BAB I

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan pembangunan di Indonesia yang sangat
pesat, usaha-usaha ke arah peningkatan kualitas pendidikan pun terus dilakukan
secara sistematis. Upaya peningkatan kualitas pendidikan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia adalah peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu
para pendidik, peningkatan mutu peserta didik dan perbaikan kurikulum.
Peningkatan sarana dan prasarana diantaranya adalah pengadaan ruang kelas yang
memadai, laboratorium, alat-alat yang membantu proses belajar mengajar dan
lain-lain (Depdikbud, 1999: 17).
Upaya perbaikan kurikulum diwujudkan dengan digantinya kurikulum
lama dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang lebih menekankan pada
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai
dengan tujuan
pendidikan nasional,
mencakup komponen pengetahuan,
ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan,
dan kewarganegaraan. Sehingga implikasi penerapan pendidikan berbasis
kompetensi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang
menjadikan peserta
didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan
ketrampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life
skill (Depdiknas, 2003: 1). Untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai tersebut,
diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip KBK. Salah
satu prinsip yang mendasari pengembangan KBK, seperti yang dikemukakan
Nurhadi (2004: 12) adalah adaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi.
Peningkatan mutu para pendidik dilakukan lewat berbagai penataran
dan seminar pendidikan serta diberlakukannya aturan penyetaraan pendidikan
guru. Sedangkan peningkatan mutu peserta didik antara lain dilakukan dengan
pemilihan strategi pembelajaran yang tepat. Pemilihan strategi pembelajaran dan
metode pembelajaran yang tepat merupakan faktor pendukung keberhasilan dalam
proses belajar mengajar. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam
pemilihan strategi pembelajaran adalah pemilihan media yang tepat dan sesuai
1
2
dengan materi yang akan diajarkan dan sejalan dengan kurikulum yang
diterapkan, dalam hal ini KBK.
Ilmu kimia, seperti halnya IPA, juga mempelajari gejala-gejala alam,
tetapi mengkhususkan diri di dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan
perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Pembahasan
tentang struktur materi mencakup struktur partikel-partikel penyusun materi
(molekul, atom, ion) dan bagaimana partikel-partikel penyusun materi yang sangat
kecil itu bergabung satu sama lain membentuk materi yang berukuran besar yang
dapat diamati (Depdiknas, 2003: 2).
Oleh karena materi-materi yang dipelajari sangat kecil, maka ilmu kimia
cenderung bersifat abstrak. Sehingga tidak sedikit siswa yang menganggap ilmu
kimia sebagai ilmu yang kurang menarik dan sulit dipahami sehingga
menyebabkan rendahnya hasil belajar kimia. Hal ini dapat dilihat dari data di
bawah ini:
Tabel 1. Rata-rata Nilai Ebtanas Murni Kimia SMA Negeri 2 Wonogiri.
Tahun
1997/1998
Rata-rata NEM Kimia
SMA N 2 Wonogiri
5,4
1998/1999
5,62
1999/2000
5,43
2000/2001
5,52
2001/2002
5,43
2002/2003
7,04
2004/2005
5,6
(Kumpulan Rata-rata Nilai Murni Ebtanas SMU N 2 Wonogiri)
Selain disebabkan oleh hal-hal di atas, rendahnya hasil kimia juga mungkin
disebabkan kurang tepatnya pemilihan metode dan media pembelajaran oleh guru.
Laju reaksi merupakan salah satu pokok bahasan yang di dalamnya
terdapat materi yang mempelajari sifat-sifat partikel yang tidak dapat diamati oleh
mata (mikroskopik), seperti misalnya Teori Tumbukan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Laju Reaksi. Hal ini membuat siswa kurang paham dan cenderung
hanya menghafal teori-teori yang ada tanpa memahaminya. Untuk membantu
3
mengatasi kesulitan belajar tersebut diperlukan suatu media yang dapat
memvisualisasikan materi-materi tersebut sehingga siswa memahaminya dengan
baik.
Ada banyak media pembelajaran yang dapat dipakai untuk mendukung
penggunaan metode belajar, baik media cetak maupun media elektronik. Contoh
media cetak yang dapat dipakai dalam pembelajaran adalah modul, komik dan
LKS (Lembar Kerja Siswa). Sedangkan media elektronik misalnya komputer,
VCD (Video Compact Disk) dan lain-lain.
Dengan adanya kesulitan belajar siswa tersebut dan dikaitkan dengan ciri
pembelajaran dalam KBK yang menyarankan kegiatan belajar mengajar yang
menyenangkan dan mengadaptasi teknologi yang sedang berkembang, maka
media komputer dirasa lebih tepat digunakan dalam menyampaikan materi laju
reaksi. Seperti yang disimpulkan dari penelitian Suranto (2001: 46) bahwa
pengembangan media komputer dalam pelajaran kimia dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pokok bahasan sistem periodik unsur. Selain karena dapat
memvisualisasikan materi, keberhasilan media komputer juga dikarenakan dapat
meningkatkan
minat
siswa
dalam
mengikuti
pelajaran
kimia
dengan
ditampilkannya animasi-animasi yang menarik perhatian siswa sehingga tidak
membosankan.
Media cetak juga dapat digunakan sebagai alternatif lain dalam
pemilihan media untuk menyampaikan materi laju reaksi, diantaranya yang telah
lazim digunakan adalah LKS. Walaupun biayanya murah dan dapat merangsang
siswa aktif untuk mencari tahu dan menjawab soal-soal, tetapi LKS tidak
mempunyai kelebihan-kelebihan yang dimiliki komputer. Seperti misalnya LKS
tidak dapat menampilkan visualisasi tiga dimensi, tidak sesuai dengan
perkembangan jaman dan cenderung monoton sehingga tidak merangsang minat
siswa.
Oleh karena media komputer dirasa dapat digunakan untuk mengurangi
sifat abstrak dari materi-materi yang terdapat dalam pokok bahasan Laju Reaksi
dan sejalan dengan prinsip KBK, maka penulis mengadakan penelitian tentang
efektivitas komputer terhadap hasil belajar pada materi laju reaksi. Penelitian ini
4
dilakukan di SMA Negeri 2 Wonogiri karena selama ini pembelajaran di sekolah
tersebut menggunakan metode diskusi informasi dengan media pembelajaran yang
lazim digunakan, yaitu LKS. Sehingga siswa mempelajari konsep-konsep abstrak
yang terdapat pada pokok bahasan Laju Reaksi hanya dengan gambar-gambar dua
dimensi yang terdapat pada buku.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang disampaikan maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apakah usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan sudah maksimal?
2. Apakah pemilihan media yang tepat dapat memaksimalkan pemahaman
siswa terhadap ilmu kimia?
3. Apakah media komputer dapat digunakan dalam pembelajaran kimia
untuk mengurangi sifat abstrak ilmu kimia?
4. Apakah penggunaan media komputer pada proses pembelajaran kimia
pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa?
5. Apakah penggunaan media komputer lebih baik daripada media LKS pada
proses pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi?
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan lebih terarah maka perlu dilakukan pembatasan
masalah. Pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas penggunaan media komputer dibanding media LKS pada
pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
2. Obyek penelitian yaitu siswa kelas XI semester III SMA Negeri 2
Wonogiri tahun pelajaran 2005/2006.
3. Hasil belajar kimia yaitu nilai siswa pada pokok bahasan Laju Reaksi dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan menggunakan media komputer
dibanding media LKS, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
5
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari pembatasan masalah di atas maka pada penelitian ini
permasalahannya
dapat
dirumuskan
yaitu
apakah
pembelajaran
dengan
menggunakan media komputer lebih efektif jika dibandingkan media LKS pada
pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
E. Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui
manakah yang lebih efektif antara pembelajaran dengan media komputer dan
media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi.
F. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini manfaat yang diharapkan yaitu dapat:
1.Manfaat teoritis:
Memberikan konsep baru kepada guru bahwa media komputer dapat
digunakan dalam proses pembelajaran untuk mengurangi sifat abstrak ilmu
kimia.
2.Manfaat praktis:
a) Memberikan alternatif pada guru upaya untuk mengurangi kebosanan
siswa dalam belajar kimia.
b) Memberikan informasi pada guru tentang penggunaan media yang
cocok untuk meningkatkan hasil belajar kimia pokok bahasan Laju
Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
c) Masukan bagi peneliti lain untuk meneliti penggunaan media komputer
dan media LKS pada pokok bahasan yang lain.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar Mengajar sebagai Proses Komunikasi
Pengertian belajar mengajar dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang,
sehingga para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian
belajar mengajar. Dipandang dari segi komunikasi, seperti yang disebutkan
Rahardjo
dalam
Yusufhadi
Miarso
dkk
(1986:
47)
“Proses
kegiatan
belajar/mengajar adalah suatu proses komunikasi. Dengan lain perkataan, kegiatan
belajar melalui media terjadi bila ada komunikasi antara penerima pesan dengan
sumber lewat media tersebut.”
Model proses komunikasi yang diciptakan teoritisi komunikasi
merupakan model proses yang dinamis, yaitu menunjukkan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses itu dan saling berhubungan di antaranya. Jadi melibatkan
lebih banyak dari sekedar bahan yang dipakai untuk menyajikan pesan
(Association for Educational Communication and Technology, 1994: 36).
