Perilaku Prososial - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I
PERILAKU
PROSOSIAL
Fakultas
Program Studi
Fakultas Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
61016
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Abstract
Kompetensi
Materi tentang pengertian perilaku
prososial, dasar dan tahapannya
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan
pengertian
perilaku
prososial, dasar dan tahapannya
Perilaku Prososial
Di bab ini kita membahas beberapa tipe aksi menolong. Dua konsep utama adalah altruism
dan perilaku menolong. Altruism adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa
pamrih, atau ingin sekedar beramal baik. Berdasarkan definisi ini, apakah suatu tindakan
bisa dikatakan altruistic akan bergantung pada niat si penolong. Seemntara perilaku
prososial adalah kategori yang lebih luas. Mencakup tindakan yang membantu atau
dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong. Banyak tindakan
prososial bukan tindakan altruistic. Misalnya menjadi relawan untuk menambah pengalaman
kerja, menarik perhatian teman dan sebagainya.
Mengapa Kita Menolong ?
Untuk mempelajari tindakan menolong, psikolog sosial mengidentifikasi beberapa faktor
yang dapat memotivasi seseorang untuk menolong.
1. Teori Behaviorisme
Mendasarkan pendapatnya pada teori kondisioning klasik dari Pavlov, yaitu manusia
menolong karena dibiasakan oleh masyarakat unluk menolong dan untuk perbuatan itu
masyarakat menyediakan ganjaran yang positif.). Di bidang kesehatan sendiri, ganjaran
positif dapat diperoleh jika masyarakat merasakan efek kesembuhan dari pertolongan
asa seorang tenaga kesehatan.
2. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
Mendasarkan diri pada prinsip sosial-ekonomi dimana setiap tindakan seseorang akan
mempertimbangkan untung ruginya; baik finansial maupun psikologis.. Yang dimaksud
dengan keuntungan adalah bila hasil yang diperoleh dari perilaku menolong tersebut
lebih besar dari usaha menolong yang dilakukan.
3. Teori Empati
Dari segi egoisme perilaku mcnolong dapat mengurangi ketegangan dan dari segi
simpati perilaku menolong dapat mengurangi penderitaan orang lain. Gabungan dari
keduanya dapat menjadi empati yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai
penderitaannya sendiri ( Sarwono, 2002). Rasa empati ini juga yang dirasakan seorang
2013
2
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tenaga kesehatan sehingga memiliki perasaan yang sama dengan penderita
(pasiennya).
4. Teori Norma Sosial
Menurut teori ini orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma masyarakat,
Ada tiga macain norma sosial yang dijadikan pedoman untuk perilaku menolong:

Norma Timbal Balik (reciprocity norm)
Kita harus membalas pertolongan dengan pertolongan. Jika sekarang kita menolong
orang lain, lain kali kita akan ditolong orang; dimasa lampau kita ditolong orang
sekarang kita harus menolong orang (Sarwono, 2002).

Norma Tanggungjawab Sosial (Social responsibility Norm)
"Kita wajib menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun dimasa
depan". Oleh karena itu kita mau menolong orang buta menyeberang jalan,
menunjukkan jalan kepada yang bertanya (Sarwono, 2002). Keadaan ini erat
hubungannya dengan atribusi. Jika yang kita berikan adalah atribusi eksternal pada
kesusahan orang lain (miskin karena cacat, dsbnya) maka kita lebih bersedia
memberikan pertolongan dari pada karena Atribusi internal (miskin karena malas,
dsbnya). Disamping itu, teori ini juga berkaitan dengan konsep beragama dan
beretika sehingga perilaku menolong tidak semata-mata dikendalikan oleh naluri
biologik.

Norma Keseimbangan (Harmonic Norm]
Seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan seimbang, serasi dan selaras.
Manusia harus membantu mempertahankan keadaan seimbang itu antara lain
dengan perilaku menolong ( Sarwono, 2002).
5. Teori Evolusi
Altruisme dilakukan demi kondisi survival (mempertahankan kelangsungan hidup), yaitu
untuk mempertahankan jenis dalam proses evolusi:

Perlindungan kerabat (Kin Protection)
Secara alamiah orang cenderung membantu orang lain yang ada pertalian darah,
orang-orang yang dekat dengannya maupun yang memiliki persamaan dalam
2013
3
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keyakinan, orientasi seksual atau sama-sama berada dalam kelompok minoritas
(Sarwono, 2002).

