Modul Etik UMB [TM5] - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
ETIK UMB
Motivasi Berprestasi
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komputer
Sistem Informasi
Tatap Muka
05
Abstrak
Motivasi
Kode MK
Disusun Oleh
A31181EL
Yani Pratomo, S.S, M.Si.
Kompetensi
memiliki
kaitan
erat Pada pertemuan kali ini, peserta
dengan prestasi. Kebutuhan untuk kuliah
akan
diajak
berdiskusi
Berprestasi (Need for Achievemnt) tentang Motivasi untuk Berprestasi.
diyakini oleh ahli psikologi dapat Motivasi merupakan gizi batin untuk
diraih dengan motivasi yang tinggi. mencapai prestasi. Motivasi dapat
Motivasi
yang
tinggi
dapat tumbuh bila individu memiliki visi
terbentuk dengan baik bila individu
dan misi hidup yang kuat yang
memiliki visi dan misi hidup yang
membentuk tujuan hidup.
kuat. Bila visi dan misi hidup yang
yang dimaksud dengan motivasi?
kuat telah ada, namun motivasi Teori
apa
yang
Apa
melandasi
belum juga muncul secara optimal, tumbuhnya motivasi? Bila motivasi
maka
mungkin
membutuhkan
saja
seseorang
kita tak juga muncul, adakah teknik
untuk untuk
menyalakan “sumbu motivasi” kita.
menyalakan
motivasi” yang padam?
“sumbu
Motivasi sebagai Gizi Batin
Kata “motivasi” cukup akrab di telinga kita. Banyak pula yang mengatakan bahwa
motivasi adalah “teman hidup” yang tidak tampak kasat mata, akan tetapi ia ada. Motivasi
membuat hidup kita memiliki tujuan dan menghadirkan semangat yang “menemani”
langkah-langkah kita.
Seiring kata “motivasi”, terlintas pula di pikiran kita sejumlah nama terkenal yang
sering disebut sebagai motivator. Di Indonesia kita mengenal nama-nama populer, seperti
Mario Teguh yang sangat terkenal dengan jargon “ssuupeer...”, juga Andri Wongso yang
banyak memberi motivasi bagi para calon pengusaha, Tung Desem Waringin yang sempat
cukup populer di kalangan mahasiswa dan pelajar, Bong Candra yang pernah dikenal
sebagai motivator termuda, hingga Merry Riana yang banyak menulis kisah-kisah
perjuangan hidupnya yang sangat inspiratif. Di tingkat internasional, banyak juga namanama populer seperti Stephen R. Covey yang sangat terkenal dengan buku The Seven
Habits of Highly Effective People, lalu Robert Kiyosaki yang sering dianggap sebagai guru
bagi kebanyakan motivator di Indonesia, Dale Carnagie yang buku-bukunya banyak dbaca
para pejabat di Indonesia, hingga Nick Vujicic asal Australia yang menjadi penceramah
motivasi monumental dengan kekurangan fisiknya.
Apakah kita perlu mendengarkan
ceramah-ceramah mereka dulu untuk memahami makna motivasi?
Boleh saja bila
memungkinkan, akan tetapi kita perlu tahu juga bahwa biaya untuk mendengarkan
langsung ceramah-ceramah mereka tidak murah. Juga perlu kita ketahui bahwa Dale
Carnegie dan Stephen R. Covey sudah tiada.
Bila suatu saat kita sempat mendengarkan ceramah-ceramah motivasi dari tokohtokoh di atas atau yang setingkat mereka, seringkali kita merasa penuh semangat. Kita
akan merasakan seperti mendapatkan gizi tambahan pada batin kita.
motivasi terkadang meningkat, terkadang juga menurun.
Akan tetapi,
Mendengarkan ceramah-
ceramah mereka adalah salah satu cara saja untuk “memompa” kembali motivasi kita.
Yang terpenting adalah bagaimana kita menyadari visi, misi, dan tujuan hidup kita sebagai
komponen utama pembentuk motivasi diri kita.
Visi dan Misi sebagai Pendorong Motivasi
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa “visi” adalah
kemampuan kita dalam melihat inti persoalan; serta pandangan atau wawasan ke depan.
Ismail (2010: 2) menyebut visi sebagai tujuan jangka panjang, melintasi batas waktu dan
‘16
2
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ruang. Setiap usaha yang dilakukan manusia harus didasarkan pada visi hidup yang jelas,
agar usaha dan pekerjaan tidak sia-sia. Tanpa visi hidup yang jelas, maka hidup tidak
akan ada artinya. Sebaliknya, dengan visi hidup yang jelas, maka seseorang akan bisa
“hidup” lebih panjang dari usia hidup yang sebenarnya.