Di antara model-model proses komunikasi yang dikembangkan, model
yang relatif sederhana adalah yang dikemukakan Shannon, Schramm, dan Berlo
dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001: 7) sebagai berikut:
Latar belakang
Pengalaman
Sumber
Pesan
Encoder
Latar belakang
Pengalaman
Saluran
Media
Decoder
Penerima
Pesan
Gangguan
Feedback
Gambar 1. Model Komunikasi Shannon, Schramm dan Berlo.
6
7
Dari model di atas, dapat dilihat bahwa dalam proses komunikasi
terdapat sumber pesan dan penerima pesan. Sumber pesan adalah orang yang
mempunyai gagasan, pikiran, perasaan atau pesan lainnya yang ingin disampaikan
kepada orang lain. Sumber pesan itu, selain fungsinya sebagai sumber pesan, juga
bertugas mengubah pesan-pesan itu ke dalam lambang-lambang. Maksudnya
ialah, sumber pesan harus menerjemahkan gagasan, pikiran, perasaan, atau
pesannya itu ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang-lambang itu dapat
berupa bahasa, tanda-tanda, atau gambar-gambar. Proses pengubahan atau
penuangan pesan ke dalam bentuk lambang atau pesan tersebut disebut encoding.
Hal yang perlu diperhatikan oleh sumber pesan ialah bagaimana supaya
lambang-lambang yang mengandung pesan dapat dipahami oleh penerima pesan.
Jika pesan tersebut diinformasikan dalam bentuk lambang yang tidak dikenal oleh
penerima pesan, maka dapat dimungkinkan terjadi kesalahpahaman informasi.
Dalam mengubah pesan ke dalam lambang, sumber pesan juga harus
memperhatikan latar belakang pengalaman, pengetahuan, dan kebudayaan
penerima pesan.
Setelah pesan dilambangkan dalam bentuk bahasa, gambar, atau tandatanda lain, pesan tersebut harus disalurkan melalui saluran atau media tertentu.
Media dalam hal ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan. Supaya pesan dapat diterima dengan
baik dan tidak berubah isinya, maka pesan tersebut harus disalurkan melalui
media yang baik. Jika media yang digunakan kurang baik, maka dapat
dimungkinkan pesan yang diterima tidak sesuai dengan pesan aslinya. Dalam
istilah komunikasi gangguan yang terjadi dalam proses komunikasi itu disebut
noise atau distorsi.
Pada saat pesan diterima oleh penerima pesan, pesan tersebut harus
ditafsirkan. Jika pesan tersebut dapat diterima dengan baik dan penerima pesan
mempunyai latar belakang pengalaman yang sama dengan sumber pesan, maka
pesan tersebut dapat ditafsirkan dengan baik. Proses penafsiran lambang-lambang
yang mengandung pesan tersebut disebut decoding.
8
Dalam proses komunikasi, penerima pesan pada saat-saat tertentu akan
berubah fungsi menjadi sumber pesan, yaitu pada saat penerima pesan itu
menjawab pertanyaan atau pada saat penerima pesan memberi tanggapan terhadap
informasi yang diterimanya. Jika proses ini berlangsung dengan baik maka akan
terjadi komunikasi dua arah. Dengan cara ini sumber pesan akan menerima umpan
balik (feedback) mengenai dapat tidaknya pesan diterima dan ditafsirkan dengan
benar.
Dalam proses belajar mengajar, yang berfungsi sebagai sumber pesan
adalah guru. Sebagai sumber pesan, maka guru harus mengubah isi pesan yang
didapat dari kurikulum ke dalam lambang-lambang agar dapat dimengerti oleh
siswa. Dalam mengubah pesan ke dalam lambang-lambang tersebut guru juga
harus memperhatikan latar belakang pengalaman, pengetahuan dan kebudayaan
siswa. Jika guru dapat mengubah pesan ke dalam lambang yang tepat dan
menyalurkannya melalui media yang baik, maka siswa sebagai penerima pesan
akan dapat menafsirkan pesan pembelajaran sesuai dengan yang dimaksud oleh
guru.
Dalam proses komunikasi dalam kelas ini, siswa sebagai penerima pesan
pada saat-saat tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber pesan. Hal ini terjadi
saat siswa menjawab pertanyaan guru, melakukan tugas-tugas, mengajukan
pertanyaan dan sebagainya. Sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran juga
berlangsung dua arah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya dipandang
sebagai proses komunikasi, belajar mengajar dapat diartikan sebagai penyampaian
pesan yang berupa materi pelajaran dari sumber pesan (guru) kepada penerima
pesan (siswa) melalui media, dimana proses tersebut berlangsung dua arah.
2. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Jadi menurut
arti katanya, media pembelajaran merupakan wahana penyalur pesan/informasi
9
dalam proses belajar mengajar. Mengenai definisinya banyak ahli yang
memberikan batasan.
Dalam salah satu artikelnya Yusufhadi Miarso (1986: 48) memberikan
batasan media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Media pembelajaran didefinisikan oleh Gagne dan Raiser sebagai alatalat fisik dimana peran-peran instruksional dikomunikasikan (Mulyani Sumantri
dan Johar Permana, 2001: 152). Sedangkan R. Rahardjo dalam Yusufhadi Miarso
dkk (1986: 47) menyimpulkan bahwa media merupakan wadah dari pesan yang
oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima
pesan tersebut, bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran
dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar.
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah alat untuk mempermudah penyampaian pesan yang berupa
materi pelajaran dari pendidik kepada peserta didik.
Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Oemar Hamalik
(1989: 15), nilai atau manfaat media adalah sebagai berikut:
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu
mengurangi “verbalisme”.
2. Memperbesar perhatian siswa.
3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh
karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri di kalangan siswa.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinue, hal ini terutama
terdapat dalam gambar hidup.
6. Membantu
tumbuhnya
pengertian,
perkembangan kemampuan berbahasa.
dengan
demikian
membantu
10
7. Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan
cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam
serta keragaman yang lebih dalam belajar.
Berdasarkan kegunaannya media dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependent media dan
media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar mandiri,
disebut independent media (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 13).
3. Media Komputer
Komputer adalah suatu alat teknologi yang mengambil satu daftar
langkah-langkah yang disebut program dan sejumlah informasi yang disebut data
dan secara otomatis mengerjakan informasi itu untuk menghasilkan data-data baru
(Forrest M, 1986: 8). Komputer merupakan salah satu media komunikasi yang
populer dewasa ini. Mengingat proses belajar mengajar merupakan proses
komunikasi, maka komputer dapat digunakan sebagai media dalam pembelajaran.
Hal ini sejalan dengan pendapat Anderson (1986: 199-200) bahwa komputer dapat
digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, menurutnya ada dua macam
pemakaian komputer dalam proses pembelajaran yaitu CAI (Computer Assisted
Instruction) merupakan penggunaan komputer secara langsung dengan siswa
untuk menyampaikan isi pelajaran, memberikan latihan-latihan dan mengantar
kemajuan siswa, sedang CMI (Computer Managed Instruction) merupakan alat
untuk membantu pengajar mengerjakan fungsi administratif.
Keunggulan penggunaan komputer dalam pengajaran antara lain:
a. Mendorong siswa untuk mencoba hal-hal yang baru tanpa takut salah. Dengan
komputer siswa didorong berani menyelidiki berbagai cara pemecahan
masalah, sampai ia menemukan cara yang paling baik.
b. Memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan masing-masing. Siswa akan
memperoleh balikan dengan segera, sehingga ia dapat memutuskan untuk
terus melanjutkan atau mengulang pelajaran yang sedang ditekuninya.
c. Siswa dapat belajar lebih efektif. Pengajar dapat membimbing lebih banyak
siswa yang memerlukan karena siswa dapat belajar sendiri.
11
d. Membantu mengembangkan sosialisasi dan sikap siswa secara positif. Siswa
cenderung senang bekerjasama dan berlaku lebih sosial jika bekerja dengan
komputer. Mereka juga menunjukkan lebih senang mandiri dan lebih sedikit
meminta bantuan.
e. Dapat membantu kemajuan siswa lebih cermat. Komputer tidak cepat lelah
seperti manusia dalam hal diagnosis dan memberikan petunjuk kepada siswa.
Keterbatasan media komputer antara lain:
a. Pengajaran dengan komputer relatif tetap lebih mahal walaupun harga dan
ukuran komputer yang dipergunakan dalam pendidikan sudah diturunkan
secara drastis.
b. Rancangan dan produksi software untuk tujuan pendidikan relatif lebih sedikit
jika dibanding rancangan dan produksi software untuk maksud-maksud lain
seperti analisa data.
c. Software yang dikembangkan untuk sistem komputer yang satu belum tentu
sesuai dengan sistem komputer yang lain.
d. Jika pengajar merancang materi pelajaran dengan menggunakan komputer,
maka beban pekerjaannya semakin bertambah, termasuk memahami
keterbatasan komputer (Tresna Sastrawijaya, 1988: 166-167).
4. Media LKS
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu contoh media cetak
yang dapat dijadikan alternatif untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Sudarto dalam Dikbud Jateng lembar kerja siswa (LKS) adalah sebuah
buku yang berisi tentang materi untuk memperkaya, memperdalam dan
mengembangkan buku pokok (Endang Retna Wulan, 2003: 22).
Berdasarkan SK Mendikbud Nomor 010 a/U/1998 (Endang.R.W, 2003:
22) yang dimaksud dengan LKS adalah:
1) Petunjuk kegiatan yang harus dilaksanakan oleh siswa untuk mencapai
suatu konsep yang disajikan dalam suatu tatap muka di bawah
bimbingan guru.
