BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan merupakan suatu gerakan percepatan perbaikan gizi yang diadopsi dari gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement. Gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement merupakan suatu gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Hadirnya gerakan ini merupakan respons dari negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan gizi di negara berkembang. Tujuan global dari SUN Movement adalah untuk menurunkan masalah gizi pada 1000 HPK yakni dari awal kehamilan sampai usia 2 tahun. Periode 1000 HPK ini telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan seseorang, oleh karena itu periode ini sering disebut sebagai “periode emas” (Kemenko Kesra RI, 2013). Pemenuhan asupan gizi pada 1000 HPK anak sangat penting. Jika pada rentang usia tersebut anak mendapatkan asupan gizi yang optimal maka penurunan status gizi anak bisa dicegah sejak awal. Adapun titik kritis yang harus diperhatikan selama periode 1000 HPK adalah sebagai berikut : 1. Periode dalam kandungan (280 hari) Wanita hamil merupakan kelompok yang rawan gizi. Oleh sebab itu penting untuk menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui kelak (Arisman, 2004). Telah diketahui bahwa kebutuhan zat gizi akan meningkat selama kehamilan, yaitu tambahan energi sekitar 300 kkal per hari, pertambahan energi terutama di trimester II. Penambahan konsumsi energi ini diperlukan untuk pertumbuhan jaringan ibu, seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester III, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman, 2004). Kebutuhan protein juga mengalami peningkatan selama kehamilan yaitu hingga 68%. Protein diperlukan untuk pembentukkan jaringan baru dan pertumbuhan organ-organ pada janin, perkembangan kandungan ibu, pertumbuhan plasenta, cairan amnion serta penambahan volume darah. Kekurangan asupan protein dapat berdampak buruk terhadap janin seperti cacat bawaan, BBLR dan keguguran (Purwitasari & Dwi, 2009). Kebutuhan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, dan kalsium juga meningkat. Untuk kebutuhan zat besi selama kehamilan mengalami peningkatan sebesar 200% sampai 300%. Hal ini diperlukan untuk pembentukan plasenta dan pembentukan sel darah merah. Untuk menjaga agar tidak kekurangan zat besi maka wanita hamil disarankan untuk menelan sebanyak 90 tablet besi selama kehamilan. WHO (2006) menegaskan bahwa semua wanita hamil di daerah prevalensi tinggi gizi buruk harus secara rutin menerima suplemen zat besi dan folat, untuk mencegah anemia. Angka kecukupan asam folat yang direkomendasikan untuk ibu hamil adalah 600 µg per hari. Asam folat merupakan vitamin B9 yang memegang peranan penting dalam perkembangan embrio, juga membantu mencegah cacat pada otak dan tulang belakang. Pada ibu hamil, asam folat memiliki peranan penting dalam pembentukan satu per tiga sel darah merah (Arisman, 2004). Ibu hamil yang berusia lebih dari 25 tahun membutuhkan kalsium kira-kira 1200 mg/hari dan cukup 800 mg/hari untuk yang berusia lebih muda. Kalsium di gunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi serta persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, maka kebutuhan kalsium akan diambil dari cadangan kalsium pada tulang ibu, ini akan mengakibatkan tulang keropos atau osteoporosis dan tidak jarang ibu hamil yang mengeluh giginya merapuh atau mudah patah. Kebutuhan yodium penting selama kehamilan. Yodium merupakan bahan dasar hormon tiroksin yang berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Ibu hamil dianjurkan untuk menambah asupan yodiumnya sebesar 50 µg/ hari dari kebutuhan sebelum hamil yang hanya 150 µg/ hari. 2. Periode 0 – 6 bulan (180 hari) Ada dua hal penting dalam periode ini yaitu melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Inisiasi menyusu dini adalah memberikan kesempatan kepada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya dalam satu jam pertama kelahirannya. Prosesnya bayi diletakkan di atas dada ibu segera setelah lahir untuk mencari puting susu ibu dan mulai menyusu untuk pertama kalinya. Dengan dilakukannya IMD maka kesempatan bayi untuk mendapat kolostrum semakin besar. Kolustrum merupakan ASI terbaik yang keluar pada hari ke 0-5 setelah bayi lahir yang mengandung antibodi (zat kekebalan) yang melindungi bayi dari zat yang dapat menimbulkan alergi atau infeksi (Handy, 2010). ASI eksklusif adalah pemberian ASI setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. Tindakan ini akan terus merangsang produksi ASI sehingga pengeluaran ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi dan bayi akan terhindar dari diare. WHO, 2006 menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. 