Bila kita analogikan dengan pendakian gunung, maka visi hidup ibarat tambatan
tali di puncak gunung. Pendaki akan mudah sampai di puncak bila ia memiliki tali sebagai
“visi” hidupnya untuk naik ke atas selangkah demi selangkah. Dengan demikian, langkah
pendaki menjadi jelas. Ia cukup berpegang erat pada tali untuk membantu pendakiannya,
serta menginjakkan kaki pada sisi gunung yang bisa untuk diinjak. Bila dia mengalami
kesulitan saat menginjak sisi tadi, maka bisa mencoba sisi lain dengan tetap
bergelantungan pada tali tadi, hingga terus menemukan jalan lain untuk sampai ke
puncak. Itulah gunanya tali sebagai sebuah analogi dari “visi” hidup kita. Visi adalah “tali”
yang akan mengarahkan langkah, perilaku, pikiran, dan keyakinan individu, sehingga
individu bisa mencapai puncak kesuksesannya dalam hidup di dunia dan akhirat kelak.
Visi dan Misi hidup setiap orang dapat berbeda-beda, sehingga langkah yang
ditempuh, perilaku, pikiran, dan keyakinan dapat berbeda-beda. Dalam bidang kehidupan,
keberagaman visi menimbulkan keberagaman profesi, pemikiran, dan sikap antara satu
orang dengan orang lain. Sebuah visi yang hebat dari seseorang sangat mungkin untuk
mengantarkan seseorang menjadi individu yang sangat hebat dan dikenang sepanjang
masa, bahkan ketika seseorang telah meninggal dunia.
Lihatlah para Nabi, para
pahlawan, para tokoh-tokoh hebat. Mereka memiliki visi hidup yang luar biasa hebat,
hingga mereka tetap hidup, meski secara fisik mereka telah tiada.
Visi tersebut
diperjuangkan dengan luar biasa, penuh semangat dan motivasi, karena mereka yakin
akan kebenaran visi tersebut.
Meski usia hidup manusia di dunia sangatlah pendek,
namun orang-orang hebat telah sukses memanfaatkan usia yang pendek untuk
menggapai visi dan misi mereka dengan penuh komitmen dan tanggung jawab.
Mempunyai visi hidup adalah hal yang paling penting dari apa pun, bahkan lebih
penting dari makanan sekalipun.
Jika tidak makan, seseorang mungkin masih bisa
bertahan hidup dalam tiga atau empat hari ke depan.
Akan tetapi orang yang tidak
memiliki visi hidup, bisa jadi beberapa menit ke depan ia akan mati bunuh diri dalam
keputusasaan. Menentukan visi bisa jadi tidak terlalu sulit, akan tetapi menjalankan visi
secara teguh dan konsisten memerlukan energi ekstra dan kemampuan pikiran yang luar
biasa. Akan tetapi, visi yang mantap itu sendiri sudah merupakan gizi batin yang luar
biasa, yang akan memotivasi hidup seseorang.
‘16
3
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Umat beragama memiliki visi jauh ke depan yang sangat mulia. Visi utamanya
adalah hidup mulia di sisi Tuhannya serta memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
lingkungan di mana ia tinggal. Seseorang bisa juga memiliki visi meraih kebahagiaan
hidup selama di dunia, hingga kebahagiaan bersambung ke kehidupan setelah kehidupan.
Umat beragama yang meyakini hidup setelah mati, tentu memiliki visi yang lebih panjang
dan jauh ke depan. Buat umat beragama, visi hidup adalah beramal semaksimal mungkin
selama hidup di dunia dan memberi manfaat tanpa batas. Setelah ia mati, amal yang ia
lakukan ketika hidup tetap berjalan, sehingga ketika ia mati orang-orang yang masih hidup
tetap mengenang dirinya, karena manfaat yang didapatkan orang banyak dari apa yang
diperbuat oleh orang tadi. Para pahlawan misalnya, nyawa yang ia korbankan bermanfaat
bagi orang-orang yang hidup setelahnya, yaitu kebebasan dan kemerdekaan yang
dirasakan oleh orang-orang yang hidup setelahnya. Oleh sebab itu, orang-orang yang
hidup setelahnya akan selalu mengenang jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan.