Timbal balik biologik (Biological Recprocity)
Menolong untuk memperoleh pertolongan kembali dan pertolongan diberikan pada
orang yang suka menoiong. Contoh : perilaku menolong pada kelelawar.
Pengaruh Internal-Eksternal Dalam Menolong
Perilaku menolong dipicu oleh faktor dari luar dan dari dalam individu :
1. Faktor Luar/ Pengaruh siluasi
a. Bystanders
Yang berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah adanya
orang
lain
Semakin
yang
banyak
kebetulan
orang
lain
bersama
semakin
kita
kecil
di
tempat
kemungkinan
kejadian
untuk
(bystanders).
menoiong
dan
sebaliknya orang yang sendirian cenderung untuk menolong.
b. Menolong jika orang lain juga menolong
Adanya orang yang menoiong orang lain akan memicu kita untuk juga ikut
menoiong.
c. Desakan waktu
Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk tidak menoiong,
sedangkan orang yang santai lebih besar kemungkinan untuk memberikan pertolongan
pada orang yang memerlukan.
d. Kemampuan yang dimiliki. Kalau orang merasa mampu, ia akan cenderung menolong
sedangkan kalau merasa tidak mampu ia tidak menolong.
2. Faktor Dalam/ Pengaruh Dari dalam Diri
a. Perasaan
2013
4
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perasaan negatif pada anak akan menghambatnya melakukan perilaku menoiong
tetapi pada orang dewasa akan mendorongnya melakukan perilaku menoiong karena pada
orang dewasa sudah merasakan dampak dari perilaku menoiong untuk mengurangi
perasaan negatif tersebut sedangkan pada anak belum ada kemampuan seperti itu. Dilain
pihak perasaan sang positif menunjukkan hubungan yang lebih konsisten dengan perilaku
menolong.
b. Faktor sifat
Orang menoiong karena pada diri seseorang ada sifat menoiong yang sudah
tertanam dalam kepribadiannya.
c. Agama
Keyakinan terhadap norma agama bahwa harus menoiong prang yang lemah,
sehingga membuat seseorang mau memberikan pertolongan kepada orang lain
d. Tahapan moral
Pembuktian secara teoritis ada hubungan antara tahapan perkembangan moral
dengan perilaku menoiong.
Perbedaan Individu dalam Perilaku Menolong
Kepribadian Altruistik
Kepribadian bukanlah satu-satunya yang menentukan perilaku. Para ahli psikologi sosial
mengemukakan bahwa untuk memahami perilaku manusia, kita harus menyadari tekanan
dari situasi sebagaimana kita memahami kepribadian. Begitu juga dalam memprediksi
seberapa penolong seseorang.
Para psikolog tertarik dengan asal dari kepribadian altruistik, yaitu kualitas yang ada pada
diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut menolong orang lain pada berbagai
situasi
Kepribadian altruistik: kualitas individu yang menyebabkan ia membantu orang lain dalam
berbagai situas
Perbedaan Jenis Kelamin
2013
5
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Secara umum pada semua budaya, norma menyebabkan sikap dan perilaku yang berbeda
bagi laki-Iaki dan perempuan, hal tersebut dimulai saat proses pertumbuhan sebagai anak
laki-Iaki dan anak perempuan. Misalnya pada kebudayaan Barat, laki-laki memiliki peran
jenis kelamin lebih heroik dan sangat sopan, sedangkan wanita lebih pengasih dan peduli
pada nilai dari hubungan jangka panjang dan tertutup. Dalam melakukan perilaku prososial
tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu, melainkan tergantung pada budaya dimana
orang tersebut tumbuh dan berada
Perbedaan Budaya
Orang di berbagai budaya lebih suka menolong orang lain yang merupakan bagian dari ingroup mereka, kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Orang dimana pun
kurang suka menolong seseorang yang dirasa sebagai bagian dari out-group, kelompok
dimana identitas mereka tidak berada di dalamnya (Brewer dan Brown, 1998). Faktor
budaya sangat berperan dalam menentukan seberapa kuat garis antara in-group dan outgroup.
In-group: kelompok dimana identitas individu tersebut berada.
Out-group: kelompok di mana identitas individu tidak termasuk di dalamnya
Bagaimanapun, karena batas antara ‘kita’ dan ‘mereka’ tidak terlalu terlihat di budaya yang
saling bergantung (interdependen), orang-orang dalam kebudayaan ini tidak terlalu suka
