tersebut dibutuhkan perbaikan pada empat faktor utama berikut ini.
Pelayanan kepegawaian yang diberikan BKN meliputi pelayanan pengadaan kepegawaian (mulai penghitungan kebutuhan pegawai,
rekrutmen, dan penetapan NIP pegawai), pelayanan kepangkatan dan mutasi, pelayanan pensiun PNS, serta pelayanan penetapan status
dan kedudukan kepegawaian.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mendukung seluruh kegiatan tersebut di antaranya sebagai berikut:
Hal tersebut dilakukan dengan cara berikut ini:
- pengembangan NCSIS
Dengan penerapan NCSIS (National Civil Service Information System) dan sistem aplikasi SAPK dimungkinkan pembaruan data
yang dilakukan oleh tiap-tiap unit kepegawaian/BKD sehingga secara otomatis basis data pegawai di BKN terperbarui. Dengan
adanya data yang akurat dan terkini maka pimpinan dapat memonitor dan mengambil kebijakan-kebijakan dengan lebih tepat.
Selain itu, data yang akurat, terperbarui, dan terintegrasi juga dapat mempermudah serta mempercepat proses pelayanan
kepegawaian, baik di unit pusat maupun di daerah.
-
implementasi sistem perekrutan pegawai berbasis teknologi informasi
NCSRS (National Civil Service Recruitment Systems) merupakan inovasi BKN dalam menyediakan sistem rekrutmen CPNS
secara daring (online). Bentuk dari NCSRS adalah CAT sistem yaitu suatu sistem yang dibangun untuk melakukan seleksi CPNS
secara nasional. Dengan adanya CAT sistem diharapkan seluruh calon PNS memiliki standar kompetensi, moral, dan integritas
yang tinggi sehingga pemerintahan yang baik akan segera terwujud.
-
Pengembangan e-CSID
Berupa pengembangan fungsi dari kartu pegawai elektronik secara nasional, di dalamnya terdapat data-data kepegawaian yang
terintegrasi secara sistem dengan berbagai instansi yang berkepentingan.
Salah satu bentuk pelayanan secara elektronik yang dapat mem­permudah masyarakat dan pemangku kepentingan dalam mendapatkan
informasi yang dibutuhkan.
Untuk mendapatkan pegawai yang bersih dan profesional dapat dilakukan dengan cara berikut:
Dengan adanya kampanye integritas diharapkan dapat menjadi solusi awal untuk membentuk pemerintahan yang bersih dan
profesional, menghilangkan segala bentuk gratifikasi dalam pelayanan kepegawaian, menciptakan manajemen personalia yang baik dan
pengadaan pegawai yang bersih dan bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) sehingga tujuan nasional dapat terwujud dengan
baik.
Dengan adanya perbaikan pada sistem penggajian diharapkan meningkat pula kesejahteraan pegawai sehingga dapat terbentuk pegawai
yang bersih dan profesional.
Menurut Robert A. Roe (2001:73) kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau
tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan
untuk membangun pengetahuan serta keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pemelajaran yang dilakukan.
Dengan peningkatan kompetensi diharapkan terbentuk pegawai yang berkualitas sekaligus mampu melaksanakan tugas secara
profesional. Strategi pengembangan SDM pada dasarnya tidak hanya melalui pendidikan dan pengembangan keterampilan,
tetapi ada banyak cara untuk mengembangkannya. Strategi tersebut di antaranya melalui hal berikut.
Pengembangan SDM melalui pendidikan bertujuan meningkatkan kemampuan kerja, dalam arti pengembangannya bersifat formal dan
berkaitan dengan karier. Adapun pelatihan bertujuan mengembangkan individu dalam bentuk pening­katan keterampilan, pengetahuan,
dan sikap. Beberapa upaya yang telah dilakukan BKN untuk meningkatkan SDM, yaitu
a) bekerja sama dengan Universitas Terbuka dalam mendirikan PIK (Pendidikan Ilmu Kepegawaian);
b) Program Spirit dari Bappenas (kerja sama Bappenas dengan World Bank) yaitu program pengiriman pegawai BKN untuk
melanjutkan jenjang pendidikan S2 dan S3 di luar negeri;
c)
ACCSM (ASEAN Cooperation on Civil Service Matters) yaitu suatu bentuk kerja sama Indonesia dan negara-negara ASEAN
dalam hal pelayanan kepegawaian. Bentuk kerja sama yang dilaksanakan adalah penyelenggaraan pelatihan, lokakarya,
konferensi, dan kursus singkat.