Agar visi lebih berwujud dan jelas penerapannya, maka kita perlu menentukan
“Misi” dalam kehidupan kita. Misi wujudnya lebih jelas dan mudah didefinisikan. KBBI
menyebut makna misi sebagai tugas yang dirasakan seseorang sebagai suatu kewajiban
untuk melakukannya, demi agama, ideologi, patriotisme, dan sebagainya.
Misi ini
menunjang visi, tapi sebaliknya misi akan dicapai dengan semangat yang dipompakan dari
visi. Nabi Musa misalkan, memiliki visi sebagai Nabi Allah yang menyampaikan pesan
kebenaran dari Allah, perintah untuk menyembah Allah semata dan menjadikan Allah
sebagai tujuan untuk kembali. Kebahagiaan akan dicapai dengan mentaati perintah Allah
dan menjauhi larangan-larangannya. Itulah visi kenabian Musa alaihissalaam.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (al-Quran
surah al-Hasyr ayat 18).
Itulah visi hidup yang dibebankan kepada orang-orang yang beriman. Lalu apa
misi Nabi Musa? Nabi Musa diberi misi hidup untuk membebaskan bangsa Mesir dan
Kaum Israil dari kedzaliman Raja Ramses II (Fir’aun).
teramat berat.
Bagi manusia biasa, tugas ini
Fir’aun memiliki kekuasaan yang teramat besar di Mesir ketika itu,
didukung oleh bala tentara yang besar dan kelompok penyihir-penyihir terbaik.
Akan
tetapi, visi Nabi Musa yang meyakini bahwa kekuatan apapun akan bisa dikalahkan oleh
kekuasaan Tuhan Pencipta Semesta Alam, maka Nabi Musa tidak ragu untuk maju
menentang kedzaliman dan kesombongan Fir’aun yang merasa dirinya adalah Tuhan.
Misi yang terkesan mustahil ini akhirnya terlaksana melalui visi yang amat luar biasa yang
‘16
4
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diyakini oleh Nabi Musa. Fir’aun akhirnya dapat dikalahkan oleh sebuah mu’jizat yang luar
biasa dan Kaum Israil diselamatkan. Hingga kini, apa yang telah dilakukan oleh Nabi
Musa diabadikan dalam kitab suci dan cerita tentang beliau disampaikan turun-temurun
hingga ribuan tahun setelahnya.
Bahkan jasad Fir’aun yang ditenggelamkan di Laut
Merah hingga kini diabadikan di Mesir sebagai bukti bahwa seseorang yang menentang
Tuhan (kafir) dan teramat sombong telah dikalahkan oleh seseorang yang memiliki visi
besar dan ditolong oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pengertian Motivasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan makna “motivasi” sebagai
dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Motivasi juga merupakan usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu, karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendaki atau untuk mendapatkan kepuasan. Motivasi dapat
berupa:
1. Motivasi bawah sadar, yaitu dorongan untuk bertindak yang pada hakikatnya
terselubung bagi yang bersangkutan, akan tetapi dapat ditelusuri melalui perilakunya.
2. Motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan yang datangnya dari luar diri seseorang.
3. Motivasi intrinsik, yaitu dorongan atau keinginan yang tidak perlu disertai perangsang
dari luar.
Seseorang dapat memberikan motivasi pada orang lain atau kelompok lain. Inilah
yang disebut memotivasi atau memberikan motivasi, memberikan suasana yang “subur”
untuk lahirnya motif.
Sedangkan pihak yang diberi motivasi disebut termotivasi, yaitu
pihak yang terdorong untuk melakukan sesuatu.
Motivasi berasal dari kata motivation, yang bermakna dorongan daya batin. Kata
kerja dari motivation adalah to motivate, yaitu mendorong untuk berperilaku atau
berusaha.
Dalam ilmu manajemen, motivasi lebih menitikberatkan pada bagaimana
caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara
produktif untuk berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan individu
untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006 dalam Almustofa, 2014: 11).
berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha.
‘16
5
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Intensitas
Arah merupakan tujuan.
Sedangkan ketekunan merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa
mempertahankan usahanya.
Motivasi menjadi sesuatu yang penting, karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya manusia mau
bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting;
sebagai contohnya adalah manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya, agar
bawahan mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya dan agar terintegrasi kepada tujuan
yang diinginkan perusahaan. Perusahaan tidak hanya mengharapkan karyawan mampu,
cakap, dan terampil; tetapi yang terpenting mereka memiliki keinginan untuk bekerja
dengan giat dan mencapai hasil kerja yang baik.
