Solusi untuk Masalah Nutrisi 1000 HPK yang Berkepanjangan Masalah gizi bukanlah masalah baru di Indonesia dan masalah ini menjadi tantangan sulit karena merupakan beban ganda bagaikan koin yang memiliki 2 sisi yang berlawanan, yaitu tingginya proporsi anak yang kelebihan gizi (obesitas) maupun anak yang kekurangan gizi (pendek atau stunting).1 Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi obesitas pada anak sebesar 18,8%; stunting sebesar 37,2%; berat badan kurang (wasting) sebesar 19,6%; dan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 10,2%. Angka ini masih tinggi dan setiap tahun angka ini mengalami stagnansi. Proporsi konsumsi zat besi pada ibu hamil dan pemberian ASI eksklusif menurut Riskesdas 2013 sebesar 15,4% dan 38%. Angka ini masih rendah dan tidak menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.2 Berdasarkan hal tersebut, dapat terlihat bahwa nutrisi selama kehamilan dan bayi (seribu hari pertama atau 1000 HPK) yang tidak optimal akan mengganggu tumbuh kembang anak tersebut. Masalah ini sulit terselesaikan karena terbatasnya kecukupan dukungan sarana, prasarana, dan tenaga; keterpaduan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelayanan, monitoring, dan evaluasi; kurangnya pemberdayaan masyarakat; kurangnya pemahaman dan kesepakatan tujuan bersama akan pentingnya menangani masalah 1000 HPK; terbatasnya kemampuan masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan gizi seimbang ; juga terbatasnya jangkauan daerah yang mendapatkan kegiatan 1000 HPK.3 Kegagalan tumbuh kembang akibat ketidakseimbangan nutrisi pada 1000 HPK akan berakibat pada fisik anak yang tidak normal, kecerdasan anak yang rendah, daya tahan tubuh anak yang lemah dan berakibat pada gangguan metabolik sebagai salah satu risiko penyakit tidak menular.1 Dampak masalah tersebut bersifat permanen serta sulit untuk diperbaiki sehingga periode ini harus dimanfaatkan dengan baik.3,4 Masalah ini merupakan masalah kompleks dan membutuhkan campur tangan seluruh pihak secara holistik mulai dari pemerintah sampai individu masyarakat sendiri demi mencapai indikator hasil program 1000 HPK dan target global yaitu Sustainable Development Goals (SDGs), terutama goal 3 yaitu tercapainya kesehatan untuk semua lapisan usia.5 Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) adalah periode yang dimulai sejak terjadinya pembuahan dan diakhiri sampai anak berusia 2 tahun.1,3 Seribu hari pertama kehidupan terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari kehidupan pertama sejak bayi dilahirkan. Periode ini disebut periode emas (golden period).3,4 Maka, nutrisi selama periode ini sangat penting karena akan menunjang proses tumbuh kembang anak.1,3,4 Nutrisi selama kehamilan sangat dibutuhkan karena pada 8 minggu pertama sejak pembuahan terjadi pembentukkan awal organ tubuh dan perkembangan sebagian organ yang terus berlajut sampai akhir kehamilan.4 Pentingnya nutrisi selama masa neonatal (0-28 hari) adalah untuk adaptasi terhadap perubahan sirkulasi dan berfungsinya organ tubuh, selama masa bayi (29 hari-2 bulan) untuk proses pertumbuhan dan pematangan fungsi sistem saraf, dan masa anak baduta ( 12 bulan-24 bulan) untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak dan saraf. Periode sejak kelahiran sampai usia 2 tahun merupakan masa puncak perkembangan fungsi melihat, mendengar, berbahasa, dan fungsi kognitif.4,6 Gangguan nutrisi pada 1000 HPK ini dapat mengakibatkan dampak jangka pendek dan jangka panjang. Kekurangan gizi akut (sangat kurus) dapat menyebabkan kematian. Kekurangan gizi kronis dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak dan gangguan pertumbuhan (stunting) yang akan mengakibatkan dampak jangka panjang yaitu rendahnya kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan; rendahnya daya tahan tubuh; dan kemampuan kerja anak. Sedangkan kelebihan gizi dapat berdampak terhadap gangguan metabolisme tubuh dan meningkatkan risiko penyakit metabolik seperti : diabetes, hipertensi, penyakit jantung, stroke dan lainnya.4 Nutrisi ini sangat penting terutama bagi perempuan karena berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah pada janin, BBLR, dan stunting terkait dengan kesehatan dan status gizi remaja perempuan yang akan menjadi ibu. Remaja perempuan yang menikah usia muda, anemia, dan kurus, apabila hamil akan berisiko melahirkan BBLR dengan berbagai masalahnya dan akan menimbulkan rantai masalah gizi ke generasi selanjutnya. Dalam rangka menyelamatkan 1000 HPK, perlu ada kebijakan yang mencegah usia muda menikah, remaja perempuan yang akan menikah harus sehat dalam status gizi baik, dan tidak anemia atau kekurangan gizi lainnya. Demikian juga, perlu adanya kebijakan sinkronisasi antara Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga usia minimal menikah perempuan dapat ditingkatkan menjadi 18 tahun.4,7 Terdapat 2 upaya gizi agar tumbuh kembang anak optimal yaitu dengan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.4,8 Jenis intervensi gizi spesifik yaitu kegiatan yang ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek dan berdampak langsung terhadap nutrisi 1000 HPK. Sedangkan, intervensi gizi sensitif adalah kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang ditujukan pada masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Apabila intervensi gizi spesifik dan sensitif direncanakan secara khusus dan terpadu akan berdampak jangka panjang terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak.9 Intervensi gizi spesifik selama 1000 HPK adalah 1) untuk ibu hamil yaitu suplementasi besi folat minimal 90 tablet, periksa kehamilan minimal 4 kali, imunisasi tetanus toksoid (TT), pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, penanggulangan