BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Strategi pembangunan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Strategi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa
depan, karena permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi pangan bergizi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat
pendidikan rata-rata penduduk. Pembangunan dan pengembangan tersebut salah
satunya adalah pembangunan di bidang peternakan, dimana usaha peternakan yang
banyak dilakukan oleh masyarakat adalah beternak kambing.
Pada awalnya pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh masyarakat hanya
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Namun sejalan dengan
perkembangan waktu, kegiatan peternakan telah banyak mengalami perubahan dan
perkembangannya yang mengarah pada bentuk usaha sebagai sumber pendapatan,
dan keuntungan tersendiri bagi peternak.
Kambing sangat sesuai dipelihara khususnya kambing kacang di pedesaan,
mudah hidup dan subur dibawah lingkungan yang bervariasi serta mudah
menyesuaikan diri dengan bermacam-macam cara pemeliharaan. Seperti dengan
sistem pemeliharaan yang tradisional oleh petani peternak belum dapat memberikan
hasil berat badan yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemberian hijauan
hanya terdiri dari rumput lapang atau makanan lainnya yang kualitasnya rendah,
karena tidak mengandung gizi yang lengkap (Rivani, 2004). Selanjutnya ditambahkan
pula Murtidjo (1993) yang menyatakan bahwa ternak kambing dengan sifat alaminya
sangat cocok dibudidayakan di daerah pedesaan yang sebagian besar penduduknya
1
adalah petani yang berpenghasilan rendah sebab ternak kambing sendiri memiliki
sifat yang dapat beranak kembar dan fasilitas serta pengelolaannya lebih sederhana
dibandingkan dengan ternak ruminansia besar.
Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang sangat baik untuk dijadikan
sebagai tempat pengembangan ternak kambing. Hal ini dikarenakan adanya daya
dukung kesesuaian iklim dan akses ke berbagai daerah konsumen lebih mudah.
Kabupaten jeneponto memiliki keunggulan dalam usaha peternakan kambing karena
ketersediaan lahan yang luas sehingga ketersediaan pakan ternak dapat terpenuhi dan
kemampuan penduduk dalam menanganai ternak ini. Salah satu fungsi untuk beternak
kambing adalah mensejahterakan hidup petani peternak dan sekaligus sebagai sumber
protein hewani. Salah satu kecamatan yang memiliki populasi kambing terbanyak di
Kabupaten Jeneponto adalah kecamatan Tamalatea. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Data Populasi Ternak Kambing di Kabupaten Jeneponto dari Tahun
2007-2010.
Kecamatan
2007
2008
2009
2010
Bangkala Barat
7.098
7.128
7.224
6.363
Bangkala
6 668
6.807
3.638
5.517
Tamalatea
12.896
13.387
13.463
12.169
Bontoramba
10.336
6.223
6.263
6.611
Binamu
9.253
9.368
9.432
9.346
Turatea
1.998
2.108
2.058
3.643
Kelara
5.668
5.736
5.792
5.019
Rumbia
1.653
1.940
1.513
1.863
Batang
3.413
3.822
3.860
2.936
Arungkeke
6.208
6.341
6.381
5.565
Tarowang
3.307
3.468
3.468
3.320
Total
68.495
66.328
63.089
62.352
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jeneponto, 2010.
2
Pada Tabel 1. Terlihat bahwa populasi ternak kambing di kabupaten
Jeneponto mengalami penurunan tiap tahunnya. Kecamatan Tamalatea merupakan
kecamatan yang memiliki populasi tertinggi dari keseluruhan kecamatan yang ada di
Jeneponto yaitu dengan jumlah 12,169 ekor pada tahun 2010 ekor.
Desa Borongtala adalah merupakan salah satu desa di Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto yang merupakan tempat pengembangan ternak kambing,
sebagaimana di tunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data populasi Ternak Kambing per Kelurahan di Kecamatan
Tamalatea Pada Tahun 2009.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Desa/Kelurahan
Bontosunggu
Bontojai
Borongtala
Turatea Timur
Turatea
Manjangloe
Karelayu
Bontotangnga
Tamanroya
Tonrokassi Timur
Tonrokassi
Tonrokassi Barat
JUMLAH
Populasi Ternak Kambing (ekor)
1017
1083
2130
1290
1223
731
1177
825
895
870
1152
1146
13463
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jeneponto, 2010
Pada Tabel 2. Terlihat bahwa populasi ternak kambing di kecamatan
Tamalatea memiliki populasi yang berbeda dan bervariasi pada setiap desa/kelurahan.
Desa Borongtala merupakan desa yang paling banyak jumlah populasi ternak
kambingnya yaitu 2130 ekor dan yang paling sedikit terdapat di desa Manjangloe.
Desa Borongtala diambil sebagai tempat penelitian karena desa tersebut memiliki
3
banyak populasi ternak kambing selain itu juga sebagai tempat pengembangan ternak
kambing.
Perkembangan produksi dan produktivitas dari ternak kambing hampir tidak
mengalami kemajuan, diduga akibat pola pemeliharaannya yang masih tradisional
dengan skala pemilikan kecil (small holders). Kebanyakan ternak kambing dipelihara
apa adanya tanpa perencanaan jelas untuk lebih berkembang, produktif, dan
menguntungkan. Di sisi lain, jumlah pemotongan termasuk betina produktif untuk
kebutuhan lokal pun cukup tinggi. Apabila produktivitasnya tidak ditingkatkan dan
dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang besar, dikhawatirkan terjadi
penurunan populasi dan akan mempengaruhi skala usaha peternak. Salah satu cara
untuk meningkatkan populasi ternak kambing adalah dengan cara memperbanyak
modal serta ditunjang dengan beberapa hal seperti jumlah induk, jumlah kelahiran,
pengalaman beternak (Danie, dkk, 2008).
Dalam hal permintaan, ternak kambing di butuhkan pada waktu adanya
perayaan hari besar agama (hakekah) dan perayaan adat istiadat daerah setempat serta
daging kambing juga di butuhkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari,
yaitu dagingnya yang diolah menjadi makanan seperti sate dan gulai kambing.
Penjualan ternak kambing tidak terlepas dari hubungan dengan lembaga
pemasaran, seperti pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer
yang merupakan lembaga pemasaran yang menghubungkan antara produsen dan
konsumen. Keberhasilan proses pemasaran pada akhirnya tercapai efisiensi
pemasaran.
4
Pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto, di hadapkan beberapa masalah antara lain : harga dan biaya
pemasaran. Para peternak selalu berpatokan dengan harga jual yang ditawarkan oleh
pedagang pengumpul melalui penaksiran. Pada umumnya peternak bertindak sebagai
penerima harga, sehingga menyebabkan penerimaan ditingkat peternak menjadi
paling rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan peternak tidak memiliki kekuatan
tawar menawar
dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya serta tidak
memiliki informasi yang lengkap mengenai harga jual dipasaran. Selain itu, jauhnya
lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya resiko para peternak
seandainya peternak menjual hasil ternaknya langsung kepada konsumen akhir, yaitu
berupa biaya transpotasi. Sedangkan jika menjual hasil panen di daerah produksinya,
peternak menghadapi resiko harga penjualan terlalu rendah. Untuk itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Saluran Pemasaran Ternak
Kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto”.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan
Tamalatea, Kabupaten Jeneponto ?
2. Bagaimana gambaran keuntungan yang diperoleh tiap lembaga pemasaran dan
saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto?
3. Saluran pemasaran mana yang paling efisien pada pemasaran ternak kambing di
Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto?
5
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui Bagaimana sistem pemasaran ternak kambing di Desa
Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto ?
2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran keuntungan yang diperoleh tiap lembaga
pemasaran dan saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan
Tamalatea, Kabupaten Jeneponto?
3. Untuk mengetahui saluran pemasaran mana yang paling efisien pada pemasaran
ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto?
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi para pelaku pemasaran atau lembaga pemasaran
dalam memilih dan menentukan saluran pemasaran yang dapat meningkatkan
efisiensi pemasaran dan memberikan keuntungan kepada semua pihak yang
terlibat baik peternak, pedagang, maupun konsumen.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tentang Kambing
Kambing adalah ternak yang pertama kali didomestikasi oleh manusia atau
yang kedua setelah anjing. Hal ini sering dibuktikan dengan ditemukannya gambar
kambing pada benda - benda arkhaelog di Asia barat seperti Jericho, Choga Mami
Jeintun, dan Cayonum pada tahun 6000-7000 SM. Kambing atau sering dikenal
sebagai ternak ruminansia kecil merupakan ternak herbivora yang sangat popoler di
kalangan petani Indonesia, terutama yang tinggal di pulau jawa. Oleh peternak,
kambing sudah lama diusahakan sebagai usaha sampingan atau tabungan karena
pemeliharaan dan pemasaran hasil produksinya relatif mudah. Produksi yang
dihasilkan dari ternak kambing yaitu, daging, susu, kulit, bulu, dan kotoran sebagai
pupuk yang sangat bermanfaat ( Susilorini, dkk, 2008).
Adapun Taksonomi Zoologi Kambing sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Ordo
Famili
: Bovidae
Subfamili :
Carpinae
Genus
: Capra
Spesies
: Capra Hircus
7
Bangsa utama kambing yang ditemukan di Indonesia adalah kambing kacang
dari peranakan ettawa (PE). Kambing kasmir, angora dan saanen telah diintroduksi
pada waktu masa lampau. Namun hanya, kambing ettawa yang dapat beadaptasi
dengan kondisi dan sistem pertanian indonesia. Sedangkan kambing kambing yang
banyak ditemukan di Sulawesi adalah jenis kambing marica yang merupakan variasi
lokal dari kambing kacang ( Sodiq dan Abidin, 2008).
Dari hasil penelitian, semua jenis kambing yang hidup di zaman ini adalah
keturunan dari kambing yang hidup dilereng pegunungan. Kambing liar tersebut
merupakan binatang yang penuh gairah hidup dan lincah serta mempunyai kesukaan
mendaki. Para ahli juga menyatakan, bahwa ada tiga jenis kambing liar yang diduga
sebagai cikal bakal atau nenek moyang dari seluruh jenis kambing yang sekarang
dipelihara orang yaitu Caprahircus, Capra falconeri dan Capra prisca (Muljana,
2001).
Adapun jenis-jenis kambing sebagai berikut (Muljana, 2001) :
1. Kambing Kacang
Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia yang dapat pula
ditemukan di Malaysia dan Filipina. Perkembangbiakan kambing kacang sangat
cepat, bahkan pada umur 15-18 bulan sudah dapat menghasilkan keturunan. Kambing
ini cocok digunakan sebagai penghasil daging dan kulit.
Kambing kacang bersifat prolifik (sering melahirkan anak kembar 2 atau 3),
lincah, dan tahan terhaddap berbagai kondisi, dan mampu beradaptasi dengan baik di
berbagai lingkungan berbeda, termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat
8
sederhana. Bulu kambing kacang cukup pendek dan berwarna hitam, cokelat, putih,
atau campuran ketiga warna tersebut.
2. Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Kambing PE mmerupakan hasil persilangan antara kambing ettawa (asal
India) dengan kambing kacang. Kambing PE dimanfaatkan sebagai penghasil daging
dan susu (perah). Penampilan kambing PE mirip dengan kambing ettawa, tetapi
peranakan tubuhnya lebih kecil. Peranakan yang penampilannya mirip kambing
kacang disebut bligon atau jawarandu, yang merupakan tipe pedaging.
Karakteristik kambing PE, antara lain bentuk muka cembung melengkung dan
dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh dari sudut janggut,
telinga panjang, lembek, menggantung, dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk
agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke
belakang sedangkan bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung, dan
paha. Bulu paha panjang dan tebal.
3. Kambing Gembrong
Kambing gembrong merupakan keturunan kambing angora yang sudah
menjadi ras tersendiri di Bali. Kambing ini berwarna putih, jantan dan betinanya
bertanduk, telinga rebah, serta bulunya lebat dan panjang (terkenal dengan istilah
mohar). Berat kambing gembrong bisa mencapai 32-45 kg/ekor. Pemeliharaan
dilakukan semi-intensif dengan melepasnya di pekarangan dan malam hari tidur di
kandang.
9
4. Kambing Anglo Nubian
Kambing anglo nubian berasal dari daerah Nubia di Timur Laut Afrika. Ciriciri kambing ini yaitu bobot tubuh cukup besar, telinga menggantung, dan ambing
besar. Bulunya berwarna hitam, merah, cokelat, putih, atau kombinasi warna-warna
tersebut. Bobot badan kambing jantan mencapai 90 kg dan kambing betina 70 kg.
Produksi susu 700 kg per periode laktasi.
5. Kambing Boer
Kambing boer berasal dari Afrika Selatan dan telah masuk ke Indonesia sejak
65 tahun lalu. Kambing boer adalah kambing pedaging terbaik di dunia. Pada umur 56 bulan, berat badan kambing ini sudah mencapai 35-45 kg dan sudah siap untuk
dipasarkan. Namun, jika dibiarkan sampai usia dewasa (2-3 tahun), bobot badan
kambing jantan bisa mencapai 120 kg.
Kambing boer bertubuh panjang dan lebar, keempat kaki sangat pendek,
warna kulit cokelat, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga
panjang menggantung, serta kepala berwarna cokelat kemerahan atau cokelat muda
hingga cokelat tua. Beberapa kambing boer memiliki garis putih ke bawah di
wajahnya. Kambing ini mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, dan memiliki
daya tahan tubuh yang sangat bagus.
Kambing boer yang ada di Indonesia sudah banyak mengalami persilangan
dengan kambing lokal Indonesia. Istilah “kambing boer bangsa murni” akan
digunakan oleh registrasi kambing boer Indonesia jika seekor kambing sudah
mencapai paling tidak generasi kelima baik dari sisi induk maupun pejantan,
berdasarkan catatan silsilahnya. Salah satu contoh hasil persilangan kambing boer
10
adalah boerka yang merupakan hasil persilangan dengan kambing kacang.Kambing
merupakan salah satu ternak yang cukup andil memberikan keuntungan besar dalam
meningkatkan pendapatan keluarga petani. Ternak kambing bagi petani, selain
sebagai tabungan, juga merupakan ternak yang banyak andilnya sebagai penghasil
daging. Daging kambing sangat disukai oleh sebagian besar masyarakat karena
rasanya enak dan gurih serta bergizi tinggi. Bila hal ini dibandingkan dengan ternak
lain, daging kambing memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi (Hartadi, dkk.
1986).
Tabel 3. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Daging dari Beberapa Jenis
Daging
Jenis daging
Kalori (Cal)
Protein (grm)
Lemak (grm)
Sapi
Domba
Kambing
Kerbau
Ayam
Kelinci
281
254
86
96
193
111
13,8
12,6
12,2
14,2
11,5
11-20
17,7
22,2
15,9
3,9
16
2,5-6,5
Ternak kambing dengan sifat alaminya sangat cocok dibudidayakan di daerah
pedesaan yang sebagian besar penduduknya adalah petani yang berpenghasilan
rendah sebab ternak kambing sendiri memiliki sifat yang dapat beranak kembar dan
fasilitas serta pengelolaannya lebih sederhana dibandingkan dengan ternak
ruminansia besar ( Murtidjo, 1993).
Kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia
kecil, hewan pemamah biak, dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anakanaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, kambing juga
menghasilkan kulit yang dapat di manfaatkan untuk berbagai macam keperluan
11
industri kulit, misalnya sepatu, kerajinan dan lain-lain. Selain itu, jenis kambing
tertentu misalnya kambing Ettawa dan Saanen, juga dapat menghasilkan air susu
yang mempunyai nilai gizi tinggi yang dapat dikomsumsi oleh masyarakat (Cahyono,
1998).
Karakteristik ternak kambing, baik tingkah laku, pendugaan, serta menyerupai
domba. Namun, ada sedikit perbedaan yang kita amati. Kambing tidak suka
bergerombol dan memakan hijauan di tanah seperti halnya domba. Kecenderungan
kambing memakan hijauan yang menggantung
merupakan ciri yang menonjol.
disamping itu, kambing mempunyai kemampuan memakan jenis tanaman lebih
banyak dibandingkan dengan domba (Dwiyanto, 2003).
Kambing sangat sesuai dipelihara khususnya kambing kacang di pedesaan,
mudah hidup dan subur dibawah lingkungan yang bervariasi serta mudah
menyesuaikan diri dengan bermacam-macam cara pemeliharaan. Seperti dengan
sistem pemeliharaan yang tradisional oleh petani peternak belum dapat memberikan
hasil berat badan yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemberian hijauan
hanya terdiri dari rumput lapang atau makanan lainnya yang kualitasnya rendah,
karena tidak mengandung gizi yang lengkap (Rivani, 2004).
Bibit kambing yang baik dalam jumlah cukup akan memiliki peran yang besar
dalam pemenuhan kebutuhan daging kambing. Sebagian besar usaha peternakan
kambing dilakukan untuk memenuhi permintaan daging, terutama untuk keperluan
sate kambing. Selain untuk memenuhi permintaan daging kambing di dalam negeri,
usaha peternakan kambing memiliki peluang ekspor yang sangat besar. Untuk
memenuhi permintaan ekspor ternak kambing tersebut diperlukan adanya
12
peningkatan produktivitas ternak kambing. Peningkatan kambing induk yang
berkualitas akan berdampak pada peningkatan populasi ternak kambing (Anonim,
2011).
Beternak kambing akan memberikan keuntungan dan tambahan penghasilan
bagi peternak karena cepat berkembang biak. Selain itu, juga tidak memerlukan
modal yang banyak dan cara pemeliharaannya sangat mudah. Hal ini sangat didukung
oleh keadaan-keadaan disulawesi selatan, dimana daerah ini mempunyai kekayaan
akan berbagai tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak
kambing (Rivani, 2004)
Beternak kambing sebenarnya banyak keuntungan bila dibandingkan dengan
kemungkinan kerugian yang diderita. Beternak kambing sudah memasyarakat, seperti
ayam, itik maupun lembu. Pemeliharaan kambing tidak menuntut banyak persyaratan
khusus dalam pemeliharaan. Kemudian, satu faktor yang sangat penting dan
menggembirakan adalah hampir setiap orang suka daging kambing, juga banyak
masakan-masakan yang dibuat dengan bahan utama daging kambing. Selain itu
kambing juga menghasilkan susu yang dapat diminum dan mempunyai khasiat hebat
untuk mengurangi rasa sakit dari penyakit maag (Muljana, 2001).
2.2. Aspek Pasar dan Pemasaran
Pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan
kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan,
menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Proses pertukaran
ini memerlukan banyak tenaga dan keterampilan. Manajemen pemasaran terjadi bila
13
setidaknya satu pihak dalam pertukaran potensial memikirkan sasaran dan cara
mendapatkan tanggapan yang dia kehendaki dari pihak lain (Kotler, 1998).
Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang di
tujukan
untuk
melancarkan,
menentukan
harga,
mempromosikan
dan
memdistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli
yang ada maupun pembeli potensial (Sumarni dan Soeprihanto, 1997)
Kohls dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga atau pemasaran pangan
merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa
komoditas pertanian mulai dari titik produksi (petani) sampai ke tangan konsumen.
Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa pemasaran mencakup segala
aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan
saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi
barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan
tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan
untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada
konsumen. Dengan kata lain pemasaran merupakan serangkaian fungsi yang
diperlukan untuk menggerakkan produksi mulai dari produsen utama hingga sampai
ke konsumen akhir.
Di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi,
disebut tataniaga karena niaga identik dengan barang dagang sehingga berarti segala
sesuatu yang menyangkut aturan permainan dalam hal perdagangan barang-barang.
Perdagangan biasanya dijalankan melalui pasar maka tataniaga disebut juga
pemasaran atau marketing. Dalam suatu sistem pemasaran terdapat komponen14
komponen yang terlibat yaitu produsen, lembaga pemasaran dan konsumen serta
lembaga lain yang langsung atau tidak langsung terlibat didalamnya. Sejauh mana
tiap komponen tersebut terlibat dalam sistem pemasaran komoditi pertanian rakyat
tergantung pada aktivitas mereka dalam membina sistem pemasaran yang sedang
berlaku. Pada tiap tingkat waktu, kegiatan komponen tersebut akan menentukan
tingkat efisiensi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987)
Dalam konsep pemasaran modern, marketing mix
merupakan salah satu
kegiatan pemasaran yang sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam
mencapai tujuan perusahaan
tersebut. Dalam marketing mix terdapat variable-
variabel yang merupakan inti dari system pemasaran, yakni produk, struktur harga,
kegiatan promosi, dan sistem distribusi yang dapat menciptakan dan mendorong
terciptanya pembeli (Swastha, 1993)
Dalam pemasaran mengandung arti semua kegiatan manusia yang
berlangsung dalam hubungannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja di pasar
untuk mewujudkan pertukaran potensial memuaskan kebutuhan dan keinginan
manusia. Jadi defenisi pemasaran adalah semua kegiatan manusia yang diarahkan
untuk memuaskan kebutuhannya dan keinginannya melalui prooses pertukaran
melibatkan kerja. Penual harus mencari pembeli, menemukan dan memenuhi
kebutuhan kerja. ,erancang produk yang tepat menemukan harga yang tepat,
menyimpan dan mengangkutnya, memptomosikan produk tersebut, menegoisasi dan
sebagainya semua kegiatan tersebut merupakan nilai dari pemasaran yang dikenal
dari fungsi pemasaran yang terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi
penyedia sarana (Irawan, dkk 2001)
15
Menurut Swastha (1993), sistem pemasaran adalah kumpulan lembagalembaga yang melakukan tugas pemasaran barang, jasa, ide orang, dan faktor-faktor
lingkungan yang saling memberikan pengaruh, dan membentuk serta mempengaruhi
hubungan perusahaan dengan pasarnya.
Menurut Dahl dan Hammond (1977), secara garis besar pasar merupakan
tempat sejumlah lingkungan atau tempat dimana, (1) kekuatan permintaan dan
penawaran saling bertemu, (2 )terbentuknya harga dan perubahan harga terjadi, (3)
terjadinya pemindahan kepemilikan barang dan jasa dan, (4) beberapa susunan fisik
dan institusi dibuktikan.
Pemasaran terdiri dari kegiatan-kegiatan para individu dan organisasi yang
dilakukan untuk memudahkan atau mendukung hubungan pertukaran yang
memuaskan dalam sebuah lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, ditribusi,
promosi dan penetapan harga jual untuk barang, jasa dan gagasan (Mubyarto, 1997).
Pemasaran mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan
pemindahan hak milik dan fisik dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk
didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari
barang yang ditujukan untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan
kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Konsep tersebut menunjukkan
adanya kegunaan hak milik yang menyebabkan pemasaran merupakan kegiatan yang
produktif (Limbong dan Sitorus, 1987)
Pemasaran memiliki sasaran dan berusaha untuk memaksimumkan tingkat
konsumsi masyarakat terhadap berbagai jenis produk yang dipasarkan. Upaya ini
menjadi salah satu sasaran karena dengan tingkat komsumsi masyarakat yang tinggi
16
akan berimplikasi kepada peningkatan volume penjualan dan pada gilirannya akan
merangsang peningkatan volume produksi. Dengan kata lain, memaksimumkan
tingkat komsumsi akan memaksimumkan pula tingkat produksi, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha, kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat. Tingkat produksi
yang tinggi akan berpengaruh positif kepada pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi secara makro dan selanjutnya akan memperbaiki kualitas hidup masyarakat,
meningkatkan daya beli potensial dan merangsang peningkatan investasi pada sektorsektor produktif, baik dibidang pertanian maupun di bidang lainnya yang terkait
(Limbong dan Sitorus, 1987) .
Soekartawi (1993) mengemukakan bahwa karena produsen tidak dapat
bekerja sendiri untuk memasarkan produksinya, maka mereka memerlukan pihak lain
atau lembaga pemasaran yang lain untuk membantu memasarkan produksi pertanian
yang dihasilkan, dengan demikian muncul istilah pedagang pengumpul, pengecer,
pemborong dan sebagainya. Karena masing-masing lembaga pemasaran ingin
mendapatkan keuntungan, maka harga yang dibayarkan oleh masing-masing lembaga
pemasaran itu berbeda. Jadi harga tingkat petani/peternak akan rendah dari pada
harga ditingkat pedagang perantara dan harga dipedagang perantara juga akan lebih
rendah dari pada tingkat pedagang pengecer.
2.3. Saluran Pemasaran
Penyaluran barang-barang dari pihak produsen ke pihak konsumen terlibat
satu sampai beberapa golongan pedagang perantara. Pedagang perantara ini dikenal
sebagai saluran tataniaga (marketing Chanel). Tegasnya saluran tataniaga terdiri dari
pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak menghiraukan
17
apakah mereka itu memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari
pemilik barang (Hanafiah dan Saefuddin, 1986)
Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang terkait satu sama lain
dan terlibat dalam penyaluran produk sejak dari produsen sampai
konsumen.
Organisasi-organisasi yang dimaksud bisa berupa pengecer, grosir, agen dan
distributor fisik (Simamora, 2001).
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan
terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang dan jasa untuk di gunakan atau
dikomsumsi. Sebuah saluran pemasaran bertugas memindahkan barang dari produsen
ke konsumen. Hal ini megatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang
memisahkan
barang
dan
jasa
dari
orang-orang
yang
membutuhkan
dan
menginginkannya (Limbong dan Sitorus, 1987)
Saluran pemasaran merupakan salah satu bagian dari pemasaran. Barangbarang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan harus disampaikan ke konsumen baik
secara langsung maupun tidak langsung, sebelum transaksi jual beli antara penjual
dan pembeli dilaksanakan. Penentuan saluran pemasaran adalah penentuan lembaga
penyalur yang akan menyampaikan barang atau jasa kepada calon konsumennya.
Pada dasarnya beberapa macam lembaga penyalur yang dapat dipilih oleh seseorang
pengusaha untuk menyalurkan barang-barang hasil produksinya (Ranupandojo, 1990)
Menurut Rahadi dan Hartono (2003) bahwa pola pemasaran berlangsung
secara alami. Biasanya pola ini banyak dilakukan oleh peternak yang ingin berusaha
sendiri memasarkan produknya. Peternak dapat menjual langsung ke konsumen,
pedagang besar atau pasar-pasar yang telah ada. Salah satu pola tersebut yaitu :
18
-
Pola 1 : Peternak/Produsen – Konsumen
-
Pola 2 : Peternak/Produsen – Pedagang Pengumpul – Konsumen
-
Pola 3 : Peternak/Produsen – Pedagang Pengumpul – Rumah Pemotongan
Hewan – Eksportir/konsumen.
Kotler, P (1989) menyatakan bahwa saluran distribusi pemasaran dapat
dikararteristik dengan jumlah tingkat saluran. Setiap perantara yang menjalankan
pekerjaan tertentu untuk mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih
mendekati pembeli akhir disebut sebagai tingkat saluran. Karena produsen dan
pelanggan akhir melakukan kerja sama, maka keduanya merupakan bagian dari setiap
saluran pemasaran. Dalam pemasaran terdapat empat kegiatan saluran distribusi yaitu
Saluran I
: Produsen – Konsumen
Saluran II
: Produsen – Pengecer – Konsumen
Saluran III
: Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran IV
: Produsen – Pedagang Besar – Penyalur – Pengercer- Konsumen
Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui tergantung dari beberapa
faktor, antara lain :
1. Jarak antara produsen ke konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus
segera diterima konsumen dan dengan demikian menghendaki saluran yang
pendek dan cepat.
3. Skala produksi. Bila produksi langsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal ini tidak
19
menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan
demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan dan demikian saluran
yang akan dilalui produk cenderung panjang.
4. Posisi keungan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung
untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangan
(modalnya) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak
dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata
lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran
tataniaga (Hanafiah dan Saefuddin, 1986)
Jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir di sebut saluran
pemasaran . jenis dan kerumitan saluran pemasaran berbeda-beda sesuai dengan
komoditinya. Pasar kaki lima merupakan saluran pemasaran yang paling sederhana,
dari produsen langsung ke konsumen. Tetapi, kebanyakan produk diproses lebih
lanjut pada tingkat saluran pemasaran yang berbeda dan melalui banyak perusahaan
sebelum mencapai konsumen akhir (Downey dan Erikson, 1992)
2. 4. Lembaga Pemasaran
Lembaga
pemasaran
adalah
badan
usaha
atau
individu
yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke
konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu
lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk
memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu (time utility), tempat (place utility),
dan bentuk (form utility). Lembaga pemasaran bertugas untuk menjalankan fungsi-
20
fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.
Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran
adalah margin pemasaran (yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan). Bagian
balas jasa bagi lembaga pemasaran adalah keuntungan yang diperoleh dari kegiatan
pemasaran (Kamaludddin, 2008).
Kamaluddin (2008), Menyatakan bahwa golongan lembaga pemasaran terdiri
atas dua yaitu :
1. Menurut Penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual belikan
Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual belikan, lembaga
pemasaran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:

Lembaga yang tidak memiliki komoditi, tetapi menguasai komoditi, seperti agen
dan perantara, makelar (broker, selling broker, dan buying broker).

Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi yang dipasarkan,
seperti: pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan importir.

Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi yang
dipasarkan,
seperti
perusahaan-perusahaan
yang
menyediakan
fasilitas
transportasi, asuransi pemasaran, dan perusahaan yang menentukan kualitas
produk pertanian (surveyor).
21
2. Berdasarkan Keterlibatan dalam Proses Pemasaran
Berdasarkan keterlibatan dalam proses pemasaran, lembaga pemasaran
terdiri dari:
 Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan
petani. Tengkulak melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, ijon
maupun kontrak pembelian.
 Pedagang pengumpul, yaitu lembaga pemasaran yang menjual komoditi yang
dibeli dari beberapa tengkulak dari petani. Peranan pedagang pengumpul adalah
mengumpulkan komoditi yang dibeli tengkulak dari petani-petani, yang bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi pemasaran seperti pengangkutan.
 Pedagang besar, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran
maka
jumlah
komoditi
yang
ada
pada
pedagang
pengumpul
perlu
dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut pedagang besar.
Pedagang besar juga melaksanakan fungsi distribusi komoditi kepada agen dan
pedagang pengecer.
 Agen penjual, bertugas dalam proses distribusi komoditi yang dipasarkan, dengan
membeli komoditi dari pedagang besar dalam jumlah besar dengan harga yang
realtif lebih murah.
 Pengecer (retailers), merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung
dengan konsumen. Pengecer merupakan ujung tombak dari suatu proses produksi
yang bersifat komersil. Artinya kelanjutan proses produksi yang dilakukan oleh
produsen dan lemabaga-lembaga pemasaran sangat tergantung dengan aktivitas
22
pengecer dalam menjual produk ke konsumen. Oleh sebab itu tidak jarang suatu
perusahaan menguasai proses produksi sampai ke pengecer.
Seluruh lembaga-lembaga pemasaran tersebut dalam proses penyampaian
produk dari produsen ke konsumen berhubungan satu sama lain yang membentuk
jaringan pemasaran. Arus pemasaran (saluran pemasaran) yang terbentuk dalam
proses pemasaran ini beragam sekali, misalnya:

Produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir

Produsen – tengkulak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer –
konsumen akhir

Produsen – tengkulak – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir

Produsen – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir.
Hubungan antar lembaga-lembaga tersebut akan membentuk pola-pola
pemasaran yang khusus. Pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus
komoditi pertanian dari petani ke konsumen akhir disebut sistem pemasaran
(Kamaludiin, 2008).
Fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan adalah:

Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu

Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut

Menempatkan diri sebagai sumber barang-barang bagi konsumen

Menciptakan
keseimbangan
antara
harga
dan
kualitas
barang
diperdagangkan

Menyediakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan konsumen

Melaksanakan tindakan-tindakan dalam persaingan (Kamaluddin, 2008).
23
yang
2.5. Biaya dan Margin Pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses
pemasaran berlangsung, mulai dari produk lepas dari tangan peternak hingga diterima
konsumen akhir. Biaya dapat besar atau kecil tergantung panjang pendeknya jalur
pemasaran dan peran fungsi pemasaran (Rasyaf, 2004).
Soekartawi (1993) menyatakan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan perusahaan. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut,
biaya pengeringan, pungutan retribusi dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran
berbeda satu sama lain disebabkan oleh :
1. Macam komoditi
2. Lokasi pemasaran
3. Macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran dilakukan.
Seringkali komoditi pertanian yang nilainnya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran
yang tinggi pula,
Argumen seputar saluran distribusi terletak pada pilihan antara biaya dan
manfaat menjalankan aktivitas pemasaran adalah biaya, refleksi dalam harga jual
akhir produk atau jasa. Biaya-biaya tersebut bervariasi sangat luas tergantung pada
produk dan konsumennya. Namun kadangkala besarnya sangat berarti sekitar 50
persen dari harga eceran kebanyakan paket produk konsumen dan sekitar setengahnya
merupakan margin laba pengecer. Sisanya terdiri atas biaya pemasaran perusahaan
manufaktur dan perantara grosir. Meskipun biaya pemasaran perusahaan seperti biaya
lembaran atau kimia dasar cenderung sangat murah karena penjualannya dilakukan
24
dalam jumlah besar kepada sejumlah kecil konsumen regular, nilainya tetap mencapai
10 hingga 15 persen dari harga jual akhir (Larechee, dkk. 1997)
Mubyarto (1997) menyatakan bahwa biaya pemasaran yang relative tinggi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurang baiknya jalan dan prasarana
perhubungan, tersebarnya tempat produksi yang jauh dan banyaknya pungutanpungutan yang bersifat resmi maupun tidak resmi di sepanjang jalan antara produsen
dan konsumen.
Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga
yang dapat menutupi biaya akan mengakibatkan kerugian operasional maupun biaya
non operasional yang menghasilkan keuntungan, selanjutnya dikatakan bahwa biaya
variabel adalah biaya yang beubah-ubah untuk setiap tingkatan atau hasil yang di
produksi. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau
biaya tetapl merupakan jumlah biaya variable dan biaya tetap (Alma, 2000).
Winardi (1993) menyatakan bahwa Biaya terdiri atas biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah sesuai dengan perubahan yang
terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau di jual. Biaya variabel
adalah biaya langsung yang dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi
dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau dijual.
Biaya tataniaga suatu macam produk biasanya diukur secara kasar dengan
margin dan spread. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh
pembeli terakhir. Pada suatu perusahaan (firm) istilah margin merupakan sejumlah
yang ditentukan secara internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya
25
dan laba, dan ini merupakan perbedaan atau spread antara harga pembelian dan harga
penjualan (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Daniel (2002), menyatakan bahwa margin tataniaga adalah selisih antara
harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin
ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam prosses pemasaran
tersebut. Makin panjang tataniaga ( semakain banyak lembaga yang terlibat) maka
semakin besar margin tataniaganya.
Salah satu fungsi harga yang penting dalam saluran distribusi adalah untuk
menentukan jumlah laba. Tetapi, harga itu sendiri tidak terlalu menjamin adanya laba.
Apabila saluaran pemasaran ditinjau sebagai satu kelompok atau tim operasi, maka
margin dapat dinyatakan sebagai suatu pembayaran yang di berikan kepada mereka
atas jasa-jasanya. Jadi margin merupakan suatu imbalan atau harga atas suatu hasil
kerja. Konsep margin sebagai suatu pembayaran pada penyalur mempunya dasar
yang logis dalam konsep nilai tambah. Margin dapat didenifisikan sebagai perbedaan
antara harga beli dengan harga jual (Swastha, 1993).
Hanafiah dan Saefuddin (1986) menytatakan bahwa margin pemasaran adalah
selisih harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar
konsumen. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya margin pemasaran
yaitu:
1. Perubahan margin penasaran, keuntungan dari pedagang perantara, harga
yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima produsen
2. Sifat barang yang diperdagangkan
3. Tingkat pengolahan barang
26
Menurut Hanafiah dan saefuddin (1986) menyatakan bahwa tataniaga adalah
suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada
penjual pertama (Hp) dan harga yang dibayarkan oleh pembeli terakhir (He), yang
dituliskan dalam rumus
1. Marjin tiap lembaga pemasaran
M = He – Hp
Dimana =
M = Margin Pemasaran (Tataniaga)
Hp = Harga yang dibayar kepada Penjualan pertama (Rp/Ekor)
He = Harga yang dibayar kepada Pembelian terakhir (Rp/ Ekor)
2. Margin tiap Saluran pemasaran (Swastha, 1991)
Mt = M1 + M2……… + Mn
Dimana =
Mt = Margin Saluran Pemasaran
M1 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-1
M2 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-2
Mn = Margin Penasaran Lembaga Pemasaran ke-n
2.6. Keuntungan Pemasaran
Soekartawi (2001) menyatakan bahwa keuntungan adalah selisih antara
penerimaan total dan biaya-biaya. Biaya ini dalam banyak kenyataan, dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (seperti sewa tanah, pembelian alat)
dan biaya tidak tetap (seperti biaya transportasi, upah tenaga kerja).
27
Soekartawi (2001), juga menyatakan bahwa keuntungan margin adalah
keuntungan yang bersifat kotor. Dari segi bisnis, keuntungan ini bersifat semu karena
ada unsur-unsur biaya yang tidak diperhitungkan yaitu biaya tetap, sehingga besarnya
keuntungan margin sama dengan selisih total output dengan biaya operasional.
Untuk meningkatkan keuntungan adalah dengan tidak lain dengan cara
memperbaiki pelaksanan dari fungsi tataniaga secara efektif dan efisien. Pada
pokoknya laba dapat diperoleh dari seluruh penghasilan dikurangi dengan seluruh
biaya. Laba bersih yang dapat dicapai menjadi ukuran sukses bagi sebuah lembaga
pemasaran (Gunawan, 1985).
Angipora (2002) mengemukakan bahwa laba merupakan sisa lebih dari hasil
penjualan dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual dan biaya-biaya lainnya.
Untuk mencapai laba yang besar, maka manajemen dapat melakukan langkahlangkah seperti menekan biaya penjualan yang ada, menentukan harga jual
sedemikian rupa sesuai laba yang dikehendaki dan meningkatkan volume penjualan
sebesar mungkin.
Rasyaf (1996) mengatakan bahwa untuk memperoleh keuntungan atau
pendapatan yang lebih baik, peternakan mempunyai dua jalan yaitu :
1. Melakukan efisiensi dari segi teknis : dari segala skala usaha dan
meningkatkan produksi daging perekor
2. Melakukan efisiensi dari segi non-teknis : dengan jalan memperkecil biaya
produksi atau menekan biaya sewajarnya.
Pada saat memperoleh penerimaan bahkan sebelum hasil produksi dijual
sebenarnya kita sudah mengetahui rugi atau untung. Hal ini dapat saja terjadi karena
28
tujuan kita adalah membandingkan harga harapan dengan harga pasar. Bila harga
pasar berbeda diatas harga harapan maka peternak dapat menduga bakal mendapat
keuntungan. Besarnya tingkat keuntungan tergantung besar selisih harga pasar
dengan harga harapan. Bila harga harapan diatas harga pasar, maka peternak sudah
dapat memastikan bakal mendapat kerugian. Bila harga harapan sama dengan harga
pasar, maka peternak dapat menduga bakal tidak memperoleh keuntungan ataupun
kerugian, artinya peternak hanya memperoleh modalnya saja (Rasyaf, 2004)
2.7. Efisiensi Pemasaran
Efisiensi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya
untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Bila efisiensi dimasukkan dalam
analisis maka variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisisnya
adalah variabel harga. Oleh karena itu ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum
efisiensi dikerjakan yaitu tingkatkan transpormasi antara input dan output, serta
perbandingan antara harga input dan harga output sebagai upaya mencapai indicator
efisiensi (Soekartawi, 1993).
Pandangan lain menyatakan bahwa efisiensi merupakan ukuran dari
produktivitas. Sedang efisiensi sendiri merupakan perbandingan antara unsur output
dan unsur input. Apabila hasil perbandingan ini lebih besar dari ada 1 (satu) maka
dapat dikatakan produktif. Sebaliknya bila perbandingan antara output dan input
hasilnya kurang dari 1 (satu) maka dikatakan kurang produktif. Perusahan yang
produktif adalah perusahan yang efisien. Perusahaan yang efisien apabila nilai output
lebih besar dari nilai inputnya. Sebaliknya perusahan tidak efisien jika outpu bernilai
lebih kecil dari nilai inputnya (Ranupandojo, 1990).
29
Daniel (2002) mengemukakan bahwa efisiensi pemasaran adalah ukuran dari
perbandingan antara keguanaan pemasaran dengan biaya pemasaran. Beberapa faktor
yang dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi pemasaran, yaitu :
1. Keuntungan pemasaran
2. Harga yang diterima oleh konsumen
3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran
4. Kompetensi pasar.
Lanjut dikatakan suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi
2 syarat yaitu :
1. Mampu menyampaikan hasil-hasil produsen sampai ke konsumen dengan
biaya serendah-rendahnya.
2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam
kegiatan produksi dan pemasaran barang.
Downey dan Erickson (1992), menyatakan bahwa istilah efisiensi pemasaran
sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) pemasaran. Hal ini
mencerminkan consensus bahwa pelaksanaan proses pemasaran harus berlangsung
secara efisien. Teknlogi atau prosedur baru hanya boleh ditetapkan apabila
meningkatkan efisiensi proses pemasaran. Efisiensi dapat didefisnisikan sebagai
peningkatan rasio “keluaran-masukan” yang umumnya dicapai dengan salah satu dari
empat cara berikut :
1. Keluaran tetap konstan sedang masukan mengecil
2. Keluaran meningkat sedang masukan tetap konstan
30
3. Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang peningkatan
masukan
4. Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan
masukan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa ada dua dimensi yang berbeda dari efisiensi
pemasaran dapat meningkatkan rasio keluaran-masukan. Yang pertama disebut
efisiensi operasional dan mengukur aktivitas pelaksanaan jasa pemasaran di dalam
perusahaan. Dimensi kedua disebut penetapan harga, mengukur bagaimana harga
pasar mencerminkan biaya produksi dan pemasaran secara memadai pada seluruh
sisitem pemasaran.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Maret sampai
dengan bulan Juli 2012. Bertempat
di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto dengan pertimbangan bahwa Desa Borongtala, Kecamatan
Tamalatea, Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang populasi kambingnya yang
paling banyak di antara desa/kelurahan lainnya di Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto.
3.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu dengan
menggambarkan dan mendeskripsikan tentang kajian pemasaran usaha ternak
kambing
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua peternak dan lembaga pemasaran
yang terlibat dan melakukan transaksi penjualan ternak kambing dalam pemasaran
ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto
yakni sebanyak 18 peternak, 4 pedagang pengumpul, 1 pedagang besar, dan 2
pedagang pengecer, dengan unit analisis adalah ”transaksi ternak kambing”. Melihat
jumlah populasi yang relatif sedikit dan untuk mendapatkan data pemasaran ternak
kambing yang akurat maka pada penelitian ini keseluruhan populasi digunakan
sebagai sampel dengan kata lain sampel yang digunakan adalah sampel jenuh.
32
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Observasi yaitu melakukan pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan dan penelusuran langsung transaksi setiap lembaga pemasaran.
2. Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui interview
langsung dengan responden yakni peternak kambing dan lembaga pemasaran
yang terlibat pada pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan
Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Untuk memudahkan dalam proses interview
digunakan kuesioner atau daftar pertanyaan
3.5. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dan sumber pada penelitian ini adalah yaitu :
1. Data kualitatif yaitu data yang dapat menggambarkan dan menjelaskan variabel
penelitian yang meliputi sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
2. Data kuantitaif yaitu data yang berupa angka-angka yang berupa biaya pemasaran
tiap lembaga, harga penjualan tiap lembaga, harga pembelian tiap lembaga, dan
harga ditingkat konsumen.
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan
responden yaitu peternak kambing dan lembaga pemasaran di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto mengenai pemasaran ternak kambing
33
yang khususnya mengenai penjualan dan lain sebagainnya yang berkaitan dengan
penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang bersumber dari buku-buku, laporan-laporan dan
lain-lain yang berasal dari instansi terkait dengan penelitian ini, seperti data biro
pusat statistik, kantor Desa Borongtala, kantor Kecamatan Tamalatea dan kantor
balai penyuluhan peternakan Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto.
3.6. Analisa Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sistem pemasaran ternak kambing digunakan analisis
deskriptif yang meliputi saluran pemasaran, fungsi pemasaran, dan perilaku pasar
(proses pembentukan harga, pola pembayaran harga, dan kerjasama antar
lembaga).
2. Untuk menghitung margin tiap lembaga pemasaran dan saluran pemasaran di
gunakan Rumus (Saefuddin dan Hanafiah, 1986) sebagai berikut :
1. Margin Tiap Lembaga Pemasaran ternak kambing
M = Hp – Hb
Dimana =
M = Margin Lembaga Pemasaran
Hp = Harga Penjualan (Rp/Ekor)
Hb = Harga Pembelian (Rp/ Ekor)
2. Margin tiap Saluran pemasaran (Swastha, 1991)
Mt = M1 + M2……… + Mn
34
Dimana =
Mt = Margin Saluran Pemasaran
M1 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-1
M2 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-2
Mn = Margin Penasaran Lembaga Pemasaran ke-n
3. Untuk Mengetahui Besarnya keuntungan dari masing-masing lembaga
pemasaran, digunakan rumus :
П = ML – TC
Dimana :
П
= Keuntungan Lembaga Pemasaran (Rp/ekor)
ML = Margin Lembaga Pemasaran (Rp/ekor)
TC = Biaya total pemasaran yang dikeluarkan tiap lembaga
Pemasaran (Rp/ekor)
4. Untuk mengetahui keuntungan pemasaran dari setiap saluran pemasaran di
gunakan rumus :
Пt = П1+ П2+……..+ Пn
Dimana :
Пt = Keuntungan saluran pemasaran
П1= Keuntungan lembaga pemasaran ke-1
П2= Keuntungan Lembaga Pemasaran ke-2
Пn= Keuntungan lembaga pemasaran ke-n
35
5. Untuk mengetahui efisiensi saluran pemasaran di gunakan rumus :
BP
Ep =
X 100% (Downey dan Erickson, 1992)
NP
Dimana :
Ep = Efisiensi Pemasaran (%)
BP = Total Biaya Pemasaran (Rp/ekor)
NP = Total Nilai Produk yang dipasarkan (Rp/ekor)
Jika :
Ep yang nilainya paling kecil = paling efisien
36
3.7. Konsep Operasional
Adapun yang menjadi konsep operasional pada penelitian ini adalah ;
 Sistem pemasaran adalah kumpulan lembaga-lembaga yang melakukan tugas
pemasaran ternak kambing dari produsen ke konsumen akhir, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
 Pemasaran adalah kegiatan pendistribusian ternak kambing dari produsen ke
konsumen akhir
 Peternak (Produsen) kambing adalah orang-orang yang melakukan usaha
pembudidayaan ternak kambing di Desa Borongtala, kecematan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto.
 Pedagang pengumpul (tengkulak) adalah pedagang yang melakukan pembelian
skala kecil dari peternak (produsen) dan yang menyalurkan produk kepada
pedagang.
 Pedagang pengecer adalah pedagang menjual ternak kambing langsung ke
konsumen akhir.
 Konsumen akhir adalah orang yang membeli dengan tujuan untuk di komsumsi
atau diolah untuk dijual kembali (konsumen perantara) dalam jenis atau bentuk
berbeda dari produk asalnya.
 Margin lembaga pemasaran adalah selisih antara harga jual dan harga beli pada
setiap lembaga pemasaran (Rp/ekor)
 Lembaga pemasaran adalah semua pedagang yang terlibat dalam pemasaran ternak
kambing
37
 Harga jual peternak adalah harga ternak kambing yang diterima peternak perekor
(Rp/ekor)
 Harga beli lembaga pemasaran adalah harga beli ternak kambing oleh setiap
lembaga pemasaran (Rp/ekor)
 Harga Jual lembaga pemasaran adalah harga jual ternak kambing oleh setiap
lembaga pemasaran (Rp/ekor).
 Harga beli Konsumen adalah harga yang dibayarkan oleh konsumen kepada
lembaga pemasaran yang bertransaksi dengannya (Rp/ekor).
 Saluran distribusi atau saluran yang dilalui oleh pemasaran ternak kambing dari
peternak di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto sampai
ke konsumen akhir.
 Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan ternak
kambing dari produsen ke konsumen (Rp/ekor)
 Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara biaya pemasaran ternak kambing
yang dikeluarkan setiap lembaga dengan nilai produk yang dijual yang dinyatakan
dengan %
 Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih antara margin pemasaran dengan
total biaya tiap lembaga tataniaga (Rp/ekor)
38
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Keadaan Geografis dan Topografi
Borongtala merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto. Desa ini memiliki letak yang cukup strategis karena terletak
tidak jauh dengan ibukota Kabupaten Jeneponto. Selain itu adapun batas-batas
wilayah Desa Borongtala yaitu :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Turatea

