Modul Teknologi Komunikasi [TM3]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Teknologi
Komunikasi
Masyarakat Informasi
(Information Society)
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Periklanan &
Komunikasi
Pemasaran
Tatap Muka
03
Abstrak
Kode MK
Disusun Oleh
MK43020
Yani Pratomo, S.S, M.Si.
Kompetensi
Pada pertemuan ini, pengajar akan Setelah
mengikuti
kuliah
ini,
menjelaskan
hal-ihwal
tentang mahasiswa diharapkan memperoleh
hubungan
antara
konsep pemahaman lebih dalam tentang
Informasi
dengan konsep masyarakat informasi serta
Masyarakat
Budaya Komunikasi Audio-visual.
hubungannya dengan kebudayaan
audio-visual. Pada kesempatan ini
juga mahasiswa akan memperoleh
pemahaman akan beberapa istilah
lainnya,
seperti
mediamorphosis,
gobal village, dan borderless world.
Masyarakat Informasi
Bentuk informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat informasi di antaranya juga
informasi dan data audio-visual yang menyatu dengan teks. Siaran audio-visual televisi
yang menarik dan interaktif masih menjadi konsumsi masyarakat.
Komputer dilengkapi
dengan fitur multimedia yang lengkap dengan peralatan audio-video masih dominan.
Ruedi Hoffman (1999) menyebutkan bahwa peradaban informasi ini ditandai juga
dengan munculnya budaya audio-visual. Bangsa kita pada dua dasawarsa terakhir ini juga
sudah memasuki budaya audio-visual. Hal ini ditandai dengan kebisaaan menonton televisi
yang tinggi, lebih daripada kebisaaan membaca.
Otoritas guru dan sekolah cenderung
menurun, beralih ke penyusun program televisi.
Kebudayaan
audio-visual
berada
dalam
peradaban
informasi,
sedangkan
kebudayaan tulis berada dalam peradaban industri dan bagian akhir dari peradaban cocoktanam. Jauh di belakang itu, ada kebudayaan lisan yang tercakup dalam tahap peradaban
pracocok-tanam dan awal peradaban cocok-tanam.
Dengan demikian, di sini terdapat sinkronisasi antara tahap-tahap peradaban dengan
tahap-tahap kebudayaan. Sinkronisasi tersebut dapat dijelaskan dalam diagram di bawah
ini:
Peradaban pra-cocok-tanam
Kebudayaan lisan
Peradaban cocok-tanam
diawali dengan
kebudayaan lisan dan diakhiri
kebudayaan tulis
Peradaban industri
kebudayaan tulis
Peradaban informasi
kebudayaan audiovisual dan kebudayaan tulis
Gambar 3.1 Diagram sinkronisasi peradaban dan medium komunikasi
‘16
2
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pembicaraan tentang tahap-tahap perkembangan budaya di atas banyak dibahas
oleh Roger Fidler (1997) dalam bukunya berjudul Mediamorphosis: Understanding New
Media.
Di sinilah ia memunculkan konsep “mediamorfosis”, sebuah kata yang
mengingatkan kita pada istilah “metamorfosis” dalam pelajaran biologi atau ilmu hayat.
“Mediamorfosis” dan Perkembangan Teknologi Komunikasi
Seperti telah disebutkan di atas, istilah “mediamorfosis” mengingatkan kita pada
istilah “metamorfosis” yang berarti perubahan ekstrim dari satu bentuk ke bentuk lain.
Mediamorfosis pun begitu, ada perubahan yang sangat mencolok antara kebudayaan yang
berkembang di peradaban sebelumnya ke peradaban yang lebih baru.
Kebudayaan apa yang berubah dalam hal ini? Fidler jelas berbicara tentang medium
komunikasi yang berubah dari satu peradaban ke peradaban selanjutnya.
Fidler yang
percaya pada evolusi pada manusia bahkan mengatakan bahwa pada awalnya manusia
tidak mengenal bahasa. Ini tentunya bertolak-belakang dengan kepercayaan agama yang
menolak filsafat evolusi dan meyakini bahwa bahasa sudah ada sejak manusia pertama
diciptakan. Lantas bila tidak ada bahasa, bagaimana manusia berkomunikasi? Jangankan
untuk berkomunikasi, untuk berpikir dalam diri sendiri saja pasti dibutuhkan bahasa.