3. Periode 6 – 24 bulan (540 hari) Mulai usia 6 bulan ke atas, anak mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena sejak usia ini, ASI saja tidak mencukupi kebutuhan anak. Pengetahuan dalam pemberian MP ASI menjadi sangat penting mengingat banyak terjadi kesalahan dalam praktek pemberiannya, seperti pemberian MP ASI yang terlalu dini pada bayi yang usianya kurang dari 6 bulan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pencernaan atau diare. Sebaliknya, penundaan pemberian MP ASI akan menghambat pertumbuhan bayi karena alergi dan zat-zat gizi yang dihasilkan dari ASI tidak mencukupi kebutuhan lagi sehingga akan menyebabkan kurang gizi (Pudjiadi, 2005). Walaupun sistem pencernaan bayi usia enam bulan ke atas sudah hampir sempurna, tetapi dalam pemberian MP ASI diberikan secara bertahap yaitu dari bentuk encer menjadi bentuk yang lebih kental (Arisman, 2004). Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai cara pemberian MP ASI secara tepat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1. Prinsip Pemberian MP ASI 6-8 Bulan 1 jenis bahan dasar (6 bulan) 2 jenis bahan dasar (7 bulan) 8-9 Bulan 2-3 jenis bahan dasar(sajikan secara terpisah atau dicampur) 9-12 Bulan 3-4 bulan jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur) Kasar (dicincang), makanan yang dipotong dan dapat digenggam. 12-24 Bulan Makanan keluarga (tanpa garam, gula, hindari penyedap, hindari santan dan gorengan padat Semi cair (dihaluskan), secara bertahap, kurangi campuran air sehingga menjadi semi padat Frekuensi Makanan utama 1-2 kali sehari, camilan 1 kali sehari Lunak (disaring) dan potongan makanan yang dapat di genggam dan mudah laarut Makanan utama 3 kali sehari, camilan 2 kali sehari Porsi 1-2 sendok teh, 2-3 sendok 3-4 sendok secara bertahap makan makan ditambahkan (makanan semi (makanan padat), semi padat), potongan potongan makanan makanan seukuran sekali seukuran gigit sekali gigit ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sumber : Safitri, 2006 Makanan utama 3 kali sehari, camilan 2 kali sehari Jenis Tekstur Makanan utama 2-3 kali sehari, camilan satu kali sehari 5 sendok makan atau lebih Sesuka bayi 2.2. Kegiatan 1000 HPK Pedoman Perencanaan Program Gizi pada 1000 HPK menjelaskan bahwa gizi 1000 HPK terdiri dari 2 jenis kegiatan, yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Kedua intervensi ini sangat baik bila mampu berjalan beriringan karena akan berdampak sustainable dan jangka panjang. 2.2.1. Kegiatan Intervensi Spesifik Tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, seperti pada kelompok khusus ibu hamil dilakukan kegiatan suplementasi besi folat, pemberian makanan pada ibu KEK, penanggulangan kecacingan pada ibu hamil, pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang postif malaria. Kelompok 0-6 bulan dilakukan kegiatan promosi menyusui dan ASI eksklusif (konseling individu dan kelompok) dan untuk kelompok 7-23 bulan, promosi menyusui tetap diberikan, KIE perubahan perilaku untuk perbaikan MP-ASI, suplementasi zink, zink untuk manajemen diare, pemberian obat cacing, fortifikasi besi, pemberian kelambu berinsektisda dan malaria. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya juga dapat dicatat dalam waktu yang relatif pendek. 2.2.2. Kegiatan Intervensi Sensitif Intervensi gizi sensitif merupakan berbagai kegiatan yang berada di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila dilaksanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan kelompok 1000 HPK akan semakin baik. Intervensi gizi sensitif meliputi, penyediaan air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan gizi, keluarga berencana, jaminan kesehatan masyarakat, jaminan persalinan dasar, fortifikasi pangan, pendidikan gizi masyarakat, intervensi untuk remaja perempuan dan pengentasan kemiskinan (Kemenko Kesra RI, 2012). Dokumen SUN Inggris menyebutkan bahwa intervensi gizi spesifik yang umumnya dilaksanakan oleh sektor kesehatan hanya 30% efektif mengatasi masalah gizi 1000 HPK. Hal ini karena kompleksnya masalah gizi khususnya masalah beban ganda, yaitu kombinasi antara anak kurus, pendek gemuk dan penyakit tidak menular (PTM), yang terjadi pada waktu yang relatif sama di masyarakat miskin, penuntasan 70% memerlukan keterlibatan banyak sektor pembangunan diluar sektor kesehatan (Kemenko Kesra RI, 2013). 