1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan pembangunan di Indonesia yang sangat pesat, usaha-usaha ke arah peningkatan kualitas pendidikan pun terus dilakukan secara sistematis. Upaya peningkatan kualitas pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu para pendidik, peningkatan mutu peserta didik dan perbaikan kurikulum. Peningkatan sarana dan prasarana diantaranya adalah pengadaan ruang kelas yang memadai, laboratorium, alat-alat yang membantu proses belajar mengajar dan lain-lain (Depdikbud, 1999: 17). Upaya perbaikan kurikulum diwujudkan dengan digantinya kurikulum lama dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang lebih menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan, dan kewarganegaraan. Sehingga implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill (Depdiknas, 2003: 1). Untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai tersebut, diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip KBK. Salah satu prinsip yang mendasari pengembangan KBK, seperti yang dikemukakan Nurhadi (2004: 12) adalah adaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi. Peningkatan mutu para pendidik dilakukan lewat berbagai penataran dan seminar pendidikan serta diberlakukannya aturan penyetaraan pendidikan guru. Sedangkan peningkatan mutu peserta didik antara lain dilakukan dengan pemilihan strategi pembelajaran yang tepat. Pemilihan strategi pembelajaran dan metode pembelajaran yang tepat merupakan faktor pendukung keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan strategi pembelajaran adalah pemilihan media yang tepat dan sesuai 1 2 dengan materi yang akan diajarkan dan sejalan dengan kurikulum yang diterapkan, dalam hal ini KBK. Ilmu kimia, seperti halnya IPA, juga mempelajari gejala-gejala alam, tetapi mengkhususkan diri di dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Pembahasan tentang struktur materi mencakup struktur partikel-partikel penyusun materi (molekul, atom, ion) dan bagaimana partikel-partikel penyusun materi yang sangat kecil itu bergabung satu sama lain membentuk materi yang berukuran besar yang dapat diamati (Depdiknas, 2003: 2). Oleh karena materi-materi yang dipelajari sangat kecil, maka ilmu kimia cenderung bersifat abstrak. Sehingga tidak sedikit siswa yang menganggap ilmu kimia sebagai ilmu yang kurang menarik dan sulit dipahami sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar kimia. Hal ini dapat dilihat dari data di bawah ini: Tabel 1. Rata-rata Nilai Ebtanas Murni Kimia SMA Negeri 2 Wonogiri. Tahun 1997/1998 Rata-rata NEM Kimia SMA N 2 Wonogiri 5,4 1998/1999 5,62 1999/2000 5,43 2000/2001 5,52 2001/2002 5,43 2002/2003 7,04 2004/2005 5,6 (Kumpulan Rata-rata Nilai Murni Ebtanas SMU N 2 Wonogiri) Selain disebabkan oleh hal-hal di atas, rendahnya hasil kimia juga mungkin disebabkan kurang tepatnya pemilihan metode dan media pembelajaran oleh guru. Laju reaksi merupakan salah satu pokok bahasan yang di dalamnya terdapat materi yang mempelajari sifat-sifat partikel yang tidak dapat diamati oleh mata (mikroskopik), seperti misalnya Teori Tumbukan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Hal ini membuat siswa kurang paham dan cenderung hanya menghafal teori-teori yang ada tanpa memahaminya. Untuk membantu 3 mengatasi kesulitan belajar tersebut diperlukan suatu media yang dapat memvisualisasikan materi-materi tersebut sehingga siswa memahaminya dengan baik. Ada banyak media pembelajaran yang dapat dipakai untuk mendukung penggunaan metode belajar, baik media cetak maupun media elektronik. Contoh media cetak yang dapat dipakai dalam pembelajaran adalah modul, komik dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Sedangkan media elektronik misalnya komputer, VCD (Video Compact Disk) dan lain-lain. Dengan adanya kesulitan belajar siswa tersebut dan dikaitkan dengan ciri pembelajaran dalam KBK yang menyarankan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan mengadaptasi teknologi yang sedang berkembang, maka media komputer dirasa lebih tepat digunakan dalam menyampaikan materi laju reaksi. Seperti yang disimpulkan dari penelitian Suranto (2001: 46) bahwa pengembangan media komputer dalam pelajaran kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem periodik unsur. Selain karena dapat memvisualisasikan materi, keberhasilan media komputer juga dikarenakan dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pelajaran kimia dengan ditampilkannya animasi-animasi yang menarik perhatian siswa sehingga tidak membosankan. Media cetak juga dapat digunakan sebagai alternatif lain dalam pemilihan media untuk menyampaikan materi laju reaksi, diantaranya yang telah lazim digunakan adalah LKS. Walaupun biayanya murah dan dapat merangsang siswa aktif untuk mencari tahu dan menjawab soal-soal, tetapi LKS tidak mempunyai kelebihan-kelebihan yang dimiliki komputer. Seperti misalnya LKS tidak dapat menampilkan visualisasi tiga dimensi, tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan cenderung monoton sehingga tidak merangsang minat siswa. Oleh karena media komputer dirasa dapat digunakan untuk mengurangi sifat abstrak dari materi-materi yang terdapat dalam pokok bahasan Laju Reaksi dan sejalan dengan prinsip KBK, maka penulis mengadakan penelitian tentang efektivitas komputer terhadap hasil belajar pada materi laju reaksi. Penelitian ini 4 dilakukan di SMA Negeri 2 Wonogiri karena selama ini pembelajaran di sekolah tersebut menggunakan metode diskusi informasi dengan media pembelajaran yang lazim digunakan, yaitu LKS. Sehingga siswa mempelajari konsep-konsep abstrak yang terdapat pada pokok bahasan Laju Reaksi hanya dengan gambar-gambar dua dimensi yang terdapat pada buku. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang disampaikan maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Apakah usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan sudah maksimal? 2. Apakah pemilihan media yang tepat dapat memaksimalkan pemahaman siswa terhadap ilmu kimia? 3. Apakah media komputer dapat digunakan dalam pembelajaran kimia untuk mengurangi sifat abstrak ilmu kimia? 4. Apakah penggunaan media komputer pada proses pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dapat mempengaruhi hasil belajar siswa? 5. Apakah penggunaan media komputer lebih baik daripada media LKS pada proses pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi? C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan lebih terarah maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Efektivitas penggunaan media komputer dibanding media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. 2. Obyek penelitian yaitu siswa kelas XI semester III SMA Negeri 2 Wonogiri tahun pelajaran 2005/2006. 3. Hasil belajar kimia yaitu nilai siswa pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan menggunakan media komputer dibanding media LKS, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 5 D. Perumusan Masalah Berdasarkan dari pembatasan masalah di atas maka pada penelitian ini permasalahannya dapat dirumuskan yaitu apakah pembelajaran dengan menggunakan media komputer lebih efektif jika dibandingkan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. E. Tujuan Penelitian Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran dengan media komputer dan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. F. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini manfaat yang diharapkan yaitu dapat: 1.Manfaat teoritis: Memberikan konsep baru kepada guru bahwa media komputer dapat digunakan dalam proses pembelajaran untuk mengurangi sifat abstrak ilmu kimia. 2.Manfaat praktis: a) Memberikan alternatif pada guru upaya untuk mengurangi kebosanan siswa dalam belajar kimia. b) Memberikan informasi pada guru tentang penggunaan media yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. c) Masukan bagi peneliti lain untuk meneliti penggunaan media komputer dan media LKS pada pokok bahasan yang lain. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Mengajar sebagai Proses Komunikasi Pengertian belajar mengajar dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, sehingga para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian belajar mengajar. Dipandang dari segi komunikasi, seperti yang disebutkan Rahardjo dalam Yusufhadi Miarso dkk (1986: 47) “Proses kegiatan belajar/mengajar adalah suatu proses komunikasi. Dengan lain perkataan, kegiatan belajar melalui media terjadi bila ada komunikasi antara penerima pesan dengan sumber lewat media tersebut.” Model proses komunikasi yang diciptakan teoritisi komunikasi merupakan model proses yang dinamis, yaitu menunjukkan unsur-unsur yang terlibat dalam proses itu dan saling berhubungan di antaranya. Jadi melibatkan lebih banyak dari sekedar bahan yang dipakai untuk menyajikan pesan (Association for Educational Communication and Technology, 1994: 36). Di antara model-model proses komunikasi yang dikembangkan, model yang relatif sederhana adalah yang dikemukakan Shannon, Schramm, dan Berlo dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001: 7) sebagai berikut: Latar belakang Pengalaman Sumber Pesan Encoder Latar belakang Pengalaman Saluran Media Decoder Penerima Pesan Gangguan Feedback Gambar 1. Model Komunikasi Shannon, Schramm dan Berlo. 