Seorang yang sedang berkontemplasi atau bersemedi di dalam gua pun pasti memunculkan
bahasa dalam pikirannya. Kalau sudah begitu, pasti jugalah tidak akan ada teknologi yang
muncul dari manusia tanpa bahasa. Bagian ini masih sangat mudah diperdebatkan.
Anggap saja kita tidak setuju dengan bagian awal dari pikiran Fidler ini dan kita
menganggap manusia diciptakan dalam keadaan berbahasa.
Maka, budaya awal yang
tumbuh adalah kebudayaan lisan. Pada masa ini, sejumlah teknologi sederhana ditemukan,
seperti pemantik api, alat bercocok-tanam, alat berburu, alat menangkap ikan, dan alat
komunikasi.
Kebudayaan Lisan dan Perkembangan Teknologi
Berkaitan dengan teknologi komunikasi, telah disebutkan adanya alat komunikasi
pada kebudayaan lisan?
Alat macam apa yang ada saat itu?
Para ahli sejarah dan
antropologi yakin bahwa sejak 36.000 tahun yang lalu masyarakat berbudaya lisan ini telah
‘16
3
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menggunakan alat panggil semacam kentongan, bumbungan asap, pipa asap, atau bahkan
beduk. Pada masa yang lebih baru, seperti saat dikenalinya perunggu dan logam, muncul
pula lonceng, terompet, perkusi atau pun semacam gong.
Pada masa komunikasi lisan, teknologi komunikasi yang ada memang masih sangat
sederhana, setidaknya bila kita menggunakan pola pikir saat ini.
Hal ini terjadi bukan
semata pada anggapan sinis bahwa manusia yang hidup pada masa itu belum sepintar
masa kini. Kita perlu berpikir jernih dan menilai secara objektif bahwa dalam peradaban
lisan memang belum dibutuhkan alat komunikasi jarak jauh. Pada masa itu, ketergantungan
hidup pada kerabat sekampung sangatlah tinggi. Manusia hidup dalam kelompok-kelompok
kecil dengan ikatan yang sangat kuat.
Mereka menurunkan ilmu pengetahuan untuk
bertahan hidup dari generasi ke generasi secara lisan. Peran tokoh adat sangatlah penting.
Tokoh adat melakukan komunikasi dengan mengumpulkan penduduk kampung, lantas ia
berorasi di hadapan masyarakatnya.
Tak ada yang mencatat, tak ada yang merekam
ucapan ketua adat. Semua diingat dalam kepala dan dipahami melalui pengalaman di alam.
Semua komponen masyarakat memiliki pengetahuan yang hampir sama.
Tak ada
spesialisasi keahlian, tidak ada individualisme.
Sejumlah suku di Indonesia masih ada yang setengahnya menjalani kehidupan
dalam kebudayaan lisan. Sebut saja Suku Asmat di Papua atau Suku Baduy di Jawa Barat.
Mereka memiliki kebudayaan yang cukup unik bagi kebanyakan orang di luar suku.
Masyarakat Asmat tahu bagaimana cara berburu, cara melakukan upacara adat, dan cara
membuat patung kayu dengan nilai seni yang dicari oleh kolektor di seluruh dunia. Tidak
ada buku panduan, tidak ada video yang dipakai oleh mereka untuk belajar secara turuntemurun. Semua diwariskan secara lisan. Oleh sebab itu, warisan budaya yang ada dalam
sebuah kebudayaan lisan adalah bagian-bagian terpenting saja untuk kelangsungan hidup.
Hal-hal yang yang tidak berkaitan langsung dengan esensi hidup, akan mereka buang atau
lupakan.
Hal di atas membuat masyarakat lisan dekat dengan alam. Mereka tidak rakus, tidak
individualistis, dan tidak spesialistis. Kebudayaan adalah milik umum. Batas geografis dan
politis tidak penting.
Ingatan mereka pun cenderung kuat.
Bila tidak, maka warisan
kebudayaan mereka bisa musnah.
Ciri-ciri kebudayaan lisan di atas memang banyak mengandung hal positif. Namun
hal yang negatif juga ada. Ketergantungan mereka pada ingatan bisa saja berakibat fatal,
seperti musnahnya kebudayaan khas mereka bila suatu waktu terjadi kematian besarbesaran dalam suku mereka akibat wabah penyakit, bencana alam, peperangan, atau
‘16
4
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
globalisasi. Banyak terjadi sejumlah bahasa daerah yang hanya dikuasai oleh suku-suku
terpencil musnah seiring dengan punahnya penduduk suku tersebut, khususnya para
pemegang teguh kebudayaan adat.