2) Lembaran kerja atau kegiatan yang intinya berisi informasi dan instruksi
dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktifitas
belajar melalui praktek penerapan hasil belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
12
LKS disertai dengan ringkasan materi, siswa menjawab soal-soal yang
ada setelah membaca ringkasan materi dan penjelasan singkat dari guru. Dalam
hal ini siswa dituntut untuk lebih aktif dan kreatif karena soal-soal yang ada
cenderung mengarah pada penerapan dari konsep-konsep yang ada di dalam
ringkasan materi. Namun setiap media pembelajaran tidak lepas dari kelebihan
dan kelemahan.
Beberapa kelebihan LKS antara lain:
a. Siswa lebih aktif belajar.
b. Memacu kreatifitas siswa.
c. Memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
belajar
sesuai
kemampuannya.
d. Guru dapat berperan sebagai pembimbing, bukan semata-mata sebagai
pengajar.
e. Menumbuhkan keingintahuan siswa.
f. Menciptakan kompetensi yang sehat antar siswa.
g. Meringankan beban guru.
Sedangkan kelemahan LKS antara lain:
a. Kesukaran siswa tidak dapat segera diatasi.
b. Tidak semua siswa dapat belajar sendiri.
c. Tidak semua materi cocok diajarkan dalam bentuk LKS.
d. Menambah beban guru untuk merancang menyusun LKS.
e. Memerlukan biaya untuk penyusunannya.
5. Hasil Belajar
Belajar adalah sebuah proses, dimana hasil dari proses belajar adalah
perubahan tingkah laku, kecakapan dan berbagai sifat. Hasil dari proses belajar
tersebut dapat dinilai melalui evaluasi. Menurut Nana Sudjana (1991: 22) “Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.” Hasil belajar siswa ini menampakkan diri pada
perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak mengetahui menjadi mengetahui
(Masidjo, 1995: 92).
13
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang
tampak pada perubahan tingkah lakunya.
Gagne dalam Slameto (1991: 93) mengungkapkan bahwa ada lima
macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, yaitu:
a. Ketrampilan intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting.
b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang termasuk
kemampuan memecahkan masalah.
c. Informasi verbal.
d. Kemampuan motorik yang diperoleh di sekolah.
e. Sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional
yang dimiliki seseorang.
Horward Kingsley dalam Slameto (1991: 93) membagi tiga macam hasil
belajar, yaitu:
a. Keterampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan kompetensi didasarkan pada
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sifat yang terdiri dari lima
aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
c. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni
14
gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks serta
gerakan ekspresif dan interpretatif (Nana Sudjana, 1991: 22-23).
Selain sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu dan
sebagai indikator kualitas institusi pendidikan, hasil belajar juga berguna sebagai
umpan balik (feedback) bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Oleh karena itu kita perlu mengetahui prestasi belajar anak didik kita baik secara
perseorangan maupun dalam kelompok.
Sesuai dengan rumusan kompetensi yang terdapat dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi, maka dalam penelitian ini digunakan klasifikasi hasil
belajar menurut Benyamin Bloom dimana hasil belajar yang diukur meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
6. Materi Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Materi Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi diajarkan di
Sekolah Menengah Atas kelas XI semester III. Konsep-konsep dasar dalam laju
reaksi antara lain Pengertian Laju Reaksi, Faktor-faktor yang mempengaruhinya
dan Teori tumbukan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan seperti di bawah ini.
a. Pengertian Laju Reaksi
Secara umum laju reaksi kimia dapat didefinisikan sebagai laju
perubahan banyaknya zat pereaksi atau zat produk per satuan waktu. Untuk sistem
homogen, laju reaksi umum dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi
molar pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar produk dalam satu satuan
waktu, misalnya pada reaksi berikut:
mR
nP
R 
t
v=-
atau
v=+
dengan,
R
P 
t
= pereaksi
15
P
= produk
v
= laju reaksi
t
= waktu reaksi
 [R] = perubahan konsentrasi molar pereaksi
 [P] = perubahan konsentrasi molar produk
R 
= laju pengurangan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam
t
satu satuan waktu
P 
+
= laju pertambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satu
t
satuan waktu
-
Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi
fase gas, satuan tekanan atmosfer, milimeter merkurium atau pascal, dapat
digunakan sebagai ganti konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari
atau bahkan tahun, bergantung apakah reaksi itu cepat ataukah lambat (Keenan,
1984: 516).
Konsentrasi
Konsentrasi hasil reaksi
Konsentrasi pereaksi
Waktu
Gambar 2. Grafik Laju Reaksi
Tanda negatif pada perumusan laju reaksi menunjukkan bahwa laju
menghilangnya zat bernilai negatif (konsentrasi berkurang dengan waktu) dan
tanda positif menunjukkan bahwa laju pembentukan bernilai positif (konsentrasi
bertambah dengan waktu) ( Petrucci, 1999: 146).
16
b. Teori Tumbukan
Menurut teori tumbukan, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan
antarpartikel pereaksi. Akan tetapi tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi,
melainkan hanya tumbukan antarpartikel yang memiliki energi cukup serta arah
tumbukan yang tepat. Jadi laju reaksi akan bergantung pada tiga hal berikut:
1) frekuensi tumbukan
2) fraksi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi cukup, serta
3) fraksi partikel dengan energi cukup yang bertumbukan dengan arah yang
tepat.
Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Energi
minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan
tumbukan efektif disebut energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi). Semua reaksi,
eksoterm atau endoterm memerlukan energi pengaktifan. Reaksi yang dapat
berlangsung pada suhu rendah berarti memiliki energi pengaktifan yang rendah.
Sebaliknya reaksi yang memiliki energi pengaktifan besar hanya dapat
berlangsung pada suhu tinggi.
Energi pengaktifan ditafsirkan sebagai energi penghalang (barier) antara
pereaksi dan produk. Pereaksi harus didorong sehingga dapat melewati energi
penghalang tersebut baru kemudian dapat berubah menjadi produk.
(a) Reaksi eksoterm
(b) Reaksi endoterm
Gambar 3. Propil energi pada reaksi (a) eksoterm dan (b) endoterm
(Michael Purba, 2002: 143)
17
Seringkali suatu reaksi elementer antara dua zat berlangsung dengan cara
sederhana yang melibatkan tabrakan dua partikel untuk membentuk suatu spesi
(jenis partikel) teraktifkan yang langsung menimbulkan produk-produk reaksi itu.
Untuk memahami keadaan transisi, perhatikan reaksi di bawah ini:
AB + AB
A2 + B2
Gambar 4. Mekanisme untuk Reaksi 2AB → A2 + B2
(Keenan, 1984: 514)
Seperti ditunjukkan secara bagan dalam Gambar 6 tidak semua
tumbukan antara dua molekul pereaksi AB akan mengakibatkan suatu reaksi
kimia, meskipun molekul itu memiliki perlengkapan tertentu agar reaksi ini
terjadi, antara lain energi tinggi dan suatu kecenderungan alamiah agar bereaksi.
Dari gambar (a) terlihat tumbukan antara molekul AB tidak membuahkan hasil,
bilamana molekul itu salah arah pada saat bertumbukan, karena bagian B bertemu
dengan bagian B. Dalam gambar (b), meskipun molekul-molekul itu telah tepat
arahnya, mereka tidak cukup berenergi untuk bertumbukan agar terjadi reaksi.
Dalam gambar (c), molekul-molekul yang bertumbukan arahnya tepat dan
mempunyai cukup energi agar reaksi terjadi. Kondisi molekul-molekul yang
bertumbukan ini, yang diperlukan agar reaksi terjadi, disebut keadaan transisi atau
komplek teraktifkan (Keenan, 1984: 513).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
1). Luas Permukaan Sentuh
Suatu reaksi mungkin melibatkan pereaksi dalam bentuk padat. Luas
permukaan (total) zat padat akan bertambah jika ukurannya diperkecil. Luas
permukaan berhubungan dengan frekuensi tumbukan, semakin besar luas
permukaan semakin banyak tumbukan sehingga reaksi semakin cepat.
18
Gambar 5. Pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi
Sebagai contoh, reaksi antara batu pualam yang berbentuk serbuk lebih
cepat berlangsung daripada batu pualam yang berbentuk kepingan bila direaksikan
dengan larutan HCl yang konsentrasinya sama.
Ion H-(aq)
Ion Cl+(aq)
Terjadi reaksi
pualam
(Lambat)
Gambar 6. Reaksi antara keping pualam
dengan HCl 4M
(Cepat)
Gambar 7. Reaksi antara serbuk
pualam dengan HCl 4M
(Michael Purba, 2000: 60).
2). Suhu
Menurut teori kinetik gas, molekul-molekul dalam satu wadah tidak
mempunyai energi yang sama, tetapi bervariasi menurut suatu kurva yang
mendekati kurva normal. Sebagian besar molekul mempunyai energi rata-rata,
sebagian di bawah rata-rata, sebagian yang lain di atas rata-rata. Jika suhu
dinaikkan energi molekul-molekul akan meningkat, sehingga semakin banyak
molekul yang mencapai energi pengaktifan dan dengan demikian reaksi
berlangsung lebih cepat. Peningkatan suhu juga menyebabkan molekul-molekul
bergerak lebih cepat sehingga meningkatkan frekuensi tumbukan. Misalnya pada
19
reaksi antara larutan HCl dan larutan Na2S2O3 yang akan berlangsung lebih cepat
bila suhunya dinaikkan.