Pembinaan bertujuan mengatur dan membina manusia sebagai subsistem organisasi melalui program-program perencana dan penilaian,
seperti man power planning, performance apparaisal, job analytic, dan job classification.
Pembentukan karakter SDM menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia Baru, yaitu Indonesia yang dapat
menghadapi tantangan regional dan global serta bersih dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Dengan mental yang kuat dan bersih
diharapkan sasaran BKN untuk mencapai BKN yang profesional dan berintegritas dapat tercapai. Beberapa upaya untuk mengembangkan
karakter pegawai di antaranya melalui team building, motivasi untuk peningkatan prestasi, mind setting, komunikasi yang efektif, dan
hubungan interpersonal.
Teori organisasi modern mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan stabil.
Akan tetapi, organisasi adalah suatu sistem terbuka yang harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungannya,
termasuk perkembangan teknologi.
Beberapa contoh penerapan sistem organisasi yang modern di antaranya sebagai berikut.
a.
Pengembangan otomasi perkantoran, yaitu dengan penerapan sistem berbasis IT di berbagai infrastruktur untuk mengefisienkan
serta mempercepat proses birokrasi dan administrasi. Dengan kata lain, mampu untuk memanfaatkan teknologi dan sedikit
mungkin bekerja secara manual. Dengan adanya automasi kantor diha­rapkan disiplin pegawai dapat meningkat, mempercepat
proses birokrasi, dan mengefisienkan proses kerja.
Salah satu contoh penerapan automasi kantor adalah
-
Sistem absensi dengan mesin hand key
Saat ini sistem absensi di BKN sudah terintegrasi sengan sistem pembayaran tunjangan kinerja. Perekaman menggunakan
mesin hand key memaksa para pegawai untuk datang tepat waktu dan meningkatkan kinerja mereka dengan adanya pelaporan
SKP (Sasaran Kinerja Pegawai). Pengintegrasian seluruh sistem ini akan memberikan kompensasi yang lebih adil bagi para
pegawai.
-
Implementasi e-office
E-office merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan administrasi yang memungkinkan seluruh komponen organisasi
untuk saling bertukar informasi dan data secara elektronik, dan dapat diakses melalui komputer personal ataupun gawai
sehingga dapat diakses kapan pun dan dimana pun.
Begitu banyak manfaat e-Office yang dirasakan, antara lain mempercepat proses distribusi surat, mempermudah proses
telusur dari setiap surat keluar, mempermudah dalam pengarsipan dokumen, paperless, dan pengelolaan sasaran kerja
pegawai setiap bulannya.
b.
Pelatihan dan lokakarya. Era globalisasi seakan memberikan arus teknologi dan informasi serta mobilitas sumber daya manusia
dengan sangat cepat. Oleh sebab itu, dibutuhkan SDM yang berkualitas agar dapat menerapkan sistem yang andal berteknologi
tinggi.
Pelatihan (training) dan lokakarya (workshop) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas SDM dalam
mengimplementasikan seluruh sistem dan teknologi yang telah dibangun.
Beberapa ciri organisasi modern, yaitu
-
organisasi bertambah besar;
c.
-
pengolahan data semakin cepat;
-
penggunaan staf lebih intensif;
-
kecenderungan spesialisasi; dan
-
memiliki prinsip-prinsip organisasi.
Manajemen perubahan (change management) yaitu salah satunya dengan mengembangkan budaya kerja yang modern serta
pemanfaatan teknologi terkini dalam setiap proses kerja.
Perubahan lingkungan yang begitu cepat harus diiringi pula dengan manuver-manuver jitu jika tidak ingin terlindas atau kalah
dalam kompetisi. Perubahan ini tidak hanya berdampak terhadap sistem, tetapi juga pelaksana sistem itu sendiri, yaitu manusia.