Motivasi menurut Buhler (2004 dalam Almustofa, 2014: 12) pada dasarnya adalah
proses yang menentukan seberapa banyak usaha akan dicurahkan untuk melaksanakan
pekerjaan. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya
sesuatu tujuan.
Menurut Hasibuan (2003 dalam Almustofa, 2014: 12), motivasi merupakan
dorongan bagi individu atau sikap mental individu yang mengarah atau mendorong
perilaku pada pencapaian kebutuhan dan kepuasan. Berdasarkan definisi di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan pekerjaan tertentu guna mencapai tujuan.
Teori Motivasi Kontemporer
Teori yang akan disinggung berikut ini sebenarnya sudah disampaikan juga secara
sekilas dalam modul sebelum ini. Teori yang dimaksud di sini adalah Teori Kebutuhan
McClelland yang dikembangkan oleh David McClelland.
Teori Kebutuhan McClelland ini dikenal juga dengan sebutan McClelland's
Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi McClelland. Di dalam
teori ini diterangkan bahwa setiap orang mempunyai cadangan energi potensial.
Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan
motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan
oleh individu, karena adanya dorongan:
1. kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat
2. harapan keberhasilannya, dan
3. niilai insentif yang terlekat pada tujuan.
‘16
6
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Di dalam Teori Motivasi Berprestasi McClelland, motivasi seseorang terbagi ke
dalam tiga kelompok besar, yaitu
1. Kebutuhan akan Prestasi atau Pencapaian (need for Achievement = nAch), yaitu
semangat bekerja seseorang yang didasari pada keinginan untuk meraih prestasi atau
pencapaian setinggi-tingginya.
Nedd for Achievement akan mendorong seseorang
untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi
yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Individu akan sangat
antusias untuk berprestasi setinggi-tingginya, karena individu menyadari bahwa hanya
dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi, maka hasil yang besar akan
didapatkannya.
Hasil yang besar akan memudahkan seseorang dalam membeli
kebutuhan-kebutuhan untuk mencapai kepuasan atau kebahagiaan.
2. Kebutuhan akan Afiliasi (need for Affiliation = nAf) yang menjadi daya penggerak atau
memotivasi semangat bekerja seseorang. Need for Affiliation ini merangsang gairah
bekerja individu dengan motivasi untuk mendapatkan:
a. perasaan diterima oleh orang lain di lingkungannya (sense of belonging)
b. kebutuhan akan perasaan dihormati oleh lingkungannya (sense of importance)
c. kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation).
Gambar 5.1 Teori Motivasi Mc Clelland yang dikembangkan oleh David Mc Clelland
‘16
7
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3.
Kebutuhan akan Kekuasaan (need for Power = nPow) yang merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang.
Need for Power dapat
merangsang gairah kerja, sehingga seseorang mengarahkan semua kemampuannya
demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Manusia memiliki ego untuk
lebih berkuasa dari manusia lainnya.
Keinginan mencapai kekuasaan inilah yang
menjadi salah satu motivasi seseorang dalam bekerja sebaik-baiknya.
Hubungan antara Motivasi dan Prestasi
Terkait penjelasan tentang Teori Motivasi Berprestasi di atas, McClelland (Gibson,
1996 dalam Farida, 2015) menemukan adanya hubungan langsung antara motivasi dan
pencapaian prestasi (need for Achievement).
Jika seseorang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi, maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh
tantangan, serta menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
pencapaiannya. Kehadiran orang lain akan lebih memacu produktivitasnya. Orang lain
dapat dipandang sebagai saingan yang melahirkan perilaku kompetitif dalam pencapaian
tujuan yang menantang, yaitu pengembangan aktualisasi diri dalam bentuk promosi karir.
Pendapat ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keinginan berkompetisi
dengan motivasi berprestasi. Orang-orang yang ingin bersaing dan mengungguli orang
lain pada dasarnya memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.
Menurut McClelland, bisanya orang dengan n-Ach tinggi umumnya memasang
target pencapaian yang lebih tinggi dari apa yang bisa ia peroleh atau yang bisa orang lain
peroleh. Hal inilah yang menyebabkan mengapa orang-orang dengan n-Ach tinggi selalu
gemar berkompetisi dan memiliki orientasi pada kesuksesan. Penelitian Rosenbaum &
Turner (Dreher, dkk. 1991 dalam Farida, 2015) menunjukkan bahwa pengalamanpengalaman individu pada awal ia bekerja di mana ia mampu mengalahkan rekankerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian, dan informasi akan memberikan
dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya.