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel. Biringkassi

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Turatea Timur

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bontojai
Luas wilayah Desa Borongtala yaitu ± 613 ha/m2 dan memiliki 7 dusun yaitu
Dusun Mattirobaji Selatan, Dusun Mattirobaji, Dusun Baraya, Dusun Karampang
Paja Timur, Dusun Karampang Paja Barat, Dusun Toberekka, dan Dusun Toberekka
Selatan.
4.2. Luas dan Penggunaan Lahan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting dimiliki oleh suatu
daerah. Kondisi lahan yang dimiliki dari suatu daerah dapat menjadi faktor penentu
jenis pekerjaan yang mayoritas digeluti oleh penduduknya. Sebagai contoh, daerah
yang sebagian besar adalah persawahan tentunya sebagian besar penduduknya akan
menjadi pekerja di bidang pertanian atau petani sawah. Luas dan penggunaan lahan di
39
Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Luas dan Penggunaan Lahan di Desa Borongtala Kecamatan
Tamalatea Kabupaten Jeneponto.
No
Pengguna Lahan
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Pemukiman
151
24,63
2
Persawahan
55
8,97
3
Perkebunan
407
66,39
613
100
Jumlah
Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto 2012
Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar lahan di desa Borongtala
Kecamatan Tamalatea kabupaten Jeneponto di gunakan untuk perkebunan dengan
persentase sebesar 66,39% yang artinya sebagian besar masyarakat Desa Borongtala
Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jenoponto mempunyai lahan perkebunan. Kondisi
tersebut
juga merupakan salah satu faktor pendukung pengembangan usaha
peternakan pada umumnya dan usaha ternak kambing pada khususnya, terutama
dalam hal ketersediaan pakan dan lahan pengembalaan.
4.3. Kependudukan
Penduduk merupakan salah satu potensi dan penggerak pembangunan suatu
daerah. Kualitas sumber daya manusia (penduduk) yang tinggi tentunya akan menjadi
salah satu modal utama suatu daerah dalam upaya pengembangan dan pembangunan
daerah. Sedangkan sumber daya manusia yang berkualitas rendah dapat menjadi
faktor penghambat dalam pembangunan dan akan manjadi masalah dalam suatu
40
daerah. Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sangat penting untuk dapat meningkatkan persaingan dan menjadi sumber
daya yang handal dalam pembangunan daerah.
Adapun komposisi penduduk di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto berdasarkan jenis kelamin dapat kita lihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Borongtala
Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto.
No
Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk
Persentase (%)
1
Laki-laki
2008
49.78
2
Perempuan
2026
50.22
4034
100
Jumlah
Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto 2012
Pada Tabel 5 terlihat bahwa komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin
sebagian besar adalah perempuan yakni sebanyak 2026 orang (50,22%) sedangkan
untuk laki-laki sebanyak 2008 orang (49,78%).
4.4. Sarana dan Prasarana
Dalam upaya memperlancar berbagai aktivitas keseharian masyarakat, maka
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sangatlah dibutuhkan. Sarana dan
prasarana yang dimaksud antara lain sarana dan prasarana pendidikan, serta sarana
dan prasarana kesehatan.
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Borongtala Kecamatan
Tamalatea Kabupaten Jeneponto:
41
4.4. 1. Sarana Pendidikan
Untuk memperlancar kegiatan proses pendidikan dan untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas maka faktor pendidikan perlu mendapat
perhatian bagi pemerintah. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan bagi
masyarakat di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto dapat
kita lihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sarana Pendidikan di Desa Borongtala Kacamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto.
No
Sarana Pendidikan
Unit1
Persentase (%)
1
TK
1
20
2
SD/Sederajat
3
60
3
SMP/Sederajat
1
20
Jumlah
5
1000
Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto 2012
Pada Tabel 6 terlihat bahwa sarana pendidikan yang terdapat di Desa
Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto secara kuantitas cukup
tersedia, sekolah dasar/sederajat merupakan jumlah sekolah terbanyak yaitu sebanyak
3 unit (60%), sedangkan untuk Sekolah menengah Pertama dan Taman Kanak-kanak
masing-masing 1 unit (20%) kenyataan tersebut menunjukkan bahwa upaya
peningkatan kecerdasan masyarakat di daerah ini telah didukung oleh ketersediaan
sarana pendidikan.
42
4.4. 2. Sarana Kesehatan
Dalam upaya meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat maka ketersediaan
sarana kesehatan sangat diperlukan. Ketersediaan sarana kesehatan tersebut tentunya
akan lebih memudahkan bagi masyarakat dalam memeriksa dan mengontrol kondisi
kesehatan. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto dapat kita lihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sarana Kesehatan di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto.
No
Sarana Kesehatan
Unit
Persentase (%)
1
Puskesmas pembantu
1
25
2
Posyandu
3
75
4
100
Jumlah
Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto
Pada Tabel 7 terlihat bahwa sarana kesehatan yang terdapat di Desa
Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto hanya terdapat 1 unit pustu
(puskesmas pembantu) dan 3 unit posyandu. Akan tetapi sarana kesehatan tersebut
bagi masyarakat Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto sudah
cukup membantu dalam memperoleh pengobatan dan perawatan kesehatan.
Dalam menupayakan kesehatan masyarakat Desa Borongtala Kecamatan
Tamalatea Kabupaten Jeneponto juga di dukung oleh seorang paramedis, dua orang
dukun bersalin terlatih dan seorang bidan. Sehingga dalam proses memperoleh obat
atau bersalin sudah cukup membantu dalam kehidupan sehari-hari.
43
BAB V
KEADAAN UMUM RESPONDEN
Dalam penelitian ini, responden yang dimaksud adalah peternak, pedagang
pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Keadaan umum responden dapat
dilhat dari umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan lama berusaha
menjual ternak kambing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
5.1. Umur
Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja seseorang adalah
faktor umur. Umur tentunya akan berdampak pada kemampuan fisik seseorang dalam
bertindak dan berusaha. Orang yang memiliki umur tua tentunya memiliki
kemampuan fisik yang cenderung lemah dibandingkan dengan mereka yang masih
berumur muda.
Menurut badan pusat statistic (BPS), berdasarkan komposisi penduduk, usia
penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
Adapun komposisi umur responden peternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Klasifikasi Responden Menurut Kelompok Umur.
No
1.
2.
3.
Umur ( Tahun)
0 – 14
15 – 64
< 65
Jumlah ( Orang)
0
25
0
Persentase (%)
0
100
0
Jumlah
25
100
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012
44
Pada Tabel 8. Dapat dilhat bahwa sebaran kelompok umur dalam melakukan
usaha budi daya ternak kambing seluruhnya dilakukan oleh peternak yang memiliki
umur yang berkisar antara umur 15 – 65 tahun dengan jumlah 25 orang dengan
persentase 100 %. Melihat kenyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa
keseluruhan responden berada pada usia produktif dan hal ini tentunya sangat
berdampak positif dalam pengembangan usaha peternakan maupun pemasaran ternak
kambing yang digelutinya.
5.2 Tingkat Pendidikan
Kemampuan seseorang dalam menjalankan usaha sangat dipengaruhi oleh
kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual tersebut dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
tentunya juga akan memiliki kemampuan dalam menerima atau menolak suatu
inovasi. untuk melihat sejauh mana tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden
dapat kita lihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
SD/Sederajat
14
56
2
SMP/Sederajat
9
36
3
SMA/Sederajat
2
8
Jumlah
25
100
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2012.
Dari Tabel 9 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden cukup bervariasi,
mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan tingkat Sekolah Menengah
Akhir (SMA) atau sederajat. Jumlah respoden terbanyak yaitu responden dengan
45
tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu sebanyak 14 orang (56%) dan yang terendah
adalah tingkat pendidikan Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau sederajat yakni
sebanyak 2 orang (8%). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa
pendidikan responden masih sangat rendah. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan
peternakan khususnya peternakan kambing agar pengetahuan dan keterampilannya
dapat meningkat. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (1993) yang menyatakan bahwa
rendahnya pendidikan pekerja merupakan kendala dalam menyerap informasi baru,
khususnya yang berkaitan dengan proses difusi-inovasi teknologi.
5.3. Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang
menjadi tanggungan responden, baik yang merupakan keluarga inti responden,
maupun anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggung jawab responden. Jumlah
tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
No
Tanggungan Keluarga (Orang)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
2–3
4
16
2
4–5
15
60
3
6–7
6
30
25
100
Jumlah
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012
Pada Tabel 10. terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 2
sampai dengan 7 orang. Jumlah responden terbanyak yaitu responden dengan
tanggungan keluarga antara 4 sampai dengan 5 orang yaitu sebanyak 15 orang (60%)
dan yang terendah adalah responden dengan tanggungan keluarga antara 2 sampai
46
dengan 3 orang yaitu sebanyak 4 orang (10%). Melihat kenyataan tersebut maka
dapat diketahui bahwa ketersediaan tenaga kerja atau sumber daya menusia dalam
usaha pemasaran ternak kambing cukup tersedia, hal ini sesuai pendapat Daniel
(2004), yang menyatakan bahwa sebagian besar usaha kecil rumah tangga
menggunakan anggota rumah tangga sebagai tenaga kerja atau sumber daya manusia.
5.4. Lama Berusaha Menjual Ternak Kambing
Pengalaman menjual menunjukkan lamanya responden menggeluti usaha
penjualan atau pemasaran ternak kambing. Adapun klasifikasi responden berdasarkan
lama menjual ternak kambing dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 11. Klasifikasi Responden Berdasarkan Lama Berusaha Menjual Ternak
Kambing.
No
Lama Berusaha (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
5 – 10
7
28
2
11 – 15
5
20
3
16 – 20
13
52
25
100
Jumlah
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012
Pada Tabel 11. Terlihat bahwa lama menjual ternak kambing pada responden
di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto yaitu 5 sampai
dengan 20 tahun. Adapun responden terbanyak yaitu responden yang memiliki
pengalaman menjual antara 16 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu sebanyai 5 orang
(52%) sedangkan responden yang memliki pengalaman terendah adalah antara 11
tahun sampai dengan 15 tahun yaitu sebanyak 5 orang (20%). Secara umum
responden telah memiliki pengalaman yang cukup dalam mengolah usahanya
sehingga dengan pengalaman tersebut, responden mampu mengatasi masalah yang
47
terjadi. Hal ini sesuai pendapat Handoko (1999) yang menyatakan bahwa pengalaman
merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menjalankan usahanya.
48
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6. 1. Lembaga Pemasaran
Kehadiran lembaga pemasaran dalam proses menggerakkan barang atau jasa
dari titik produsen ke titik konsumen sangat diperlukan. Lembaga-lembaga
pemasaran dapat memperlancar pergerakan barang dari produsen sampai ke tingkat
konsumen melalui berbagai kegiatan yang dikenal sebagai perantara. Lembagalembaga ini bisa dalam bentuk perorangan, perserikatan, atau perseorangan. Dalam
sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto umumnya lembaga-lembaga yang terlibat adalah peternak
kambing, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer.
Peternak merupakan produsen ternak kambing yang juga bertindak sebagai
lembaga pemasaran karena dari sinilah kambing – kambing tersebut di pelihara
untuk kemudian dipasarkan. Pada penelitian jumlah peternak yang terlibat dalam
proses pemasaran ternak kambing yaitu sebanyak 18 peternak, baik yang menjual
langsung ke konsumen maumpun melalui pedagang perantara.
Pedagang pengumpul sangat berperan dalam memasarkan ternak kambing
baik di daerah Jenenponto sendiri maupun luar daerah Jeneponto seperti Kota
Makassar, dan Kabupaten Bone. Dalam penelitian ini terdapat 4 pedagang pengumpul
yang berada di lokasi penelitian. Hal ini memberikan sedikit keuntungan terhadap
peternak terutama dalam hal biaya transportasi. Rata-rata jumlah ternak kambing
yang di pasarkan oleh pedagang pengumpul setiap penjualan berkisar antara 5-15
ekor.
49
Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli ternak kambing dari
pedagang pengumpul dalam jumlah yang banyak untuk di perdagangkan lagi ke
pedagang pengecer. Pada penelitian ini jumlah pedagang besar yang terlibat sebanyak
1 orang dan jumlah ternak kambing yang dijual ke pedagang pengecer sebanyak 20
ekor.