6 7 Dari model di atas, dapat dilihat bahwa dalam proses komunikasi terdapat sumber pesan dan penerima pesan. Sumber pesan adalah orang yang mempunyai gagasan, pikiran, perasaan atau pesan lainnya yang ingin disampaikan kepada orang lain. Sumber pesan itu, selain fungsinya sebagai sumber pesan, juga bertugas mengubah pesan-pesan itu ke dalam lambang-lambang. Maksudnya ialah, sumber pesan harus menerjemahkan gagasan, pikiran, perasaan, atau pesannya itu ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang-lambang itu dapat berupa bahasa, tanda-tanda, atau gambar-gambar. Proses pengubahan atau penuangan pesan ke dalam bentuk lambang atau pesan tersebut disebut encoding. Hal yang perlu diperhatikan oleh sumber pesan ialah bagaimana supaya lambang-lambang yang mengandung pesan dapat dipahami oleh penerima pesan. Jika pesan tersebut diinformasikan dalam bentuk lambang yang tidak dikenal oleh penerima pesan, maka dapat dimungkinkan terjadi kesalahpahaman informasi. Dalam mengubah pesan ke dalam lambang, sumber pesan juga harus memperhatikan latar belakang pengalaman, pengetahuan, dan kebudayaan penerima pesan. Setelah pesan dilambangkan dalam bentuk bahasa, gambar, atau tandatanda lain, pesan tersebut harus disalurkan melalui saluran atau media tertentu. Media dalam hal ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan. Supaya pesan dapat diterima dengan baik dan tidak berubah isinya, maka pesan tersebut harus disalurkan melalui media yang baik. Jika media yang digunakan kurang baik, maka dapat dimungkinkan pesan yang diterima tidak sesuai dengan pesan aslinya. Dalam istilah komunikasi gangguan yang terjadi dalam proses komunikasi itu disebut noise atau distorsi. Pada saat pesan diterima oleh penerima pesan, pesan tersebut harus ditafsirkan. Jika pesan tersebut dapat diterima dengan baik dan penerima pesan mempunyai latar belakang pengalaman yang sama dengan sumber pesan, maka pesan tersebut dapat ditafsirkan dengan baik. Proses penafsiran lambang-lambang yang mengandung pesan tersebut disebut decoding. 8 Dalam proses komunikasi, penerima pesan pada saat-saat tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber pesan, yaitu pada saat penerima pesan itu menjawab pertanyaan atau pada saat penerima pesan memberi tanggapan terhadap informasi yang diterimanya. Jika proses ini berlangsung dengan baik maka akan terjadi komunikasi dua arah. Dengan cara ini sumber pesan akan menerima umpan balik (feedback) mengenai dapat tidaknya pesan diterima dan ditafsirkan dengan benar. Dalam proses belajar mengajar, yang berfungsi sebagai sumber pesan adalah guru. Sebagai sumber pesan, maka guru harus mengubah isi pesan yang didapat dari kurikulum ke dalam lambang-lambang agar dapat dimengerti oleh siswa. Dalam mengubah pesan ke dalam lambang-lambang tersebut guru juga harus memperhatikan latar belakang pengalaman, pengetahuan dan kebudayaan siswa. Jika guru dapat mengubah pesan ke dalam lambang yang tepat dan menyalurkannya melalui media yang baik, maka siswa sebagai penerima pesan akan dapat menafsirkan pesan pembelajaran sesuai dengan yang dimaksud oleh guru. Dalam proses komunikasi dalam kelas ini, siswa sebagai penerima pesan pada saat-saat tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber pesan. Hal ini terjadi saat siswa menjawab pertanyaan guru, melakukan tugas-tugas, mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran juga berlangsung dua arah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya dipandang sebagai proses komunikasi, belajar mengajar dapat diartikan sebagai penyampaian pesan yang berupa materi pelajaran dari sumber pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) melalui media, dimana proses tersebut berlangsung dua arah. 2. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Jadi menurut arti katanya, media pembelajaran merupakan wahana penyalur pesan/informasi 9 dalam proses belajar mengajar. Mengenai definisinya banyak ahli yang memberikan batasan. Dalam salah satu artikelnya Yusufhadi Miarso (1986: 48) memberikan batasan media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Media pembelajaran didefinisikan oleh Gagne dan Raiser sebagai alatalat fisik dimana peran-peran instruksional dikomunikasikan (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 152). Sedangkan R. Rahardjo dalam Yusufhadi Miarso dkk (1986: 47) menyimpulkan bahwa media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut, bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar. Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat untuk mempermudah penyampaian pesan yang berupa materi pelajaran dari pendidik kepada peserta didik. Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Oemar Hamalik (1989: 15), nilai atau manfaat media adalah sebagai berikut: 1. Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi “verbalisme”. 2. Memperbesar perhatian siswa. 3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. 4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. 5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinue, hal ini terutama terdapat dalam gambar hidup. 6. Membantu tumbuhnya pengertian, perkembangan kemampuan berbahasa. dengan demikian membantu 10 7. Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih dalam belajar. Berdasarkan kegunaannya media dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependent media dan media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar mandiri, disebut independent media (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 13). 3. Media Komputer Komputer adalah suatu alat teknologi yang mengambil satu daftar langkah-langkah yang disebut program dan sejumlah informasi yang disebut data dan secara otomatis mengerjakan informasi itu untuk menghasilkan data-data baru (Forrest M, 1986: 8). Komputer merupakan salah satu media komunikasi yang populer dewasa ini. Mengingat proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi, maka komputer dapat digunakan sebagai media dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Anderson (1986: 199-200) bahwa komputer dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, menurutnya ada dua macam pemakaian komputer dalam proses pembelajaran yaitu CAI (Computer Assisted Instruction) merupakan penggunaan komputer secara langsung dengan siswa untuk menyampaikan isi pelajaran, memberikan latihan-latihan dan mengantar kemajuan siswa, sedang CMI (Computer Managed Instruction) merupakan alat untuk membantu pengajar mengerjakan fungsi administratif. Keunggulan penggunaan komputer dalam pengajaran antara lain: a. Mendorong siswa untuk mencoba hal-hal yang baru tanpa takut salah. Dengan komputer siswa didorong berani menyelidiki berbagai cara pemecahan masalah, sampai ia menemukan cara yang paling baik. b. Memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan masing-masing. Siswa akan memperoleh balikan dengan segera, sehingga ia dapat memutuskan untuk terus melanjutkan atau mengulang pelajaran yang sedang ditekuninya. c. Siswa dapat belajar lebih efektif. Pengajar dapat membimbing lebih banyak siswa yang memerlukan karena siswa dapat belajar sendiri. 11 d. Membantu mengembangkan sosialisasi dan sikap siswa secara positif. Siswa cenderung senang bekerjasama dan berlaku lebih sosial jika bekerja dengan komputer. Mereka juga menunjukkan lebih senang mandiri dan lebih sedikit meminta bantuan. e. Dapat membantu kemajuan siswa lebih cermat. Komputer tidak cepat lelah seperti manusia dalam hal diagnosis dan memberikan petunjuk kepada siswa. Keterbatasan media komputer antara lain: a. Pengajaran dengan komputer relatif tetap lebih mahal walaupun harga dan ukuran komputer yang dipergunakan dalam pendidikan sudah diturunkan secara drastis. b. Rancangan dan produksi software untuk tujuan pendidikan relatif lebih sedikit jika dibanding rancangan dan produksi software untuk maksud-maksud lain seperti analisa data. c. Software yang dikembangkan untuk sistem komputer yang satu belum tentu sesuai dengan sistem komputer yang lain. d. Jika pengajar merancang materi pelajaran dengan menggunakan komputer, maka beban pekerjaannya semakin bertambah, termasuk memahami keterbatasan komputer (Tresna Sastrawijaya, 1988: 166-167). 