Kalau sudah demikian, muncullah kesadaran akan
pentingnya tulisan.
Kebudayaan Tulis dan Perkembangan Teknologi
Kebudayaan tulis muncul seiring kesadaran akan perlunya “membekukan” sebuah
konsep sehingga tidak hilang begitu saja. Tulisan setidaknya sudah ada sejak 10.000 tahun
yang lalu. Mediumnya bisa bermacam-macam, seperti batu, batang pohon, pelepah kurma,
kulit hewan, dinding gua, atau bahkan kulit manusia. Alat tulisnya pun bermacam-macam,
seperti arang, pahatan, hingga tinta yang dibuat dari berbagai bahan dasar.
Aksara yang berkembang sangat beraneka-ragam dan memunculkan ciri khas
bangsa, seperti aksara Latin, Arab, Cina, hyrogliph, hypogriph, dan sebagainya. Setiap
bangsa pun membuat kesepakatan akan lambang-lambang aksara yang mewakili bunyi
bahasa.
Teknologi berkembang sangat pesat di masa tulis. Medium tulis dan alat tulis yang
sangat beraneka-ragam juga merupakan wujud teknologi. Semakin hari, manusia semakin
mengusahakan penciptaan medium tulis dan alat tulis yang semakin baik, jelas dibaca, dan
mudah disimpan.
Dengan adanya tulisan, pada prinsipnya ucapan dalam setiap bahasa dapat direkam
secara visual. Di sini terjadilah pertukaran pikiran antarmanusia. Bahkan seorang yang
masih hidup bisa membaca pikiran orang yang sudah mati, bila si orang yang sudah mati
pernah meninggalkan sejumlah catatan berisi pemikiran-pemikirannya.
Transformasi semakin berarti ketika tulisan tangan berganti dengan mesin cetak
modern sejak abad ke-15. Tulisan yang sama tak perlu lagi disalin ulang dengan tulisan
tangan.
Cukup buat saja master cetakan dan mesin cetak akan menggandakannya
seberapapun yang dimaui. Salinan dengan mesin cetak tentu lebih baik, karena terhindar
dari perbedaan materi dengan master-nya. Bayangkan bila tulisan 100 halaman kulit rusa
harus disalin kembali, maka akan banyak penyimpangan dari aslinya akibat kelelahan mata
manusia atau perubahan pikiran si penyalin.
‘16
5
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Setelah mesin cetak ditemukan, maka ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
berkembang pesat.
Sejumlah hasil budaya dibekukan dalam bentuk buku dan catatan-
catatan tercetak yang bisa dipelajari kembali oleh orang-orang yang bahkan tak pernah
bertemu dengan si penulis. Perpustakaan-perpustakaan berdiri. Sekolah-sekolah mulai
tingkat dasar hingga tinggi bermunculan.
Penemuan-penemuan selanjutnya pun
berdatangan, bahkan sangat revolusioner, seperti penemuan listrik, mesin uap, telegraf,
hingga tabung katode.
Tulisan dan mesin cetak telah mengantarkan manusia pada
peradaban selanjutnya, yaitu peradaban industri.
Hal-hal di atas menunjukkan kelebihan-kelebihan budaya tulis. Akan tetapi, tentu
ada juga sejumlah kelemahan kebudayaan tulis.
Aksara secara tidak disengaja telah
menyebabkan pengelompokan-pengelompokan budaya yang drastis.
Aksara Thai tentu
akan sulit dibaca oleh orang yang tidak belajar aksara Thai. Begitu juga aksara Arab yang
terlihat indah bagai ukiran, hanya akan dianggap sebuah seni tulis indah oleh orang tidak
mempelajari aksara Arab. Rasa kebangsaan pun terbentuk. Bahkan nasionalisme mulai
ada di masa ini.
Nasionalisme merupakan langkah awal dari kolonialisme dan militerisme, hal yang
belum dipahami pada budaya lisan. Nasionalisme menumbuhkan sikap memberi batasan
geografis dan politis suatu bangsa. Perbatasan itu di-legal-kan melalui sebuah budaya tulis.
Dokumen-dokumen pun muncul sebagai pernyataan atas kekuasaan satu bangsa atas
bangsa lainnya atau suatu kaum atas kaum lainnya. Manusia mulai terpecah menjadi “kaum
elit” yang terpelajar dan “kaum sulit” yang dianggap bodoh. Selanjutnya muncullah kaum
borjuis yang menguasai tanah dan kaum proletar yang menjadi kuli kaum borjuis.