cacingan pada ibu hamil, pemberian kelambu dan pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria; 2) untuk kelompok 0 - 6 bulan yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, inisiasi menyusui dini (IMD), promosi menyusui ASI eksklusif (konseling individu dan kelompok), imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang secara rutin setiap bulan, dan tangani bayi sakit secara tepat; 3) untuk kelompok usia 7 – 24 bulan yaitu berikan makanan pendamping (MP) ASI, ASI diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih, kapsul vitamin A, lengkapi imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang secara rutin setiap bulan, tangani anak sakit secara tepat, suplementasi zink, pemberian obat cacing, fortifikasi besi.4,8,9 Tujuan yang ingin dicapai dengan jenis intervensi gizi spesifik ini adalah mencegah kekurangan zat besi, asam folat, kekurangan energi dan protein kronis, kekurangan yodium, perlindungan ibu hamil terhadap malaria, mengoptimalkan ASI eksklusif, mengembangkan MP ASI lokal yang memenuhi syarat gizi seimbang dan terjangkau daya beli keluarga miskin, dan memenuhi nutrisi anak selama masa tumbuh kembang.7 Sedangkan jenis intervensi gizi sensitif adalah kegiatan yang melibatkan berbagai sektor diluar sektor kesehatan yang nantinya akan berdampak secara tidak langsung terhadap masalah gizi pada 1000 HPK.4,9 Program intervensi gizi sensitif adalah 1) penyediaan air bersih dan sanitasi, 2) ketahanan pangan dan gizi dengan : menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi terutama ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak; menjamin pemanfaatan optimal pangan yang tersedia bagi semua golongan penduduk; dan memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan gender; 3) keluarga berencana (KB); 4) jaminan kesehatan masyarakat; 5) jaminan persalinan universal; 6) fortifikasi pangan; 7) pendidikan gizi masyarakat; 8) intervensi gizi untuk remaja perempuan; 9) pengentasan kemiskinan (program beras miskin dan program keluarga harapan agar dapat dijangkau seluruh anggota masyarakat tidak mampu.7,9 Salah satu cara mencapai intervensi gizi sensitif yang dapat kita mulai dari diri sendiri yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).4,10 Perilaku hidup bersih dan sehat harus dimulai sedini mungkin sejak awal kehamilan sampai lansia. PHBS yang dapat dilakukan selama periode 1000 HPK adalah ibu melakukan persalinan di tenaga kesehatan, memberikan ASI eksklusif, membawa bayi ditimbang ke Posyandu secara rutin, mencuci tangan dengan sabun, melakukan aktivitas fisik 30 menit sehari, makan gizi seimbang, makan buah dan sayur, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak menggunakan narkoba, menggunakan jamban sehat, menggunakan air bersih, dan memberantas jentik.7,10 Manfaat PHBS bagi keluarga yaitu setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit; anak tumbuh sehat dan cerdas; anggota keluarga giat bekerja dan produktif; karena anggota keluarga sehat maka pengeluaran rumah tangga dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga, pendidikan, dan modal untuk menambah pendapatan keluarga. Bagi masyarakat dan lingkungan, PHBS juga bermanfaat menjadikan lingkungan hidup yang sehat bagi semua; bersama-sama masyarakat dapat mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan di lingkungannya (pengelolaan sampah, arisan pembuatan jamban, arisan pengadaan air bersih, dan lain-lain); masyarakat dapat bergotong royong merencanakan dan menyiapkankan dukungan yang dibutuhkan ibu hamil di lingkungannya.10 Oleh karena itu, masalah nutrisi pada 1000 HPK yang dapat dilihat dari tingginya prevalensi obesitas, stunting, wasting pada anak dan rendahnya proporsi konsumsi zat besi pada ibu hamil, rendahnya pemberian ASI eksklusif dapat dicegah dengan adanya programprogram intervensi gizi spesifik dan sensitif, dan dapat dimulai dari melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yang secara tidak langsung dapat memperbaiki masalah nutrisi ini. Program intervensi pada 1000 HPK di Indonesia ini diharapkan dapat mencapai indikator hasil yaitu menurunkan proporsi anak stunting, wasting, obesitas, bayi BBLR, ibu hamil dengan anemia dan meningkatkan proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif sehingga dapat mencapai target global yaitu SDGs.11 Daftar Pustaka 1. Sentika R. Gerakan Duta 1000 Hari Pertama Kehidupan Provinsi Jawa Tengah. Semarang; 2015 Aug 18. 12p 2. Trihono. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta; 2013 Dec 1. 306p 3. Pedoman Perencanaan Program. Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Indonesia; 2012 Sept 5. 43p 4. Kementrian Sosial Republik Indonesia. 1000 Hari Pertama Kehidupan Penentu Ribuan Hari Berikutnya. Indonesia : Bakti Husada; 2012. 5. Hoelman MB, Parhusip BTP, Eko S, Bahagijo S, Santono H. Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten dan Pemangku Kepentingan Daerah). Indonesia : Infid; 2015 6. Achadi EL. Periode Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan dan Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan dan Fungsinya. Kursus Penyengar Ilmu Gizi PERSAGI, Yogyakarta; lecture given 2014 Nov 25 7. Laksono HRA. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rngka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Indonesia; 2013 8. Luftimas DE. Optimalisasi Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Children Nutrition Talk, Bandung 9. Laksono HRS. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Indonesia; 2012 10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keluarga Sehat Idamanku Kota Sehat Kotaku. Indonesia : Bakti Husada; 2014 11. Kementerian Perencanaan Pembangunan nasional / BAPPENAS, UNICEF. 1000 Hari Pertama Kehidupan. 2013 May