Pedagang pengecer adalah
pedagang yang membeli ternak kambing dari
pedagang pengumpul dan pedagang besar, dan merupakan pedagang
yang
berhubungan langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer yang terdapat dalam
penelitian sebanyak 2 orang yang berasal dari luar Kabupaten Jeneponto seperti kota
Makassar, dan Kabupaten Bone. Pembelian yang dilakukan pedagang pengecer
sebanyak 15-20 ekor.
6. 2. Saluran Pemasaran
Pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto sebagian besar masih dikuasai oleh pedagang pengumpul,
pedagang besar dan pedagang pengecer. Hal ini disebabkan oleh berbagai
keterbatasan yang dimiliki peternak antara lain; kurang tersedianya fasilitas guna
menghubungi pembeli, kurangnya modal, rendahnya tingkat pengetahuan peternak
dalam proses pemasaran ternak kambing serta lebih efisien baik dari waktu maupun
biaya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran langsung transaksi lembaga
pemsaran, diketahui bahwa pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto terdapat beberapa saluran pemasaran
yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu peternak, pedagang pengumpul,
50
pedagang besar dan pedagang pengecer. Adapun bentuk saluran pemasaran tersebut
dapat dilhat pada Gambar I.
I.
PETERNAK
Konsumen akhir
II. PETERNAK
P. Pengumpul
P. Pengecer
III. PETERNAK
P. Pengumpul
P. Besar
Konsumen akhir
P. Pengecer
Konsumen akhir
Gambar 1. Saluran Pemasaran Ternak Kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa proses pemasaran ternak kambing di
Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto diawali dari penjualan
ternak kambing oleh peternak melalui dua cara, yaitu penjualan langsung ke
konsumen dan penjualan ke pedagang perantara. Jalur pemasaran ternak kambing di
Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto cukup bervariasi, hal
ini tidak lepas dari daerah pemasaran yang cukup luas. Hasil produksi ternak kambing
yang ada di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto sebagian
besar dipasarkan diluar Kabupaten Jeneponto seperti Kota Makassar dan Kabupaten
Bone.
Pelaku pemasaran menggunakan saluran pemasaran yang menunjukkan
bagaimana arus komoditi mengalir dari produsen ke konsumen akhir. Para pelaku
pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan ternak kambing dari peternak responden
adalah pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pola saluran
pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto ini berbeda-beda, dan pemilihan saluran pemasaran tersebut didasarkan
51
pada beberapa hal, diantaranya : harga jual, harga beli, biaya transportasi, sumber
pembelian dan tujuan pembelian.
6.2.1. Saluran Pemasaran I
Saluran Pemasaran I, Ternak kambing yang dijual oleh peternak langsung ke
konsumen, sehingga pada saluran ini tidak terdapat pedagang perantara. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
PETERNAK
Konsumen akhir
Gambar 2. Saluran Pemasaran Ternak Kambing Model I di Desa Borongtala
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa saluran pemasaran I, ternak kambing dari
peternak langsung dijual ke konsumen akhir. Model saluran pemasaran ini merupakan
saluran pemasaran langsung, dimana saluran pemasaran ternak kambing tersebut
tidak ada pedagang perantara yang terlibat. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (1996)
yang menyatakan bahwa secara prinsip jalur pemasaran langsung yaitu pemasaran
yang ditujukan ke konsumen akhir tanpa adanya pedagang perantara.
Pada saluran ini pada umumnya dilakukan di tempat produksi kambing
tersebut, dimana konsumen langsung mendatangi peternak di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Konsumen ini umumnya warga sekitar
lokasi penelitian yang membeli ternak kambing untuk mengadakan upacara adat atau
upacara keagamaan (hakekah). Jumlah ternak yang diperdagangkan hanya 2 ekor
setiap penjualan dan rata-rata harga jual yang diterima oleh peternak adalah Rp
800.000/ekor, dengan sistem pembayan tunai.
52
6.2.2. Saluran Pemasaran II
Saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran yang menggunakan dua
pedagang perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Dimana
saluran pemasaran ini di mulai dari peternak ke pedagang pengumpul dan selanjutnya
pedagang pengecer dan terakhir konsumen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.
PETERNAK
P. Pengumpul
P. Pengecer
Konsumen akhir
Gambar 3. Saluran Pemasaran Ternak Kambing Model II di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa saluran pemasaran ternak kambing di
Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dari Peternak ke
konsumen akhir melalui beberapa pedagang perantara yaitu pedagang pengumpul dan
pedagang pengecer. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk sampai ke konsumen,
ternak kambing melalui dua pedagang perantara. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf
(1996) yang menyatakan bahwa jalur tidak langsung yaitu saluran pemasaran melalui
lembaga-lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, pasar modern, pasar
tradisional dan pedagang pengecer. Konsumen yang membeli ternak kambing pada
pola saluran ini adalah konsumen yang berada di Kabupaten Bone. Seperti halnya
dengan konsumen pada saluran pemasaran I, saluran pemasaran II ini konsumen
membeli ternak kambing untuk upacara adat atau upacara keagamaan (hakekah).
Jumlah peternak yang terlibat pada saluran pemsaran ini yaitu sebanyak 9
orang peternak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer masing-masing
53
sebanyak 1 orang. Jumlah ternak kambing yang di perdagangkan pada saluran
pemasaran ini yaitu sebanyak 15 ekor.
6.2.3. Saluran Pemasaran III
Pada saluran pemasaran III, ternak kambing dipasarkan di luar lokasi
penelitian yaitu tepatnya di Kota Makassar. Untuk saluran pemasaran III, lembaga
pemasaran yang terlibat semakin banyak. Hal ini disebabkan karena lokasi pemasaran
yang jauh dan permintaan akan ternak kambing cukup besar, sehingga membutuhkan
lembaga pemasaran yang banyak. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran III yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer.
Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada Gambar 4.
PETERNAK
P. Pengumpul
P. Besar
P. Pengecer
Konsumen akhir
Gambar 4. Saluran Pemasaran Ternak Kambing Model III di Desa
Borongtala,Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa saluran pemasaran ternak kambing di
Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto tersebut melalui jalur
pemasaran tidak langsung, dimana ternak kambing yang dipasarkan ke konsumen di
Kota Makassar melalui beberapa lembaga yaitu ternak kambing dari peternak dibeli
oleh pedagang pengumpul kemudian pedagang pengumpul menjual kepada pedagang
besar dan selanjutnya pedagang besar menjual ke pedagang pengecer yang ada di
Kota Makassar untuk dijual kembali ke konsumen akhir.
Dalam pemasaran ternak kambing saluran pemasaran III tersebut, jumlah
lembaga pemasaran yang terlibat yaitu 3 orang pedagang pengumpul, seorang
pedagang besar, dan seorang pedagang pengecer. Sedangkan jumlah peternak yang
54
menjual ternak kambingnya melalui saluran pemasaran III ini yaitu sebanyak 8
peternak dengan jumlah penjualan kambing 2-20 ekor. Berdasarkan hal tersebut maka
terlihat bahwa jumlah ternak yang terjual semakin tinggi, hal ini disebabkan karena
permintaan ternak kambing di Kota Makassar lebih tinggi dibandingkan dengan
permintaan di Kabupaten Bone. Kenyataan ini disebabkan karena masyarakat di Kota
Makassar umumnya lebih banyak mengkonsumsi daging kambing sebagai salah satu
bahan pangan/makanan atau dengan kata lain ternak kambing tersebut di potong
untuk mengadakan upacara adat/keagamaan (hakekah)
Aktivitas pedagang pengumpul tersebut dalam membeli ternak kambing di
lakukan setiap hari, akan tetapi ketersedian ternak kambing tidak setiap saat ada,
sehingga ada waktu-waktu dimana pedagang pengumpul tidak mendapatkan ternak
kambing untuk di jual ke pedagang besar. Ternak kambing tersebut di beli dari
peternak yang terdapat di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten
Jeneponto, sehingga pedagang pengumpul tidak mengeluarkan biaya transportasi
untuk mengangkut ternak, karena lokasi peternak dan pedagang pengumpul cukup
dekat.
6. 3. Fungsi-Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran suatu komoditas, serta membentuk rantai pemasaran atau sering disebut
sebagai sistem pemasaran. Fungsi pemasaran sangat penting untuk mengatasi
hambatan yang dihadapi oleh produsen dalam upaya memuaskan konsumen.
Hambatan tersebut terkait dengan kendala waktu, jarak tempat, dan perbedaan
penilaiaan dan hak milik suatu produk.
55
Dalam
kegiatannya,
lembaga
pemasaran
menjalankan
fungsi-fungsi
pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Pada
umumnya fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.
Fungsi-fungsi pemasaran dalam pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Fungsi-fungsi Pemasaran dari Tiap Lembaga Pemasaran
Ternak Kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto.
Lembaga Pemasaran
1. Peternak
2. Pedagang
Pengumpul
3. Pedagang Besar
4. Pedagang Pengecer
Fungsi
Pemasaran
Fungsi
Pertukaran
Fingsi Fisik
Fungsi Fasilitas
Fungsi
Pertukaran
Fungsi Fisik
Fungsi Fasilitas
Fungsi
Pertukaran
Fungsi Fisik
Fungsi Fasilitas
Fungsi
Pertukaran
Fungsi fisik
Fungsi fasilitas
Aktivitas
Penjualan
Pembelian dan Penjualan
Pengangkutan dan penyimpanan
Penanggungan resiko dan Pembiayaan
Pembelian dan penjualan
Pengangkutan dan penyimpanan
Penanggungan resiko dan Pembiayaan
Pembelian dan Penjualan
Penyimpanan
Pembiayaan
6.3.1. Fungsi Pemasaran oleh Peternak
Peternak melakukan kegiatan yang sama pada semua saluran pemasaran
ternak kambing, baik saluran I, II, maupun III, karena semua peternak melakukan
sistem transaksi yang sama. Peternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan
56
Tamalatea, Kabupaten Jeneponto melakukan fungsi pertukaran yaitu kegiatan
penjualan kepada semua lembaga pemasaran. Peternak responden menjual
ternakannya ke konsumen akhir dan pedagang pengumpul dengan pola pembayaran
tunai
6.3.2. Fungsi Pemasaran Oleh Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul hampir melakukan kegiatan yang sama dalam setiap
saluran pemasaran, karena pedagang pengumpul hanya menjual hasil pembeliannya
kepada pedagang besar dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan
oleh pedagang pengumpul pada saluran II dan III adalah sama, karena pada saluran II
pedagang pengumpul berhubungan dengan pedagang pengecer dan pada saluran III
pedagang pengumpul berhubungan dengan pedagang besar. Fungsi pemasaran yang
dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas.
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa fungsi
pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan dengan membeli ternak
kambing dari peternak dengan pembayaran tunai. Pedagang pengumpul saluran II
menanggung resiko sendiri atas biaya pengangkutan atau transportasi. Fungsi
penjualan yang dilakukan pada saluran pemasaran II yaitu dengan mengirim sendiri
ternak yang sudah dibeli dari peternak ke pedagang pengecer yang ada di Kabupaten
Bone, sedangkan pedagang pengumpul pada saluran III menunggu pedagang besar
datang membeli ternak kambingnya dengan pola pembayaran tunai.
Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa pengangkutan
ternak kambing dari tempat penampungan dengan menggunakan mobil pick up, ke
tempat pedagang pengecer yang ada di luar daerah lokasi penelitian. Fungsi
57
penyimpanan yang dilakukan adalah dengan pemberian Makanan selama 3 hari
kemudian di salurkan lagi ke pedagang besar dan pedagang pengecer.
Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul berupa penanggungan
resiko, dan pembiayaan. Fungsi penanggungan resiko berupa apabila ada ternak mati
selama pengangkutan diperjalanan. Fungsi biaya yang ditanggung oleh pedagang
pengumpul adalah biaya penyimpanan, biaya transportasi, dan tenaga kerja.
6.3.3. Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Besar
Keterlibatan pedagang besar dalam saluran pemasaran ternak kambing
terdapat
pada saluran pemasaran III. Pedagang besar yang terlibat dalam rantai
tataniaga ini hanya satu orang ditempat lokasi penelitian. Fungsi pemasaran yang
dilakukan oleh pedagang besar pada saluran pemasaran III adalah fungsi pertukaran,
fisik, dan fasilitas.
Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah melakukan pembelian dari
pedagang pengumpul dengan sistem pembayaran tunai, dan melakukan penjualan
kepada pedagang pengecer yang berada di Kota Makassar dengan pola pembayaran
kredit (nota penjualan bergulir yakni penjualan hari ini dibayar keesokan harinya
apabila pasokan ternak datang kembali).
Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang besar adalah fungsi pengangkutan
dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang besar hampir
sama dengan fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu
berupa pengangkutan ternak kambing dari pedagang ke tempat penampungan. Fungsi
penyimpanan dilakukan ketika ternak kambing dari pedagang pengumpul tidak
langsung dijual saat itu. Ternak
tersebut
disimpan selama 3 hari
58
kemudian di
salurkan ke pedagang pengecer yang ada di kota Makkassar dengan menggunakan