Apa yang selanjutnya menjadi masalah adalah elemen manusia merupakan bagian yang memiliki resistensi (penolakan) paling
besar. Manusia berkecenderungan mempertahankan status quo. Karena itu, dibutuhkan sebuah pendekatan agar manusia, sebagai
elemen paling penting, memiliki pandangan yang positif terhadap perubahan, bahkan siap menjadi bagian di dalamnya.
Pendekatan ini disebut Change Management atau Manajemen Perubahan.
Secara definisi, Change Management adalah sebuah proses terstruktur dan sistematis untuk membantu transisi individu, tim kerja,
ataupun organisasi dari suatu kondisi ke arah tujuan yang diinginkan.
Komponen yang harus ada di dalam Change Management adalah
-
-
Motivating Change: mendorong kesiapan untuk berubah dan mengatasi setiap penolakan terhadapnya;
-
Creating a Vision: merumuskan arah perubahan yang diharapkan;
-
Developing Political Support: mempersiapkan para agen pengubah (change agent), termasuk para informal leader;
-
Managing the Transition: menyusun rencana aktivitas, membangun komitmen dan struktur komite;
Sustaining Momentum: mempersiapkan infrastruktur perubahan, membangun sistem pendukung bagi para agen pengubah,
membangun kompetensi dan keahlian baru, serta mengapresiasi kemajuan sekecil apa pun.
Penetapan
Model
Indikator
Indeks Profesionalitas ASN adalah salah satu cara mendekati kualitas ASN dengan menggunakan indeks komposit dari beberapa
indikator output yang bersifat independen. Pengukuran indikator outcome dengan menggunakan composite index saat ini sangat umum
dilakukan oleh para perencana dan evaluator. Kekuatan indikator ini adalah mampu memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai
capaian suatu program. Indikator ini juga dapat menelusuri kegiatan-kegiatan mana yang harus segera diperbaiki.
Penyusunan indikator indeks ini sangat bergantung pada kekuatan teori atas tujuan yang hendak dicapai. Selanjutnya, pemilihan
indikator berdasarkan teori yang dibangun akan menyempurnakan indeks sehingga lebih mende­kati kesesuaian. Semakin banyak
komponen output yang tersedia juga akan semakin mendekatkan penilaian pada kondisi yang sesungguhnya.
Pada kenyataannya, sering kali teori yang dibangun sudah sangat baik, namun data yang dibutuhkan tidak tersedia. Ketidaktersediaan
data tersebut dapat secara permanen yaitu data memang belum dikumpulkan atau secara parsial seperti data tidak tersedia setiap tahun
atau waktu pengambilan data tidak sesuai dengan harapan.
Ketidaktersediaan data permanen dapat diatasi melalui penggunaan data proxy dengan memperhatikan data-data yang sejenis atau data
yang berhubungan dengan output yang diharapkan. Penggunaan data proxy bagaimanapun juga akan menyebabkan tingkat validitas
berkurang karena terjadi deviasi. Walaupun demikian, deviasinya sudah dapat diperkirakan sebelumnya se­hing­­ga nilai validitas
masih dapat dipertanggungjawabkan.
Di sisi lain, ketidaktersediaan data yang parsial dapat menjadikan indeks komposit yang dibangun menjadi kurang reliable karena
terdapat data yang tidak terisi. Hal ini karena nilai yang diperoleh merupakan kekosongan angka yang telah dikalikan dengan angka
koefisien yang telah ditetapkan. Akibatnya, hasil penghitungan mengalami deviasi menjauh dari nilai validitas yang diharapkan dan
nilainya tidak dapat diperkirakan.
Berdasarkan teori yang dikembangkan, Indeks Profesionalitas ASN merupakan fungsi dari kompetensi, kinerja, pegawai
yang bersih, dan organisasi yang modern. Apabila ditulis dalam model matematika sederhana, diperoleh rumus sebagai
berikut
Prof&Intg = ƒ(K1,K2,K3,K4)
dalam hal ini
K1 = Kompetensi
K2 = Kinerja
K3 = Pegawai yang Bersih dan profesional
K4 = Organisasi yang Modern
Adapun premis indikator profesionalitas ASN adalah (individu) pegawai akan semakin profesional apabila kom­petensinya semakin
tinggi, kinerjanya semakin baik, organisasinya semakin modern, dan pegawai yang semakin bersih. Adapun data-data yang digu­nakan
harus bersinggungan dengan individu karena profesionalitas dihitung berdasarkan individu.