Manusia mulai menindas manusia lain.
Ingatan manusia cenderung melemah,
karena bergantung pada catatan dan rekaman. Hal ini mendorong pemunculan spesialisasi
keahlian manusia, karena diri manusia merasa memiliki ingatan yang terbatas.
Individualisme meningkat. Nasionalisme membuat satu bangsa mencurigai bangsa lain.
Mereka merasa perlu mempertahankan diri dari ancaman bangsa lain dengan membangun
kekuatan militer dan persenjataan.
Manusia cenderung terasing dari realitas kehidupannya dan bergulat dengan alam
pikirannya sendiri melalui tulisan.
Legalitas akan penguasaan sumber daya alam
menyebabkan sebagian manusia menjadi rakus dan ingin menguasai sendiri kekayaan alam
melebihi batas kebutuhan hidupnya. Manusia pun terasing dari alam. Mereka hanya mau
mengeksploitasi, tanpa mau mengendalikan diri. Inilah kelemahan budaya tulis. Kondisi ini
mengakibatkan sebagian orang bermimpi untuk kembali pada peradaban lisan yang
‘16
6
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
awalnya dianggap liar, namun ternyata masih lebih beradab daripada “orang-orang pintar”
yang berpendidikan tinggi.
Entah disengaja atau tidak, kemunculan budaya audio-visual “membantu” kita untuk
kembali ke masa lisan. Teknologi audio-visual seolah mengembalikan kita pada kehidupan
yang interdependent (saling bergantung satu sama lainnya).
Kebudayaan Audio-visual dan Perkembangan Teknologi
Tidak bisa disangkal lagi, kebudayaan audio-visual dapat lahir akibat kemajuan
tenologi yang dialami pada masa kebudayaan tulis atau peradaban industri. Buku-buku
dianggap telah membuat orang menjadi pintar dan menemukan sejumlah teknologi baru.
Sebut saja, penemuan listrik oleh Thomas Alfa Edison, mesin uap oleh James Watt, dan
telegraf oleh Marconi adalah jasa dari kebudayaan tulis. Lebih khusus pada penemuan
telegraf yang merupakan alat pertama yang mampu mengirimkan sinyal jarak jauh. Inilah
cikal-bakal media penyiaran atau broadcasting.
Penemuan telegraf menjadi awal pijakan penemuan radio dan film. Penggabungan
dari teknologi audio dan visual tersebut kemudian melahirkan gambar bergerak dan
bersuara. Pada akhirnya, siaran televisi menjadi sebuah teknologi komunikasi yang sangat
fenomenal
Televisi menjadi media komunikasi yang membuat dunia begitu kecil.
Manusia
seolah tak terpisahkan ruang dan waktu. Informasi dari belahan dunia lain dengan segera
bisa didengar dan dilihat oleh orang di belahan dunia lainnya.
Dunia ini seolah telah
berubah menjadi kampung kecil.
Istilah “kampung dunia” atau global village ini dipopulerkan oleh Marshall McLuhan
(1982).
Menurut beliau, melalui tulisan manusia telah dijauhkan dari realitas dunia.
Sebaliknya, televisi telah membuat kita lebih interdependen. Kita tahu apa yang terjadi di
belahan dunia lain dengan segera. Kita merasa telah menjadi bagian dari penduduk dunia
saat menyaksikan siaran pertandingan sepakbola Piala Dunia. Tak ada batas politik, tak
ada batas geografis.
Tapi benarkah kampung dunia seperti yang disebutkan McLuhan sama seperti
kampung tradisional pada masa kebudayaan lisan?
‘16
7
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ada sejumlah persamaan memang, tapi tentu juga ada perbedaan (serupa tapi tak
sama). Persamaan yang terjadi misalnya dalam hal bahasa. Rupanya perbedaan bahasa
tidaklah terlalu penting dalam sebuah siaran televisi.
Pengelola televisi saat ini pandai
menampilkan sebuah program acara yang dapat dinikmati secara universal di mana saja.
Lihat saja kartun Jepang yang dapat dinikmati anak-anak Indonesia meski tidak diberi teks
terjemahan (subtitling) atau sulih suara (dubbing). Sebuah comedy a la Mr. Bean bisa juga
membuat orang-orang desa di Pulau Jawa tertawa terpingkal-pingkal.