menolong anggota dari out-group bila dibandingkan dengan orang-orang yang berada dalam
kebudayaan individualistik (L'Armand & Pepitone, 1975; Leung & Bond, 1984; Triadis,
1994). Agar ditolong oleh orang lain, sangatlah penting bahwa mereka melihat kita sebagai
anggota dari in-group mereka – sebagai ‘salah satu dari mereka’ – dan ini khususnya terjadi
pada kebudayaan yang saling bergantung.
Tahapan Dalam Perilaku Menolong
Latane dan Darley (1970) mengemukakan deskripsi mengenai bagaimana langkah-langkah
seseorang memutuskan untuk ikut membantu dalam keadaan darurat sbb:
1. MemperhatikanKejadian
Eksperimen John Darey dan Daniel Batson (1973) mendemonstrasikan bahwa sesuatu yang
tampak sepele seperti banyaknya orang yang terburu-buru dapat menyebabkan banyak
perbedaan mengenai orang seperti apakah mereka. .Ketika mereka sedang tidak terburuburu, sebagian besar dari mereka (63%) menolongnya. Ketika mereka sedang terburu-buru
hanya 10 % berhenti untuk menolong.
2. Menginterpretasikan Kejadian Sebagai Situasi Berbahaya/Darurat
2013
6
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ketika terjadi seuatu kejadian, seseorang akan menginterpretasikan terlebih dahulu apakah
kejadian tersebut berbahaya atau tidak. Jika seseorang tersebut berasumsi bahwa tidak
terjadi apa-apa, maka mereka tidak akan menolong. Seseorang akan terlebih dahulu melihat
sekitar apakah ada teriakan, apakah teriakan itu berasal dari suatu pesta atau karena ada
keadaan bahaya, apakah ada tanda bahwa gedung akan terbakar? Jika tidak, maka mereka
tidak akan berbuat apa-apa. Karena keadaan darurat seringkali terjadi secara tiba-tiba dan
merupakan kejadian yang membingungkan, peonton cenderung untuk terdiam, mengamati
dengan ekspresi kosong, dan mencoba untuk mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi.
Ketika mereka saling menatap satu sarna lain, dan mereka melihat bahwa orang lain tidak
terlalu memperhatikan, hal ini disebut pengabaian pluralistic (pluralistic ignorance)
3. Mengasumsikan Tanggung Jawab
Pada eksperimen mengenai adanya penyerangan, di mana partisipan percaya bahwa
mereka satu-satunya orang yang mendengar teriakan seseorang yang mengalami
penyerangan, maka tanggung jawab secara mutlak berada padanya. Jika ia tidak menolong,
maka tidak ada satupun juga yang akan menolong, maka orang tersebut mungkin akan
tewas. Hasilnya, dalam kondisi ini hampir semua menolong dengan segera. Namun jika ini
terjadi dengan banyak orang yang mendengar teriakan maka akan terjadi diffusion of
responsibility. Hal ini terjadi kerena terdapat banyak orang, penonton tidak merasa bahwa ia
adalah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab dan harus bereaksi.
4. Mengetahui Bagaimana Cara Untuk Menolong
Dalam membantu, setelah urutan-urutan terdahulu terpenuh, kondisi lain juga harus
dipenuhi : Mereka harus memutuskan pertolongan tepat apa yang harus dilakukan.
5. Memutuskan Implementasi untuk Menolong
Meskipun kita mengetahui bantuan apa yang tepat untuk diberikan, masih terdapat alasan
mengapa kita memutuskan untuk menolong. Satu hal, mungkin kita tidak cukup kompeten
untuk memberikan bantuan yang tepat. Bahkan ketika kita mengetahui pertolongan apa
yang dibutuhkan, kita harus mempertimbangkan resiko bila kita memberikan pertolongan.
Ketika suatu permintaan diberikan secara umum, sekumpulan orang dengan jumlah orang
yang banyak akan merasa bahawa mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk menolong.
Namun ketika dialamatkan kepada yang lebih spesifik dengan mencantumkan nama, orangorang akan lebih merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong.
2013
7
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Myers, David G., 2012, Psikologi Sosial I (terjemahan), Salemba Jakarta
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Taylor, S.E., Peplau, L.A., Sears D, (2009). Social Psychology, 12th Edition, New Jersey :
Pearson Education .
2013
8
Psikologi Sosial I
Istiqomah, S.Psi, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download