2.3. Gizi Ibu Hamil Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil mutlak diperlukan untuk menentukan tumbuh kembang anak sejak masa dalam kandungan. Berbagai perubahan fisiologi, anatomi maupun metabolisme terjadi selama masa kehamilan yang disebabkan perubahan hormonal. Salah satu perubahannya adalah kemampuan ginjal yang menurun dalam menyerap kembali zat gizi dibanding sebelum masa kehamilan, selain itu perubahan pada plasenta yang berfungsi menyuplai zat gizi kepada janin. Sejak awal masa kehamilan, terjadi penyesuaian untuk mempersiapkan pertumbuhan janin, persalinan, dan menyusui. Selama proses menyusui, bayi mendapat konsumsi zat gizi dari ibu, namun jika selama kehamilan konsumsi zat gizi tidak mencukupi maka cadangan zat gizi ibu yang akan digunakan. Cara paling mudah untuk memantau status gizi ibu hamil dengan melakukan penimbangan berat badan secara berkala. Kenaikan berat badan pada hakekatnya merefleksikan asupan gizi ibu. Pemeriksaan antenatal sebaiknya dilakukan agar status gizi ibu dapat diatur. Pelayanan antenatal untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap wanita hamil mau memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui, dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan antenatal care (Winkjosastro, 2006). Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin, 2003). Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan berlangsung, yakni pada trimester pertama, kedua dan ketiga. Namun, idealnya pemeriksaan dilakukan sebulan sekali pada bulan 1-6, dua kali pada bulan 7-8, dan seminggu sekali pada bulan ke-9 hingga bersalin (Indiarti, 2009). Kebutuhan nutrisi lainnya bagi ibu hamil adalah tambahan vitamin dan mineral yang berfungsi agar proses tumbuh kembang janin berlangsung optimal. Kekurangan vitamin dan mineral pada ibu hamil dapat mengakibatkan anemia dan hipertensi sedangkan pada janin dapat mengakibatkan bayi lahir mati, prematur, dan kekebalan tubuh bayi rendah. Hal yang perlu diperhatikan pada saat ibu hamil yaitu tercukupinya kebutuhan zat besi sehingga terhindar dari anemia. Menurut WHO ,2006 kematian ibu di negara berkembang 40% disebabkan oleh anemia selama kehamilan. Bagi bayi agar terhindar dari resiko kelainan bawaan otak, tulang kepala, dan sumsum tulang belakang dengan memberikan asam folat. Pemberian suplemen asam folat sebaiknya diberikan 0,4 mg/hari selama tiga bulan sebelum konsepsi (pembuahan) dan trimester pertama kehamilan. Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari berat badan ibu hamil yang memadai yaitu bertambah sesuai umur kehamilan. Hal ini dikarenakan berat badan yang bertambah normal akan menghasilkan bayi yang normal juga. Kekurangan asupan gizi pada trimester I dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, kelahiran prematur, kematian janin, keguguran dan kelainan pada sistem saraf pusat. Sedangkan pada trimester II dan III dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan janin terganggu, berat bayi lahir rendah. Selain itu, juga akan berakibat terjadi gangguan kekuatan rahim saat persalinan, dan perdarahan post partum (WHO, 2006). Tujuan penatalaksanaan gizi pada wanita hamil adalah untuk mencapai status gizi ibu yang optimal sehingga ibu menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik. Pada awal kehamilan (trimester I) mual dan muntah sering dialami wanita atau disebut morning sickness. Mual dan muntah pada awal kehamilan berhubungan dengan perubahan kadar hormonal pada tubuh wanita hamil. Pada saat hamil terjadi kenaikan kadar hormone chorionic gonadotropin (HCG) yang berasal dari plasenta. HCG meningkat produksinya pada tiga bulan pertama kehamilan dan turun kembali setelah bulan keempat, sehingga pada kehamilan memasuki bulan keempat rasa mual sudah mulai berkurang. Mual dan muntah yang berlebihan pada kehamilan trimester I disebut hiperemesis gravidarum. Tanda-tanda hiperemesis gravidarum adalah berat badan turun 2,5-5 kg atau lebih, tidak dapat menelan makanan atau minuman selama 24 jam, air kencing berwarna gelap atau pekat, muntah sering (setiap jam atau lebih), dan mual hebat sehingga selalu muntah saat makan. Bahaya hiperemesis gravidarum adalah terjadi dehidrasi dan kekurangan asupan nutrisi, perlu perawatan di RS untuk mendapat nutrisi dari infus selama beberapa hari sampai gejala mereda. Ibu hamil yang mengalami mual muntah, makan sedikit tapi sering dapat membantu pemenuhan gizi ibu hamil. Jumlah asupan energi merupakan faktor