Kondisi ini mirip
dengan ciri masyarakat lisan, yaitu kebudayaan adalah milik umum atau siapa saja. Selain
itu, televisi telah melemahkan nasionalisme dan militerisme yang dilahirkan oleh budaya
tulis. Untuk bisa menikmati siaran televisi juga tidak disyaratkan sekolah formal, seperti saat
kita ingin memahami kitab suci.
Menonton televisi juga tidak perlu kualifikasi spesialis
seperti saat kita membaca sebuah Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Namun tentu saja ada perbedaan antara kampung dunia a la Mc Luhan dengan
kampung yang sebenarnya. Televisi membuat kita lebih tahu tempat yang jauh daripada
kampung atau tetangga kita sendiri. Bahkan kita lebih mengenal bintang telenovela dari
Venezuela daripada nama Ketua RT kita sendiri. Lebih dari itu, kita tidak bisa pungkiri
bahwa realitas yang ada di televisi adalah realitas semu. Kebohongan dan kekerasan pun
terasa lebih sering muncul di layar kaca daripada kebenaran dan perdamaian. Neil Postman
dalam bukunya Menghibur Diri sampai Mati mengatakan bahwa televisi telah menyebabkan
kemorosotan moral dan intelektual. Jerry Mander bahkan lebih radikal lagi dengan ajakan
untuk memusnahkan televisi yang merupakan “agen” kemerosotan budaya.
Terlepas adanya perbedaan antara pemahaman “kampung dunia” dengan kampung
sebenarnya, sah-sah saja bila kemudian timbul kesan bahwa kita seolah telah kembali ke
masa lisan. Kesan ini dimaknai oleh Walter Ong sebagai second orality atau budaya lisan
yang kedua.
Lalu apa yang terjadi pada masa audio-visual, tepatnya pasca 1980-an hingga kini?
Di abad dua dekade terakhir telah terjadi Revolusi Komunikasi atau Ledakan Komunikasi
(The Explosion of Communication) yang mengubah tatanan hidup manusia.
Frederick
Williams mengatakan bahwa lingkungan ini telah menghapus dimensi-dimensi ruang dan
waktu serta secara simultan umat manusia memperoleh pengalaman yang sama pada
waktu yang bersamaan.
Kesimpulannya, perkembangan teknologi komunikasi pada 20
hingga 50 tahun terakhir merupakan sebuah lompatan besar dari 36.000 tahun budaya lisan
dan 1.000 tahun budaya tulisan.
‘16
8
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Melihat uraian di atas, kita bisa memahami bahwa setiap peradaban memiliki
teknologi.
Seolah kita mendapat kesan bahwa peradaban yang baru lebih maju
teknologinya daripada peradaban yang lama. Hal ini ada benarnya mengingat teknologi
baru merupakan wujud penyempurnaan teknologi lama. Namun, bila kita mendalami filosofi
fungsi dari masing-masing peradaban dan kebudayaan, akan tampaklah bahwa teknologi
pada peradaban dan kebudayaan yang lebih baru tidak akan selalu lebih ideal. Setiap masa
tentunya melahirkan karakter kehidupan tersendiri dan manusia yang hidup pada suatu
masa merasakan kebutuhan yang berbeda dari manusia yang hidup pada masa yang
berbeda.
Di bawah ini penulis sampaikan diagram untuk memperjelas pendapat Fidler dalam
kaitan antara tahap-tahap kebudayaan dan teknologi komunikasi yang muncul pada
masanya.
Belum ada bahasa
tak ada teknologi
komunikasi
Budaya lisan
teknologi sederhana:
kentongan, pipa asap, beduk,
lonceng
Budaya tulis
awal teknologi modern:
Alat tulis, mesin cetak, buku,
surat kabar, majalah, bulletin
Budaya audio-visual
teknologi modern:
telegraf, telepon, radio, film,
televise,
video-tape,
videocamera, internet, telepon selular
Gambar 3.2 Diagram Mediamorphosis oleh Roger Fidler (1997)
‘16
9
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Fidler, Roger. 1997. Mediamorphosis: Understanding New Media. California: Pine Forge
Press, Thousand Oaks
Hofmann, Ruedi. 1999. Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta: Grasindo
McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga
Straubhaar, Joseph & Robert LaRose. 2002. Media Now: Communications Media in the
Information Age. Belmont, USA: Wadsworth Group
‘16
10
Teknologi Komunikasi (Modul 03)
Yani Pratomo, S.S., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download