alat transportasi mobil pick up.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar berupa penanggungan
resiko dan pembiayaan. Fungsi penanggungan resiko berupa apabila ada ternak mati
selama pengangkutan diperjalanan dan resiko pembayaran yang tertunda dari
pedagang pengecer. Untuk memperlancar kegiatan penjualan, pedagang besar
melakukan tiga fungsi pembiayaan yaitu biaya penyimpanan, biaya transportasi, dan
tenaga kerja.
6.3.4. Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer pada penelitian ini melakukan fungsi pemasaran yang
meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran berupa pembelian
dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer
yaitu
membeli ternak kambing dari pedagang pengumpul dan pedagang besar dengan
jumlah pembelian sebanyak 15-20 ekor dan pola pembayaran tunai dan kredit (nota
penjualan bergulir yakni penjualan hari ini dibayar keesokan harinya apabila pasokan
ternak datang kembali) . Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengecer
yaitu menjual ternak kambing langsung kepada konsumen akhir dengan jumlah
penjualan 1-2 ekor dan pola pembayarannya secara tunai.
Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi
penyimpanan. Fungsi penyimpanan dilakukan ketika ternak kambing dari pedagang
pengumpul dan pedagang besar tidak dijual saat itu. Ternak tersebut disimpan sampai
ada konsumen akhir yang datang membeli.
59
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi
pembiayaan. Biaya yang di keluarkan oleh pedagang pengecer adalah biaya tenaga
kerja dan penyimpanan sampai ternak kambing tersebut terjual.
6.4. Perilaku Lembaga Pemasaran
Perilaku pasar adalah pola perilaku dari lembaga pemasaran yang
menyesuiakan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan
suatu perdagangan. Di dalam penelitian ini dapat dilihat perilaku lembaga pemasaran
dalam sebuah struktur pasar yang meliputi proses pembentukan harga (kegiatan
penjualan dan pembelian), pola pembayaran,
dan kerjasama antar lembaga
pemasaran.
6.4.1. Proses Pembentukan Harga
Pada pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto pembentukan harga ternak kambing diawali dengan cara
penaksiran calon pembeli setelah melihat ternak kambing yang akan di beli dan
terjadilah proses tawar-menawar. Di awal perdagangan, peternak/pedagang kambing
membuka harga bagi kambing yang akan dijual, kemudian akan terjadi proses tawarmenawar antara peternak/pedagang dengan pembeli. Peternak/pedagang akan
menetukan harga yang tinggi apabila ternak kambing yang di jual mempunyai
kualitas yang bagus dilihat dari umur, dan ukuran badan. Pada penelitan ini rata-rata
ternak kambing yang terjual mempunyai umur 8 bulan – 1,5 tahun dan memiliki
variasi ukuran badan (kecil, sedang dan besar).
60
Praktek penjualan pada saluran pemasaran I dimulai dari konsumen akhir
mendatangi peternak untuk membeli ternak kambing dengan rata-rata harga Rp
800.000/ekor dengan sistem pembayaran tunai.
Pada saluran permasaran II, Praktek pembelian dan penjulan dimulai dari
peternak kambing menjual ternaknya ke pedagang pengumpul yang selanjutnya di
jual ke pedagang pengecer di Kabupaten Bone kemudian dijual ke konsumen.
Transaksi antara pedagang pengumpul dengan peternak terjadi di lokasi pedagang
pengumpul, dengan kata lain peternak mendatangi pedagang pengumpul dengan
berjalan kaki untuk menawarkan ternak kambingnya agar bisa dibeli. Jumlah ternak
yang dijual oleh 9 peternak adalah 15 ekor dengan rata-rata harga jual yang diterima
sebesar Rp 783.333,33/ ekor dengan sistem pembayaran tunai. Selanjutnya transaksi
antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer terjadi di lokasi pedagang
pengecer yaitu di Kabupaten Bone, dengan kata lain pedagang pengumpul datang ke
lokasi pedagang pengecer membawa ternak kambing dengan menggunakan mobil
pick up. Dan rata-rata harga jual yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp
1.000.000/ekor dengan sistem pembayaraan tunai. Harga jual yang diterima oleh
pedagang pengumpul lebih besar karena ternak kambing yang akan di jual ke
pedagang pengecer sudah mengeluarkan biaya, antara lain biaya tenaga kerja, biaya
penampungan, dan biaya transportasi sampai di lokasi pedagang pengecer. Kemudian
setelah sampai di pedagang pengecer, pedagang pengecer
memasarkan ternak
kambing ke konsumen yang mendatangi tempat jualannya. Rata-rata harga jual yang
diterima oleh pedagang pengecer sebesar Rp 1.146.666,67/ekor dari 15 ekor ternak
61
kambing yang dijual oleh peternak responden. Konsumen membeli ternak kambing
bertujuan untuk mengadakan upacara adat atau upacara keagamaan (Hakekah)
Sedangkan pada saluran III, praktek pembelian dan penjualan dimulai dari 8
peternak menjual ternak kambingnya ke pedagang pengumpul, dimana 8 peternak
tersebut mendatangi pedagang pengumpul untuk menjual ternak kambingnya dengan
jumlah 20 ekor dan rata-rata harga jual yang diterima sebesar Rp 808.333,33/ekor
dengan sistem pembayaran tunai. Selanjutnya transaksi antara pedagang pengumpul
dengan pedagang besar terjadi di tempat pedagang pengumpul, dimana pedagang
besar datang langsung ke tempat 3 pedagang pengumpul untuk membeli ternak
kambing dengan jumlah pembelian 20 ekor dan rata-rata harga beli yang dibayarkan
ke pedagang pengumpul sebesar Rp 908.333,33/ekor dengan sistem pembayaran
tunai. Dan transaksi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer terjadi di
tempat pedagang pengecer, dimana pedagang besar mengantarkan ternak kambing
dengan menggunakan mobil pick up ke pedagang pengecer yang ada di Kota
Makassar sebanyak 20 ekor dan rata-rata harga jual yang diterima oleh pedagang
besar adalah Rp 1.150.000/ekor dengan sistem pembayaran kredit. selanjutnya
transaksi antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir, dimana pada konsumen
akhir datang ketempat pedagang pengecer membeli ternak kambing sebanyak 2 ekor
dan rata–rata harga jual yang diterima pedagang pengecer adalah sebesar Rp
1.275.500/ekor dengan sistem pembayaran tunai.
Alasan peternak pada saluran II dan III tidak menjual ternak kambingnya
langsung ke pedagang besar karena pedagang pengumpul tersebut sudah menjadi
langganan mereka dari dulu dan jarak antara rumah peternak dengan rumah pedagang
62
pengumpul cukup dekat serta peternak merasa cocok dengan harga yang ditawarkan
pedagang pengumpul dibandingkan dengan pedagang besar sehingga mereka menjual
ternaknya ke pedagang pengumpul.
6.4.2. Pola Pembayaran Harga
Pola pembayaran harga dalam pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto tergantung pada tingkat kepercayaan
dan perjanjian antara kedua belah pihak. Dilokasi penelitian terdapat dua Pola
pembayaran yaitu Pola pembayaran tunai dan Pola pembayaran tidak tunai (kredit).
Pola pembayaran ternak kambing umumnya menggunakan Pola pembayaran tunai,
yaitu sistem pembayaran yang dilakukan ketika ternak kambing diterima pembeli,
maka pembeli langsung membayar sesuai harga yang disepakati melalui proses
tawar-menawar.
Pola pembayaran tidak tunai (kredit) dalam penelitian ini dilakukan antara
pedagang besar dengan pedagang pengecer pada saluran III. Pedagang pengecer akan
membayar setengah (50%) dari total harga jual yang disepakati antara kedua belah
pihak. Pembayaran setengah (50%) dari harga jual untuk memberikan jaminan
kepada pedagang besar bahwa semua kambingnya akan di bayar setelah kambing
tersebut laku terjual.
6.4.3. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran
Kerjasama antar lembaga pemasaran sangat penting dan diperlukan dalam
memperlancar proses pemasaran. Di lokasi penelitian kerjasama antar lembaga
pemasaran berdasarkan lamanya antar peternak dan para pedagang kambing
melakukan hubungan dagang dan sudah terbentuk rasa saling kepercayaan. Dalam
63
pemasaran ternak kambing, kepercayaan sangat dikedepankan apabila sekali
melakukan kecurangan maka akan mempercepat usaha atau bisnis yang sedang
dijalankan
bangkrut.
Kerjasama
antar
pedagang
kambing
bersifat
saling
menguntungkan. Kerjasama juga terjadi dalam penentuan harga umum suatu
kambing, sehingga antar pedagang tidak saling merugikan.
Pada era komunikasi saat ini membuat kerjasama antar pedagang semakin
lancar karena pedagang biasanya mengadakan hubungan komunikasi lewat telepon
seluler. Apabila pedagang membutuhkan kambing dalam jumlah tertentu, maka dapat
saling menghubungi untuk memperlancar dan mempermudah kerjsama.
6. 5. Margin, Biaya dan Keuntungan Pemasaran
6.5.1.Margin Pemasaran
Margin Pemasaran Ternak kambing adalah selisih antara harga jual dan harga
beli ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten
Jeneponto. Untuk mengetahui margin pemasaran ternak kambing pada setiap saluran
pemasaran maka tentunya yang penting diketahui adalah harga jual dan harga beli
setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun margin pemasaran pada setiap
lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Tabel. 13.
Pada Tabel 13. terlihat bahwa margin lembaga pemasaran yang memiliki
margin tertinggi pada saluran II adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp.
216.666,67/ekor dan yang terendah yaitu pedagang pengecer
yakni sebesar Rp.
146,666,67/ekor. Sedangkan lembaga pemasaran yang memiliki margin pemasaran
tertinggi pada saluran pemasaran III adalah
pedagang besar
yakni sebesar Rp
168.928,58/ekor dan yang terendah adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp.
64
100.000/ekor, hal ini dikarenakan pedagang besar saluran pemasaran III memiliki
harga jual yang tinggi sedangkan harga belinya rendah.
Pada Tabel 13. terlihat bahwa total margin saluran pemasaran tertinggi berada
pada saluran III yakni sebesar Rp 449.166,67/ekor. Hal ini dikarenakan pada saluran
III memiliki lembaga pemasaran yang paling banyak diantara saluran pemasaran
lainnya. Hal ini sesuai pendapat Daniel (2002), yang menyatakan bahwa semakin
panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam pemasaran, maka
biaya pemasaran semakin tinggi dan margin tataniaga juga semakin besar. Sedangkan
saluran pemasaran yang memiliki margin terendah adalah saluran pemasaran I, yakni
tidak memiliki margin pemasaran. Hal ini dikarenakan pada saluran pemasaran I
tidak memilikin lembaga perantara untuk menyalurkan ternak kambing ke konsumen
akhir.
65
66
Tabel 14. Biaya-biaya Pemasaran Ternak Kambing
Saluran
Pemasaran
I
II
III
Lembaga
Pemasaran
Peternak :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Total
Peternak :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Pengumpul :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Pengecer :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Total
Peternak :
1. Biaya Pemeliharaan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Pengumpul :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Pedagang Besar :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Pengecer :
1. Biaya Penampungan
2. Biaya Transportasi
3. Biaya Tenaga Kerja
Total
Biaya Pemasaran (Rp/ekor)
0
0
0
0
0
0
0
31.652,78
20.000
33.333,33
2.944,44
0
33.333,33
121.263,88
0
0
0
1.222.99
0
0
30.238,09
12.500
30.000
3.125
0
35.000
112.086,08
67
6.5.2. Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran ternak kambing merupakan biaya yang dikeluarkan selama
proses pemasaran berlangsung, mulai ternak lepas dari tangan produsen hingga
diterima oleh konsumen. Biaya pemasaran tersebut di tanggung oleh lembaga
pemasaran yang terlibat berupa biaya transportasi, tenaga kerja, dan penyusutan. Hal
ini sesuai pendapat Assauri (1999), yang menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan
untuk keperluan pemasaran meliputi biaya pengangkutan, pungutan retribusi, dan
lain-lain. Besarnya biaya pemasaran dapat dilihat pada Tabel 14
Pada Tabel 14. terlihat bahwa saluran pemasaran yang melibatkan peternak
dalam pemasaran ternak kambing tidak mengeluarkan biaya. Pihak peternak tidak
mengeluarkan beberapa biaya seperti transportasi dan biaya tenaga kerja. Hal ini
disebabkan karena dalam pemasaran ternak kambing yang dilakukan peternak, pihak
konsumenlah yang mendatangi peternak secara langsung, sehingga pemasaran
dilakukan dirumah peternak tersebut.
Untuk saluran pemasaran II, lembaga pemasaran yang terlibat yaitu peternak,
pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Seperti halnya peternak pada saluran
pemasaran I. peternak pada saluran pemasaran II juga tidak mengeluarkan biaya
pemasaran dalam memasarkan ternak kambingnya. Sedangkan untuk pedagang
pengumpul yang melakukan transaksi dengan pedagang pengecer di daerah
Kabupaten Bone, mengelurakan biaya yaitu biaya penampungan, biaya transportasi
dan biaya tenaga kerja. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya transportasi karena
lokasi pedagang pengecer yang dituju berada di daerah Kabupaten Bone, dengan total
biaya yaitu sebesar Rp. 84.986,11/ekor. Sedangkan untuk pedagang pengecer biaya
68
yang dikelurakan berupa biaya penampungan dan biaya tenaga kerja yaitu sebesar
Rp. 36.277,78/ekor. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saluran pemasaran
II ini yaitu Rp. 121.263,89/ekor.
Untuk saluran pemasaran III, yaitu ternak kambing dari peternak ke pedagang
pengumpul ke pedagang besar dan ke pedagang pengecer. Seperti halnya peternak
pada saluran pemasaran I dan II, peternak pada saluran pemasaran III juga tidak