Gambar 8. Distribusi molekul gas menurut energi kinetiknya
3). Katalisator
Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu
sendiri tidak mengalami perubahan yang kekal (tidak dikonsumsi atau tidak
dihabiskan). Katalisator mempercepat reaksi karena dapat menurunkan energi
pengaktifan. Katalisator dibedakan atas katalisator homogen dan katalisator
heterogen. Katalisator homogen adalah katalisator yang sefase dengan zat yang
dikatalisis. Sedangkan katalisator heterogen adalah katalisator yang tidak sefase
dengan zat yang dikatalisis, pada umumnya katalisator heterogen berupa zat
padat. Selain zat yang mempercepat reaksi, ada juga zat yang memperlambat
reaksi yang disebut katalisator negatif atau inhibitor.
Sebagai contoh adalah aksi larutan FeCl3 terhadap peruraian larutan
H2O2. Hidrogen peroksida (H2O2) dapat terurai menjadi air dan gas oksigen
menurut persamaan 2H2O2 (aq)
2H2O (l) + O2 (g). Pada suhu kamar, reaksi
ini berlangsung sangat lambat sehingga praktis tidak teramati. Namun, reaksi ini
akan berlangsung hebat jika larutan FeCl3 ditambahkan. Larutan FeCl3 (yang
berwarna kuning jingga), mula-mula mengubah warna campuran menjadi coklat
tetapi pada akhir reaksi kembali berwarna kuning jingga. Hal ini menunjukkan
bahwa FeCl3 tidak dikonsumsi dalam reaksi tersebut.
20
Gambar 9. Katalisator dapat mempercepat reaksi karena menurunkan
energi pengaktifan
(Michael Purba, 2002: 144)
Pada dekomposisi asam format, pada reaksi yang tidak dikatalisis, sebuah
atom hidrogen harus dipindahkan dari salah satu bagian molekul asam format ke
bagian lainnya sebelum pemecahan ikatan C-O dapat terjadi. Energi yang
diperlukan untuk pemindahan tersebut besar, mengakibatkan energi aktivasi yang
tinggi dan reaksi lambat. Dekomposisi asam format yang dikatalisis dengan asam
dapat ditunjukkan dengan:
O
║
H─C─O─H
H+
H2O + CO
Dalam reaksi ini sebuah ion hidrogen dari larutan mengikatkan dirinya
pada atom oksigen yang berikatan tunggal dengan atom karbon. Komplek
teraktifkan (HCOOH2)+ terbentuk. Ikatan C-O putus, dan sebuah atom hidrogen
yang terikat pada atom karbon dalam spesi antara (HCO)+ dilepaskan ke dalam
larutan sebagai ion hidrogen. Jalur reaksi ini tidak memerlukan pemindahan
sebuah atom dalam komplek teraktifkan. Jadi, jalur ini mempunyai energi aktivasi
yang lebih rendah dari pada reaksi tanpa katalis; reaksi ini berlangsung dengan
laju yang lebih cepat. Dalam reaksi dekomposisi asam format yang dikatalisis
dengan asam, pereaksi dan katalis terdapat dalam fase tunggal. Jenis katalis ini
dikenal sebagai katalis homogen.
21
Gambar 10. Mekanisme reaksi dekomposisi asam format
Bila reaksi etilena dan hidrogen membentuk etana dicoba dalam keadaan
gas, laju reaksinya sangat rendah. Komplek teraktifkan yang mungkin untuk
reaksi ini ialah cincin melingkar dengan 4 anggota, sebuah struktur dengan energi
yang sangat tinggi.
H
CH2
H
CH2
│ + ║
H
CH2
H ─ CH2
│
H
CH2
H ─ CH2
Tidak ada cara praktis untuk mengkatalisis reaksi tersebut secara homogen dalam
keadaan gas, sehingga diperlukan metode katalis yang berbeda.
Reaksi tersebut dapat diubah dari reaksi homogen menjadi reaksi yang
berlangsung pada permukaan, yakni suatu reaksi heterogen. Bila bahan
permukaan tersebut dipilih dengan baik, laju reaksi akan meningkat dengan nyata;
aksi katalitiknya dikenal sebagai katalis heterogen.
Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas
atau larutan diadsorbsi ke permukaan katalis. Pada dasarnya, katalis heterogen
mencakup (1) adsorpsi pereaksi, (2) difusi pereaksi sepanjang permukaan, (3)
reaksi pada sisi aktif membentuk hasil reaksi yang diadsorbsi, dan (4) lepasnya
(desorpsi) hasil reaksi (Petrucci, 1999: 168).
22
4). Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi juga berhubungan dengan frekuensi tumbukan. Semakin
besar konsentrasi, semakin rapat partikel-partikel di dalam zat tersebut sehingga
semakin besar kemungkinan partikel saling bertumbukan, dengan demikian reaksi
bertambah cepat.
Contohnya pada reaksi antara pualam dan HCl dengan konsentrasi yang
bervariasi. Reaksi antara serbuk pualam dengan larutan HCl 4M lebih cepat
daripada reaksinya dengan larutan HCl 3M atau larutan HCl 2M.
Ion Cl-(aq)
Ion H+(aq)
Terjadi
reaksi
Pualam
(Cepat)
Gambar 11. Reaksi antara pualam
dengan HCl 4M
(Lambat)
Gambar 12.Reaksi antara pualam
dengan HCl 2 M
(Michael Purba, 2000: 60)
5). Sifat dasar pereaksi
Zat-zat berbeda secara nyata dalam lajunya mengalami perubahan kimia.
Molekul hidrogen dan fluor bereaksi secara meledak, bahkan pada temperatur
kamar, dengan menghasilkan hidrogen fluorida.
H2 + F2
2HF
(sangat cepat pada temperatur kamar)
Pada kondisi serupa, molekul hidrogen dan oksigen bereaksi begitu lambat,
sehingga tak nampak suatu perubahan kimia.
2H2 + O2
2H2O
(sangat lambat pada temperatur kamar)
Masing-masing reaksi tersebut bersifat serta merta, artinya perubahan
energi bebasnya (  G) negatif. Selisih kereaktifan dapat diterangkan dengan
perbedaan struktur yang berlainan dari atom dan molekul bahan yang bereaksi.
Jika suatu reaksi melibatkan dua spesi molekul yang terikat dengan ikatan kovalen
23
yang kuat, tabrakan antara molekul-mplekul ini pada temperatur biasa mungkin
tidak menyediakan cukup energi untuk memutuskan ikatan-ikatan ini. Misalnya
untuk reaksi H2 dan O2 yang menghasilkan H2O, energi disosiasi untuk H2 dan O2
masing-masing ialah 436,0 dan 498,3 kJ/mol. Harga-harga yang tinggi ini
menyatakan bahwa ikatan kovalen ini sangat kuat. Sebaliknya, energi disosiasi
ikatan pada F2 ialah 157 kJ/mol, kurang dari sepertiga dari energi untuk O2. selisih
energi disosiasi ikatan ini membantu menjelaskan mengapa H2 dan F2 bereaksi
lebih cepat daripada H2 dan O2 pada temperatur kamar (Keenan, 1984: 519).
Kasus tersebut juga dapat dijelaskan dengan energi pengaktifan. Energi
pengaktifan untuk reaksi khas bergantung terutama pada sifat dasar pereaksi.
Dalam hal molekul hidrogen dan oksigen pada temperatur kamar, rata-rata
molekul itu tidak mempunyai cukup energi untuk membentuk keadaan transisi
atau energinya tidak dapat melampaui energi pengaktifan, sehingga reaksi kimia
sulit terjadi.
d. Persamaan Laju Reaksi
Persamaan laju reaksi menyatakan hubungan kuantitatif antara laju
reaksi dengan konsentrasi pereaksi. Bentuk persamaan laju reaksi dinyatakan
sebagai berikut.
Untuk reaksi:
mA + nB
pC + qD
Persamaan laju:
v = k[A]x[B]y
dengan, k = tetapan jenis reaksi
x = orde (tingkat atau pangkat) reaksi terhadap pereaksi A
y = orde (tingkat atau pangkat) reaksi terhadap pereaksi B
Penentuan orde (tingkat) reaksi harus dari data percobaan, tidak bisa hanya
dari persamaan reaksi. Tetapi bisa saja hasil perhitungan orde reaksi yang
diperoleh dari suatu percobaan sama dengan koefisien reaksinya. Artinya m = x
24
dan n = y, reaksi tersebut disebut reaksi sederhana atau reaksi elementer (Nana
Sutresna, 1996:27).
e. Menentukan Persamaan Laju
Persamaan laju tidak dapat diduga dari stoikiometri reaksi tetapi
diturunkan dari eksperimen. Salah satu cara menentukan persamaan laju adalah
metode laju awal. Menurut cara ini laju diukur pada awal reaksi dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Misalnya pada contoh di bawah ini:
Tabel 2. Data Laju Reaksi Ion Amonium dengan Ion Nitrit pada 25oC.