4. Media LKS Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu contoh media cetak yang dapat dijadikan alternatif untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Sudarto dalam Dikbud Jateng lembar kerja siswa (LKS) adalah sebuah buku yang berisi tentang materi untuk memperkaya, memperdalam dan mengembangkan buku pokok (Endang Retna Wulan, 2003: 22). Berdasarkan SK Mendikbud Nomor 010 a/U/1998 (Endang.R.W, 2003: 22) yang dimaksud dengan LKS adalah: 1) Petunjuk kegiatan yang harus dilaksanakan oleh siswa untuk mencapai suatu konsep yang disajikan dalam suatu tatap muka di bawah bimbingan guru. 2) Lembaran kerja atau kegiatan yang intinya berisi informasi dan instruksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktifitas belajar melalui praktek penerapan hasil belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. 12 LKS disertai dengan ringkasan materi, siswa menjawab soal-soal yang ada setelah membaca ringkasan materi dan penjelasan singkat dari guru. Dalam hal ini siswa dituntut untuk lebih aktif dan kreatif karena soal-soal yang ada cenderung mengarah pada penerapan dari konsep-konsep yang ada di dalam ringkasan materi. Namun setiap media pembelajaran tidak lepas dari kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan LKS antara lain: a. Siswa lebih aktif belajar. b. Memacu kreatifitas siswa. c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai kemampuannya. d. Guru dapat berperan sebagai pembimbing, bukan semata-mata sebagai pengajar. e. Menumbuhkan keingintahuan siswa. f. Menciptakan kompetensi yang sehat antar siswa. g. Meringankan beban guru. Sedangkan kelemahan LKS antara lain: a. Kesukaran siswa tidak dapat segera diatasi. b. Tidak semua siswa dapat belajar sendiri. c. Tidak semua materi cocok diajarkan dalam bentuk LKS. d. Menambah beban guru untuk merancang menyusun LKS. e. Memerlukan biaya untuk penyusunannya. 5. Hasil Belajar Belajar adalah sebuah proses, dimana hasil dari proses belajar adalah perubahan tingkah laku, kecakapan dan berbagai sifat. Hasil dari proses belajar tersebut dapat dinilai melalui evaluasi. Menurut Nana Sudjana (1991: 22) “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.” Hasil belajar siswa ini menampakkan diri pada perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak mengetahui menjadi mengetahui (Masidjo, 1995: 92). 13 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang tampak pada perubahan tingkah lakunya. Gagne dalam Slameto (1991: 93) mengungkapkan bahwa ada lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, yaitu: a. Ketrampilan intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting. b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang termasuk kemampuan memecahkan masalah. c. Informasi verbal. d. Kemampuan motorik yang diperoleh di sekolah. e. Sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang. Horward Kingsley dalam Slameto (1991: 93) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu: a. Keterampilan dan kebiasaan b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikap dan cita-cita Dalam sistem pendidikan nasional rumusan kompetensi didasarkan pada klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: a. Ranah kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sifat yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotor Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni 14 gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks serta gerakan ekspresif dan interpretatif (Nana Sudjana, 1991: 22-23). Selain sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu dan sebagai indikator kualitas institusi pendidikan, hasil belajar juga berguna sebagai umpan balik (feedback) bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Oleh karena itu kita perlu mengetahui prestasi belajar anak didik kita baik secara perseorangan maupun dalam kelompok. Sesuai dengan rumusan kompetensi yang terdapat dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, maka dalam penelitian ini digunakan klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom dimana hasil belajar yang diukur meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. 6. Materi Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Materi Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi diajarkan di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester III. Konsep-konsep dasar dalam laju reaksi antara lain Pengertian Laju Reaksi, Faktor-faktor yang mempengaruhinya dan Teori tumbukan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan seperti di bawah ini. a. Pengertian Laju Reaksi Secara umum laju reaksi kimia dapat didefinisikan sebagai laju perubahan banyaknya zat pereaksi atau zat produk per satuan waktu. Untuk sistem homogen, laju reaksi umum dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi molar pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar produk dalam satu satuan waktu, misalnya pada reaksi berikut: mR nP R t v=- atau v=+ dengan, R P t = pereaksi 15 P = produk v = laju reaksi t = waktu reaksi [R] = perubahan konsentrasi molar pereaksi [P] = perubahan konsentrasi molar produk R = laju pengurangan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam t satu satuan waktu P + = laju pertambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satu t satuan waktu - Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi fase gas, satuan tekanan atmosfer, milimeter merkurium atau pascal, dapat digunakan sebagai ganti konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari atau bahkan tahun, bergantung apakah reaksi itu cepat ataukah lambat (Keenan, 1984: 516). Konsentrasi Konsentrasi hasil reaksi Konsentrasi pereaksi Waktu Gambar 2. Grafik Laju Reaksi Tanda negatif pada perumusan laju reaksi menunjukkan bahwa laju menghilangnya zat bernilai negatif (konsentrasi berkurang dengan waktu) dan tanda positif menunjukkan bahwa laju pembentukan bernilai positif (konsentrasi bertambah dengan waktu) ( Petrucci, 1999: 146). 16 b. Teori Tumbukan Menurut teori tumbukan, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antarpartikel pereaksi. Akan tetapi tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukan antarpartikel yang memiliki energi cukup serta arah tumbukan yang tepat. Jadi laju reaksi akan bergantung pada tiga hal berikut: 1) frekuensi tumbukan 2) fraksi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi cukup, serta 3) fraksi partikel dengan energi cukup yang bertumbukan dengan arah yang tepat. Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif disebut energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi). Semua reaksi, eksoterm atau endoterm memerlukan energi pengaktifan. Reaksi yang dapat berlangsung pada suhu rendah berarti memiliki energi pengaktifan yang rendah. Sebaliknya reaksi yang memiliki energi pengaktifan besar hanya dapat berlangsung pada suhu tinggi. Energi pengaktifan ditafsirkan sebagai energi penghalang (barier) antara pereaksi dan produk. Pereaksi harus didorong sehingga dapat melewati energi penghalang tersebut baru kemudian dapat berubah menjadi produk. (a) Reaksi eksoterm (b) Reaksi endoterm Gambar 3. Propil energi pada reaksi (a) eksoterm dan (b) endoterm (Michael Purba, 2002: 143) 17 Seringkali suatu reaksi elementer antara dua zat berlangsung dengan cara sederhana yang melibatkan tabrakan dua partikel untuk membentuk suatu spesi (jenis partikel) teraktifkan yang langsung menimbulkan produk-produk reaksi itu. Untuk memahami keadaan transisi, perhatikan reaksi di bawah ini: AB + AB A2 + B2 Gambar 4. Mekanisme untuk Reaksi 2AB → A2 + B2 (Keenan, 1984: 514) Seperti ditunjukkan secara bagan dalam Gambar 6 tidak semua tumbukan antara dua molekul pereaksi AB akan mengakibatkan suatu reaksi kimia, meskipun molekul itu memiliki perlengkapan tertentu agar reaksi ini terjadi, antara lain energi tinggi dan suatu kecenderungan alamiah agar bereaksi. Dari gambar (a) terlihat tumbukan antara molekul AB tidak membuahkan hasil, bilamana molekul itu salah arah pada saat bertumbukan, karena bagian B bertemu dengan bagian B. Dalam gambar (b), meskipun molekul-molekul itu telah tepat arahnya, mereka tidak cukup berenergi untuk bertumbukan agar terjadi reaksi. Dalam gambar (c), molekul-molekul yang bertumbukan arahnya tepat dan mempunyai cukup energi agar reaksi terjadi. Kondisi molekul-molekul yang bertumbukan ini, yang diperlukan agar reaksi terjadi, disebut keadaan transisi atau komplek teraktifkan (Keenan, 1984: 513). c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi 1). Luas Permukaan Sentuh Suatu reaksi mungkin melibatkan pereaksi dalam bentuk padat. Luas permukaan (total) zat padat akan bertambah jika ukurannya diperkecil. Luas permukaan berhubungan dengan frekuensi tumbukan, semakin besar luas permukaan semakin banyak tumbukan sehingga reaksi semakin cepat. 18 Gambar 5. Pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi Sebagai contoh, reaksi antara batu pualam yang berbentuk serbuk lebih cepat berlangsung daripada batu pualam yang berbentuk kepingan bila direaksikan dengan larutan HCl yang konsentrasinya sama. Ion H-(aq) Ion Cl+(aq) Terjadi reaksi pualam (Lambat) Gambar 6. Reaksi antara keping pualam dengan HCl 4M (Cepat) Gambar 7. Reaksi antara serbuk pualam dengan HCl 4M (Michael Purba, 2000: 60). 2). Suhu Menurut teori kinetik gas, molekul-molekul dalam satu wadah tidak mempunyai energi yang sama, tetapi bervariasi menurut suatu kurva yang mendekati kurva normal. Sebagian besar molekul mempunyai energi rata-rata, sebagian di bawah rata-rata, sebagian yang lain di atas rata-rata. Jika suhu dinaikkan energi molekul-molekul akan meningkat, sehingga semakin banyak molekul yang mencapai energi pengaktifan dan dengan demikian reaksi berlangsung lebih cepat. Peningkatan suhu juga menyebabkan molekul-molekul bergerak lebih cepat sehingga meningkatkan frekuensi tumbukan. Misalnya pada 19 reaksi antara larutan HCl dan larutan Na2S2O3 yang akan berlangsung lebih cepat bila suhunya dinaikkan. Gambar 8. Distribusi molekul gas menurut energi kinetiknya 3). Katalisator Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu sendiri tidak mengalami perubahan yang kekal (tidak dikonsumsi atau tidak dihabiskan). Katalisator mempercepat reaksi karena dapat menurunkan energi pengaktifan. Katalisator dibedakan atas katalisator homogen dan katalisator heterogen. Katalisator homogen adalah katalisator yang sefase dengan zat yang dikatalisis. Sedangkan katalisator heterogen adalah katalisator yang tidak sefase dengan zat yang dikatalisis, pada umumnya katalisator heterogen berupa zat padat. Selain zat yang mempercepat reaksi, ada juga zat yang memperlambat reaksi yang disebut katalisator negatif atau inhibitor. Sebagai contoh adalah aksi larutan FeCl3 terhadap peruraian larutan H2O2. Hidrogen peroksida (H2O2) dapat terurai menjadi air dan gas oksigen menurut persamaan 2H2O2 (aq) 2H2O (l) + O2 (g). Pada suhu kamar, reaksi ini berlangsung sangat lambat sehingga praktis tidak teramati. Namun, reaksi ini akan berlangsung hebat jika larutan FeCl3 ditambahkan. Larutan FeCl3 (yang berwarna kuning jingga), mula-mula mengubah warna campuran menjadi coklat tetapi pada akhir reaksi kembali berwarna kuning jingga. Hal ini menunjukkan bahwa FeCl3 tidak dikonsumsi dalam reaksi tersebut. 20 Gambar 9. Katalisator dapat mempercepat reaksi karena menurunkan energi pengaktifan (Michael Purba, 2002: 144) Pada dekomposisi asam format, pada reaksi yang tidak dikatalisis, sebuah atom hidrogen harus dipindahkan dari salah satu bagian molekul asam format ke bagian lainnya sebelum pemecahan ikatan C-O dapat terjadi. Energi yang diperlukan untuk pemindahan tersebut besar, mengakibatkan energi aktivasi yang tinggi dan reaksi lambat. Dekomposisi asam format yang dikatalisis dengan asam dapat ditunjukkan dengan: O ║ H─C─O─H H+ H2O + CO Dalam reaksi ini sebuah ion hidrogen dari larutan mengikatkan dirinya pada atom oksigen yang berikatan tunggal dengan atom karbon. Komplek teraktifkan (HCOOH2)+ terbentuk. Ikatan C-O putus, dan sebuah atom hidrogen yang terikat pada atom karbon dalam spesi antara (HCO)+ dilepaskan ke dalam larutan sebagai ion hidrogen. Jalur reaksi ini tidak memerlukan pemindahan sebuah atom dalam komplek teraktifkan. Jadi, jalur ini mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah dari pada reaksi tanpa katalis; reaksi ini berlangsung dengan laju yang lebih cepat. Dalam reaksi dekomposisi asam format yang dikatalisis dengan asam, pereaksi dan katalis terdapat dalam fase tunggal. Jenis katalis ini dikenal sebagai katalis homogen. 21 Gambar 10. Mekanisme reaksi dekomposisi asam format Bila reaksi etilena dan hidrogen membentuk etana dicoba dalam keadaan gas, laju reaksinya sangat rendah. Komplek teraktifkan yang mungkin untuk reaksi ini ialah cincin melingkar dengan 4 anggota, sebuah struktur dengan energi yang sangat tinggi. H CH2 H CH2 │ + ║ H CH2 H ─ CH2 │ H CH2 H ─ CH2 Tidak ada cara praktis untuk mengkatalisis reaksi tersebut secara homogen dalam keadaan gas, sehingga diperlukan metode katalis yang berbeda. Reaksi tersebut dapat diubah dari reaksi homogen menjadi reaksi yang berlangsung pada permukaan, yakni suatu reaksi heterogen. Bila bahan permukaan tersebut dipilih dengan baik, laju reaksi akan meningkat dengan nyata; aksi katalitiknya dikenal sebagai katalis heterogen. Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorbsi ke permukaan katalis. Pada dasarnya, katalis heterogen mencakup (1) adsorpsi pereaksi, (2) difusi pereaksi sepanjang permukaan, (3) reaksi pada sisi aktif membentuk hasil reaksi yang diadsorbsi, dan (4) lepasnya (desorpsi) hasil reaksi (Petrucci, 1999: 168). 22 4). Konsentrasi Pereaksi Konsentrasi juga berhubungan dengan frekuensi tumbukan. Semakin besar konsentrasi, semakin rapat partikel-partikel di dalam zat tersebut sehingga semakin besar kemungkinan partikel saling bertumbukan, dengan demikian reaksi bertambah cepat. Contohnya pada reaksi antara pualam dan HCl dengan konsentrasi yang bervariasi. Reaksi antara serbuk pualam dengan larutan HCl 4M lebih cepat daripada reaksinya dengan larutan HCl 3M atau larutan HCl 2M. Ion Cl-(aq) Ion H+(aq) Terjadi reaksi Pualam (Cepat) Gambar 11. Reaksi antara pualam dengan HCl 4M (Lambat) Gambar 12.Reaksi antara pualam dengan HCl 2 M (Michael Purba, 2000: 60) 5). Sifat dasar pereaksi Zat-zat berbeda secara nyata dalam lajunya mengalami perubahan kimia. Molekul hidrogen dan fluor bereaksi secara meledak, bahkan pada temperatur kamar, dengan menghasilkan hidrogen fluorida. H2 + F2 2HF (sangat cepat pada temperatur kamar) Pada kondisi serupa, molekul hidrogen dan oksigen bereaksi begitu lambat, sehingga tak nampak suatu perubahan kimia. 2H2 + O2 2H2O (sangat lambat pada temperatur kamar) Masing-masing reaksi tersebut bersifat serta merta, artinya perubahan energi bebasnya ( G) negatif. Selisih kereaktifan dapat diterangkan dengan perbedaan struktur yang berlainan dari atom dan molekul bahan yang bereaksi. Jika suatu reaksi melibatkan dua spesi molekul yang terikat dengan ikatan kovalen 23 yang kuat, tabrakan antara molekul-mplekul ini pada temperatur biasa mungkin tidak menyediakan cukup energi untuk memutuskan ikatan-ikatan ini. Misalnya untuk reaksi H2 dan O2 yang menghasilkan H2O, energi disosiasi untuk H2 dan O2 masing-masing ialah 436,0 dan 498,3 kJ/mol. Harga-harga yang tinggi ini menyatakan bahwa ikatan kovalen ini sangat kuat. Sebaliknya, energi disosiasi ikatan pada F2 ialah 157 kJ/mol, kurang dari sepertiga dari energi untuk O2. selisih energi disosiasi ikatan ini membantu menjelaskan mengapa H2 dan F2 bereaksi lebih cepat daripada H2 dan O2 pada temperatur kamar (Keenan, 1984: 519). Kasus tersebut juga dapat dijelaskan dengan energi pengaktifan. Energi pengaktifan untuk reaksi khas bergantung terutama pada sifat dasar pereaksi. Dalam hal molekul hidrogen dan oksigen pada temperatur kamar, rata-rata molekul itu tidak mempunyai cukup energi untuk membentuk keadaan transisi atau energinya tidak dapat melampaui energi pengaktifan, sehingga reaksi kimia sulit terjadi. d. Persamaan Laju Reaksi Persamaan laju reaksi menyatakan hubungan kuantitatif antara laju reaksi dengan konsentrasi pereaksi. Bentuk persamaan laju reaksi dinyatakan sebagai berikut. Untuk reaksi: mA + nB pC + qD Persamaan laju: v = k[A]x[B]y dengan, k = tetapan jenis reaksi x = orde (tingkat atau pangkat) reaksi terhadap pereaksi A y = orde (tingkat atau pangkat) reaksi terhadap pereaksi B Penentuan orde (tingkat) reaksi harus dari data percobaan, tidak bisa hanya dari persamaan reaksi. Tetapi bisa saja hasil perhitungan orde reaksi yang diperoleh dari suatu percobaan sama dengan koefisien reaksinya. Artinya m = x 24 dan n = y, reaksi tersebut disebut reaksi sederhana atau reaksi elementer (Nana Sutresna, 1996:27). e. Menentukan Persamaan Laju Persamaan laju tidak dapat diduga dari stoikiometri reaksi tetapi diturunkan dari eksperimen. Salah satu cara menentukan persamaan laju adalah metode laju awal. Menurut cara ini laju diukur pada awal reaksi dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Misalnya pada contoh di bawah ini: Tabel 2. Data Laju Reaksi Ion Amonium dengan Ion Nitrit pada 25oC. Nomor Percobaan 1 Konsentrasi awal Ion NO2- (M) 0,0100 Konsentrasi awal Ion NH4+ (M) 0,200 Laju awal (M detik-1) 5,4 x 10-7 2 0,0200 0,200 10,8 x 10-7 3 0,200 0,0202 10,8 x 10-7 4 0,200 0,0404 21,6 x 10-7 Dari persamaan reaksi NH4+(aq) + NO2-(aq) N2(g) + 2H2O(l) Dapat ditulis persamaan laju sebagai: v = k [NH4+]x [NO2-]y Orde reaksi terhadap NH4+, yaitu x, dapat ditentukan dengan membandingkan percobaan 3 dan percobaan 4 v4 k[0,0404] x [0,200] y 21,6 x10 7 v3 k[0,0202] x [0,200] y 10,8 x10 7 2x = 2 x=1 Orde reaksi terhadap NO2-, yaitu y, dapat membandingkan percobaan 1 dan percobaan 2 v2 k[0,200] x [0,0200] y v1 k[0,200] x [0,0100] y 2y = 2 y=1 jadi, persamaan laju reaksinya adalah: ditentukan dengan 25 v = k[NH4+] [NO2-] (orde 1 tidak perlu ditulis) (Michael Purba, 2002: 153) Pada reaksi gas, tekanan parsial sering digunakan untuk menggantikan konsentrasi dalam mol per liter pada laju reaksi. Misalnya seperti contoh di bawah ini: N2O(g) + H2O(g) pada 1100 oK, Untuk reaksi 2NO(g) + H2(g) diberikan data-data sebagai berikut: Nomor Percobaan 1 Tekanan awal NO, atm 0,0150 Tekanan awal H2, atm 0,400 Laju perubahan tekanan awal, atm/menit 0,020 2 0,075 0,400 0,005 3 0,150 0,200 0,010 Dari data di atas dapat ditentukan hukum laju reaksi dan konstanta laju reaksinya. Ketika tekanan NO menjadi setengah dari semula (dari 0,150 menjadi 0,075), lajunya menjadi seperempat dari semula (dari 0,020 menjadi 0,005). Jadi lajunya sebanding dengan pangkat dua dari tekanan NO. Ketika tekanan H2 menjadi setengah dari semula (dari 0,400 menjadi 0,200), lajunya menjadi setengah dari semula (0,020 menjadi 0,010). Jadi lajunya sebanding dengan tekanan H2. Laju = kP2NOPH2 Untuk menentukan k data disubstitusikan pada persamaan (0,020 atm/menit) = k(0,150 atm)2(0,400) k = 2,2 atm-2menit-1 (Sienko, 1979: 321) B. Kerangka Berpikir Rendahnya hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran kimia diantaranya disebabkan karena adanya konsep-konsep abstrak dalam ilmu kimia. Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya dan pendidik pada khususnya untuk mengatasi masalah ini. Diantaranya dengan mencari sistem 26 pengajaran yang baik yang dapat merangsang siswa aktif di dalamnya, menarik penyajiannya dan tujuan pengajaran yang ditetapkan tercapai (ketuntasan belajar tinggi). Salah satu upaya untuk mencapai ketuntasan belajar tersebut adalah dengan pemilihan media pembelajaran yang tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media adalah tingkat perkembangan siswa, sarana dan prasarana yang ada, efektivitas dan efisiensi media, serta sifat materi yang diajarkan. Pokok bahasan Laju Reaksi merupakan salah satu materi yang mempelajari sifat-sifat partikel yang tidak dapat diamati oleh mata sehingga perlu dikembangkan media yang cocok dan relevan. Dalam hal ini dua media yang dipilih untuk dibandingkan adalah media komputer dan media LKS. Dari dua media tersebut dimungkinkan bahwa penggunaan media komputer lebih baik dibanding media LKS karena media komputer lebih dapat memvisualisasikan konsep-konsep dalam materi Laju Reaksi dan dapat meningkatkan minat siswa. Dengan demikian siswa tidak akan kesulitan dan bosan dalam mempelajari materi kimia sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Pembelajaran dengan Media komputer siswa Pembelajaran dengan Media konvensional Prestasi belajar Gambar 13. Skema Kerangka Berpikir C. Hipotesis Dari kajian teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu media pembelajaran kimia dengan menggunakan komputer lebih efektif dibanding dengan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi siswa kelas XI semester III SMA Negeri 2 Wonogiri. 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI jurusan IPA semester III SMA Negeri 2 Wonogiri. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan September-Nopember 2005. B. Metode Penelitian Berdasarkan masalah-masalah yang akan dipelajari, maka penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Subyek penelitian terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang pembelajarannya dilakukan dengan media komputer dan kelompok pembanding yang pembelajarannya dilakukan dengan media konvensional, dalam hal ini LKS. Sebagai metode bantu digunakan metode kepustakaan guna melengkapi kajian teori dalam rangka menyusun kerangka berpikir dan untuk merumuskan hipotesis. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Pretes-Postes Design. Tabel 3. Desain Penelitian “Randomized Control Group Pretes-Postes Design” Kelompok Pretes Perlakuan Postes Eksperimen T1 X T2 Kontrol T1 T2 Keterangan: T1 = Pretes terhadap penguasaan konsep pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. X = Pengajaran pokok bahasan laju reaksi dengan media komputer. T2 = Postes terhadap penguasaan konsep pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Eksperimen = Kelompok yang diajar dengan media komputer. Kontrol = Kelompok yang diajar dengan media LKS (konvensional). 27 28 C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Penetapan Populasi Penelitian Suharsini Arikunto (1996: 150) menyatakan bahwa:”Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI jurusan IPA semester III SMA Negeri 2 Wonogiri tahun ajaran 2005/2006. 2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Sampel merupakan himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Suharsimi Arikunto (1996: 109) menyebutkan bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi”. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah dua kelas yang diambil secara acak, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. D. Variabel Penelitian 1. Identifikasi Variabel Variabel adalah sesuatu yang menjadi dasar objek pengamatan dan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. 2. Macam-macam Variabel Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri atas: a. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan media komputer dan LKS. b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang kehadirannya dipengaruhi oleh variabel yang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar/ prestasi belajar kimia. E. Teknik Pengambilan Data 1. Sumber data Pengumpulan data bermanfaat dalam proses pengujian hipotesis. Adapun data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai berikut: 29 a. Nilai ulangan harian pokok bahasan Energetika Kimia bidang studi kimia kelas XI semester III untuk menunjukkan kesamaan kemampuan awal kedua kelompok sampel. b. Nilai pretes dan postes pokok bahasan Laju Reaksi untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar akibat dari perlakuan yang diberikan. 2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah tes yang berisi soal-soal pokok bahasan Laju Reaksi. Untuk mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu ditinjau aspek kelayakannaya, yang diuji dengan stastistik sebagai berikut: a. Validitas Untuk menghitung validitas digunakan rumus Korelasi Produk Moment sebagai berikut: rxy = N XY ( X)( Y) {(N X 2 ( X) 2 (N Y 2 ( Y) 2 )} Keterangan: rxy = Koefisien korelasi antara skor item dengan skor total N = Banyaknya subyek X = Skor item Y = Skor total Kriteria uji, jika rhit<rtab maka tidak signifikan atau tidak valid. Klasifikasi validitas soal adalah sebagai berikut: 0,91-1,00 = sangat tinggi (ST) 0,71-0,90 = tinggi (T) 0,41-0,70 = cukup (C) 0,21-0,40 = rendah (R) negatif-0,20 = sangat rendah (SR) (Masidjo, 1995: 243) 30 Dari data hasil uji coba didapatkan tingkat valitidas soal, dari 35 soal yang valid sebanyak 31 soal, sedangkan 4 soal lainnya invalid. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Sedangkan untuk angket penilaian afektif didapat tingkat validitasnya, dari 18 item terdapat 16 item yang valid, sedangkan 2 lainnya invalid. Hasil selengkapnya dapat dilihat Lampiran 14. b. Reliabilitas Reliabilitas suatu soal menunjukkan tingkat keajegan soal. Jika suatu soal atau alat ukur dapat dipercaya maka alat ukur tersebut dapat digunakan. Untuk mengukur reliabilitas instrumen, maka dilakukan uji reliabilitas menggunakan rumus Kuder-Richarson (KR-20) sebagai berikut: 2 n S1 pq rtt = 2 n 1 S1 Keterangan: rtt = koefisien reliabilitas n = jumlah item q = 1-P p = indeks kesukaran S = standar deviasi Klasifikasi realibilitas adalah sebagai berikut: 0,91-1,00 = sangat tinggi (ST) 0,71-0,90 = tinggi (T) 0,41-0,70 = cukup (C) 0,21-0,40 = rendah (R) negatif-0,20 = sangat rendah (SR) ( Masidjo, 1995:209) Sedangkan untuk mengukur reliabilitas angket penilaian afektif digunakan rumus Koefisien Alpha. Rumus Koefisien Alpha adalah sebagai berikut: 2 n Si rtt α 1 2 St n 1 31 Keterangan: rtt = koefisien reliabilitas suatu tes n = jumlah item S 2 = jumlah kuadrat S dari masing-masing item i St2 = kuadrat dari S total keseluruhan item Adapun acuan penilaian reliabilitas suatu butir soal atau item adalah sebagai berikut: 0,91- 1,00 = sangat tinggi 0,71-0,90 = tinggi 0,41-0,70 = cukup 0,21-0,40 = rendah negatif-0,20 = sangat rendah (Masidjo, 1995: 209) Untuk uji reliabilitas butir soal dan angket dapat dilihat dalam rangkuman tabel 4 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 4. Rangkuman Uji Reliabilitas Soal dan Angket. r11 Kriteria Reliabilitas Butir soal 0,821 Tinggi Angket 0,873 Tinggi c. Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran soal ditunjukkan dengan indeks kesukaran yaitu bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal, dan harganya dapat dicari dengan rumus: IK = B N Skor Maksimal Keterangan: IK = indeks kesukaran B = jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa dari suatu item N = kelompok siswa (Masidjo, 1995: 189) 32 Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesukaran soal yang bervariasi, hasil selengkapnya dapat dilihat Lampiran 14. Sedangkan rangkumannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Soal Jumlah Kriteria Indeks Kesukaran Soal Soal 35 SS S Sd M MS 2 7 12 12 2 d. Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan yang pandai (kemampuan tinggi) dan siswa yang kurang pandai (kemampuan rendah) dan dihitung dengan rumus: ID = KA KB NKA atau NKB x skor maksimal Keterangan: ID = Indeks Diskriminasi KA = Jumlah jawaban yang diperoleh siswa yang tergolong kelompok atas KB = Jumlah jawaban yang diperoleh siswa yang tergolong kelompok bawah NKA atau NKB = Jumlah siswa yang tergolong kelompok atas atau bawah NKA atau NKB x skor maksimal=Perbedaan jawaban dari siswa yang tergolong kelompok atas dan bawah yang seharusnya diperoleh. Kriteria daya pembeda soal: 0,89-1,00 = sangat membedakan (SM) 0,60-0,79 = lebih membedakan (LM) 0,49-0,59 = cukup membedakan (CM) 0,20-0,39 = kurang membedakan (KM) negatif-0,19 = sangat kurang membedakan (SKM) (Masidjo, 1995: 198) 33 Berdasarkan hasil penelitian, butir soal mempunyai daya pembeda soal yang kurang membedakan, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Sedangkan rangkumannya dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 6. Rangkuman Kriteria Daya Pembeda Soal. Jumlah Soal 35 Kriteria Daya Pembeda Soal SM LM CM KM SKM - - 21 10 4 F. Teknik Analisis Data Tujuan analisis data adalah untuk menjawab atau mengkaji kebenaran hipotesis yang diajukan. Untuk menguji hipotesis penelitian ini, digunakan uji perbedaan dua rata-rata dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Untuk penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan: Lo = F(zi)-S(zi); i:1, 2, 3,... Keterangan: F(zi) = peluang zn yang lebih kecil atau sama dengan zi S(zi) = proporsi cacah znyang lebih kecil atau sama dengan zi (zi) = skor stándar L0 = koefisien Lilliefors pengamatan z i= Xi X ; dengan S adalah standar deviasi S Langkah-langkah uji Liliefors: Hipotesis :H0 = sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal H1 = sampel tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal Kriteria :H0 diterima jika L0<Ltabel (Sudjana, 1996: 466) 34 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas untuk menguji apakah sampelnya homogen, maka digunakan uji Barlett. Rumus yang digunakan adalah: 2 = (ln10){B-∑(ni-1) log Si2} B = (log S2)∑ (ni-1) (ni 1) S i 2 S2 = (ni 1) Keterangan: 2 = chi kuadrat S = simpangan baku S2 = variasi semua gabungan sampel (Sudjana, 1996: 263) Hipotesis: H0 = sampel berasal dari variasi yang sama (homogen) H1 = sampel berasal dari variasi yang tidak sama (tidak homogen) Kriteria : H0 diterima jika 2hitung< 2tabel 3. Uji-t Data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah dengan menguji kesamaan rata-rata. Uji yang digunakan adalah uji t pihak kanan. Rumus yang digunakan: X1 X 2 t= S 1 1 n1 n 2 (n 1) S1 (n2 1) S 2 S = 1 n1 n2 2 2 2 2 Keterangan: X1 = nilai rata-rata tes kelas eksperimen X2 = nilai rata-rata kelas kontrol n1 = jumlah sampel pada kelas eksperimen n2 = jumlah sampel pada kelas kontrol 35 S = simpangan baku gabungan S2 = varian sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol S12 = varians kelas eksperimen S22 = varians kelas kontrol Dengan kriteria sebagai berikut: H0: Nilai rata-rata selisih pretes-postest siswa yang diajar dengan media komputer pada pokok bahasan laju reaksi tidak lebih besar dari nilai rata-rata selisih pretes-postes siswa yang diajar dengan media LKS. H1: Nilai rata-rata selisih pretes-postest siswa yang diajar dengan media komputer pada pokok bahasan laju reaksi lebih besar dari nilai rata-rata selisih pretespostest siswa yang diajar dengan media LKS. Kriteria pengujian: a. Jika thitung < ttabel maka hipotesis nol diterima b. Jika thitung > ttabel maka hipotesis nol ditolak. (Sudjana, 1996: 239) 36 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Pada penelitian ini data berupa nilai pretes dan hasil belajar siswa pada pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Hasil belajar siswa meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Data-data tersebut diambil dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jumlah siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 79 siswa dari kelas XI IPA 3 dan XI IPA 5 SMA Negeri 2 Wonogiri tahun pelajaran 2005/2006. Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian dari masing-masing variabel. 1. Hasil Belajar Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pada Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran Komputer. Data penelitian mengenai hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi kelas eksperimen dengan media pembelajaran komputer pada siwa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Wonogiri dengan sampel sebanyak 41 siswa, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Sedangkan deskripsi data mengenai hasil belajar secara ringkas disajikan dalam Tabel 7. 2. Hasil Belajar Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pada Kelas Kontrol dengan Media Pembelajaran LKS. Data penelitian mengenai hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi kelas kontrol dengan media pembelajaran LKS pada siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 2 Wonogiri dengan sampel sebanyak 38 siswa, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Sedangkan deskripsi data penelitian mengenai hasil belajar secara ringkas disajikan dalam Tabel 7. 36 37 Tabel 7. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian Uraian Media Komputer Media LKS (Kontrol) Rata-rata pretes kognitif 3,26 3,68 Rata-rata pretes afektif 56,73 57,55 Rata-rata pretes psikomotor 44,41 45,95 Rata-rata postes kognitif 6,89 6,56 Rata-rata postes afektif 63,80 63,39 Rata-rata postes psikomotor 58,98 58,50 Rata-rata selisih nilai kognitif 3,63 2,88 Rata-rata selisih nilai afektif 7,07 5,84 Rata-rata selisih nilai psikomotor 14,56 12,55 Data penelitian dipaparkan dalam bentuk distribusi frekuensi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengamatan hasil penelitian. 1. Selisih Nilai Kognitif Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa kelas eksperimen dengan media komputer pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 8 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 12. Tabel 8. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen dengan Media Komputer. Interval Nilai tengah Frekuensi Frek. Relatif (%) 1,1-2 1,55 4 9,76 2,1-3 2,55 10 24,39 3,1-4 3,55 12 29,27 4,1-5 4,55 11 26,83 5,1-6 5,55 3 7,32 6,1-7 6,55 1 2,44 38 12 12 10 frekuensi 10 11 8 Frekuensi 6 4 4 3 2 1 0 1,1-2 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5,1-6 6,1-7 interval Gambar 14. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa kelas kontrol dengan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 9 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 13. Tabel 9.Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Kontrol dengan media LKS. Interval Nilai tengah Frekuensi Frek. Relatif (%) 0,1-1 0,55 4 10,53 1,1-2 1,55 9 23,68 2,1-3 2,55 8 21,05 3,1-4 3,55 9 23,68 4,1-5 4,55 5 13,16 5,1-6 5,55 2 5,26 6,1-7 6,55 1 2,63 39 10 9 frekuensi 9 8 8 6 4 5 4 2 2 Frekuensi 1 0 0,1-1 1,1-2 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5,1-6 6,1-7 interval Gambar 15. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Kontrol. 2. Selisih Nilai Afektif Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Distribusi frekuensi selisih nilai afektif siswa kelas eksperimen dengan media komputer pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya disajikan dalam Tabel 10 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 14. Tabel 10. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen. Interval Nilai tengah Frekuensi Frek. Relatif (%) 0-2 1 2 4,88 3-5 4 11 26,83 6-8 7 16 39,02 9-11 10 10 24,39 12-14 13 1 2,44 15-17 16 1 2,44 40 Frekuensi 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16 11 10 Frekuensi 2 1 0 2 3 5 6 8 1 9 11 12 14 15 17 Interval Gambar 16. Histogram Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen. Distribusi frekuensi selisih nilai afektif siswa kelas kontrol dengan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 11 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel 11. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol. Nilai tengah Frekuensi Frek. Relatif (%) 0-2 1 3 7,89 3-5 4 16 42,11 6-8 7 13 34,21 9-11 10 5 13,16 12-14 13 0 0 15-17 16 1 2,63 Frekuensi Interval 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16 13 5 Frekuensi 3 0 0 2 3 5 6 8 1 9 11 12 14 15 17 Interval Gambar 17. Histogram Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol. 41 3. Selisih Nilai Psikomotor Pokok Bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Distribusi frekuensi selisih nilai psikomotor siswa kelas eksperimen dengan media komputer pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 12 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar18. Tabel 12. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen. Interval Nilai tengah Frekuensi Frek. Relatif (%) 5-7 6 1 2,44 8-10 9 3 7,32 11-13 12 14 34,15 14-16 15 12 29,27 17-19 18 7 17,07 20-22 21 4 9,76 14 frekuensi 14 Frekuensi 12 12 10 8 7 6 4 2 4 frekuensi 3 1 0 5 7 8 10 11 13 14 16 17 19 20 22 Interval Gambar 18. Histogram Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen. Distribusi frekuensi selisih nilai psikomotor siswa kelas kontrol dengan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi disajikan dalam Tabel 13 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 19. 42 Tabel 13. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Kontrol. Interval Nilai tengah Frekuensi Frek. Relatif (%) 6-7 6,5 2 5,26 8-9 8,5 4 10,53 10-11 10,5 5 13,16 12-13 12,5 13 34,21 14-15 14,5 9 23,68 16-17 16,5 5 13,16 14 13 Frekuensi 12 10 8 9 6 4 2 4 5 5 frekuensi 2 0 6 7 8 9 10 11 12 13 14-15 16-17 Interval Gambar 19. Histogram Selisih Nilai Psikomotor Siswa Kelas Kontrol. B. Hasil Penelitian dan Prasyarat Analisis Sebelum melaksanakan analisis uji t-pihak kanan untuk menguji hipotesis penelitian perlu dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi normalitas dan uji homogenitas. 1. Uji Normalitas Dalam pengujian normalitas ini menggunakan uji Liliefors dengan rumus yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil uji normalitas untuk selisih nilai kognitif, selisih nilai afektif dan selisih nilai psikomotor secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran dan telah dirangkum dalam tabel-tabel sebagai berikut: 43 Tabel 14. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif. No Kelompok siswa Harga L Kesimpulan Hitung Tabel Berdistribusi 1. Komputer 0,0818 0,1384 Normal 2. LKS (Kontrol) 0,0837 0,1437 Normal Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Afektif. No Kelompok Siswa Harga L Kesimpulan Hitung Tabel Berdistribusi 1. Komputer 0,1281 0,1384 Normal 2. LKS (Kontrol) 0,1264 0,1437 Normal Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Psikomotor. No Kelompok Siswa Harga L Kesimpulan Hitung Tabel Berdistribusi 1. Komputer 0,1186 0,1384 Normal 2. LKS (Kontrol) 0,1088 0,1437 Normal Dari tabel-tabel di atas dapat diketahui bahwa harga ststistik uji Lhitung kurang dari harga Ltabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang normal. 3. Uji Homogenitas Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji Barttlet degan taraf signifikasi 5%. Hasil uji homogenitas ini secara lengkap dijabarkan dalam tabeltabel sebagai berikut: Tabel 17. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif. S2 B 2 Hitung 2 Tabel Kesimpulan 3,70 20,1721 3,1544 3,84 Homogen Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif. S2 B 2 Hitung 2 Tabel Kesimpulan 17,81 73,1290 0,0001 3,84 Homogen 44 Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Psikomotor. S2 B 2 Hitung 2 Tabel Kesimpulan 18,27 74,2632 2,0128 3,84 Homogen 2 2 Dari tabel-tabel di atas dapat diketahui bahwa harga Hitung kurang dari Tabel atau berada di luar daerah kritik, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen. C. Hasil Pegujian Hipotesis 1. Uji Hipotesis untuk Selisih Nilai Kognitif Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk selisih nilai kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Kelompok Sampel ttabel thitung Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran 1,66 2,5131 Komputer dan Kelas dengan Media LKS (Kontrol) Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar daripada ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk aspek kognitif siswa kelas eksperimen dengan media pembelajaran komputer lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan media pembelajaran LKS. 2. Uji Hipotesis untuk Selisih Nilai Afektif Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk selisih nilai afektif antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Kelompok Sampel ttabel thitung Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran 1,66 1,8318 Komputer dan Kelas dengan Media LKS (Kontrol) Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar daripada ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk aspek afektif siswa kelas 45 eksperimen dengan media pembelajaran komputer lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan media pembelajaran LKS. 3. Uji Hipotesis untuk Selisih Nilai Psikomotor Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk nilai psikomotor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Kelompok Sampel ttabel thitung Kelas Eksperimen dengan Media Pembelajaran 1,66 2,9382 Komputer dan Kelas dengan Media LKS (Kontrol) Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar daripada ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk aspek psikomotor siswa kelas eksperimen dengan media pembelajaran komputer lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan media pembelajaran LKS. D. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran dengan media komputer dan media LKS pada pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Sebagai indikator keefektifan di sini digunakan hasil belajar siswa. Sehingga dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar yang lebih tinggi pada pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan media pembelajaran komputer dan media pembelajaran LKS sebagai kontrol. Hasil belajar yang dimaksud meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Proses pembelajaran di dalam kelas pada dasarnya merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa yang berlangsung dua arah. Sebagaimana proses komunikasi pada umumnya, proses pembelajaran juga memerlukan media untuk mempermudah penyampaian pesan dari guru kepada siswa. Pemilihan media pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan pesan atau materi yang akan disampaikan sehingga informasi akan diserap secara maksimal oleh siswa. 46 Laju Reaksi merupakan salah satu materi yang lebih menarik jika diajarkan dengan media komputer karena di dalamnya terdapat materi-materi yang dapat divisualisasikan dalam komputer sehingga akan lebih mudah dimengerti oleh siswa. Misalnya untuk teori tumbukan, dengan adanya visualisasi dengan komputer siswa mendapat gambaran yang jelas mengenai proses tumbukan yang menghasilkan reaksi dan yang tidak menghasilkan reaksi, sehingga siswa benarbenar memahami konsep teori tumbukan, tidak hanya sekedar menghafalnya. Di pihak lain pemilihan media komputer juga karena sejalan dengan salah satu prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu adaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi. Penelitian dilakukan dengan mengambil dua kelas sampel dari lima kelas jurusan IPA yang ada di SMA Negeri 2 Wonogiri, yaitu kelas XI IPA 3 dan kelas XI IPA 5. Sebelum dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah kedua sampel setara dilakukan uji homogenitas nilai awal yang diambil dari nilai pokok bahasan sebelumnya. Hasil pengujian menunjukkan kedua sampel homogen. Kemudian untuk mengetahui kemampuan awal siswa diberikan pretes dengan soal yang sama kepada kedua kelas. Dari hasil pretes ini juga diteliti apakah kedua kelas setara, uji yang digunakan adalah uji t macthing. Hasil pengujian juga menunjukkan kedua sampel setara. Kemudian kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda, kelas XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan media komputer dan kelas XI IPA 5 sebagai kontrol. Pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan dengan praktikum yang dilanjutkan diskusi untuk membahas hasil praktikum dengan media LKS. Sedangkan untuk kelas eksperimen setelah praktikum di laboratorium kimia siswa dibawa ke laboratorium komputer untuk diskusi membahas hasil penelitian dengan media komputer. Di sini diharapkan siswa dapat menghubungkan faktafakta yang didapat dari praktikum dengan konsep-konsep yang telah divisualisasikan dalam gambar tiga dimensi pada komputer. Setelah mendapatkan arahan siswa berinteraksi langsung dengan komputer. Dengan adanya 42 komputer di dalam laboratorium memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan masing-masing. Setelah diberikan sedikit penjelasan tentang materi 47 yang harus dipelajari, siswa bebas belajar sendiri sesuai kecepatannya dan dapat mengulangi materi yang belum jelas. Siswa terlihat tertarik dan penasaran dengan tampilan yang ada pada komputer sehingga lebih aktif belajar. Bahkan beberapa siswa meminjam kaset CD untuk digandakan dan dipelajari kembali di rumah. Keaktifan mereka juga terlihat dari pertanyaan-pertanyaan kritis yang timbul setelah mereka melihat tampilan dalam komputer sebagai berikut: Siswa A: “Kenapa laju reaksi bisa berharga negatif?” Siswa B: “Kenapa zat yang berupa serbuk bisa lebih luas permukaannya jika dibanding zat yang berbentuk bongkahan?” Siswa C: “Garis meliuk-liuk (pada grafik reaksi dengan katalis) ini maksudnya apa?” Setelah semua materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya disampaikan kepada kedua kelas dengan media masingmasing, untuk mengetahui hasil belajar diberikan postes dengan soal yang sama. Dalam hal ini hasil belajar yang digunakan adalah selisih nilai pretes dan postes (gain score). Setelah dilakukan uji hipotesis dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran kimia pokok bahasan Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan media komputer lebih tinggi dibandingkan dengan media LKS. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan analisis uji-t pihak kanan, dimana harga thitung lebih besar daripada ttabel. Dari hasil analisis uji-t pihak kanan, hasil belajar siswa untuk aspek kognitif pada pembelajaran dengan media komputer dan pembelajaran dengan media LKS diperoleh harga thitung = 2,5131 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa untuk aspek kognitif pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada pembelajaran dengan media LKS. Tingginya hasil belajar siswa yang diajar dengan media komputer dibanding dengan media LKS disebabkan karena siswa dapat mempelajari hal-hal lain yang ingin diketahui oleh siswa yang tidak mungkin didapatkan dalam diktat atau buku. Selain itu komputer dapat menvisualisasikan konsep-konsep yang biasanya hanya disampaikan dalam bentuk kata-kata (verbal) atau gambar diam. 48 Seperti misalnya gambaran tentang terjadinya reaksi kimia dalam teori tumbukan. Dengan adanya gambar siswa dapat memahami konsep dan bukan hanya sekedar menghafal. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang digunakan tiap siswa tidak sama dalam menjawab pertanyaan, tetapi mereka memahami intinya. Di samping itu siswa memiliki kebebasan untuk belajar sendiri secara aktif sehingga siswa dapat belajar dengan kecepatan masing-masing. Media komputer juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dapat meningkatkan motivasi siswa dan mengurangi kebosanan dengan suasana pembelajaran yang berbeda. Dari hasil uji-t pihak kanan, hasil belajar siswa untuk aspek efektif pada pembelajaran dengan media komputer dan media LKS diperoleh harga thitung = 1,8318 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa untuk aspek afektif pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada pembelajaran dengan media LKS. Aspek afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai dari siswa. Seorang siswa akan sulit mencapai keberhasilan studi yang optimal apabila siswa tersebut tidak memiliki minat pada pelajaran tersebut. Dari sini dapat diketahui bahwa kompetensi siswa pada aspek afektif menjadi penunjang keberhasilan pada aspek pembelajaran lain, yaitu kognitif dan psikomotor. Hasil belajar afektif siswa yang diajar dengan media komputer lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan media LKS karena komputer dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suranto (2001: 45) yang menyatakan bahwa siswa yang diajar dengan media komputer mempunyai rerata prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding siswa yang diajar dengan metode konvensional bila ditinjau dari motivasi belajar siswa pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur. Pada prakteknya dalam pembelajaran di sekolah penilaian aspek afektif biasanya tidak disajikan dalam bentuk kuantitatif, tetapi kualitatif, misalnya sangat positif (sangat tinggi), positif (tinggi), cukup, negatif (rendah), dan sangat negatif (sangat rendah) atau A, B, C, D dan E (Lihat Lampiran 13). Namun karena dalam penelitian ini juga diteliti pengaruh media pembelajaran terhadap hasil 49 belajar aspek afektif, maka selain disajikan dalam bentuk kualitatif data nilai afektif juga dihitung secara kuantitatif untuk kepentingan statistik Dari hasil analisis uji-t pihak kanan, hasil belajar siswa untuk aspek psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer dan LKS diperoleh harga thitung = 2,9382 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar siswa untuk aspek psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada pengajaran dengan media LKS. Aspek psikomotor dalam pembelajaran kimia berkaitan dengan ketrampilan siswa terutama dalam kegiatan praktek. Pada materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi ini nilai psikomotor diambil dari ketrampilan dalam praktikum di laboratorium. Hasil belajar siswa untuk aspek psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada media LKS karena komputer dapat meningkatkan motivasi siswa, sehingga siswa lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan praktikum. Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa media komputer dapat menvisualisasikan konsep-konsep kimia dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi baik untuk aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada pembelajaran dengan media komputer lebih tinggi daripada media LKS. Sehingga dapat dikatakan bahwa media komputer lebih efektif daripada media LKS. 50 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran komputer lebih baik daripada media LKS pada materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Hal ini dilihat dari harga thitung yang diperoleh, untuk kemampuan kognitif diperoleh thitung = 2,5131 > ttabel = 1,66; kemampuan afektif thitung = 1,8318 > ttabel = 1,66; sedangkan untuk kemampuan psikomotor diperoleh thitung = 2,9382 > ttabel = 1,66; masing-masing pada taraf signifikansi 5%. B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian bahwa penggunaan media komputer memberikan hasil belajar yang lebih tinggi daripada media LKS pada materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi maka diharapkan: 1. Bagi siswa, agar dapat mngembangkan gagasan, ketrampilan, dan memperoleh gambaran yang jelas bahwa belajar dengan menggunakan media komputer dapat membantu memahami materi kimia, terutama materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi sehingga dapat menjadi motivator bagi siswa agar tidak jenuh dan lebih aktif dalam belajar. 2. Bagi guru atau staf pengajar, agar memperoleh gambaran yang jelas bahwa pembelajaran dengan media komputer dapat mengurangi kejenuhan siswa dan dapat membantu siswa dalam memahami materi kimia, khususnya materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. 50 51 C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya guru mencoba menggunakan media komputer dalam pembelajaran kimia, khususnya materi pokok Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi mengingat hasil belajar siswa lebih tinggi jika dibandingkan media yang lazim digunakan yaitu LKS. 2. Dalam penggunaan media komputer guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: motivasi belajar siswa, kemampuan siswa dalam mengoperasikan komputer dan materi yang akan diajarkan. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tentang penggunaan media komputer pada materi pokok yang lain. 52 DAFTAR PUSTAKA Anderson, RH. 1986. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Terjemahan Setijadi. Jakarta: Rajawali. Association for Educational Communication and Technology (AECT). 1994. Definisi Teknologi Pendidikan: Satuan Tugas Definisi Terminologi AECT. Tim Penerjemah Yusufhadi Miarso. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Basuki Wibawa, Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV. Maulana. Depdikbud. 1999. Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 (Suplemen GBPP) Mata Pelajaran Kimia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas Ditjen . Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2003. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia.. Jakarta: Depdiknas. Endang Retno Wulan. 2003. Keefektifan Pembelajaran dengan Menggunakan Media Model dan Media LKS terhadap Penguasaan Konsep Matematika Ditinjau dari Minat Siswa. Thesis. Surakarta: UNS. Forrest, M dan Stern, Marc. 1986. Komputer untuk Bisnis, Pendidikan dan Hiburan. Semarang: Dahara Prize. Keenan dkk. 1984. Kimia untuk Universitas. Terjemahan Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga. Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius. Michael Purba. 2000. Kimia untuk SMA 2A. Jakarta: Erlangga. Michael Purba. 2002. Kimia untuk SMA Kelas XI: 2A. Jakarta: Erlangga. Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana. Nana Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nana Sutresna. 1996. Penuntun Belajar Kimia 2. Bandung: Ganeca Exact. Nurhadi, 2004. Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grafindo. 52 53 Oemar Hamalik. 1989. Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Petrucci, R. H. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Terjemahan Suminar. Jakarta: Erlangga. Sienko, M. J and Plane, R. A. 1979. Chemistry: Principles and Application. 2 nd Ed. Auckland : Mc Graw-Hill International Book. Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Suranto. 2001. Pengaruh Pengajaran dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur untuk Siswa Kelas I SMU N I Surakarta Tahun Ajaran 2000/2001. Skripsi. Surakarta: UNS Tresna Sastrawijaya, dkk. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud. Yusufhadi Miarso dkk. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.