mengeluarkan biaya. Selanjutnya biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul
yaitu berupa biaya penampungan sebesar Rp. 1.222,99/ekor. Biaya yang dikeluarkan
oleh pedagang besar yaitu biaya penampung, biaya transportasi dan biaya tenaga
kerja yaitu sebesar Rp.72.738,09/ekor. Dan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
pengecer yaitu berupa biaya penampungan dan tenaga kerja yaitu sebesar Rp
38.125/ekor. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saluran pemasaran III ini
yaitu Rp 112.086,08/ekor. Untuk penjelasan selengkapnya mengenai biaya-biaya
pemasaran ternak kambing akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Biaya Penampungan
Penampungan merupakan hal umum yang biasa dilakukan oleh setiap
lembaga pemasaran, sebelum ternak dibeli oleh konsumen. Biaya penampungan ini
meliputi biaya penyusutan kandang, dan biaya penyusutan peralatan sedangkan biaya
pakan tidak dimasukan karena umumnya ternak kambing hanya diberi makanan
berupa tumbuhan liar yaitu rumput-rumputan, daun-daunan yaitu daun turi yang
diambil dari ladang sekitar lokasi pemeliharaan serta kulit pisang dan kulit jagung
yang diambil dari pasar sehingga biaya pakan di masukkan kedalam biayatenaga
69
kerja. Dalam proses penampungan, ternak harus tetap diberi tempat yang layak serta
makanan untuk mempertahankan hidup. Tanpa memberikan tempat yang layak serta
makanan yang dibutuhkan oleh ternak maka ternak akan mati.
2. Biaya Transportasi
Transportasi adalah pengangkutan ternak kambing dari satu lembaga ke
lembaga pemasaran lainnya. Pada
saluran pemasaran I peternak tidak
mengeluarkan biaya transportasi karena konsumen yang mendatangi peternak.
Demikian pula untuk peternak pada saluran pemasaran II dan III. Pada saluran
II pedagang pengumpul
mengeluarkan biaya transportasi
dari
lokasi
penampungan ke daerah Kabupaten Bone yang biayanya ditanggung oleh
pedagang pengumpul. Selanjutnya
pada saluran III peternak dan pedagang
pengumupul tidak mengeluarkan biaya transportasi, sedangkan pedagang besar
mengeluarkan biaya transportasi dari lokasi penampungan ke daerah Kota
Makassar
yang
biayanya
ditanggung
oleh
pedagang
besar.
Proses
pendistribusian ternak kambing ke Kab. Bone dan Kota Makassar dilakukan
pada malam hari, sehingga tidak mengeluarkan biaya retribusi.
3. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada pemasaran ternak kambing digunakan untuk mengantar
ternak dari satu lembaga ke lembaga pemasaran yang lain dan pemeliharaan
ternak kambing setiap harinya berupa pengambilan dan pemberian pakan. Biaya
tenaga kerja yang dikeluarkan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer
pada saluran pemasaran II yaitu masing-masing sebesar Rp 33.333,33/ekor,
70
sedangkan pedagang besar pada saluran III yaitu sebesar Rp 30.000/ekor, dan
pedagang pengecer pada saluran pemasaran III sebesar Rp 35.000/ekor.
6.5.3. Keuntungan Pemasaran
Keuntungan adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga
yang diterima produsen setelah dikurangi dengan biaya pemasaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soekartawi (1993), yang menyatakan bahwa keuntungan adalah
harga yang dibayarkan kepada penjual pertama dan harga yang yang dibayar oleh
pembeli terakhir (margin) setelah dikurangi dengan biaya pemasaran. Besarnya biaya
pemasaran dapat dilihat pada Tabel 13 .
Dari Tabel 14, dapat dilihat bahwa lembaga pemasaran yang memiliki
keuntungan tertinggi pada saluran II adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp
131.680,56/ekor dan terendah adalah pedagang pengecer yakni sebesar Rp
110.388,89/ekor. Sedangkan lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan
tertinggi pada saluran III adalah pedagang besar yakni sebesar Rp. 168.928,58/ekor
dan yang terndah adalah pedagang pengecer yakni sebesar Rp 69.575/ekor. Hal ini
dikarenakan pedagang besar pada saluran III memiliki margin yang tinggi yakni Rp.
241.666,67/ekor sedangkan biaya pemasaran rendah.
Saluran pemasaran yang memiliki keuntungan tertinggi adalah saluran
pemasaran III yakni sebesar Rp 337.080,58/ekor, dan yang terendah adalah saluran
pemasaran II yakni sebesar Rp. 242.069.45/ekor. Hal ini dikarenakan pada saluran
pemasaran III memiliki lembaga pemasaran yang lebih banyak di bandingkan dengan
saluran pemasaran lainnya.
71
6.6. Efisiensi Pemasaran
Setelah kegiatan produksi kambing dilakukan, maka ternak kambing
tersebut siap untuk dipasarkan. Aktivitas penyaluran atau distribusi ternak kambing
dari tangan peternak atau produsen sampai ketangan konsumen akhir. Seperti yang
telah dilakukan sebelumya sejak kambing dipelihara sampai ke tangan konsumen,
ternak tersebut melalui suatu jalur atau rantai distribusi pemasaran. Panjang
pendeknya rantai atau saluran distribusi pemasaran inilah yang menentukan harga
eceran ditingkat pedagang eceran serta tinggi rendahnya efisiensi pemasaran yang
dijalankan.
Analisis terhadap efisiensi pemasaran suatu komoditi sangatlah penting,
termasuk pemasaran ternak kambing. Untuk mendapatkan saluran distribusi
pemasaran yang paling efisien, harus dilihat saluran mana yang memiliki biaya-biaya
pemasaran yang paling minimal. Dimana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
saluran pemasaran I yang paling efisien karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran,
kerena tidak melalui pedagang perantara. Tingginya harga suatu produk atau
komoditi dipasaran dapat disebabkan oleh rantai distribusi pemasaran yang terlalu
panjang.
Efisiensi saluran pemasaran ternak kambing dilakukan dengan melihat
persentase antara biaya pemasaran yang dikeluarkan dengan harga jual ternak
kambing. Semakin kecil nilai persentase tersebut maka semakin efisien saluran
distribusi tersebut jika dibandingkan dengan saluran distribusi lainnya. Untuk
mengetahui efisiensi masing-masing saluran pemasaran, maka perlu dilihat besarnya
biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk setiap model saluran
pemasaran ternak kambing. Biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada
72
saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Table 13.
Efiseiensi lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran ternak
kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tebel 15. Efisiensi Saluran Pemasaran kambing di DesaBorongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Saluran Pemasaran
II
III
Biaya Pemasaran
(Rp/ekor)
121.263,89
112.086,06
Harga Jual
(Rp/ekor)
1.146.666,67
1.257.500
Efisiensi (%)
10,57
8,9
Pada Tabel 15. terlihat bahwa saluran pemasaran ternak kambing yang
memiliki nilai efisisensi terkecil adalah saluran pemasaran III yakni sebesar 8,9% dan
saluran pemasaran II sebesar 10, 57% berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan
bahwa saluran pemasaran yang paling efisisen adalah saluran pemasaran III. Hal ini
disebabkan karena biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh saluran pemasaran III
lebih kecil dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Oleh sebab itu,
sebaiknya peternak dalam pemasaran ternak kambing perlu mempertimbangkan
saluran pemasaran III, akan tetapi bukan berarti bahwa pihak peternak dan lembaga
pemasaran yang terlibat tidak menggunakan saluran pemasaran model II. Hal ini
disebabkan sebagian besar permintaan ternak kambing di Desa Borongtala,
Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto bersumber dari Kabupaten Bone.
73
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. KESIMPULAN
Beradasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Sistem Pemasaran ternak kambing di desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea,
Kabupaten Jeneponto terdiri dari tiga saluran pemasaran yaitu :
1. Peternak
Konsumen
2. Peternak
Pedagang Pengumpul
Pedagang ppngecer
3. Peternak
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Konsumen
Pedagang Pengecer
Konsumen
Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dari setiap lembaga pemasaran
adalah fungsi pertukaran,( berupa penjualan dan pembelian), fungsi fisik (berupa
penampungan) dan fungsi fasilitas (berupa penaggungan resiko dan pembiayaan).
Proses pembentukan harga melalui penaksiran dan tawar-menawar dengan pola
pembayaran tunai dan tidak tunai. Hubungan kerjasama yang terjadi diantara
lembaga pemasaran sudah berlangsung lama, sehingga terjalin suatu hubungan
yang baik serta rasa saling percaya.
2. Lembaga pemasaran yang memiliki keuntungan tertinggi pada saluran II adalah
pedagang pengumpul yakni sebesar Rp 131.680,56/ekor dan terendah adalah
pedagang pengecer yakni sebesar Rp 110.388,89/ekor. Sedangkan lembaga
pemasaran yang memperoleh keuntungan tertinggi pada saluran III adalah
pedagang besar yakni sebesar Rp. 168.928,58/ekor dan yang terendah adalah
74
pedagang pengecer yakni sebesar Rp 69.575/ekor. Sedangkan Saluran pemasaran
yang memiliki keuntungan tertinggi adalah saluran pemasaran III yakni sebesar
Rp 337.080,58/ekor, dan yang terendah adalah saluaran pemasaran II yakni
sebesar Rp. 242.069.45/ekor.
3. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran III yakni sebesar
8,9%. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan pada saluran pemasaran
III lebih kecil dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya.
7.2 Saran
Untuk pengembangan usaha peternakan dan pemasaran ternak kambing yang
lebih efisien, maka disarankan kepada para pelaku pemasaran untuk memilih dan
menentukan saluran pemasaran yang lebih efisien dan menguntungkan, sehingga
memberikan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat.dalam sistem pemasaran
ternak kambing.
75
BAB VIII
DAFTAR PUSTAKA
Alma, 2000. Manajemen Pemasaran : Dasar, Konsep, dan Strategi. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Angipora. P.M. 2002. Dasar-Dasar Pemasaran. Penerbit PT Raja Grafindo persada.
Jakarta.
Anonim..
2011.
Usaha
Peternakan
Kambing
Peranakan
Etawa.
http://cianjurkab.go.id/content/static/pdf/kambing.pdf. Diakses Tanggal 3
September 2011
Cahyono.1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Jakarta
Dahl, D.C And Hammond J.W.1977. Market and Price Analysis the Agricultural
Industries. Mc. Graw Hill Book Company, Inc.
Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Downey W. D. dan S. P Erikson, 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua
Erlangga. Jakarta.
Dwiyanto, M. 2003. Penanganan Domba dan Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta.
Gunawan, H. 1985. Dasar Pemasaran. Penerbit Swadaya. Jakarta
Hanafiah A.M dan Saefuddin, A.M , 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Edisi
Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Handoko, T.H. 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta.
Hatardi, H. Reksohadiprodjo, S. dan Tilman, A.D. 1986. Tabel Komposisi Pakan
UntukIndonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Irawan, Sudjoni, dkk. 2001. Pemasaran, prinsif dan kasus. Edisi kedua. BPFEUGM. Yogyakarta.
Kamaludddin, 2008. Lembaga dan Saluran Pemasaran. www.jurnalistik.co.id. Di
Akses pada tanggal 20 januari 2012.
Kohls, R.L and J.N. Uhl. 1985. Marketing og Africultural Products. MacMillian
Publishing Company. New York
76
Kohls, R.L and J.N. Uhl. 2002. Marketing og Africultural Products. MacMillian
Publishing Company. New York
Kotler, 1992. Manajemen Pemasaran. Cetakan V. Erlangga, Jakrta
Kotler, 1998. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
Pengendalian. Edisi Ketujuh. Volume II, Erlangga, Jakarta
Larecche, Boyd, dan Walker, 1997. Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan
Strategis Dengan Berorientasi Global. Edisi Kedua. Erlangga Jakarta.
Limbong, W.H dan Sitorus, Panggabean. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian
jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor.
Mubyarto, M. 1997. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta
Muharlien, dkk. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta
Muljana, W. 2001. Cara Beternak Kambing. Aneka Ilmu, Semarang.
Murtdjo, B.A.L. 1993. Beternak Kmbing Pedaging Dan perah. Kanisius, Jakarta.
Rahadi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta
Ranupandojo, H. 1990. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Rasyaf. M 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf. M 2002. Manajemen Peternakan
Jakarta.
Ayam Broiler. Penebar Swadaya.
Rasyaf. M. 2004. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta
Rivani, A. 2004. Skripsi : Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Peternak Untuk Memelihara Kambing Kecematan Pammana
Kabupaten Wajo.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Simamora, H. 2001. Manajemen Pemasaran Internasional. Jilid II. Salemba
Empat. Jakarta.
Soekartawi. 1993. Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia Pers, Jakarta.
77
Soekartawi. 2001. Agribisnis : teori dan Aplikasinya. Penerbit PT. Raja Grafindo.
Jakarta.
Sumarni, M dan Soeprihanto, J 1997 Pengantar Bisnis, Dasar-Dasar Ekonomi
Perusahaan. Liberty, Yogyakarta
Suparto. J. 1983. Ekonometrik. Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Swastha,B. 1993. Konsep dan Strategi Analisa Kuantitatif Salura Pemasaran.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Winardi, 1993. Aspek-Aspek bauran Pemasaran (Marketing Mix) CV. Bandar
Maju. Bandung.
78
Download