Nomor
Percobaan
1
Konsentrasi awal
Ion NO2- (M)
0,0100
Konsentrasi awal
Ion NH4+ (M)
0,200
Laju awal
(M detik-1)
5,4 x 10-7
2
0,0200
0,200
10,8 x 10-7
3
0,200
0,0202
10,8 x 10-7
4
0,200
0,0404
21,6 x 10-7
Dari persamaan reaksi
NH4+(aq) + NO2-(aq)
N2(g) + 2H2O(l)
Dapat ditulis persamaan laju sebagai:
v = k [NH4+]x [NO2-]y
Orde reaksi terhadap NH4+, yaitu x, dapat ditentukan dengan
membandingkan percobaan 3 dan percobaan 4
v4 k[0,0404] x [0,200] y 21,6 x10 7


v3 k[0,0202] x [0,200] y 10,8 x10 7
2x = 2
x=1
Orde reaksi
terhadap
NO2-,
yaitu
y, dapat
membandingkan percobaan 1 dan percobaan 2
v2 k[0,200] x [0,0200] y

v1 k[0,200] x [0,0100] y
2y = 2
y=1
jadi, persamaan laju reaksinya adalah:
ditentukan dengan
25
v = k[NH4+] [NO2-]
(orde 1 tidak perlu ditulis)
(Michael Purba, 2002: 153)
Pada reaksi gas, tekanan parsial sering digunakan untuk menggantikan
konsentrasi dalam mol per liter pada laju reaksi. Misalnya seperti contoh di bawah
ini:
N2O(g) + H2O(g) pada 1100 oK,
Untuk reaksi 2NO(g) + H2(g)
diberikan data-data sebagai berikut:
Nomor
Percobaan
1
Tekanan awal
NO, atm
0,0150
Tekanan awal
H2, atm
0,400
Laju perubahan
tekanan awal, atm/menit
0,020
2
0,075
0,400
0,005
3
0,150
0,200
0,010
Dari data di atas dapat ditentukan hukum laju reaksi dan konstanta laju reaksinya.
Ketika tekanan NO menjadi setengah dari semula (dari 0,150 menjadi 0,075),
lajunya menjadi seperempat dari semula (dari 0,020 menjadi 0,005). Jadi lajunya
sebanding dengan pangkat dua dari tekanan NO.
Ketika tekanan H2 menjadi setengah dari semula (dari 0,400 menjadi 0,200),
lajunya menjadi setengah dari semula (0,020 menjadi 0,010). Jadi lajunya
sebanding dengan tekanan H2.
Laju = kP2NOPH2
Untuk menentukan k data disubstitusikan pada persamaan
(0,020 atm/menit) = k(0,150 atm)2(0,400)
k = 2,2 atm-2menit-1
(Sienko, 1979: 321)
B. Kerangka Berpikir
Rendahnya hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran kimia
diantaranya disebabkan karena adanya konsep-konsep abstrak dalam ilmu kimia.
Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya dan pendidik pada
khususnya untuk mengatasi masalah ini. Diantaranya dengan mencari sistem
26
pengajaran yang baik yang dapat merangsang siswa aktif di dalamnya, menarik
penyajiannya dan tujuan pengajaran yang ditetapkan tercapai (ketuntasan belajar
tinggi).
Salah satu upaya untuk mencapai ketuntasan belajar tersebut adalah
dengan pemilihan media pembelajaran yang tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media adalah tingkat perkembangan siswa, sarana dan
prasarana yang ada, efektivitas dan efisiensi media, serta sifat materi yang
diajarkan.
Pokok bahasan Laju Reaksi merupakan salah satu materi yang
mempelajari sifat-sifat partikel yang tidak dapat diamati oleh mata sehingga perlu
dikembangkan media yang cocok dan relevan. Dalam hal ini dua media yang
dipilih untuk dibandingkan adalah media komputer dan media LKS. Dari dua
media tersebut dimungkinkan bahwa penggunaan media komputer lebih baik
dibanding media LKS karena media komputer lebih dapat memvisualisasikan
konsep-konsep dalam materi Laju Reaksi dan dapat meningkatkan minat siswa.
Dengan demikian siswa tidak akan kesulitan dan bosan dalam mempelajari materi
kimia sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
Pembelajaran dengan
Media komputer
siswa
Pembelajaran dengan
Media konvensional
Prestasi
belajar
Gambar 13. Skema Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Dari kajian teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis
yaitu media pembelajaran kimia dengan menggunakan komputer lebih efektif
dibanding dengan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi siswa kelas XI semester III SMA Negeri 2 Wonogiri.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Wonogiri, Kabupaten
Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI jurusan
IPA semester III SMA Negeri 2 Wonogiri. Pengambilan data dilaksanakan pada
bulan September-Nopember 2005.
B. Metode Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang akan dipelajari, maka penelitian ini
menggunakan metode eksperimen. Subyek penelitian terdiri dari dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen yang pembelajarannya dilakukan dengan media
komputer dan kelompok pembanding yang pembelajarannya dilakukan dengan
media konvensional, dalam hal ini LKS. Sebagai metode bantu digunakan metode
kepustakaan guna melengkapi kajian teori dalam rangka menyusun kerangka
berpikir dan untuk merumuskan hipotesis.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Randomized Control Group Pretes-Postes Design.
Tabel 3. Desain Penelitian “Randomized Control Group Pretes-Postes Design”
Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
Eksperimen
T1
X
T2
Kontrol
T1
T2
Keterangan:
T1
= Pretes terhadap penguasaan konsep pokok bahasan Laju Reaksi
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
X
= Pengajaran pokok bahasan laju reaksi dengan media komputer.
T2
= Postes terhadap penguasaan konsep pokok bahasan Laju Reaksi
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
Eksperimen
= Kelompok yang diajar dengan media komputer.
Kontrol
= Kelompok yang diajar dengan media LKS (konvensional).
27
28
C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Penetapan Populasi Penelitian
Suharsini Arikunto (1996: 150) menyatakan bahwa:”Populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas XI jurusan IPA semester III SMA Negeri 2 Wonogiri tahun ajaran
2005/2006.
2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
Sampel merupakan himpunan bagian atau sebagian dari populasi.
Suharsimi Arikunto (1996: 109) menyebutkan bahwa “Sampel adalah sebagian
atau wakil dari populasi”. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah dua
kelas yang diambil secara acak, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
D. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang menjadi dasar objek pengamatan dan
sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti.
2. Macam-macam Variabel
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri atas:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan media
komputer dan LKS.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang kehadirannya dipengaruhi oleh
variabel yang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil
belajar/ prestasi belajar kimia.
E. Teknik Pengambilan Data
1. Sumber data
Pengumpulan data bermanfaat dalam proses pengujian hipotesis.
Adapun data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai
berikut:
29
a. Nilai ulangan harian pokok bahasan Energetika Kimia bidang studi
kimia kelas XI semester III untuk menunjukkan kesamaan
kemampuan awal kedua kelompok sampel.
b. Nilai pretes dan postes pokok bahasan Laju Reaksi untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar akibat dari perlakuan yang diberikan.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah tes yang berisi soal-soal pokok
bahasan Laju Reaksi. Untuk mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini maka perlu ditinjau aspek kelayakannaya, yang diuji dengan
stastistik sebagai berikut:
a. Validitas
Untuk menghitung validitas digunakan rumus Korelasi Produk Moment
sebagai berikut:
rxy
=
N  XY  ( X)(  Y)
{(N  X 2  ( X) 2 (N  Y 2  ( Y) 2 )}
Keterangan:
rxy
= Koefisien korelasi antara skor item dengan skor total
N
= Banyaknya subyek
X
= Skor item
Y
= Skor total
Kriteria uji, jika rhit<rtab maka tidak signifikan atau tidak valid.
Klasifikasi validitas soal adalah sebagai berikut:
0,91-1,00
= sangat tinggi (ST)
0,71-0,90
= tinggi (T)
0,41-0,70
= cukup (C)
0,21-0,40
= rendah (R)
negatif-0,20
= sangat rendah (SR)
(Masidjo, 1995: 243)
30
Dari data hasil uji coba didapatkan tingkat valitidas soal, dari 35 soal yang
valid sebanyak 31 soal, sedangkan 4 soal lainnya invalid. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 14.
Sedangkan untuk angket penilaian afektif didapat tingkat validitasnya, dari
18 item terdapat 16 item yang valid, sedangkan 2 lainnya invalid. Hasil
selengkapnya dapat dilihat Lampiran 14.
b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu soal menunjukkan tingkat keajegan soal. Jika suatu
soal atau alat ukur dapat dipercaya maka alat ukur tersebut dapat digunakan.
Untuk mengukur reliabilitas instrumen, maka dilakukan uji reliabilitas
menggunakan rumus Kuder-Richarson (KR-20) sebagai berikut:
2
 n   S1   pq 
rtt = 

2

 n  1  S1

Keterangan:
rtt = koefisien reliabilitas
n
= jumlah item
q
= 1-P
p
= indeks kesukaran
S = standar deviasi
Klasifikasi realibilitas adalah sebagai berikut:
0,91-1,00
= sangat tinggi (ST)
0,71-0,90
= tinggi (T)
0,41-0,70
= cukup (C)
0,21-0,40
= rendah (R)
negatif-0,20
= sangat rendah (SR)
( Masidjo, 1995:209)
Sedangkan untuk mengukur reliabilitas angket penilaian afektif digunakan rumus
Koefisien Alpha. Rumus Koefisien Alpha adalah sebagai berikut:
2
 n   Si
rtt  α
 1
2
St
 n  1 




31
Keterangan:
rtt
= koefisien reliabilitas suatu tes
n
= jumlah item
S
2
= jumlah kuadrat S dari masing-masing item
i
St2
= kuadrat dari S total keseluruhan item
Adapun acuan penilaian reliabilitas suatu butir soal atau item adalah sebagai
berikut:
0,91- 1,00
=
sangat tinggi
0,71-0,90
=
tinggi
0,41-0,70
=
cukup
0,21-0,40
=
rendah
negatif-0,20 = sangat rendah
(Masidjo, 1995: 209)
Untuk uji reliabilitas butir soal dan angket dapat dilihat dalam rangkuman tabel 4
dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.