Dijelaskan pula bahwa adanya
dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang memberikan
arahan akan mendorong karyawan untuk lebih berhasil dalam pencapaian karir
selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal juga dengan istilah mentor memberikan informasi
tentang karir, kesempatan yang diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan
memberikan konseling karir bagi mereka (David & Newstrom, 1989 dalam Farida, 2015).
Setiap individu pada dasarnya memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam
bekerja, namun motif yang utama adalah ganjaran dan status yang lebih tinggi.
‘16
8
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kesemuanya ini hanya dapat dipenuhi melalui promosi dan peningkatan karir. Tujuan
yang sama ini akan melahirkan kompetisi dalam pencapaiannya. Persaingan timbul jika
ada satu tujuan yang ingin dicapai oleh banyak orang dalam waktu bersamaan. Karir
identik dengan tujuan tersebut.
Semakin tinggi hierarki jabatan, maka pemegang
jabatannya (incumbant) semakin sedikit. Hal ini melahirkan persaingan yang semakin
hebat lagi.
Pendapat ini memperkuat pendapat sebelumnya yang dikemukakan oleh
Rampandayo & Husnan (1992 dalam Farida, 2015).
Menurut mereka, kompetisi lahir
karena adanya pengharapan dari apa yang dipercaya akan diperoleh jika menunjukkan
suatu perilaku tertentu.
Institusi atau Perusahaan yang menyadari dinamika ini akan memberikan
rangsangan berupa insentif maupun peningkatan kekuasaan yang diperoleh melalui
meningkatnya karir seseorang.
Seseorang berusaha bekerja dengan bersungguh-
sungguh untuk mewujudkan tujuan hidupnya. Seperti yang dinyatakan oleh oleh Strauss
(Ginting, 1999 dalam Farida, 2015) bahwa dalam bekerja individu akan memperoleh
kepuasan-kepuasan tertentu yang berwujud kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan fisik
dan rasa aman serta kebutuhan sosial dan kebutuhan ego. Akan tetapi, biasanya orang
yang ambisius tidak hanya puas pada pekerjaan serta pemenuhan kebutuhan fisik,
melainkan mereka ini akan melangkah pada tujuan-tujuan berikutnya, seperti peningkatan
karir (kekuasaan) hingga aktualisasi diri. Kondisi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan juga
untuk keuntungan perusahaan atau institusi, karena seiring meningkatnya ambisi individu,
maka ambisi institusi atau perusahaan juga meningkat.
Menyalakan Sumbu Motivasi untuk Berprestasi
Bila visi, misi, dan akhirnya tujuan hidup telah dicanangkan dengan baik dan benar,
maka seharusnya motivasi muncul ke permukaan.
Bermacam motivasi dapat muncul,
mulai dari yang sifatnya tujuan kebendaan (bagi yang memegang paham materialisme)
hingga yang memiliki tujuan Ilahiah (bagi umat beragama). Bila motivasi tidak muncul
juga, maka ini menjadi pertanyaan.
Apakah memang sumbu-sumbu motivasi belum
dinyalakan juga?
Semua individu pada dasarnya memiliki yang disebut Andrias Harefa (2003: 150)
sebagai “sumbu-sumbu motivasi”.
Hanya saja masalahnya, mungkin dibutuhkan
seseorang untuk menyalakan “sumbu-sumbu tersebut”. Inilah mengapa terkadang sumbu
tersebut menyala dengan kencang ketika ada orang lain yang membantu menyalakannya,
misalkan orang-orang terdekat (orang tua, pasangan hidup, atau sahabat dekat), orang
‘16
9
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang dijadikan tokoh teladan (nabi, para tokoh terkenal, pahlawan), pimpinan atau mentor
(bos di kantor atau senior yang dihormati), hingga para nara sumber yang dikenal sebagai
motivator ulung.
Suatu ketika seorang teman berada pada titik terlemah dalam mengembangkan
semangat kerjanya. Ia sudah sangat bosan menjadi karyawan atau orang bawahan. Ia
ingin keluar dari zona tersebut dan ingin melakukan hal yang baru. Secara kebetulan, ia
diundang rekannya untuk menghadiri sebuah workshop tentang dunia usaha. Sebelum
ini, tidak terbayang dalam dirinya untuk menjadi pengusaha, karena memang sejak kecil ia
diajarkan untuk sekolah yang baik dan setelah lulus segera melamar untuk bekerja di
perusahaan. Inilah yang ia ketahui, hingga akhirnya ia berada pada titik kejenuhan yang
memuncak. Ia juga merasa hidup sebagai karyawan tidak pernah mengubah nasibnya
yang pas-pasan dan “hanya” menerima gaji tetap yang bisa diduga. Setelah mengikuti
workshop, ia merasa pikirannya terbuka dan termotivasi untuk “banting setir” menjadi
pengusaha.
Ia baru paham pandangan Robert Kiyosaki tentang Sumber Penghasilan
(Cashflow Quandrant) yang menempatkan posisi pengusaha lebih terhormat dari seorang
pegawai. Sejak saat itu, teman saya ini sangat termotivasi untuk menjadi pengusaha dan
dalam beberapa bulan kemudian telah mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya
bekerja.
Gambar 5.2 Kuadran Penghasilan (Cashflow Quadrant) yang dikembangkan oleh Robert Kiyosaki
‘16
10
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam kisah di atas, faktor eksternal berupa masukan dari motivator professional
telah menyalakan “sumbu motivasi” teman saya ini. Sebuah ilmu baru yang ia dapatkan
dalam sebuah workshop telah menjadi titik balik untuk menyalakan sumbu motivasinya
yang pada setelah belasan tahun bekerja sebagai karyawan.
Di lain cerita, sepupu saya dalam waktu sekejap telah berpromosi dari jabatan
sebagai seorang staf teknis menjadi Account Manager di perusahaan tempatnya bekerja.
Ternyata, sebuah diskusi intens dengan salah seorang Senior Manager telah “membuka
matanya” untuk berani mencoba untuk pindah ke bagian sales (penjualan).
Ia yang
dulunya adalah staf engineering murni berani berpindah posisi menjadi Sales Engineer.
Awalnya ia takut, karena ia merasa tidak punya bakat sebagai penjual.
Akan tetapi,
motivasi yang diberikan seorang Senior Sales Manager telah menyalakan sumbu motivasi
dirinya. Di luar dugaan, ia ternyata sukses sebagai Sales Engineer dan dalam waktu
kurang dari dua tahun telah berpromosi menjadi Account Manager. Bayangkan bila ia
tetap bertahan di posisi yang lama, mungkin sampai sekarang ia belum merasakan naik
jabatan menjadi seorang manager.
Bagaimana dengan mahasiswa? Seorang mahasiswa atau calon sarjana perlu
juga menyalakan sumbu motivasi tadi. Hadiri seminar-seminar motivasi bila ada atau
temui orang-orang sukses. Ajak mereka berdiskusi, minta saran dan masukan. Temui
juga para senior atau alumni yang telah berhasil. Siapa tahu, pertemuan-pertemuan itu
dapat menjadi titik balik yang menyalakan sumbu-sumbu motivasi.
Paling tidak, tumbuhkanlah motivasi untuk berprestasi di kampus. Hidupkan nAch
Anda untuk mendapatkan Indeks Prestasi Kumuliatif (IPK) yang tinggi atau selesaikan
kuliah secepat mungkin. Bila Anda punya bakat lain di luar bidang akademik, segera asah
bakat atau potensi tersebut.
Jangan sia-siakan waktu, segera beri motivasi pada diri
sendiri, agar waktu yang dijalani tidak sia-sia. Tetapkan visi dan misi hidup terbaik dan
berkomitmenlah secara konsisten untuk mencapainya.▀
‘16
11
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Almustofa, Resa. “Pengaruh Lingkungan Kerja, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja terhadap
Kinerja Pegawai: Studi pada Pegawai Perum Bulog Divisi Regional Jakarta)”.
Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Semarang:
Universitas Diponegoro, 2014
Artiningrum, Primi and Arissetyo Nugroho. Etika dan Perilaku Profesional. Jakarta: Graha
Ilmu, 2013
Farida.
“Tujuan dan Motivasi Berprestasi”.
Universitas Marcu Buana, 2015
Modul Perkuliahan Etik UMB.
Jakarta:
Harefa, Andrias. Mematahkan Belenggu Motivasi: Membangkitkan Energi Penggerak
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
Ismail, Hudzaifah. Tadabbur Ayat-ayat Motivasi. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010
Kiyosaki, Robert T and Sharon L. Lechter. The Cashflow Quadrant: Panduan Ayah Kaya
Menuju Kebebasan Finansial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
http://www.kamusbesar.com/
http://www.galeripustaka.com/2013/03/pengertian-motivasi-berprestasi.html
‘16
12
Etik UMB (Modul 5)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download