Berdasarkan data yang tersedia BKN maupun institusi kepegawaian memiliki data yang yang menyangkut kelembagaan kepegawaian
dan data yang menyangkut individu pegawai. Data-data ini berasal dari sumber yang tervalidasi, seperti
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sistem Aplikasi Pelayanan Kepe­ga­waian (BKN);
Pendataan Ulang PNS (e-PUPNS);
Pemetaan PNS;
Daftar gaji dan tunjangan PNS;
Sasaran Kerja Pegawai (SKP); dan
Data Hukuman Pegawai.
Data kompetensi seharusnya berasal dari hasil uji kompetensi seluruh PNS. Dengan uji kompetensi maka nilai yang diperoleh dapat
langsung digunakan untuk mengisi output kompetensi. Sampai saat ini uji kompetensi yang dapat dilaksanakan hanya berkisar 3.000
sampai dengan 4.000 setiap tahunnya. Karena itu, data ini sulit digunakan karena tidak lengkap.
Untuk itu, perlu digunakan data proxy untuk mengisi data kompetensi. Berdasarkan data PUPNS yang bersifat individu terdapat data
yang cukup lengkap mengenai pendidikan, pengalaman, dan pelatihan dari tiap-tiap individu.
Hanya data ini bukan bersifat kompetensi, melainkan potensi. Potensi meskipun tidak sepenuhnya mewakili, dapat men­jadi data proxy
untuk kompetensi. De­ngan demikian, premis berubah bahwa semakin profesional pegawai apabila semakin sesuai dengan potensinya.
Berdasarkan data kinerja yang berasal dari SKP, semakin tinggi SKP maka semakin tinggi nilai profesional seseorang. Meskipun data
SKP telah tersedia dengan lengkap, substansi kinerja itu sendiri saat ini masih memerlukan perbaikan. Walaupun begitu, data SKP
tetap akan digunakan. Apabila data SKP ada perubahan, akan digunakan data yang me­ru­pakan hasil perubahan.
Data organisasi yang modern dapat menggunakan tingkat penggunaan komputer per individu. Hanya data ini tidak bersifat spesifik
karena boleh jadi komputer tersedia, tetapi individu tidak memahami teknologi informasi. Untuk itu, perlu dilakukan proxy dari data
organisasi yang modern.
Satu pendapat dari Bill Gates adalah bahwa penggunaan teknologi informasi yang dicerminkan dengan penggunaan perangkat digital
akan memaksa pegawai untuk disiplin.
Dengan pernyataan itu proxy data organisasi yang modern adalah tingkat disiplin pegawai yang tinggi. Dengan demikian, seseorang
dinilai semakin profesional apabila tingkat pelanggarannya semakin rendah.
Untuk membangun pegawai yang bersih dan profesional kegiatan yang dilakukan adalah kampanye integritas secara masif. Namun,
tingkat profesionalitas juga dapat didekati dengan pemberian kompensasi yang sesuai dengan beban kerja dan risiko, baik secara
internal maupun eksternal.
Berdasarkan data yang tersedia terdapat nilai kompensasi dari berbagai tingkatan maupun lembaga. Pendekatan yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan perbedaan kompensasi antarjabatan yang memiliki beban kerja dan risiko yang sama.
Premisnya pegawai akan semakin profesional apabila kompensasi yang diterimanya semakin dekat pada beban kerja dan risiko yang
sama, baik secara internal maupun eksternal.
Berdasarkan teori yang telah disusun serta ketersediaan data maka perlu dilakukan penyesuaian berikut.
1. Kompetensi dapat didekati dengan data potensi yang ada dalam e-PUPNS. Data PUPNS terdiri atas pendidikan,
pengalaman kerja, pelatihan teknis, dan pelatihan administratif.
2. Kinerja didekati dengan data SKP yang dibuat secara daring (online).
3. Kompensasi (gaji dan tunjangan kinerja) didekati dengan daftar gaji dan tunjangan yang tersedia.
4. Organisasi yang modern didekati dengan tingkat disiplin pegawai.
IdxPr o = koef(1 –gaps) + Koef(Kj )
+ Koef(1 –δ Sl (i nex)) +Koef(1 - inDi scpl )
Rumus matematika yang digunakan adalah:
dalam hal ini:
Gaps adalah persentase ASN yang tidak berkompeten
Kj adalah angka SKP
δSl adalah selisih rata-rata gaji dan tunjangan kinerja PNS untuk jabatan yang sama (%)
inDiscpl adalah jumlah pelanggaran disiplin
Secara sederhana penyesuaian indikator dan data digambarkan sebagai berikut.
Petunj uk Pengisian Indeks Profesionalitas ASN
Tabel Kompetensi
Unit: (a)
N
Pendid Pelatih
Nam I ikan
an
P
a
N
Fun
Jabat
o
gsi Peja
an
Y
Y
bat
/
/
N
N
1
(b)
(c (d)
)
(
e
)
(f) N
(g
)
N
Pengalam
an
Administrasi
Y/N
(h)
N
Y/N
Ga
ps
(i)
N
*Penilai
an
Objektif
(j)
Jumlah
0,00
Gaps
0,00
Keterangan:
a.
Unit Kerja
Nama unit kerja diisi dengan nama unit kerja yang dilakukan penghitungan.
b.
Jabatan
Kolom jabatan diisi dengan nama jabatan yang ada di unit kerja yang dilakukan penghitungan berdasarkan struktur organisasi.
c.
Fungsi
Kolom fungsi diisi dengan fungsi dari jabatan berdasarkan Peraturan tentang Organisasi dan Tata Kerja yang berlaku.
d.
Nama Pejabat
Kolom nama pejabat diisi dengan nama pejabat yang sedang menduduki jabatan tersebut.
e.
Nomor Induk Pegawai (NIP)
Kolom NIP diisi dengan NIP pejabat yang sedang menduduki jabatan tersebut.
f.
Pendidikan
Kolom pendidikan diisi dengan data pendidikan yang dimiliki pejabat yang bersangkutan.
Kolom Y/N, diisi Y (Yes) apabila pendidikan yang dimiliki sesuai dengan jabatan yang diduduki. Diisi N (No) apabila
pendidikan yang dimiliki tidak sesuai dengan jabatan yang diduduki.
g.
Pelatihan
Kolom pelatihan diisi dengan data pelatihan yang dimiliki pejabat yang bersangkutan yang paling sesuai dengan jabatan yang
sedang diduduki.
Kolom Y/N, diisi Y (Yes) apabila pelatihan yang dimiliki sesuai dengan jabatan yang diduduki. Diisi N (No) apabila pelatihan
yang dimiliki tidak sesuai dengan jabatan yang diduduki.
h.
Pengalaman
Kolom pengalaman diisi dengan data pengalaman jabatan yang pernah diduduki oleh pejabat yang bersangkutan yang paling
sesuai dengan jabatan yang sedang diduduki.
Kolom Y/N, diisi Y (Yes) apabila pengalaman yang dimiliki sesuai dengan jabatan yang diduduki. Diisi N (No) apabila
pengalaman yang dimiliki tidak sesuai dengan jabatan yang diduduki.
i.
Administrasi
Kolom administrasi diisi dengan data Diklat Kepemimpinan yang dimiliki sesuai dengan jenjang jabatan yang sedang diduduki.
Kolom Y/N, diisi Y (Yes) apabila telah mengikuti Diklat Kepemimpinan sesuai dengan jenjang jabatan yang sedang diduduki.
Diisi N (No) apabila belum mengikuti Diklat Kepemimpinan sesuai dengan jenjang jabatan yang sedang diduduki.
j.
Penilaian Objektif (Gaps)
Kolom penilaian objektif (gaps) berisi nilai gaps yang diperoleh dari hasil pengisian kolom Y/N dari pendidikan, pelatihan,
pengalaman, dan administrasi.
Gaps (ketimpangan) kompetensi seluruh pegawai diperoleh dari jumlah gaps individu pegawai yang tertera di kolom jumlah pada
bagian bawah.
Gaps kompetensi unit organisasi diperoleh dari rata-rata gaps individu pegawai yang tertera di kolom gaps di bagian
bawah.