Tabel 4. Rangkuman Uji Reliabilitas Soal dan Angket.
r11
Kriteria Reliabilitas
Butir soal
0,821
Tinggi
Angket
0,873
Tinggi
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran soal ditunjukkan dengan indeks kesukaran yaitu
bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal, dan harganya dapat
dicari dengan rumus:
IK =
B
N  Skor Maksimal
Keterangan:
IK
= indeks kesukaran
B
= jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa dari suatu item
N
= kelompok siswa
(Masidjo, 1995: 189)
32
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesukaran soal yang bervariasi, hasil
selengkapnya dapat dilihat Lampiran 14. Sedangkan rangkumannya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Soal
Jumlah
Kriteria Indeks Kesukaran Soal
Soal
35
SS
S
Sd
M
MS
2
7
12
12
2
d. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan yang
pandai (kemampuan tinggi) dan siswa yang kurang pandai (kemampuan rendah)
dan dihitung dengan rumus:
ID =
KA  KB
NKA atau NKB x skor maksimal
Keterangan:
ID
= Indeks Diskriminasi
KA
= Jumlah jawaban yang diperoleh siswa yang tergolong
kelompok atas
KB
= Jumlah jawaban yang diperoleh siswa yang tergolong
kelompok bawah
NKA atau NKB
= Jumlah siswa yang tergolong kelompok atas atau bawah
NKA atau NKB x skor maksimal=Perbedaan jawaban dari siswa yang tergolong
kelompok atas dan bawah yang seharusnya diperoleh.
Kriteria daya pembeda soal:
0,89-1,00
= sangat membedakan (SM)
0,60-0,79
= lebih membedakan (LM)
0,49-0,59
= cukup membedakan (CM)
0,20-0,39
= kurang membedakan (KM)
negatif-0,19
= sangat kurang membedakan (SKM)
(Masidjo, 1995: 198)
33
Berdasarkan hasil penelitian, butir soal mempunyai daya pembeda soal yang
kurang membedakan, data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 14.
Sedangkan rangkumannya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 6. Rangkuman Kriteria Daya Pembeda Soal.
Jumlah Soal
35
Kriteria Daya Pembeda Soal
SM
LM
CM
KM
SKM
-
-
21
10
4
F. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data adalah untuk menjawab atau mengkaji kebenaran
hipotesis yang diajukan. Untuk menguji hipotesis penelitian ini, digunakan uji
perbedaan dua rata-rata dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Untuk penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors.
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Rumus
yang digunakan:
Lo = F(zi)-S(zi); i:1, 2, 3,...
Keterangan:
F(zi)
= peluang zn yang lebih kecil atau sama dengan zi
S(zi)
= proporsi cacah znyang lebih kecil atau sama dengan zi
(zi)
= skor stándar
L0
= koefisien Lilliefors pengamatan
z i=
Xi  X
; dengan S adalah standar deviasi
S
Langkah-langkah uji Liliefors:
Hipotesis :H0 = sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal
H1 = sampel tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
Kriteria
:H0 diterima jika L0<Ltabel
(Sudjana, 1996: 466)
34
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas untuk menguji apakah sampelnya homogen, maka
digunakan uji Barlett. Rumus yang digunakan adalah:
 2 = (ln10){B-∑(ni-1) log Si2}
B = (log S2)∑ (ni-1)
 (ni  1) S i 2 
S2 = 

 (ni  1) 
Keterangan:
2
= chi kuadrat
S
= simpangan baku
S2
= variasi semua gabungan sampel
(Sudjana, 1996: 263)
Hipotesis: H0 = sampel berasal dari variasi yang sama (homogen)
H1 = sampel berasal dari variasi yang tidak sama (tidak homogen)
Kriteria
: H0 diterima jika  2hitung<  2tabel
3. Uji-t
Data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah dengan menguji
kesamaan rata-rata. Uji yang digunakan adalah uji t pihak kanan. Rumus yang
digunakan:
X1  X 2
t=
S
1
1

n1 n 2
(n  1) S1  (n2  1) S 2
S = 1
n1  n2  2
2
2
2
Keterangan:
X1
= nilai rata-rata tes kelas eksperimen
X2
= nilai rata-rata kelas kontrol
n1
= jumlah sampel pada kelas eksperimen
n2
= jumlah sampel pada kelas kontrol
35
S
= simpangan baku gabungan
S2
= varian sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol
S12
= varians kelas eksperimen
S22
= varians kelas kontrol
Dengan kriteria sebagai berikut:
H0: Nilai rata-rata selisih pretes-postest siswa yang diajar dengan media komputer
pada pokok bahasan laju reaksi tidak lebih besar dari nilai rata-rata selisih
pretes-postes siswa yang diajar dengan media LKS.
H1: Nilai rata-rata selisih pretes-postest siswa yang diajar dengan media komputer
pada pokok bahasan laju reaksi lebih besar dari nilai rata-rata selisih pretespostest siswa yang diajar dengan media LKS.
Kriteria pengujian:
a. Jika thitung < ttabel maka hipotesis nol diterima
b. Jika thitung > ttabel maka hipotesis nol ditolak.
(Sudjana, 1996: 239)
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Pada penelitian ini data berupa nilai pretes dan hasil belajar siswa pada
pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi. Hasil belajar siswa meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan
aspek psikomotor. Data-data tersebut diambil dari kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Jumlah siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 79
siswa dari kelas XI IPA 3 dan XI IPA 5 SMA Negeri 2 Wonogiri tahun pelajaran
2005/2006. Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian
dari masing-masing variabel.
1. Hasil
Belajar Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pada Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran
Komputer.
Data penelitian mengenai hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotor siswa pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi kelas eksperimen dengan media pembelajaran komputer pada siwa
kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Wonogiri dengan sampel sebanyak 41 siswa,
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Sedangkan deskripsi data mengenai
hasil belajar secara ringkas disajikan dalam Tabel 7.
2. Hasil Belajar Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pada Kelas Kontrol dengan Media Pembelajaran LKS.
Data penelitian mengenai hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotor siswa pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi kelas kontrol dengan media pembelajaran LKS pada siswa kelas
XI IPA 5 SMA Negeri 2 Wonogiri dengan sampel sebanyak 38 siswa,
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Sedangkan deskripsi data penelitian
mengenai hasil belajar secara ringkas disajikan dalam Tabel 7.
36
37
Tabel 7. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian
Uraian
Media Komputer
Media LKS (Kontrol)
Rata-rata pretes kognitif
3,26
3,68
Rata-rata pretes afektif
56,73
57,55
Rata-rata pretes psikomotor
44,41
45,95
Rata-rata postes kognitif
6,89
6,56
Rata-rata postes afektif
63,80
63,39
Rata-rata postes psikomotor
58,98
58,50
Rata-rata selisih nilai kognitif
3,63
2,88
Rata-rata selisih nilai afektif
7,07
5,84
Rata-rata selisih nilai psikomotor
14,56
12,55
Data penelitian dipaparkan dalam bentuk distribusi frekuensi. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah dalam pengamatan hasil penelitian.
1. Selisih Nilai Kognitif Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi.
Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa kelas eksperimen dengan
media komputer pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 8 dan histogramnya dapat dilihat pada
Gambar 12.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen
dengan Media Komputer.
Interval
Nilai tengah
Frekuensi
Frek. Relatif (%)
1,1-2
1,55
4
9,76
2,1-3
2,55
10
24,39
3,1-4
3,55
12
29,27
4,1-5
4,55
11
26,83
5,1-6
5,55
3
7,32
6,1-7
6,55
1
2,44
38
12
12
10
frekuensi
10
11
8
Frekuensi
6
4
4
3
2
1
0
1,1-2 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5,1-6 6,1-7
interval
Gambar 14. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa kelas kontrol dengan
media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 9 dan histogramnya dapat dilihat pada
Gambar 13.
Tabel 9.Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Kontrol dengan
media LKS.
Interval
Nilai tengah
Frekuensi
Frek. Relatif (%)
0,1-1
0,55
4
10,53
1,1-2
1,55
9
23,68
2,1-3
2,55
8
21,05
3,1-4
3,55
9
23,68
4,1-5
4,55
5
13,16
5,1-6
5,55
2
5,26
6,1-7
6,55
1
2,63
39
10
9
frekuensi
9
8
8
6
4
5
4
2
2
Frekuensi
1
0
0,1-1 1,1-2 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5,1-6 6,1-7
interval
Gambar 15. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Kontrol.
2. Selisih Nilai Afektif Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi.
Distribusi frekuensi selisih nilai afektif siswa kelas eksperimen dengan
media komputer pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya disajikan dalam Tabel 10 dan histogramnya dapat dilihat pada
Gambar 14.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen.
Interval
Nilai tengah
Frekuensi
Frek. Relatif (%)
0-2
1
2
4,88
3-5
4
11
26,83
6-8
7
16
39,02
9-11
10
10
24,39
12-14
13
1
2,44
15-17
16
1
2,44
40
Frekuensi
16
14
12
10
8
6
4
2
0
16
11
10
Frekuensi
2
1
0 2 3 5
6 8
1
9 11 12 14 15 17
Interval
Gambar 16. Histogram Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen.
Distribusi frekuensi selisih nilai afektif siswa kelas kontrol dengan
media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 11 dan histogramnya dapat dilihat pada
Gambar 17.
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol.
Nilai tengah
Frekuensi
Frek. Relatif (%)
0-2
1
3
7,89
3-5
4
16
42,11
6-8
7
13
34,21
9-11
10
5
13,16
12-14
13
0
0
15-17
16
1
2,63
Frekuensi
Interval
16
14
12
10
8
6
4
2
0
16
13
5
Frekuensi
3
0
0 2
3 5
6 8
1
9 11 12 14 15 17
Interval
Gambar 17. Histogram Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol.
41
3. Selisih Nilai Psikomotor Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi.
Distribusi frekuensi selisih nilai psikomotor siswa kelas eksperimen
dengan media komputer pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 12 dan histogramnya dapat dilihat pada
Gambar18.
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen.
Interval
Nilai tengah
Frekuensi
Frek. Relatif (%)
5-7
6
1
2,44
8-10
9
3
7,32
11-13
12
14
34,15
14-16
15
12
29,27
17-19
18
7
17,07
20-22
21
4
9,76
14
frekuensi
14
Frekuensi
12
12
10
8
7
6
4
2
4
frekuensi
3
1
0
5 7
8 10 11 13 14 16 17 19 20 22
Interval
Gambar 18. Histogram Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen.
Distribusi frekuensi selisih nilai psikomotor siswa kelas kontrol dengan
media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 13 dan histogramnya dapat dilihat pada
Gambar 19.
42
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Kontrol.
Interval
Nilai tengah
Frekuensi
Frek. Relatif (%)
6-7
6,5
2
5,26
8-9
8,5
4
10,53
10-11
10,5
5
13,16
12-13
12,5
13
34,21
14-15
14,5
9
23,68
16-17
16,5
5
13,16
14
13
Frekuensi
12
10
8
9
6
4
2
4
5
5
frekuensi
2
0
6 7
8 9
10 11 12 13 14-15 16-17
Interval
Gambar 19. Histogram Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Kontrol.
B. Hasil Penelitian dan Prasyarat Analisis
Sebelum melaksanakan analisis uji t-pihak kanan untuk menguji
hipotesis penelitian perlu dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi
normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Dalam pengujian normalitas ini menggunakan uji Liliefors dengan
rumus yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil uji normalitas untuk
selisih nilai kognitif, selisih nilai afektif dan selisih nilai psikomotor secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran dan telah dirangkum dalam tabel-tabel
sebagai berikut:
43
Tabel 14. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif.
No
Kelompok siswa
Harga L
Kesimpulan
Hitung
Tabel
Berdistribusi
1.
Komputer
0,0818
0,1384
Normal
2.
LKS (Kontrol)
0,0837
0,1437
Normal
Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Afektif.
No
Kelompok Siswa
Harga L
Kesimpulan
Hitung
Tabel
Berdistribusi
1.
Komputer
0,1281
0,1384
Normal
2.
LKS (Kontrol)
0,1264
0,1437
Normal
Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Psikomotor.
No
Kelompok Siswa
Harga L
Kesimpulan
Hitung
Tabel
Berdistribusi
1.
Komputer
0,1186
0,1384
Normal
2.
LKS (Kontrol)
0,1088
0,1437
Normal
Dari tabel-tabel di atas dapat diketahui bahwa harga ststistik uji Lhitung
kurang dari harga Ltabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari
populasi yang normal.
3. Uji Homogenitas
Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji Barttlet degan taraf
signifikasi 5%. Hasil uji homogenitas ini secara lengkap dijabarkan dalam tabeltabel sebagai berikut:
Tabel 17. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif.
S2
B
2
 Hitung
2
 Tabel
Kesimpulan
3,70
20,1721
3,1544
3,84
Homogen
Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif.
S2
B
2
 Hitung
2
 Tabel
Kesimpulan
17,81
73,1290
0,0001
3,84
Homogen
44
Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Psikomotor.
S2
B
2
 Hitung
2
 Tabel
Kesimpulan
18,27
74,2632
2,0128
3,84
Homogen
2
2
Dari tabel-tabel di atas dapat diketahui bahwa harga  Hitung
kurang dari  Tabel
atau
berada di luar daerah kritik, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal
dari populasi yang homogen.
C. Hasil Pegujian Hipotesis
1. Uji Hipotesis untuk Selisih Nilai Kognitif
Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk selisih nilai kognitif antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Kelompok Sampel
ttabel
thitung
Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran
1,66
2,5131
Komputer dan Kelas dengan Media LKS (Kontrol)
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar daripada ttabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk aspek kognitif siswa kelas
eksperimen dengan media pembelajaran komputer lebih tinggi daripada kelas
kontrol dengan media pembelajaran LKS.
2. Uji Hipotesis untuk Selisih Nilai Afektif
Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk selisih nilai afektif antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Afektif Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Kelompok Sampel
ttabel
thitung
Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran
1,66
1,8318
Komputer dan Kelas dengan Media LKS (Kontrol)
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar daripada ttabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk aspek afektif siswa kelas
45
eksperimen dengan media pembelajaran komputer lebih tinggi daripada kelas
kontrol dengan media pembelajaran LKS.
3. Uji Hipotesis untuk Selisih Nilai Psikomotor
Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk nilai psikomotor antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Psikomotor Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Kelompok Sampel
ttabel
thitung
Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran
1,66
2,9382
Komputer dan Kelas dengan Media LKS (Kontrol)
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar daripada ttabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk aspek psikomotor siswa
kelas eksperimen dengan media pembelajaran komputer lebih tinggi daripada
kelas kontrol dengan media pembelajaran LKS.
D. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah yang lebih efektif
antara pembelajaran dengan media komputer dan media LKS pada pokok bahasan
Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Sebagai indikator keefektifan
di sini digunakan hasil belajar siswa. Sehingga dengan kata lain penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hasil belajar yang lebih tinggi pada pembelajaran
kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan
media pembelajaran komputer dan media pembelajaran LKS sebagai kontrol.
Hasil belajar yang dimaksud meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
psikomotor.
Proses pembelajaran di dalam kelas pada dasarnya merupakan proses
komunikasi antara guru dengan siswa yang berlangsung dua arah. Sebagaimana
proses komunikasi pada umumnya, proses pembelajaran juga memerlukan media
untuk mempermudah penyampaian pesan dari guru kepada siswa. Pemilihan
media pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan pesan atau materi yang
akan disampaikan sehingga informasi akan diserap secara maksimal oleh siswa.
46
Laju Reaksi merupakan salah satu materi yang lebih menarik jika
diajarkan dengan media komputer karena di dalamnya terdapat materi-materi yang
dapat divisualisasikan dalam komputer sehingga akan lebih mudah dimengerti
oleh siswa. Misalnya untuk teori tumbukan, dengan adanya visualisasi dengan
komputer siswa mendapat gambaran yang jelas mengenai proses tumbukan yang
menghasilkan reaksi dan yang tidak menghasilkan reaksi, sehingga siswa benarbenar memahami konsep teori tumbukan, tidak hanya sekedar menghafalnya. Di
pihak lain pemilihan media komputer juga karena sejalan dengan salah satu
prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu adaptasi terhadap abad
pengetahuan dan teknologi.
Penelitian dilakukan dengan mengambil dua kelas sampel dari lima kelas
jurusan IPA yang ada di SMA Negeri 2 Wonogiri, yaitu kelas XI IPA 3 dan kelas
XI IPA 5. Sebelum dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah kedua sampel
setara dilakukan uji homogenitas nilai awal yang diambil dari nilai pokok bahasan
sebelumnya. Hasil pengujian menunjukkan kedua sampel homogen. Kemudian
untuk mengetahui kemampuan awal siswa diberikan pretes dengan soal yang
sama kepada kedua kelas. Dari hasil pretes ini juga diteliti apakah kedua kelas
setara, uji yang digunakan adalah uji t macthing. Hasil pengujian juga
menunjukkan kedua sampel setara.
Kemudian kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda, kelas XI IPA 3
sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan media komputer dan kelas XI IPA 5
sebagai kontrol. Pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan dengan praktikum
yang dilanjutkan diskusi untuk membahas hasil praktikum dengan media LKS.
Sedangkan untuk kelas eksperimen setelah praktikum di laboratorium kimia siswa
dibawa ke laboratorium komputer untuk diskusi membahas hasil penelitian
dengan media komputer. Di sini diharapkan siswa dapat menghubungkan faktafakta yang didapat dari praktikum dengan konsep-konsep yang telah
divisualisasikan dalam gambar tiga dimensi pada komputer. Setelah mendapatkan
arahan siswa berinteraksi langsung dengan komputer. Dengan adanya 42
komputer di dalam laboratorium memungkinkan siswa untuk belajar dengan
kecepatan masing-masing. Setelah diberikan sedikit penjelasan tentang materi
47
yang harus dipelajari, siswa bebas belajar sendiri sesuai kecepatannya dan dapat
mengulangi materi yang belum jelas. Siswa terlihat tertarik dan penasaran dengan
tampilan yang ada pada komputer sehingga lebih aktif belajar. Bahkan beberapa
siswa meminjam kaset CD untuk digandakan dan dipelajari kembali di rumah.
Keaktifan mereka juga terlihat dari pertanyaan-pertanyaan kritis yang timbul
setelah mereka melihat tampilan dalam komputer sebagai berikut:
Siswa A: “Kenapa laju reaksi bisa berharga negatif?”
Siswa B: “Kenapa zat yang berupa serbuk bisa lebih luas permukaannya jika
dibanding zat yang berbentuk bongkahan?”
Siswa C: “Garis meliuk-liuk (pada grafik reaksi dengan katalis) ini maksudnya
apa?”
Setelah semua materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya disampaikan kepada kedua kelas dengan media masingmasing, untuk mengetahui hasil belajar diberikan postes dengan soal yang sama.
Dalam hal ini hasil belajar yang digunakan adalah selisih nilai pretes dan postes
(gain score). Setelah dilakukan uji hipotesis dapat diketahui bahwa hasil belajar
siswa pada pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi dengan media komputer lebih tinggi dibandingkan dengan
media LKS. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan analisis uji-t pihak
kanan, dimana harga thitung lebih besar daripada ttabel.
Dari hasil analisis uji-t pihak kanan, hasil belajar siswa untuk aspek
kognitif pada pembelajaran dengan media komputer dan pembelajaran dengan
media LKS diperoleh harga thitung = 2,5131 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66;
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa untuk aspek kognitif pada
pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada pembelajaran dengan
media LKS.
Tingginya hasil belajar siswa yang diajar dengan media komputer
dibanding dengan media LKS disebabkan karena siswa dapat mempelajari hal-hal
lain yang ingin diketahui oleh siswa yang tidak mungkin didapatkan dalam diktat
atau buku. Selain itu komputer dapat menvisualisasikan konsep-konsep yang
biasanya hanya disampaikan dalam bentuk kata-kata (verbal) atau gambar diam.
48
Seperti misalnya gambaran tentang terjadinya reaksi kimia dalam teori tumbukan.
Dengan adanya gambar siswa dapat memahami konsep dan bukan hanya sekedar
menghafal. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang digunakan tiap siswa tidak
sama dalam menjawab pertanyaan, tetapi mereka memahami intinya. Di samping
itu siswa memiliki kebebasan untuk belajar sendiri secara aktif sehingga siswa
dapat belajar dengan kecepatan masing-masing. Media komputer juga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa karena dapat meningkatkan motivasi siswa dan
mengurangi kebosanan dengan suasana pembelajaran yang berbeda.
Dari hasil uji-t pihak kanan, hasil belajar siswa untuk aspek efektif pada
pembelajaran dengan media komputer dan media LKS diperoleh harga thitung =
1,8318 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga dapat disimpulkan hasil
belajar siswa untuk aspek afektif pada pembelajaran dengan media komputer lebih
tinggi daripada pembelajaran dengan media LKS.
Aspek afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi dan nilai dari siswa. Seorang siswa akan sulit mencapai keberhasilan studi
yang optimal apabila siswa tersebut tidak memiliki minat pada pelajaran tersebut.
Dari sini dapat diketahui bahwa kompetensi siswa pada aspek afektif menjadi
penunjang keberhasilan pada aspek pembelajaran lain, yaitu kognitif dan
psikomotor. Hasil belajar afektif siswa yang diajar dengan media komputer lebih
tinggi daripada siswa yang diajar dengan media LKS karena komputer dapat
meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Suranto (2001: 45) yang menyatakan bahwa
siswa yang diajar dengan media komputer mempunyai rerata prestasi belajar yang
lebih tinggi dibanding siswa yang diajar dengan metode konvensional bila ditinjau
dari motivasi belajar siswa pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur.
Pada prakteknya dalam pembelajaran di sekolah penilaian aspek afektif
biasanya tidak disajikan dalam bentuk kuantitatif, tetapi kualitatif, misalnya
sangat positif (sangat tinggi), positif (tinggi), cukup, negatif (rendah), dan sangat
negatif (sangat rendah) atau A, B, C, D dan E (Lihat Lampiran 13). Namun karena
dalam penelitian ini juga diteliti pengaruh media pembelajaran terhadap hasil
49
belajar aspek afektif, maka selain disajikan dalam bentuk kualitatif data nilai
afektif juga dihitung secara kuantitatif untuk kepentingan statistik
Dari hasil analisis uji-t pihak kanan, hasil belajar siswa untuk aspek
psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer dan LKS diperoleh harga
thitung = 2,9382 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa hasil belajar siswa untuk aspek psikomotor pada pembelajaran
dengan media komputer lebih tinggi daripada pengajaran dengan media LKS.
Aspek psikomotor dalam pembelajaran kimia berkaitan dengan
ketrampilan siswa terutama dalam kegiatan praktek. Pada materi pokok Laju
Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi ini nilai psikomotor diambil dari
ketrampilan dalam praktikum di laboratorium. Hasil belajar siswa untuk aspek
psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada
media LKS karena komputer dapat meningkatkan motivasi siswa, sehingga siswa
lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan praktikum.
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa media komputer dapat
menvisualisasikan konsep-konsep kimia dan meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi baik untuk aspek kognitif, afektif dan
psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada
media LKS. Sehingga dapat dikatakan bahwa media komputer lebih efektif
daripada media LKS.
50
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
pembelajaran komputer lebih baik daripada media LKS pada materi pokok Laju
Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Hal ini dilihat dari harga thitung
yang diperoleh, untuk kemampuan kognitif diperoleh thitung = 2,5131 > ttabel =
1,66; kemampuan afektif thitung = 1,8318 > ttabel = 1,66; sedangkan untuk
kemampuan psikomotor diperoleh thitung = 2,9382 > ttabel = 1,66; masing-masing
pada taraf signifikansi 5%.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian bahwa penggunaan media komputer
memberikan hasil belajar yang lebih tinggi daripada media LKS pada materi
pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi maka diharapkan:
1. Bagi siswa, agar dapat mngembangkan gagasan, ketrampilan, dan memperoleh
gambaran yang jelas bahwa belajar dengan menggunakan media komputer
dapat membantu memahami materi kimia, terutama materi pokok Laju Reaksi
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi sehingga dapat menjadi motivator bagi
siswa agar tidak jenuh dan lebih aktif dalam belajar.
2. Bagi guru atau staf pengajar, agar memperoleh gambaran yang jelas bahwa
pembelajaran dengan media komputer dapat mengurangi kejenuhan siswa dan
dapat membantu siswa dalam memahami materi kimia, khususnya materi
pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar.
50
51
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka dapat
diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya guru mencoba menggunakan media komputer dalam pembelajaran
kimia, khususnya materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi mengingat hasil belajar siswa lebih tinggi jika dibandingkan
media yang lazim digunakan yaitu LKS.
2. Dalam penggunaan media komputer guru perlu memperhatikan hal-hal
sebagai
berikut:
motivasi
belajar
siswa,
kemampuan
siswa
dalam
mengoperasikan komputer dan materi yang akan diajarkan.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tentang penggunaan media
komputer pada materi pokok yang lain.
52
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, RH. 1986. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran.
Terjemahan Setijadi. Jakarta: Rajawali.
Association for Educational Communication and Technology (AECT). 1994.
Definisi Teknologi Pendidikan: Satuan Tugas Definisi Terminologi AECT.
Tim Penerjemah Yusufhadi Miarso. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Basuki Wibawa, Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV. Maulana.
Depdikbud. 1999. Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 (Suplemen
GBPP) Mata Pelajaran Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas Ditjen . Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2003.
Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran Kimia.. Jakarta: Depdiknas.
Endang Retno Wulan. 2003. Keefektifan Pembelajaran dengan Menggunakan
Media Model dan Media LKS terhadap Penguasaan Konsep Matematika
Ditinjau dari Minat Siswa. Thesis. Surakarta: UNS.
Forrest, M dan Stern, Marc. 1986. Komputer untuk Bisnis, Pendidikan dan
Hiburan. Semarang: Dahara Prize.
Keenan dkk. 1984. Kimia untuk Universitas. Terjemahan Pudjaatmaka. Jakarta:
Erlangga.
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah.
Yogyakarta: Kanisius.
Michael Purba. 2000. Kimia untuk SMA 2A. Jakarta: Erlangga.
Michael Purba. 2002. Kimia untuk SMA Kelas XI: 2A. Jakarta: Erlangga.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: CV. Maulana.
Nana Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Nana Sutresna. 1996. Penuntun Belajar Kimia 2. Bandung: Ganeca Exact.
Nurhadi, 2004. Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grafindo.
52
53
Oemar Hamalik. 1989. Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Petrucci, R. H. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Terjemahan Suminar. Jakarta:
Erlangga.
Sienko, M. J and Plane, R. A. 1979. Chemistry: Principles and Application. 2 nd
Ed. Auckland : Mc Graw-Hill International Book.
Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suranto. 2001. Pengaruh Pengajaran dengan Media Komputer terhadap Prestasi
Belajar Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan
Sistem Periodik Unsur untuk Siswa Kelas I SMU N I Surakarta Tahun
Ajaran 2000/2001. Skripsi. Surakarta: UNS
Tresna Sastrawijaya, dkk. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta:
Depdikbud.
Yusufhadi Miarso dkk. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan
Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Download