gizi yang paling penting pada ibu hamil jika dikaitkan dengan berat badan bayi rendah. Banyaknya energi yang harus disiapkan hingga berakhirnya kehamilan adalah 80.000 kalori (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004) atau kira-kira 300 kalori tiap hari di atas kebutuhan wanita tidak hamil. Nilai ini dihitung berdasarkan kesetaraan dengan protein dan lemak yang tertimbun untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu. Kebutuhan energi trimester 2 dan 3 meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan rongga rahim dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Asupan lemak untuk ibu hamil sesuai dengan anjuran pedoman gizi seimbang yaitu 20-30 % dari jumlah kalori total. Sumber lemak ada 2 yaitu hewani dan nabati. Sumber lemak hewani terdapat di dalam daging hewan seperti ayam, bebek, sapi dan ikan, sedangkan lemak nabati terdapat di dalam tumbuhan seperti kacang tanah, biji bunga matahari, minyak kelapa, minyak sayur, minyak kedelai, dan sebagainya. Ibu hamil sekiranya cukup mengkonsumsi lemak hewani dan nabati dalam jumlah yang cukup. Lemak omega 3 yang terdapat di dalam ikan gindara, ikan gembung dapat membantu perkembangan otak janin (Almatsier, 2009). Kebutuhan zat besi pada wanita hamil meningkat 200-300%, untuk membentuk plasenta dan sel-sel darah merah janin. Anjuran kalsium bagi wanita hamil berusia di atas 25 tahun adalah 1200 mg/hari, sumber kalsium adalah susu, putih telur, dan keju. Selain kalsium, vitamin D, vitamin C, vitamin B komplek juga diperlukan untuk wanita hamil (Arisman, 2004). 2.4. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Menurut Bloom 1908 dalam Maulana 2009, perilaku manusia dibagi kedalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu : pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge), sikap atau tanggapan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude), dan praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). 2.4.1. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizinya. Demikian juga pada ibu hamil yang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan gizi, ia dapat menetukan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsinya. Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menerima informasi dan penanganan masalah gizi dan kesehatan, sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia bahan makanan serta pelayanan kesehatan yang memadai, yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara berstruktur dengan kuesioner. Pertanyaan disesuaikan dengan karakteristik responden. Penilaian praktis dapat dilakukan jauh lebih mudah apabila penilaian itu dirancang dari semula sebagai bagian dari strategi pengembangan program dan bukan ditentukan kemudian hari (Madanijah, 2004). 2.4.2. Sikap Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2005). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek, dan kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek serta kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Untuk mengetahui sikap seseorang dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Sedangkan pengukuran tidak langsung dengan pemberian angket (Notoatmodjo, 2005). 2.5. Penyuluhan Gizi Penyuluhan gizi dapat disampaikan secara perorangan, sasaran kelompok dan masyarakat luas dengan cara ceramah, diskusi, demonstrasi dan lain-lain (Depkes, RI,2007). Penyuluhan gizi dilakukan dalam lingkup makro dan mikro. Makro yaitu masyarakat luas, sedangkan mikro adalah keluarga atau kelompok anggota masyarakat. Pendekatan juga dapat dibagi atas pendekatan individu dan pendekatan kelompok (Santoso & Ranti, 2004). Teknik penyuluhan gizi adalah cara mempertemukan sasaran dengan materi. Penentuan teknik tergantung pada tujuan, metode, materi, karakteristik sasaran, media dan situasi. Beragam teknik penyuluhan gizi meliputi ceramah, seminar, diskusi, lokakarya, simulasi, pameran, demonstrans, perlombaan, kunjungan lapangan dan tutorial (Depkes RI, 2002). Pesan gizi yang disampaikan dalam penyuluhan gizi harus tepat. Seseorang tidak perlu mencakup semua informasi yang diketahui tentang sesuatu hal, tetapi apa yang disajikan harus didasarkan pada pengetahuan terbaik yang dimiliki (Depkes RI,2009). Penyuluhan gizi adalah kegiatan pendidikan gizi, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan gizi (Azrul & Azwar, 1983). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saragih, F (2011), mengenai pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu tentang makanan sehat dan gizi seimbang di desa Merek Raya kabupaten Simalungun menyimpulkan bahwa pemberian penyuluhan makanan sehat dan gizi seimbang pada ibu mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu. Selain itu, menurut Jayanti (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penyuluhan dan media leaflet berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk. Perubahan perilaku adalah tujuan penyuluhan gizi yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi dalam penyuluhan gizi adalah metode, materi, media, dan petugas yang melakukannya. Agar tercapai suatu hasil yang optimal, faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara optimal dan harmonis (Depkes RI, 2002). Penyuluhan gizi merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan status gizi masyarakat untuk jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik cenderung memilih makanan yang lebih baik mutu maupun jumlahnya (Depkes, 2002). 2.6. Metode Ceramah Banyak cara dalam menyampaikan informasi melalui penyuluhan kesehatan salah satunya adalah dengan ceramah. Menurut Maulana (2009), ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh sorang pembicara di depan sekelompok pengunjung atau pendengar. Metode ini dipergunakan jika berada dalam kondisi seperti waktu penyampaian informasi terbatas, orang yang mendengarkan sudah termotivasi, pembicara menggunakan gambar dalam kata-kata, kelompok terlalu besar untuk memakai metode lain, ingin menambahkan atau menekankan apa apa yang sudah dipelajar dan mengulangi, memperkenalkan atau mengantarkan apa yang sudah dicapai. Menurut Mubarak, dkk (2007), metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah yang ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah hanya cocok untuk menyampaikan informasi, bila bahan ceramah langka, kalau organisasi sajian harus disesuaikan dengan sifat penerima, bila perlu membangkitkan minat, bahan cukup diingat sebentar dan untuk memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain. Menurut Depkes (2002) ceramah adalah salah satu cara untuk menyampaikan pelajaran dalam bentuk penjabaran/penjelasan oleh instruktur terhadap peserta. Menurut Depkes (2007), ceramah dapat dilakukan kepada kelompok dengan ukuran kecil dan besar. Ceramah sangat efektif untuk memperkenalkan subjek baru, atau mempersentasikan kesimpulan ataupun kajian kepada para peserta. Ceramah yang efektif dilakukan tahap demi tahap dan didukung oleh alat bantu. Ceramah yang baik adalah ceramah yang dipersiapkan sebelumnya dengan memasukkan keterlibatan aktif para peserta. 2.7. Media Promosi Kesehatan Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika, dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoadmodjo, 2005). Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran cendrung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran (Angkowo dkk, 2007) Gearlach dan Ely (1971) dalam Sutikno (2009) mengatakan bahwa media secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Menurut Atwi (1977) dalam Sutikno (2009), mendefinisikan media sebagai alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam aktivitas pembelajaran media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan siswa. Menurut Rohani (1997) dalam Herliana (2007), media ádalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara /sarana/ alat untuk proses komunikasi (proses relajar mengajar). Menurut Hamalik (2001) dalam Sapta (2007), merumuskan media dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit media pembelajaran hanya meliputi media yang hanya dapat digunakan secara efektif dalam proses pembelajaran yang terencana. Sedangkan dalam arti luas media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga mencakup alat-alat sederhana, seperti slide, fotografi, diagram, bagan buatan guru, objek-objek nyata serta kunjungan ke luar sekolah. Berdasarkan hasil beberapa penelitian tentang media seperti penelitian yang dilakukan oleh Pujiati (1979), tentang pengaruh media visual gambar terhadap peningkatan status gizi anak balita menyimpulkan bahwa media visual gambar dapat meningkatkan pengetahuan gizi para ibu balita yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Sapta (2007) , menyimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran komputer pada siswa yang berpersepsi positif maupun negative pada pelajaran matematika memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Supriani (2007), menyimpulkan bahwa terdapat interaksi antara media pembelajaran dan intelegensi dalam mempengaruhi