Tabel Kompensasi
Unit : (a)
Kelas
Jabatan
Jumlah
Pejabat
Tertinggi
Terenda
Selisih
h
Selisih terhadap
Terendah
(b)
(c)
(d)
(e)
(g)
(f)
Total
0
Keterangan:
a.
Nama Unit Kerja
Nama unit kerja diisi dengan nama unit kerja yang dilakukan penghitungan.
b.
Kelas Jabatan
Kolom kelas jabatan diisi dengan kelas jabatan dari jabatan struktural di unit kerja berdasarkan grading yang berlaku.
c.
Jumlah Pejabat
Kolom jumlah pejabat diisi dengan jumlah pejabat struktural berdasarkan kelas jabatan masing-masing.
d.
Tertinggi
Kolom tertinggi diisi dengan gaji atau tunjangan tertinggi pada kelas jabatan yang sama.
e.
Terendah
Kolom terendah diisi dengan gaji atau tunjangan terendah pada kelas jabatan yang sama.
f.
Selisih
Kolom selisih berisi hasil pengurangan dari kolom tertinggi dikurangi kolom terendah pada kelas jabatan yang sama.
g.
Selisih terhadap Terendah
Kolom selisih terhadap terendah berisi hasil perbandingan antara kolom selisih dan kolom terendah pada kelas jabatan yang
sama.
Total selisih terhadap terendah berada di baris paling bawah tabel.
Tabel Kinerja
Unit :
(a)
Rata Rata
Kinerja
(SKP)
1
(b)
(c)
(d)
Jumlah
-
Rata-rata
(e)
Keterangan:
a.
Nama Unit Kerja
Nama unit kerja diisi dengan nama unit kerja yang dilakukan penghitungan.
b.
Jabatan
Kolom jabatan diisi dengan nama jabatan sesuai dengan struktur organisasi unit kerja.
c.
Nama Pejabat
Kolom nama pejabat diisi dengan nama pejabat yang menduduki jabatan tersebut.
d.
Nilai SKP
Kolom nilai SKP diisi dengan nilai SKP terakhir yang dimiliki pejabat yang bersangkutan.
e.
Rata-rata Kinerja (SKP)
Rata-rata kinerja diperoleh dari rata-rata nilai SKP pegawai di unit kerja yang dinilai.
Tabel Disiplin
Unit : (a)
No
Jenis Pelanggaran
Jumlah
1
Berat
(b)
2
Sedang
(c)
3
Ringan
(d)
Total Karyawan
(e)
Pelanggaran
Total
(f)
Keterangan:
a.
Nama Unit Kerja
Nama unit kerja diisi dengan nama unit kerja yang dilakukan penghitungan.
b.
Jumlah Pelanggaran Berat
Jumlah pelanggaran berat diisi dengan jumlah pelanggaran hukuman disiplin berat yang pernah atau sedang dijalani pegawai
selama 2 tahun terakhir.
Total pelanggaran berat diisi dengan jumlah pelanggaran berat dikali 3.
c.
Jumlah Pelanggaran Sedang
Jumlah pelanggaran sedang diisi dengan jumlah pelanggaran hukuman disiplin sedang yang pernah atau sedang dijalani pegawai
selama 2 tahun terakhir.
Total pelanggaran sedang diisi dengan jumlah pelanggaran sedang dikali 2.
d.
Jumlah Pelanggaran Ringan
Jumlah pelanggaran ringan diisi dengan jumlah pelanggaran hukuman disiplin ringan yang pernah atau sedang dijalani pegawai
selama 2 tahun terakhir.
Total pelanggaran ringan diisi dengan jumlah pelanggaran ringan dikali 1.
e.
Total Karyawan
Total karyawan diisi dengan total jumlah karyawan di unit kerja yang sedang dilakukan penilaian.
f.
Pelanggaran
Pelanggaran diisi dengan angka rata-rata pelanggaran disiplin unit kerja yang diperoleh dari jumlah angka
pelanggaran disiplin dibagi dengan jumlah pegawai yang dinilai.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kepegawaian Negara. Renstra BKN 2015–2019. Jakarta: BKN.
Jacqueline M.Katz and Eleanor Green. 1997. Managing Quality, A Guide to System Wide Performance Management in Health Care.
Mosby Year Book.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
WHO dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. 1998. Petunjuk Pelaksanaan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit. Jakarta: Depkes.
Download