kemampuan membaca. Penelitian Rahmi (2007), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penggunaan media pembelajaran dengan hasil belajar. Penelitian Junita (2009), disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dan kecerdasan visual spasial mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar keterampilan dan pengelolaan informasi. Disamping berperan dalam meningkatkan semangat belajar dan membangkitkan minat belajar, media pembelajaran juga memberi pengalaman belajar (Rahmi, 2007). Media akan membantu dalam melakukan penyuluhan, agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dan masyarakat sasaran dapat menerima pesan orang tersebut dengan jelas dan tepat. Dengan media orang dapat lebih mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit, sehingga mereka dapat menghargai betapa bernilainya kesehatan itu bagi kehidupan (Notoatmodjo,2007). 2.7.1 Media Poster Menurut Notoatmodjo (2007), berdasarkan pembuatan dan penggunaan media, poster merupakan alat peraga yang sederhana, mudah dibuat sendiri dan dapat dipergunakan di berbagai tempat. Menurut Mubarak dkk (2007), poster merupakan media sumber belajar, tujuan pembelajaran dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dibanding tanpa bantuan media. Media poster lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan. Menurut Sadiman (2003) dalam Junita (2009) media poster merupakan media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar di Indonesia. Menurut Smaldiono (2005) dalam Herliana (2007) mengemukakan bahwa media poster merupakan media yang dapat disajikan dalam berbagai format. Taufik (2007) menjelaskan bahwa media poster merupakan alat peraga yang sering digunakan dalam kegiatan promosi kesehatan masyarakat. Poster adalah pesan singkat dalam bentuk gambar, dengan tujuan untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar tertarik pada suatu objek materi yang diinformasikan. Menurut Depkes (2002), poster adalah medium berisikan pesan yang ditujukan bagi khalayak untuk dipelajari dan didiskusikan bersama-sama. Jika digunakan sebagai media penggerak diskusi, isi pesan yang disampaikan bersifat terbuka, sehingga memungkinkan tafsiran yang tidak persis sama. Menurut Sadiman (2003) dalam Junita (2009), poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu tapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Secara umum poster yang baik hendaklah sederhana, dapat menyajikan suatu ide untuk mencapai suatu tujuan pokok, berwarna dan tulisannya jelas. Menurut Depkes (2002), poster memiliki 4 kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah lebih merangsang minat untuk diperhatikan, relatif tidak membutuhkan terlalu banyak waktu untuk mengembangkan dan menggandakannya, memungkinkan perbedaan gagasan (karena sifatnya yang terbuka/semi terbuka) dan tidak memerlukan tempat khusus untuk disimpan dan dibawa. Kelemahan poster yaitu dalam biaya pembuatan dan penggandaan persatuan media relatif mahal jika jumlah total produksinya sedikit (skala ekonomi), memerlukan keterampilan baca tulis, perlu sedikit keahlian membaca gambar untuk menafsirkan dan kurang cocok untuk menyampaikan banyak pesan atau pesan detail. Menurut Notoadmodjo (2007), kelebihan poster dari media lain adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat mengukit rasa keindahan, mempermudah pemahaman dan meningkatkan gairah belajar. Kelemahannya adalah media poster tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak dan mudah terlipat. Ukuran poster yang di pakai adalah A3 dengan ukuran 29,7 Cm x 42 Cm portrait. Pemaparan poster dilakukan setelah penyuluhan gizi sampai 14 hari sebelum post-test dilakukan. Menurut Watson (1984) dalam Azwar (2005) pengulangan pesan yang terlalu sering akan membuat individu mengalami kebosanan dan akan menolak pesan yang disampaikan, banyaknya pengulangan pesan yang optimal adalah 3 kali. Sesudah 14 hari diberikan perlakuan, responden juga mendapatkan test untuk melihat perubahan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap gizi 1000 HPK. Hal ini sesuai dengan konsep sleeper effect yang dikemukakan oleh Brigham dalam Azwar (2005) bahwa orang masih ingat isi pesan yang disampaikan dalam waktu 10-14 hari setelah pesan itu disampaikan. 2.8. Pengaruh Penyuluhan terhadap Proses Perubahan Perilaku Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan dan continue. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak hanya semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan (Luice, 2005). Penyuluhan menduduki peranan yang sangat penting, yang tidak dilakukan hanya secara verbalistis, melainkan dengan cara praktis. Masing-masing pesan penyuluhan diarahkan kepada pembentukan perilaku yang mudah diamati dan diukur. Penyuluhan sebagai pendekatan edukatif dijalankan secara tatap muka, baik perorangan maupun kelompok. Hal ini akan lebih berhasil apabila ditunjang dengan penyuluhan lewat media massa (Suhardjo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Emilia (2009) tentang pengaruh penyuluhan ASI eksklusif terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil disimpulkan bahwa penyuluhan sebagai upaya promosi kesehatan yang dapat memberikan pengaruh dalam peningkatan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah (2012), mengatakan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu hamil sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan mengenai ASI eksklusif dan IMD, penyuluhan sebagai sarana pendidikan dan promosi kesehatan dapat memengaruhi peningkatan pengetahuan ibu hamil. Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2003). Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai malalui pembangunan kesehatan. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh maupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambunngan (Luice, 2005). 2.9. Landasan Teori Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Menurut Bloom (1908) dalam Maulana (2009), membagi perilaku manusia dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (tindakan atau keterampilan). Berdasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Kualitas dari sumber komunikasi seperti gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Teori ini mengacu bahwa perubahan perilaku dihasilkan karena adanya ransangan yang terus menerus pada individu. Peranan stimulus sampai menghasilkan perubahan perilaku tidak secara singkat dan mudah. Proses pembelajaran akan berjalan kalau stimulus yang diberikan secara terus menerus. Stimulus yang minimal dan tidak memberikan keyakinan akan manfaat yang bisa diterima tidak akan menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan. Tetapi stimulus yang kuat dan meyakinkan akan dengan mudah membuat perubahan perilaku. Menurut Mubarak (2007) perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respons terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya suatu nilai yang di yakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri atas komponen pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain perbuatan seseorang pengetahuannya atau terhadap respon seseorang rangsangan didasari tersebut, oleh seberapa jauh bagaimana perasaan dan penerimannya, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan. Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010) keefektifan suatu komunikasi dapat dilihat melalui proses : Stimulus Organisme Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori ”S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Stimulus Organisme Respon Tertutup Pengetahuan Sikap Respon terbuka Praktik Tindakan Gambar 2.1. Teori S-O-R Menurut teori perubahan perilaku S-O-R ini, efek merupakan reaksi tertentu terhadap stimulus (rangsangan) tertentu, sehingga orang dapat melakukan proses belajar dalam mencerna serta mengingat pesan yang telah diterimanya. Kondisi ini tentunya tanpa disadari sebagai upaya mengubah sikap. Stimulus yang dimaksud adalah pesan yang di sampaikan dalam penyuluhan gizi dengan metode ceramah dengan media poster. Organisme yang dimaksud adalah ibu hamil yang berdomisili menetap di desa Saitnihuta wilayah kerja Puskesmas Saitnihuta. Respons yang diteliti dalam penelitian ini yaitu respon tertutup (pengetahuan dan sikap) adalah respon atau reaksi dari ibu hamil dalam menerima stimulus yang diberikan. 2.10. Kerangka Konsep Kerangka komsep ini ingin mengetahui dan mengukur bagaimana pengaruh penyuluhan gerakan 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil. Untuk mengukur pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang gizi 1000 HPK dilakukan pre test. Kemudian sebagai intervensi dilakukan penyuluhan berupa ceramah dan pembagian poster gizi 1000 HPK dan untuk melihat sejauh mana pengaruh penyuluhan gizi terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang gizi 1000 HPK dilakukan post test. Penyuluhan gizi 1000 HPK : ceramah menggunakan poster. Pengetahuan ibu hamil tentang gizi 1000 HPK Sikap ibu hamil tentang gizi 1000 HPK Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian