BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan, karena permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk. Pembangunan dan pengembangan tersebut salah satunya adalah pembangunan di bidang peternakan, dimana usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah beternak kambing. Pada awalnya pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh masyarakat hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Namun sejalan dengan perkembangan waktu, kegiatan peternakan telah banyak mengalami perubahan dan perkembangannya yang mengarah pada bentuk usaha sebagai sumber pendapatan, dan keuntungan tersendiri bagi peternak. Kambing sangat sesuai dipelihara khususnya kambing kacang di pedesaan, mudah hidup dan subur dibawah lingkungan yang bervariasi serta mudah menyesuaikan diri dengan bermacam-macam cara pemeliharaan. Seperti dengan sistem pemeliharaan yang tradisional oleh petani peternak belum dapat memberikan hasil berat badan yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemberian hijauan hanya terdiri dari rumput lapang atau makanan lainnya yang kualitasnya rendah, karena tidak mengandung gizi yang lengkap (Rivani, 2004). Selanjutnya ditambahkan pula Murtidjo (1993) yang menyatakan bahwa ternak kambing dengan sifat alaminya sangat cocok dibudidayakan di daerah pedesaan yang sebagian besar penduduknya 1 adalah petani yang berpenghasilan rendah sebab ternak kambing sendiri memiliki sifat yang dapat beranak kembar dan fasilitas serta pengelolaannya lebih sederhana dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang sangat baik untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan ternak kambing. Hal ini dikarenakan adanya daya dukung kesesuaian iklim dan akses ke berbagai daerah konsumen lebih mudah. Kabupaten jeneponto memiliki keunggulan dalam usaha peternakan kambing karena ketersediaan lahan yang luas sehingga ketersediaan pakan ternak dapat terpenuhi dan kemampuan penduduk dalam menanganai ternak ini. Salah satu fungsi untuk beternak kambing adalah mensejahterakan hidup petani peternak dan sekaligus sebagai sumber protein hewani. Salah satu kecamatan yang memiliki populasi kambing terbanyak di Kabupaten Jeneponto adalah kecamatan Tamalatea. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Data Populasi Ternak Kambing di Kabupaten Jeneponto dari Tahun 2007-2010. Kecamatan 2007 2008 2009 2010 Bangkala Barat 7.098 7.128 7.224 6.363 Bangkala 6 668 6.807 3.638 5.517 Tamalatea 12.896 13.387 13.463 12.169 Bontoramba 10.336 6.223 6.263 6.611 Binamu 9.253 9.368 9.432 9.346 Turatea 1.998 2.108 2.058 3.643 Kelara 5.668 5.736 5.792 5.019 Rumbia 1.653 1.940 1.513 1.863 Batang 3.413 3.822 3.860 2.936 Arungkeke 6.208 6.341 6.381 5.565 Tarowang 3.307 3.468 3.468 3.320 Total 68.495 66.328 63.089 62.352 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jeneponto, 2010. 2 Pada Tabel 1. Terlihat bahwa populasi ternak kambing di kabupaten Jeneponto mengalami penurunan tiap tahunnya. Kecamatan Tamalatea merupakan kecamatan yang memiliki populasi tertinggi dari keseluruhan kecamatan yang ada di Jeneponto yaitu dengan jumlah 12,169 ekor pada tahun 2010 ekor. Desa Borongtala adalah merupakan salah satu desa di Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto yang merupakan tempat pengembangan ternak kambing, sebagaimana di tunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Data populasi Ternak Kambing per Kelurahan di Kecamatan Tamalatea Pada Tahun 2009. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Desa/Kelurahan Bontosunggu Bontojai Borongtala Turatea Timur Turatea Manjangloe Karelayu Bontotangnga Tamanroya Tonrokassi Timur Tonrokassi Tonrokassi Barat JUMLAH Populasi Ternak Kambing (ekor) 1017 1083 2130 1290 1223 731 1177 825 895 870 1152 1146 13463 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jeneponto, 2010 Pada Tabel 2. Terlihat bahwa populasi ternak kambing di kecamatan Tamalatea memiliki populasi yang berbeda dan bervariasi pada setiap desa/kelurahan. Desa Borongtala merupakan desa yang paling banyak jumlah populasi ternak kambingnya yaitu 2130 ekor dan yang paling sedikit terdapat di desa Manjangloe. Desa Borongtala diambil sebagai tempat penelitian karena desa tersebut memiliki 3 banyak populasi ternak kambing selain itu juga sebagai tempat pengembangan ternak kambing. Perkembangan produksi dan produktivitas dari ternak kambing hampir tidak mengalami kemajuan, diduga akibat pola pemeliharaannya yang masih tradisional dengan skala pemilikan kecil (small holders). Kebanyakan ternak kambing dipelihara apa adanya tanpa perencanaan jelas untuk lebih berkembang, produktif, dan menguntungkan. Di sisi lain, jumlah pemotongan termasuk betina produktif untuk kebutuhan lokal pun cukup tinggi. Apabila produktivitasnya tidak ditingkatkan dan dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang besar, dikhawatirkan terjadi penurunan populasi dan akan mempengaruhi skala usaha peternak. Salah satu cara untuk meningkatkan populasi ternak kambing adalah dengan cara memperbanyak modal serta ditunjang dengan beberapa hal seperti jumlah induk, jumlah kelahiran, pengalaman beternak (Danie, dkk, 2008). Dalam hal permintaan, ternak kambing di butuhkan pada waktu adanya perayaan hari besar agama (hakekah) dan perayaan adat istiadat daerah setempat serta daging kambing juga di butuhkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, yaitu dagingnya yang diolah menjadi makanan seperti sate dan gulai kambing. Penjualan ternak kambing tidak terlepas dari hubungan dengan lembaga pemasaran, seperti pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer yang merupakan lembaga pemasaran yang menghubungkan antara produsen dan konsumen. Keberhasilan proses pemasaran pada akhirnya tercapai efisiensi pemasaran. 4 Pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto, di hadapkan beberapa masalah antara lain : harga dan biaya pemasaran. Para peternak selalu berpatokan dengan harga jual yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul melalui penaksiran. Pada umumnya peternak bertindak sebagai penerima harga, sehingga menyebabkan penerimaan ditingkat peternak menjadi paling rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan peternak tidak memiliki kekuatan tawar menawar dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya serta tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai harga jual dipasaran. Selain itu, jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya resiko para peternak seandainya peternak menjual hasil ternaknya langsung kepada konsumen akhir, yaitu berupa biaya transpotasi. Sedangkan jika menjual hasil panen di daerah produksinya, peternak menghadapi resiko harga penjualan terlalu rendah. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Saluran Pemasaran Ternak Kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto”. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto ? 2. Bagaimana gambaran keuntungan yang diperoleh tiap lembaga pemasaran dan saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto? 3. Saluran pemasaran mana yang paling efisien pada pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto? 5 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui Bagaimana sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto ? 2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran keuntungan yang diperoleh tiap lembaga pemasaran dan saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto? 3. Untuk mengetahui saluran pemasaran mana yang paling efisien pada pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto? 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi para pelaku pemasaran atau lembaga pemasaran dalam memilih dan menentukan saluran pemasaran yang dapat meningkatkan efisiensi pemasaran dan memberikan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat baik peternak, pedagang, maupun konsumen. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kambing Kambing adalah ternak yang pertama kali didomestikasi oleh manusia atau yang kedua setelah anjing. Hal ini sering dibuktikan dengan ditemukannya gambar kambing pada benda - benda arkhaelog di Asia barat seperti Jericho, Choga Mami Jeintun, dan Cayonum pada tahun 6000-7000 SM. Kambing atau sering dikenal sebagai ternak ruminansia kecil merupakan ternak herbivora yang sangat popoler di kalangan petani Indonesia, terutama yang tinggal di pulau jawa. Oleh peternak, kambing sudah lama diusahakan sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksinya relatif mudah. Produksi yang dihasilkan dari ternak kambing yaitu, daging, susu, kulit, bulu, dan kotoran sebagai pupuk yang sangat bermanfaat ( Susilorini, dkk, 2008). Adapun Taksonomi Zoologi Kambing sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Ordo Famili : Bovidae Subfamili : Carpinae Genus : Capra Spesies : Capra Hircus 7 Bangsa utama kambing yang ditemukan di Indonesia adalah kambing kacang dari peranakan ettawa (PE). Kambing kasmir, angora dan saanen telah diintroduksi pada waktu masa lampau. Namun hanya, kambing ettawa yang dapat beadaptasi dengan kondisi dan sistem pertanian indonesia. Sedangkan kambing kambing yang banyak ditemukan di Sulawesi adalah jenis kambing marica yang merupakan variasi lokal dari kambing kacang ( Sodiq dan Abidin, 2008). Dari hasil penelitian, semua jenis kambing yang hidup di zaman ini adalah keturunan dari kambing yang hidup dilereng pegunungan. Kambing liar tersebut merupakan binatang yang penuh gairah hidup dan lincah serta mempunyai kesukaan mendaki. Para ahli juga menyatakan, bahwa ada tiga jenis kambing liar yang diduga sebagai cikal bakal atau nenek moyang dari seluruh jenis kambing yang sekarang dipelihara orang yaitu Caprahircus, Capra falconeri dan Capra prisca (Muljana, 2001). Adapun jenis-jenis kambing sebagai berikut (Muljana, 2001) : 1. Kambing Kacang Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia yang dapat pula ditemukan di Malaysia dan Filipina. Perkembangbiakan kambing kacang sangat cepat, bahkan pada umur 15-18 bulan sudah dapat menghasilkan keturunan. Kambing ini cocok digunakan sebagai penghasil daging dan kulit. Kambing kacang bersifat prolifik (sering melahirkan anak kembar 2 atau 3), lincah, dan tahan terhaddap berbagai kondisi, dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan berbeda, termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat 8 sederhana. Bulu kambing kacang cukup pendek dan berwarna hitam, cokelat, putih, atau campuran ketiga warna tersebut. 2. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing PE mmerupakan hasil persilangan antara kambing ettawa (asal India) dengan kambing kacang. Kambing PE dimanfaatkan sebagai penghasil daging dan susu (perah). Penampilan kambing PE mirip dengan kambing ettawa, tetapi peranakan tubuhnya lebih kecil. Peranakan yang penampilannya mirip kambing kacang disebut bligon atau jawarandu, yang merupakan tipe pedaging. Karakteristik kambing PE, antara lain bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh dari sudut janggut, telinga panjang, lembek, menggantung, dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang sedangkan bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung, dan paha. Bulu paha panjang dan tebal. 3. Kambing Gembrong Kambing gembrong merupakan keturunan kambing angora yang sudah menjadi ras tersendiri di Bali. Kambing ini berwarna putih, jantan dan betinanya bertanduk, telinga rebah, serta bulunya lebat dan panjang (terkenal dengan istilah mohar). Berat kambing gembrong bisa mencapai 32-45 kg/ekor. Pemeliharaan dilakukan semi-intensif dengan melepasnya di pekarangan dan malam hari tidur di kandang. 9 4. Kambing Anglo Nubian Kambing anglo nubian berasal dari daerah Nubia di Timur Laut Afrika. Ciriciri kambing ini yaitu bobot tubuh cukup besar, telinga menggantung, dan ambing besar. Bulunya berwarna hitam, merah, cokelat, putih, atau kombinasi warna-warna tersebut. Bobot badan kambing jantan mencapai 90 kg dan kambing betina 70 kg. Produksi susu 700 kg per periode laktasi. 5. Kambing Boer Kambing boer berasal dari Afrika Selatan dan telah masuk ke Indonesia sejak 65 tahun lalu. Kambing boer adalah kambing pedaging terbaik di dunia. Pada umur 56 bulan, berat badan kambing ini sudah mencapai 35-45 kg dan sudah siap untuk dipasarkan. Namun, jika dibiarkan sampai usia dewasa (2-3 tahun), bobot badan kambing jantan bisa mencapai 120 kg. Kambing boer bertubuh panjang dan lebar, keempat kaki sangat pendek, warna kulit cokelat, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, serta kepala berwarna cokelat kemerahan atau cokelat muda hingga cokelat tua. Beberapa kambing boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kambing ini mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, dan memiliki daya tahan tubuh yang sangat bagus. Kambing boer yang ada di Indonesia sudah banyak mengalami persilangan dengan kambing lokal Indonesia. Istilah “kambing boer bangsa murni” akan digunakan oleh registrasi kambing boer Indonesia jika seekor kambing sudah mencapai paling tidak generasi kelima baik dari sisi induk maupun pejantan, berdasarkan catatan silsilahnya. Salah satu contoh hasil persilangan kambing boer 10 adalah boerka yang merupakan hasil persilangan dengan kambing kacang.Kambing merupakan salah satu ternak yang cukup andil memberikan keuntungan besar dalam meningkatkan pendapatan keluarga petani. Ternak kambing bagi petani, selain sebagai tabungan, juga merupakan ternak yang banyak andilnya sebagai penghasil daging. Daging kambing sangat disukai oleh sebagian besar masyarakat karena rasanya enak dan gurih serta bergizi tinggi. Bila hal ini dibandingkan dengan ternak lain, daging kambing memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi (Hartadi, dkk. 1986). Tabel 3. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Daging dari Beberapa Jenis Daging Jenis daging Kalori (Cal) Protein (grm) Lemak (grm) Sapi Domba Kambing Kerbau Ayam Kelinci 281 254 86 96 193 111 13,8 12,6 12,2 14,2 11,5 11-20 17,7 22,2 15,9 3,9 16 2,5-6,5 Ternak kambing dengan sifat alaminya sangat cocok dibudidayakan di daerah pedesaan yang sebagian besar penduduknya adalah petani yang berpenghasilan rendah sebab ternak kambing sendiri memiliki sifat yang dapat beranak kembar dan fasilitas serta pengelolaannya lebih sederhana dibandingkan dengan ternak ruminansia besar ( Murtidjo, 1993). Kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak, dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anakanaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, kambing juga menghasilkan kulit yang dapat di manfaatkan untuk berbagai macam keperluan 11 industri kulit, misalnya sepatu, kerajinan dan lain-lain. Selain itu, jenis kambing tertentu misalnya kambing Ettawa dan Saanen, juga dapat menghasilkan air susu yang mempunyai nilai gizi tinggi yang dapat dikomsumsi oleh masyarakat (Cahyono, 1998). Karakteristik ternak kambing, baik tingkah laku, pendugaan, serta menyerupai domba. Namun, ada sedikit perbedaan yang kita amati. Kambing tidak suka bergerombol dan memakan hijauan di tanah seperti halnya domba. Kecenderungan kambing memakan hijauan yang menggantung merupakan ciri yang menonjol. disamping itu, kambing mempunyai kemampuan memakan jenis tanaman lebih banyak dibandingkan dengan domba (Dwiyanto, 2003). Kambing sangat sesuai dipelihara khususnya kambing kacang di pedesaan, mudah hidup dan subur dibawah lingkungan yang bervariasi serta mudah menyesuaikan diri dengan bermacam-macam cara pemeliharaan. Seperti dengan sistem pemeliharaan yang tradisional oleh petani peternak belum dapat memberikan hasil berat badan yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemberian hijauan hanya terdiri dari rumput lapang atau makanan lainnya yang kualitasnya rendah, karena tidak mengandung gizi yang lengkap (Rivani, 2004). Bibit kambing yang baik dalam jumlah cukup akan memiliki peran yang besar dalam pemenuhan kebutuhan daging kambing. Sebagian besar usaha peternakan kambing dilakukan untuk memenuhi permintaan daging, terutama untuk keperluan sate kambing. Selain untuk memenuhi permintaan daging kambing di dalam negeri, usaha peternakan kambing memiliki peluang ekspor yang sangat besar. Untuk memenuhi permintaan ekspor ternak kambing tersebut diperlukan adanya 12 peningkatan produktivitas ternak kambing. Peningkatan kambing induk yang berkualitas akan berdampak pada peningkatan populasi ternak kambing (Anonim, 2011). Beternak kambing akan memberikan keuntungan dan tambahan penghasilan bagi peternak karena cepat berkembang biak. Selain itu, juga tidak memerlukan modal yang banyak dan cara pemeliharaannya sangat mudah. Hal ini sangat didukung oleh keadaan-keadaan disulawesi selatan, dimana daerah ini mempunyai kekayaan akan berbagai tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak kambing (Rivani, 2004) Beternak kambing sebenarnya banyak keuntungan bila dibandingkan dengan kemungkinan kerugian yang diderita. Beternak kambing sudah memasyarakat, seperti ayam, itik maupun lembu. Pemeliharaan kambing tidak menuntut banyak persyaratan khusus dalam pemeliharaan. Kemudian, satu faktor yang sangat penting dan menggembirakan adalah hampir setiap orang suka daging kambing, juga banyak masakan-masakan yang dibuat dengan bahan utama daging kambing. Selain itu kambing juga menghasilkan susu yang dapat diminum dan mempunyai khasiat hebat untuk mengurangi rasa sakit dari penyakit maag (Muljana, 2001). 2.2. Aspek Pasar dan Pemasaran Pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Proses pertukaran ini memerlukan banyak tenaga dan keterampilan. Manajemen pemasaran terjadi bila 13 setidaknya satu pihak dalam pertukaran potensial memikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan yang dia kehendaki dari pihak lain (Kotler, 1998). Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang di tujukan untuk melancarkan, menentukan harga, mempromosikan dan memdistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Sumarni dan Soeprihanto, 1997) Kohls dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga atau pemasaran pangan merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari titik produksi (petani) sampai ke tangan konsumen. Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa pemasaran mencakup segala aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen. Dengan kata lain pemasaran merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan untuk menggerakkan produksi mulai dari produsen utama hingga sampai ke konsumen akhir. Di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, disebut tataniaga karena niaga identik dengan barang dagang sehingga berarti segala sesuatu yang menyangkut aturan permainan dalam hal perdagangan barang-barang. Perdagangan biasanya dijalankan melalui pasar maka tataniaga disebut juga pemasaran atau marketing. Dalam suatu sistem pemasaran terdapat komponen14 komponen yang terlibat yaitu produsen, lembaga pemasaran dan konsumen serta lembaga lain yang langsung atau tidak langsung terlibat didalamnya. Sejauh mana tiap komponen tersebut terlibat dalam sistem pemasaran komoditi pertanian rakyat tergantung pada aktivitas mereka dalam membina sistem pemasaran yang sedang berlaku. Pada tiap tingkat waktu, kegiatan komponen tersebut akan menentukan tingkat efisiensi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987) Dalam konsep pemasaran modern, marketing mix merupakan salah satu kegiatan pemasaran yang sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut. Dalam marketing mix terdapat variable- variabel yang merupakan inti dari system pemasaran, yakni produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi yang dapat menciptakan dan mendorong terciptanya pembeli (Swastha, 1993) Dalam pemasaran mengandung arti semua kegiatan manusia yang berlangsung dalam hubungannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja di pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jadi defenisi pemasaran adalah semua kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhannya dan keinginannya melalui prooses pertukaran melibatkan kerja. Penual harus mencari pembeli, menemukan dan memenuhi kebutuhan kerja. ,erancang produk yang tepat menemukan harga yang tepat, menyimpan dan mengangkutnya, memptomosikan produk tersebut, menegoisasi dan sebagainya semua kegiatan tersebut merupakan nilai dari pemasaran yang dikenal dari fungsi pemasaran yang terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyedia sarana (Irawan, dkk 2001) 15 Menurut Swastha (1993), sistem pemasaran adalah kumpulan lembagalembaga yang melakukan tugas pemasaran barang, jasa, ide orang, dan faktor-faktor lingkungan yang saling memberikan pengaruh, dan membentuk serta mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pasarnya. Menurut Dahl dan Hammond (1977), secara garis besar pasar merupakan tempat sejumlah lingkungan atau tempat dimana, (1) kekuatan permintaan dan penawaran saling bertemu, (2 )terbentuknya harga dan perubahan harga terjadi, (3) terjadinya pemindahan kepemilikan barang dan jasa dan, (4) beberapa susunan fisik dan institusi dibuktikan. Pemasaran terdiri dari kegiatan-kegiatan para individu dan organisasi yang dilakukan untuk memudahkan atau mendukung hubungan pertukaran yang memuaskan dalam sebuah lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, ditribusi, promosi dan penetapan harga jual untuk barang, jasa dan gagasan (Mubyarto, 1997). Pemasaran mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan pemindahan hak milik dan fisik dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Konsep tersebut menunjukkan adanya kegunaan hak milik yang menyebabkan pemasaran merupakan kegiatan yang produktif (Limbong dan Sitorus, 1987) Pemasaran memiliki sasaran dan berusaha untuk memaksimumkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai jenis produk yang dipasarkan. Upaya ini menjadi salah satu sasaran karena dengan tingkat komsumsi masyarakat yang tinggi 16 akan berimplikasi kepada peningkatan volume penjualan dan pada gilirannya akan merangsang peningkatan volume produksi. Dengan kata lain, memaksimumkan tingkat komsumsi akan memaksimumkan pula tingkat produksi, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat. Tingkat produksi yang tinggi akan berpengaruh positif kepada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi secara makro dan selanjutnya akan memperbaiki kualitas hidup masyarakat, meningkatkan daya beli potensial dan merangsang peningkatan investasi pada sektorsektor produktif, baik dibidang pertanian maupun di bidang lainnya yang terkait (Limbong dan Sitorus, 1987) . Soekartawi (1993) mengemukakan bahwa karena produsen tidak dapat bekerja sendiri untuk memasarkan produksinya, maka mereka memerlukan pihak lain atau lembaga pemasaran yang lain untuk membantu memasarkan produksi pertanian yang dihasilkan, dengan demikian muncul istilah pedagang pengumpul, pengecer, pemborong dan sebagainya. Karena masing-masing lembaga pemasaran ingin mendapatkan keuntungan, maka harga yang dibayarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran itu berbeda. Jadi harga tingkat petani/peternak akan rendah dari pada harga ditingkat pedagang perantara dan harga dipedagang perantara juga akan lebih rendah dari pada tingkat pedagang pengecer. 2.3. Saluran Pemasaran Penyaluran barang-barang dari pihak produsen ke pihak konsumen terlibat satu sampai beberapa golongan pedagang perantara. Pedagang perantara ini dikenal sebagai saluran tataniaga (marketing Chanel). Tegasnya saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak menghiraukan 17 apakah mereka itu memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang (Hanafiah dan Saefuddin, 1986) Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang terkait satu sama lain dan terlibat dalam penyaluran produk sejak dari produsen sampai konsumen. Organisasi-organisasi yang dimaksud bisa berupa pengecer, grosir, agen dan distributor fisik (Simamora, 2001). Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang dan jasa untuk di gunakan atau dikomsumsi. Sebuah saluran pemasaran bertugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal ini megatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan dan menginginkannya (Limbong dan Sitorus, 1987) Saluran pemasaran merupakan salah satu bagian dari pemasaran. Barangbarang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan harus disampaikan ke konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung, sebelum transaksi jual beli antara penjual dan pembeli dilaksanakan. Penentuan saluran pemasaran adalah penentuan lembaga penyalur yang akan menyampaikan barang atau jasa kepada calon konsumennya. Pada dasarnya beberapa macam lembaga penyalur yang dapat dipilih oleh seseorang pengusaha untuk menyalurkan barang-barang hasil produksinya (Ranupandojo, 1990) Menurut Rahadi dan Hartono (2003) bahwa pola pemasaran berlangsung secara alami. Biasanya pola ini banyak dilakukan oleh peternak yang ingin berusaha sendiri memasarkan produknya. Peternak dapat menjual langsung ke konsumen, pedagang besar atau pasar-pasar yang telah ada. Salah satu pola tersebut yaitu : 18 - Pola 1 : Peternak/Produsen – Konsumen - Pola 2 : Peternak/Produsen – Pedagang Pengumpul – Konsumen - Pola 3 : Peternak/Produsen – Pedagang Pengumpul – Rumah Pemotongan Hewan – Eksportir/konsumen. Kotler, P (1989) menyatakan bahwa saluran distribusi pemasaran dapat dikararteristik dengan jumlah tingkat saluran. Setiap perantara yang menjalankan pekerjaan tertentu untuk mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih mendekati pembeli akhir disebut sebagai tingkat saluran. Karena produsen dan pelanggan akhir melakukan kerja sama, maka keduanya merupakan bagian dari setiap saluran pemasaran. Dalam pemasaran terdapat empat kegiatan saluran distribusi yaitu Saluran I : Produsen – Konsumen Saluran II : Produsen – Pengecer – Konsumen Saluran III : Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen Saluran IV : Produsen – Pedagang Besar – Penyalur – Pengercer- Konsumen Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui tergantung dari beberapa faktor, antara lain : 1. Jarak antara produsen ke konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. 2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat. 3. Skala produksi. Bila produksi langsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal ini tidak 19 menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan dan demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. 4. Posisi keungan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangan (modalnya) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga (Hanafiah dan Saefuddin, 1986) Jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir di sebut saluran pemasaran . jenis dan kerumitan saluran pemasaran berbeda-beda sesuai dengan komoditinya. Pasar kaki lima merupakan saluran pemasaran yang paling sederhana, dari produsen langsung ke konsumen. Tetapi, kebanyakan produk diproses lebih lanjut pada tingkat saluran pemasaran yang berbeda dan melalui banyak perusahaan sebelum mencapai konsumen akhir (Downey dan Erikson, 1992) 2. 4. Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu (time utility), tempat (place utility), dan bentuk (form utility). Lembaga pemasaran bertugas untuk menjalankan fungsi- 20 fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah margin pemasaran (yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan). Bagian balas jasa bagi lembaga pemasaran adalah keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemasaran (Kamaludddin, 2008). Kamaluddin (2008), Menyatakan bahwa golongan lembaga pemasaran terdiri atas dua yaitu : 1. Menurut Penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual belikan Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual belikan, lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu: Lembaga yang tidak memiliki komoditi, tetapi menguasai komoditi, seperti agen dan perantara, makelar (broker, selling broker, dan buying broker). Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi yang dipasarkan, seperti: pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan importir. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi yang dipasarkan, seperti perusahaan-perusahaan yang menyediakan fasilitas transportasi, asuransi pemasaran, dan perusahaan yang menentukan kualitas produk pertanian (surveyor). 21 2. Berdasarkan Keterlibatan dalam Proses Pemasaran Berdasarkan keterlibatan dalam proses pemasaran, lembaga pemasaran terdiri dari: Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani. Tengkulak melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, ijon maupun kontrak pembelian. Pedagang pengumpul, yaitu lembaga pemasaran yang menjual komoditi yang dibeli dari beberapa tengkulak dari petani. Peranan pedagang pengumpul adalah mengumpulkan komoditi yang dibeli tengkulak dari petani-petani, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran seperti pengangkutan. Pedagang besar, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran maka jumlah komoditi yang ada pada pedagang pengumpul perlu dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut pedagang besar. Pedagang besar juga melaksanakan fungsi distribusi komoditi kepada agen dan pedagang pengecer. Agen penjual, bertugas dalam proses distribusi komoditi yang dipasarkan, dengan membeli komoditi dari pedagang besar dalam jumlah besar dengan harga yang realtif lebih murah. Pengecer (retailers), merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung dengan konsumen. Pengecer merupakan ujung tombak dari suatu proses produksi yang bersifat komersil. Artinya kelanjutan proses produksi yang dilakukan oleh produsen dan lemabaga-lembaga pemasaran sangat tergantung dengan aktivitas 22 pengecer dalam menjual produk ke konsumen. Oleh sebab itu tidak jarang suatu perusahaan menguasai proses produksi sampai ke pengecer. Seluruh lembaga-lembaga pemasaran tersebut dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran. Arus pemasaran (saluran pemasaran) yang terbentuk dalam proses pemasaran ini beragam sekali, misalnya: Produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir Produsen – tengkulak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir Produsen – tengkulak – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir Produsen – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir. Hubungan antar lembaga-lembaga tersebut akan membentuk pola-pola pemasaran yang khusus. Pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani ke konsumen akhir disebut sistem pemasaran (Kamaludiin, 2008). Fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan adalah: Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut Menempatkan diri sebagai sumber barang-barang bagi konsumen Menciptakan keseimbangan antara harga dan kualitas barang diperdagangkan Menyediakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan konsumen Melaksanakan tindakan-tindakan dalam persaingan (Kamaluddin, 2008). 23 yang 2.5. Biaya dan Margin Pemasaran Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran berlangsung, mulai dari produk lepas dari tangan peternak hingga diterima konsumen akhir. Biaya dapat besar atau kecil tergantung panjang pendeknya jalur pemasaran dan peran fungsi pemasaran (Rasyaf, 2004). Soekartawi (1993) menyatakan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan perusahaan. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, pungutan retribusi dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain disebabkan oleh : 1. Macam komoditi 2. Lokasi pemasaran 3. Macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran dilakukan. Seringkali komoditi pertanian yang nilainnya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi pula, Argumen seputar saluran distribusi terletak pada pilihan antara biaya dan manfaat menjalankan aktivitas pemasaran adalah biaya, refleksi dalam harga jual akhir produk atau jasa. Biaya-biaya tersebut bervariasi sangat luas tergantung pada produk dan konsumennya. Namun kadangkala besarnya sangat berarti sekitar 50 persen dari harga eceran kebanyakan paket produk konsumen dan sekitar setengahnya merupakan margin laba pengecer. Sisanya terdiri atas biaya pemasaran perusahaan manufaktur dan perantara grosir. Meskipun biaya pemasaran perusahaan seperti biaya lembaran atau kimia dasar cenderung sangat murah karena penjualannya dilakukan 24 dalam jumlah besar kepada sejumlah kecil konsumen regular, nilainya tetap mencapai 10 hingga 15 persen dari harga jual akhir (Larechee, dkk. 1997) Mubyarto (1997) menyatakan bahwa biaya pemasaran yang relative tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurang baiknya jalan dan prasarana perhubungan, tersebarnya tempat produksi yang jauh dan banyaknya pungutanpungutan yang bersifat resmi maupun tidak resmi di sepanjang jalan antara produsen dan konsumen. Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang dapat menutupi biaya akan mengakibatkan kerugian operasional maupun biaya non operasional yang menghasilkan keuntungan, selanjutnya dikatakan bahwa biaya variabel adalah biaya yang beubah-ubah untuk setiap tingkatan atau hasil yang di produksi. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau biaya tetapl merupakan jumlah biaya variable dan biaya tetap (Alma, 2000). Winardi (1993) menyatakan bahwa Biaya terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau di jual. Biaya variabel adalah biaya langsung yang dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau dijual. Biaya tataniaga suatu macam produk biasanya diukur secara kasar dengan margin dan spread. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Pada suatu perusahaan (firm) istilah margin merupakan sejumlah yang ditentukan secara internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya 25 dan laba, dan ini merupakan perbedaan atau spread antara harga pembelian dan harga penjualan (Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Daniel (2002), menyatakan bahwa margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam prosses pemasaran tersebut. Makin panjang tataniaga ( semakain banyak lembaga yang terlibat) maka semakin besar margin tataniaganya. Salah satu fungsi harga yang penting dalam saluran distribusi adalah untuk menentukan jumlah laba. Tetapi, harga itu sendiri tidak terlalu menjamin adanya laba. Apabila saluaran pemasaran ditinjau sebagai satu kelompok atau tim operasi, maka margin dapat dinyatakan sebagai suatu pembayaran yang di berikan kepada mereka atas jasa-jasanya. Jadi margin merupakan suatu imbalan atau harga atas suatu hasil kerja. Konsep margin sebagai suatu pembayaran pada penyalur mempunya dasar yang logis dalam konsep nilai tambah. Margin dapat didenifisikan sebagai perbedaan antara harga beli dengan harga jual (Swastha, 1993). Hanafiah dan Saefuddin (1986) menytatakan bahwa margin pemasaran adalah selisih harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya margin pemasaran yaitu: 1. Perubahan margin penasaran, keuntungan dari pedagang perantara, harga yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima produsen 2. Sifat barang yang diperdagangkan 3. Tingkat pengolahan barang 26 Menurut Hanafiah dan saefuddin (1986) menyatakan bahwa tataniaga adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama (Hp) dan harga yang dibayarkan oleh pembeli terakhir (He), yang dituliskan dalam rumus 1. Marjin tiap lembaga pemasaran M = He – Hp Dimana = M = Margin Pemasaran (Tataniaga) Hp = Harga yang dibayar kepada Penjualan pertama (Rp/Ekor) He = Harga yang dibayar kepada Pembelian terakhir (Rp/ Ekor) 2. Margin tiap Saluran pemasaran (Swastha, 1991) Mt = M1 + M2……… + Mn Dimana = Mt = Margin Saluran Pemasaran M1 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-1 M2 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-2 Mn = Margin Penasaran Lembaga Pemasaran ke-n 2.6. Keuntungan Pemasaran Soekartawi (2001) menyatakan bahwa keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya. Biaya ini dalam banyak kenyataan, dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (seperti sewa tanah, pembelian alat) dan biaya tidak tetap (seperti biaya transportasi, upah tenaga kerja). 27 Soekartawi (2001), juga menyatakan bahwa keuntungan margin adalah keuntungan yang bersifat kotor. Dari segi bisnis, keuntungan ini bersifat semu karena ada unsur-unsur biaya yang tidak diperhitungkan yaitu biaya tetap, sehingga besarnya keuntungan margin sama dengan selisih total output dengan biaya operasional. Untuk meningkatkan keuntungan adalah dengan tidak lain dengan cara memperbaiki pelaksanan dari fungsi tataniaga secara efektif dan efisien. Pada pokoknya laba dapat diperoleh dari seluruh penghasilan dikurangi dengan seluruh biaya. Laba bersih yang dapat dicapai menjadi ukuran sukses bagi sebuah lembaga pemasaran (Gunawan, 1985). Angipora (2002) mengemukakan bahwa laba merupakan sisa lebih dari hasil penjualan dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual dan biaya-biaya lainnya. Untuk mencapai laba yang besar, maka manajemen dapat melakukan langkahlangkah seperti menekan biaya penjualan yang ada, menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai laba yang dikehendaki dan meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Rasyaf (1996) mengatakan bahwa untuk memperoleh keuntungan atau pendapatan yang lebih baik, peternakan mempunyai dua jalan yaitu : 1. Melakukan efisiensi dari segi teknis : dari segala skala usaha dan meningkatkan produksi daging perekor 2. Melakukan efisiensi dari segi non-teknis : dengan jalan memperkecil biaya produksi atau menekan biaya sewajarnya. Pada saat memperoleh penerimaan bahkan sebelum hasil produksi dijual sebenarnya kita sudah mengetahui rugi atau untung. Hal ini dapat saja terjadi karena 28 tujuan kita adalah membandingkan harga harapan dengan harga pasar. Bila harga pasar berbeda diatas harga harapan maka peternak dapat menduga bakal mendapat keuntungan. Besarnya tingkat keuntungan tergantung besar selisih harga pasar dengan harga harapan. Bila harga harapan diatas harga pasar, maka peternak sudah dapat memastikan bakal mendapat kerugian. Bila harga harapan sama dengan harga pasar, maka peternak dapat menduga bakal tidak memperoleh keuntungan ataupun kerugian, artinya peternak hanya memperoleh modalnya saja (Rasyaf, 2004) 2.7. Efisiensi Pemasaran Efisiensi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Bila efisiensi dimasukkan dalam analisis maka variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisisnya adalah variabel harga. Oleh karena itu ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum efisiensi dikerjakan yaitu tingkatkan transpormasi antara input dan output, serta perbandingan antara harga input dan harga output sebagai upaya mencapai indicator efisiensi (Soekartawi, 1993). Pandangan lain menyatakan bahwa efisiensi merupakan ukuran dari produktivitas. Sedang efisiensi sendiri merupakan perbandingan antara unsur output dan unsur input. Apabila hasil perbandingan ini lebih besar dari ada 1 (satu) maka dapat dikatakan produktif. Sebaliknya bila perbandingan antara output dan input hasilnya kurang dari 1 (satu) maka dikatakan kurang produktif. Perusahan yang produktif adalah perusahan yang efisien. Perusahaan yang efisien apabila nilai output lebih besar dari nilai inputnya. Sebaliknya perusahan tidak efisien jika outpu bernilai lebih kecil dari nilai inputnya (Ranupandojo, 1990). 29 Daniel (2002) mengemukakan bahwa efisiensi pemasaran adalah ukuran dari perbandingan antara keguanaan pemasaran dengan biaya pemasaran. Beberapa faktor yang dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi pemasaran, yaitu : 1. Keuntungan pemasaran 2. Harga yang diterima oleh konsumen 3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran 4. Kompetensi pasar. Lanjut dikatakan suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi 2 syarat yaitu : 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil produsen sampai ke konsumen dengan biaya serendah-rendahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang. Downey dan Erickson (1992), menyatakan bahwa istilah efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) pemasaran. Hal ini mencerminkan consensus bahwa pelaksanaan proses pemasaran harus berlangsung secara efisien. Teknlogi atau prosedur baru hanya boleh ditetapkan apabila meningkatkan efisiensi proses pemasaran. Efisiensi dapat didefisnisikan sebagai peningkatan rasio “keluaran-masukan” yang umumnya dicapai dengan salah satu dari empat cara berikut : 1. Keluaran tetap konstan sedang masukan mengecil 2. Keluaran meningkat sedang masukan tetap konstan 30 3. Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang peningkatan masukan 4. Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan masukan. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada dua dimensi yang berbeda dari efisiensi pemasaran dapat meningkatkan rasio keluaran-masukan. Yang pertama disebut efisiensi operasional dan mengukur aktivitas pelaksanaan jasa pemasaran di dalam perusahaan. Dimensi kedua disebut penetapan harga, mengukur bagaimana harga pasar mencerminkan biaya produksi dan pemasaran secara memadai pada seluruh sisitem pemasaran. 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2012. Bertempat di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto dengan pertimbangan bahwa Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang populasi kambingnya yang paling banyak di antara desa/kelurahan lainnya di Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. 3.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu dengan menggambarkan dan mendeskripsikan tentang kajian pemasaran usaha ternak kambing 3.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua peternak dan lembaga pemasaran yang terlibat dan melakukan transaksi penjualan ternak kambing dalam pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto yakni sebanyak 18 peternak, 4 pedagang pengumpul, 1 pedagang besar, dan 2 pedagang pengecer, dengan unit analisis adalah ”transaksi ternak kambing”. Melihat jumlah populasi yang relatif sedikit dan untuk mendapatkan data pemasaran ternak kambing yang akurat maka pada penelitian ini keseluruhan populasi digunakan sebagai sampel dengan kata lain sampel yang digunakan adalah sampel jenuh. 32 3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Observasi yaitu melakukan pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan penelusuran langsung transaksi setiap lembaga pemasaran. 2. Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui interview langsung dengan responden yakni peternak kambing dan lembaga pemasaran yang terlibat pada pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Untuk memudahkan dalam proses interview digunakan kuesioner atau daftar pertanyaan 3.5. Jenis dan Sumber Data Jenis data dan sumber pada penelitian ini adalah yaitu : 1. Data kualitatif yaitu data yang dapat menggambarkan dan menjelaskan variabel penelitian yang meliputi sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. 2. Data kuantitaif yaitu data yang berupa angka-angka yang berupa biaya pemasaran tiap lembaga, harga penjualan tiap lembaga, harga pembelian tiap lembaga, dan harga ditingkat konsumen. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan responden yaitu peternak kambing dan lembaga pemasaran di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto mengenai pemasaran ternak kambing 33 yang khususnya mengenai penjualan dan lain sebagainnya yang berkaitan dengan penelitian. 2. Data sekunder adalah data yang bersumber dari buku-buku, laporan-laporan dan lain-lain yang berasal dari instansi terkait dengan penelitian ini, seperti data biro pusat statistik, kantor Desa Borongtala, kantor Kecamatan Tamalatea dan kantor balai penyuluhan peternakan Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. 3.6. Analisa Data Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sistem pemasaran ternak kambing digunakan analisis deskriptif yang meliputi saluran pemasaran, fungsi pemasaran, dan perilaku pasar (proses pembentukan harga, pola pembayaran harga, dan kerjasama antar lembaga). 2. Untuk menghitung margin tiap lembaga pemasaran dan saluran pemasaran di gunakan Rumus (Saefuddin dan Hanafiah, 1986) sebagai berikut : 1. Margin Tiap Lembaga Pemasaran ternak kambing M = Hp – Hb Dimana = M = Margin Lembaga Pemasaran Hp = Harga Penjualan (Rp/Ekor) Hb = Harga Pembelian (Rp/ Ekor) 2. Margin tiap Saluran pemasaran (Swastha, 1991) Mt = M1 + M2……… + Mn 34 Dimana = Mt = Margin Saluran Pemasaran M1 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-1 M2 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-2 Mn = Margin Penasaran Lembaga Pemasaran ke-n 3. Untuk Mengetahui Besarnya keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus : П = ML – TC Dimana : П = Keuntungan Lembaga Pemasaran (Rp/ekor) ML = Margin Lembaga Pemasaran (Rp/ekor) TC = Biaya total pemasaran yang dikeluarkan tiap lembaga Pemasaran (Rp/ekor) 4. Untuk mengetahui keuntungan pemasaran dari setiap saluran pemasaran di gunakan rumus : Пt = П1+ П2+……..+ Пn Dimana : Пt = Keuntungan saluran pemasaran П1= Keuntungan lembaga pemasaran ke-1 П2= Keuntungan Lembaga Pemasaran ke-2 Пn= Keuntungan lembaga pemasaran ke-n 35 5. Untuk mengetahui efisiensi saluran pemasaran di gunakan rumus : BP Ep = X 100% (Downey dan Erickson, 1992) NP Dimana : Ep = Efisiensi Pemasaran (%) BP = Total Biaya Pemasaran (Rp/ekor) NP = Total Nilai Produk yang dipasarkan (Rp/ekor) Jika : Ep yang nilainya paling kecil = paling efisien 36 3.7. Konsep Operasional Adapun yang menjadi konsep operasional pada penelitian ini adalah ; Sistem pemasaran adalah kumpulan lembaga-lembaga yang melakukan tugas pemasaran ternak kambing dari produsen ke konsumen akhir, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemasaran adalah kegiatan pendistribusian ternak kambing dari produsen ke konsumen akhir Peternak (Produsen) kambing adalah orang-orang yang melakukan usaha pembudidayaan ternak kambing di Desa Borongtala, kecematan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Pedagang pengumpul (tengkulak) adalah pedagang yang melakukan pembelian skala kecil dari peternak (produsen) dan yang menyalurkan produk kepada pedagang. Pedagang pengecer adalah pedagang menjual ternak kambing langsung ke konsumen akhir. Konsumen akhir adalah orang yang membeli dengan tujuan untuk di komsumsi atau diolah untuk dijual kembali (konsumen perantara) dalam jenis atau bentuk berbeda dari produk asalnya. Margin lembaga pemasaran adalah selisih antara harga jual dan harga beli pada setiap lembaga pemasaran (Rp/ekor) Lembaga pemasaran adalah semua pedagang yang terlibat dalam pemasaran ternak kambing 37 Harga jual peternak adalah harga ternak kambing yang diterima peternak perekor (Rp/ekor) Harga beli lembaga pemasaran adalah harga beli ternak kambing oleh setiap lembaga pemasaran (Rp/ekor) Harga Jual lembaga pemasaran adalah harga jual ternak kambing oleh setiap lembaga pemasaran (Rp/ekor). Harga beli Konsumen adalah harga yang dibayarkan oleh konsumen kepada lembaga pemasaran yang bertransaksi dengannya (Rp/ekor). Saluran distribusi atau saluran yang dilalui oleh pemasaran ternak kambing dari peternak di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto sampai ke konsumen akhir. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan ternak kambing dari produsen ke konsumen (Rp/ekor) Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara biaya pemasaran ternak kambing yang dikeluarkan setiap lembaga dengan nilai produk yang dijual yang dinyatakan dengan % Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih antara margin pemasaran dengan total biaya tiap lembaga tataniaga (Rp/ekor) 38 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis dan Topografi Borongtala merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Desa ini memiliki letak yang cukup strategis karena terletak tidak jauh dengan ibukota Kabupaten Jeneponto. Selain itu adapun batas-batas wilayah Desa Borongtala yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Turatea Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel. Biringkassi Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Turatea Timur Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bontojai Luas wilayah Desa Borongtala yaitu ± 613 ha/m2 dan memiliki 7 dusun yaitu Dusun Mattirobaji Selatan, Dusun Mattirobaji, Dusun Baraya, Dusun Karampang Paja Timur, Dusun Karampang Paja Barat, Dusun Toberekka, dan Dusun Toberekka Selatan. 4.2. Luas dan Penggunaan Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting dimiliki oleh suatu daerah. Kondisi lahan yang dimiliki dari suatu daerah dapat menjadi faktor penentu jenis pekerjaan yang mayoritas digeluti oleh penduduknya. Sebagai contoh, daerah yang sebagian besar adalah persawahan tentunya sebagian besar penduduknya akan menjadi pekerja di bidang pertanian atau petani sawah. Luas dan penggunaan lahan di 39 Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas dan Penggunaan Lahan di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. No Pengguna Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pemukiman 151 24,63 2 Persawahan 55 8,97 3 Perkebunan 407 66,39 613 100 Jumlah Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto 2012 Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar lahan di desa Borongtala Kecamatan Tamalatea kabupaten Jeneponto di gunakan untuk perkebunan dengan persentase sebesar 66,39% yang artinya sebagian besar masyarakat Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jenoponto mempunyai lahan perkebunan. Kondisi tersebut juga merupakan salah satu faktor pendukung pengembangan usaha peternakan pada umumnya dan usaha ternak kambing pada khususnya, terutama dalam hal ketersediaan pakan dan lahan pengembalaan. 4.3. Kependudukan Penduduk merupakan salah satu potensi dan penggerak pembangunan suatu daerah. Kualitas sumber daya manusia (penduduk) yang tinggi tentunya akan menjadi salah satu modal utama suatu daerah dalam upaya pengembangan dan pembangunan daerah. Sedangkan sumber daya manusia yang berkualitas rendah dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan dan akan manjadi masalah dalam suatu 40 daerah. Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat penting untuk dapat meningkatkan persaingan dan menjadi sumber daya yang handal dalam pembangunan daerah. Adapun komposisi penduduk di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto berdasarkan jenis kelamin dapat kita lihat pada Tabel 4. Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk Persentase (%) 1 Laki-laki 2008 49.78 2 Perempuan 2026 50.22 4034 100 Jumlah Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto 2012 Pada Tabel 5 terlihat bahwa komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan yakni sebanyak 2026 orang (50,22%) sedangkan untuk laki-laki sebanyak 2008 orang (49,78%). 4.4. Sarana dan Prasarana Dalam upaya memperlancar berbagai aktivitas keseharian masyarakat, maka ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sangatlah dibutuhkan. Sarana dan prasarana yang dimaksud antara lain sarana dan prasarana pendidikan, serta sarana dan prasarana kesehatan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto: 41 4.4. 1. Sarana Pendidikan Untuk memperlancar kegiatan proses pendidikan dan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas maka faktor pendidikan perlu mendapat perhatian bagi pemerintah. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan bagi masyarakat di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto dapat kita lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sarana Pendidikan di Desa Borongtala Kacamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. No Sarana Pendidikan Unit1 Persentase (%) 1 TK 1 20 2 SD/Sederajat 3 60 3 SMP/Sederajat 1 20 Jumlah 5 1000 Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto 2012 Pada Tabel 6 terlihat bahwa sarana pendidikan yang terdapat di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto secara kuantitas cukup tersedia, sekolah dasar/sederajat merupakan jumlah sekolah terbanyak yaitu sebanyak 3 unit (60%), sedangkan untuk Sekolah menengah Pertama dan Taman Kanak-kanak masing-masing 1 unit (20%) kenyataan tersebut menunjukkan bahwa upaya peningkatan kecerdasan masyarakat di daerah ini telah didukung oleh ketersediaan sarana pendidikan. 42 4.4. 2. Sarana Kesehatan Dalam upaya meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat maka ketersediaan sarana kesehatan sangat diperlukan. Ketersediaan sarana kesehatan tersebut tentunya akan lebih memudahkan bagi masyarakat dalam memeriksa dan mengontrol kondisi kesehatan. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto dapat kita lihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sarana Kesehatan di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. No Sarana Kesehatan Unit Persentase (%) 1 Puskesmas pembantu 1 25 2 Posyandu 3 75 4 100 Jumlah Sumber : Data Sekunder Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto Pada Tabel 7 terlihat bahwa sarana kesehatan yang terdapat di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto hanya terdapat 1 unit pustu (puskesmas pembantu) dan 3 unit posyandu. Akan tetapi sarana kesehatan tersebut bagi masyarakat Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto sudah cukup membantu dalam memperoleh pengobatan dan perawatan kesehatan. Dalam menupayakan kesehatan masyarakat Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto juga di dukung oleh seorang paramedis, dua orang dukun bersalin terlatih dan seorang bidan. Sehingga dalam proses memperoleh obat atau bersalin sudah cukup membantu dalam kehidupan sehari-hari. 43 BAB V KEADAAN UMUM RESPONDEN Dalam penelitian ini, responden yang dimaksud adalah peternak, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Keadaan umum responden dapat dilhat dari umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan lama berusaha menjual ternak kambing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut : 5.1. Umur Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja seseorang adalah faktor umur. Umur tentunya akan berdampak pada kemampuan fisik seseorang dalam bertindak dan berusaha. Orang yang memiliki umur tua tentunya memiliki kemampuan fisik yang cenderung lemah dibandingkan dengan mereka yang masih berumur muda. Menurut badan pusat statistic (BPS), berdasarkan komposisi penduduk, usia penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu : Adapun komposisi umur responden peternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi Responden Menurut Kelompok Umur. No 1. 2. 3. Umur ( Tahun) 0 – 14 15 – 64 < 65 Jumlah ( Orang) 0 25 0 Persentase (%) 0 100 0 Jumlah 25 100 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012 44 Pada Tabel 8. Dapat dilhat bahwa sebaran kelompok umur dalam melakukan usaha budi daya ternak kambing seluruhnya dilakukan oleh peternak yang memiliki umur yang berkisar antara umur 15 – 65 tahun dengan jumlah 25 orang dengan persentase 100 %. Melihat kenyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa keseluruhan responden berada pada usia produktif dan hal ini tentunya sangat berdampak positif dalam pengembangan usaha peternakan maupun pemasaran ternak kambing yang digelutinya. 5.2 Tingkat Pendidikan Kemampuan seseorang dalam menjalankan usaha sangat dipengaruhi oleh kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi tentunya juga akan memiliki kemampuan dalam menerima atau menolak suatu inovasi. untuk melihat sejauh mana tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden dapat kita lihat pada Tabel 9. Tabel 9. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 SD/Sederajat 14 56 2 SMP/Sederajat 9 36 3 SMA/Sederajat 2 8 Jumlah 25 100 Sumber : Data Primer setelah diolah, 2012. Dari Tabel 9 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden cukup bervariasi, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau sederajat. Jumlah respoden terbanyak yaitu responden dengan 45 tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu sebanyak 14 orang (56%) dan yang terendah adalah tingkat pendidikan Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau sederajat yakni sebanyak 2 orang (8%). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pendidikan responden masih sangat rendah. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan peternakan khususnya peternakan kambing agar pengetahuan dan keterampilannya dapat meningkat. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (1993) yang menyatakan bahwa rendahnya pendidikan pekerja merupakan kendala dalam menyerap informasi baru, khususnya yang berkaitan dengan proses difusi-inovasi teknologi. 5.3. Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden, baik yang merupakan keluarga inti responden, maupun anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggung jawab responden. Jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga No Tanggungan Keluarga (Orang) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 2–3 4 16 2 4–5 15 60 3 6–7 6 30 25 100 Jumlah Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012 Pada Tabel 10. terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 2 sampai dengan 7 orang. Jumlah responden terbanyak yaitu responden dengan tanggungan keluarga antara 4 sampai dengan 5 orang yaitu sebanyak 15 orang (60%) dan yang terendah adalah responden dengan tanggungan keluarga antara 2 sampai 46 dengan 3 orang yaitu sebanyak 4 orang (10%). Melihat kenyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa ketersediaan tenaga kerja atau sumber daya menusia dalam usaha pemasaran ternak kambing cukup tersedia, hal ini sesuai pendapat Daniel (2004), yang menyatakan bahwa sebagian besar usaha kecil rumah tangga menggunakan anggota rumah tangga sebagai tenaga kerja atau sumber daya manusia. 5.4. Lama Berusaha Menjual Ternak Kambing Pengalaman menjual menunjukkan lamanya responden menggeluti usaha penjualan atau pemasaran ternak kambing. Adapun klasifikasi responden berdasarkan lama menjual ternak kambing dapat dilihat pada Tabel 11 Tabel 11. Klasifikasi Responden Berdasarkan Lama Berusaha Menjual Ternak Kambing. No Lama Berusaha (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 5 – 10 7 28 2 11 – 15 5 20 3 16 – 20 13 52 25 100 Jumlah Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012 Pada Tabel 11. Terlihat bahwa lama menjual ternak kambing pada responden di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto yaitu 5 sampai dengan 20 tahun. Adapun responden terbanyak yaitu responden yang memiliki pengalaman menjual antara 16 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu sebanyai 5 orang (52%) sedangkan responden yang memliki pengalaman terendah adalah antara 11 tahun sampai dengan 15 tahun yaitu sebanyak 5 orang (20%). Secara umum responden telah memiliki pengalaman yang cukup dalam mengolah usahanya sehingga dengan pengalaman tersebut, responden mampu mengatasi masalah yang 47 terjadi. Hal ini sesuai pendapat Handoko (1999) yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan usahanya. 48 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6. 1. Lembaga Pemasaran Kehadiran lembaga pemasaran dalam proses menggerakkan barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen sangat diperlukan. Lembaga-lembaga pemasaran dapat memperlancar pergerakan barang dari produsen sampai ke tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan yang dikenal sebagai perantara. Lembagalembaga ini bisa dalam bentuk perorangan, perserikatan, atau perseorangan. Dalam sistem pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto umumnya lembaga-lembaga yang terlibat adalah peternak kambing, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Peternak merupakan produsen ternak kambing yang juga bertindak sebagai lembaga pemasaran karena dari sinilah kambing – kambing tersebut di pelihara untuk kemudian dipasarkan. Pada penelitian jumlah peternak yang terlibat dalam proses pemasaran ternak kambing yaitu sebanyak 18 peternak, baik yang menjual langsung ke konsumen maumpun melalui pedagang perantara. Pedagang pengumpul sangat berperan dalam memasarkan ternak kambing baik di daerah Jenenponto sendiri maupun luar daerah Jeneponto seperti Kota Makassar, dan Kabupaten Bone. Dalam penelitian ini terdapat 4 pedagang pengumpul yang berada di lokasi penelitian. Hal ini memberikan sedikit keuntungan terhadap peternak terutama dalam hal biaya transportasi. Rata-rata jumlah ternak kambing yang di pasarkan oleh pedagang pengumpul setiap penjualan berkisar antara 5-15 ekor. 49 Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli ternak kambing dari pedagang pengumpul dalam jumlah yang banyak untuk di perdagangkan lagi ke pedagang pengecer. Pada penelitian ini jumlah pedagang besar yang terlibat sebanyak 1 orang dan jumlah ternak kambing yang dijual ke pedagang pengecer sebanyak 20 ekor. Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli ternak kambing dari pedagang pengumpul dan pedagang besar, dan merupakan pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer yang terdapat dalam penelitian sebanyak 2 orang yang berasal dari luar Kabupaten Jeneponto seperti kota Makassar, dan Kabupaten Bone. Pembelian yang dilakukan pedagang pengecer sebanyak 15-20 ekor. 6. 2. Saluran Pemasaran Pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto sebagian besar masih dikuasai oleh pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dimiliki peternak antara lain; kurang tersedianya fasilitas guna menghubungi pembeli, kurangnya modal, rendahnya tingkat pengetahuan peternak dalam proses pemasaran ternak kambing serta lebih efisien baik dari waktu maupun biaya. Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran langsung transaksi lembaga pemsaran, diketahui bahwa pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto terdapat beberapa saluran pemasaran yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu peternak, pedagang pengumpul, 50 pedagang besar dan pedagang pengecer. Adapun bentuk saluran pemasaran tersebut dapat dilhat pada Gambar I. I. PETERNAK Konsumen akhir II. PETERNAK P. Pengumpul P. Pengecer III. PETERNAK P. Pengumpul P. Besar Konsumen akhir P. Pengecer Konsumen akhir Gambar 1. Saluran Pemasaran Ternak Kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa proses pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto diawali dari penjualan ternak kambing oleh peternak melalui dua cara, yaitu penjualan langsung ke konsumen dan penjualan ke pedagang perantara. Jalur pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto cukup bervariasi, hal ini tidak lepas dari daerah pemasaran yang cukup luas. Hasil produksi ternak kambing yang ada di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto sebagian besar dipasarkan diluar Kabupaten Jeneponto seperti Kota Makassar dan Kabupaten Bone. Pelaku pemasaran menggunakan saluran pemasaran yang menunjukkan bagaimana arus komoditi mengalir dari produsen ke konsumen akhir. Para pelaku pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan ternak kambing dari peternak responden adalah pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pola saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto ini berbeda-beda, dan pemilihan saluran pemasaran tersebut didasarkan 51 pada beberapa hal, diantaranya : harga jual, harga beli, biaya transportasi, sumber pembelian dan tujuan pembelian. 6.2.1. Saluran Pemasaran I Saluran Pemasaran I, Ternak kambing yang dijual oleh peternak langsung ke konsumen, sehingga pada saluran ini tidak terdapat pedagang perantara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. PETERNAK Konsumen akhir Gambar 2. Saluran Pemasaran Ternak Kambing Model I di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa saluran pemasaran I, ternak kambing dari peternak langsung dijual ke konsumen akhir. Model saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran langsung, dimana saluran pemasaran ternak kambing tersebut tidak ada pedagang perantara yang terlibat. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (1996) yang menyatakan bahwa secara prinsip jalur pemasaran langsung yaitu pemasaran yang ditujukan ke konsumen akhir tanpa adanya pedagang perantara. Pada saluran ini pada umumnya dilakukan di tempat produksi kambing tersebut, dimana konsumen langsung mendatangi peternak di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Konsumen ini umumnya warga sekitar lokasi penelitian yang membeli ternak kambing untuk mengadakan upacara adat atau upacara keagamaan (hakekah). Jumlah ternak yang diperdagangkan hanya 2 ekor setiap penjualan dan rata-rata harga jual yang diterima oleh peternak adalah Rp 800.000/ekor, dengan sistem pembayan tunai. 52 6.2.2. Saluran Pemasaran II Saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran yang menggunakan dua pedagang perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Dimana saluran pemasaran ini di mulai dari peternak ke pedagang pengumpul dan selanjutnya pedagang pengecer dan terakhir konsumen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. PETERNAK P. Pengumpul P. Pengecer Konsumen akhir Gambar 3. Saluran Pemasaran Ternak Kambing Model II di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dari Peternak ke konsumen akhir melalui beberapa pedagang perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk sampai ke konsumen, ternak kambing melalui dua pedagang perantara. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (1996) yang menyatakan bahwa jalur tidak langsung yaitu saluran pemasaran melalui lembaga-lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, pasar modern, pasar tradisional dan pedagang pengecer. Konsumen yang membeli ternak kambing pada pola saluran ini adalah konsumen yang berada di Kabupaten Bone. Seperti halnya dengan konsumen pada saluran pemasaran I, saluran pemasaran II ini konsumen membeli ternak kambing untuk upacara adat atau upacara keagamaan (hakekah). Jumlah peternak yang terlibat pada saluran pemsaran ini yaitu sebanyak 9 orang peternak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer masing-masing 53 sebanyak 1 orang. Jumlah ternak kambing yang di perdagangkan pada saluran pemasaran ini yaitu sebanyak 15 ekor. 6.2.3. Saluran Pemasaran III Pada saluran pemasaran III, ternak kambing dipasarkan di luar lokasi penelitian yaitu tepatnya di Kota Makassar. Untuk saluran pemasaran III, lembaga pemasaran yang terlibat semakin banyak. Hal ini disebabkan karena lokasi pemasaran yang jauh dan permintaan akan ternak kambing cukup besar, sehingga membutuhkan lembaga pemasaran yang banyak. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran III yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada Gambar 4. PETERNAK P. Pengumpul P. Besar P. Pengecer Konsumen akhir Gambar 4. Saluran Pemasaran Ternak Kambing Model III di Desa Borongtala,Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto tersebut melalui jalur pemasaran tidak langsung, dimana ternak kambing yang dipasarkan ke konsumen di Kota Makassar melalui beberapa lembaga yaitu ternak kambing dari peternak dibeli oleh pedagang pengumpul kemudian pedagang pengumpul menjual kepada pedagang besar dan selanjutnya pedagang besar menjual ke pedagang pengecer yang ada di Kota Makassar untuk dijual kembali ke konsumen akhir. Dalam pemasaran ternak kambing saluran pemasaran III tersebut, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat yaitu 3 orang pedagang pengumpul, seorang pedagang besar, dan seorang pedagang pengecer. Sedangkan jumlah peternak yang 54 menjual ternak kambingnya melalui saluran pemasaran III ini yaitu sebanyak 8 peternak dengan jumlah penjualan kambing 2-20 ekor. Berdasarkan hal tersebut maka terlihat bahwa jumlah ternak yang terjual semakin tinggi, hal ini disebabkan karena permintaan ternak kambing di Kota Makassar lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan di Kabupaten Bone. Kenyataan ini disebabkan karena masyarakat di Kota Makassar umumnya lebih banyak mengkonsumsi daging kambing sebagai salah satu bahan pangan/makanan atau dengan kata lain ternak kambing tersebut di potong untuk mengadakan upacara adat/keagamaan (hakekah) Aktivitas pedagang pengumpul tersebut dalam membeli ternak kambing di lakukan setiap hari, akan tetapi ketersedian ternak kambing tidak setiap saat ada, sehingga ada waktu-waktu dimana pedagang pengumpul tidak mendapatkan ternak kambing untuk di jual ke pedagang besar. Ternak kambing tersebut di beli dari peternak yang terdapat di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, sehingga pedagang pengumpul tidak mengeluarkan biaya transportasi untuk mengangkut ternak, karena lokasi peternak dan pedagang pengumpul cukup dekat. 6. 3. Fungsi-Fungsi Pemasaran Fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran suatu komoditas, serta membentuk rantai pemasaran atau sering disebut sebagai sistem pemasaran. Fungsi pemasaran sangat penting untuk mengatasi hambatan yang dihadapi oleh produsen dalam upaya memuaskan konsumen. Hambatan tersebut terkait dengan kendala waktu, jarak tempat, dan perbedaan penilaiaan dan hak milik suatu produk. 55 Dalam kegiatannya, lembaga pemasaran menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Pada umumnya fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran diklasifikasikan menjadi tiga yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Fungsi-fungsi Pemasaran dari Tiap Lembaga Pemasaran Ternak Kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Lembaga Pemasaran 1. Peternak 2. Pedagang Pengumpul 3. Pedagang Besar 4. Pedagang Pengecer Fungsi Pemasaran Fungsi Pertukaran Fingsi Fisik Fungsi Fasilitas Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas Fungsi Pertukaran Fungsi fisik Fungsi fasilitas Aktivitas Penjualan Pembelian dan Penjualan Pengangkutan dan penyimpanan Penanggungan resiko dan Pembiayaan Pembelian dan penjualan Pengangkutan dan penyimpanan Penanggungan resiko dan Pembiayaan Pembelian dan Penjualan Penyimpanan Pembiayaan 6.3.1. Fungsi Pemasaran oleh Peternak Peternak melakukan kegiatan yang sama pada semua saluran pemasaran ternak kambing, baik saluran I, II, maupun III, karena semua peternak melakukan sistem transaksi yang sama. Peternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan 56 Tamalatea, Kabupaten Jeneponto melakukan fungsi pertukaran yaitu kegiatan penjualan kepada semua lembaga pemasaran. Peternak responden menjual ternakannya ke konsumen akhir dan pedagang pengumpul dengan pola pembayaran tunai 6.3.2. Fungsi Pemasaran Oleh Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul hampir melakukan kegiatan yang sama dalam setiap saluran pemasaran, karena pedagang pengumpul hanya menjual hasil pembeliannya kepada pedagang besar dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul pada saluran II dan III adalah sama, karena pada saluran II pedagang pengumpul berhubungan dengan pedagang pengecer dan pada saluran III pedagang pengumpul berhubungan dengan pedagang besar. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan dengan membeli ternak kambing dari peternak dengan pembayaran tunai. Pedagang pengumpul saluran II menanggung resiko sendiri atas biaya pengangkutan atau transportasi. Fungsi penjualan yang dilakukan pada saluran pemasaran II yaitu dengan mengirim sendiri ternak yang sudah dibeli dari peternak ke pedagang pengecer yang ada di Kabupaten Bone, sedangkan pedagang pengumpul pada saluran III menunggu pedagang besar datang membeli ternak kambingnya dengan pola pembayaran tunai. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa pengangkutan ternak kambing dari tempat penampungan dengan menggunakan mobil pick up, ke tempat pedagang pengecer yang ada di luar daerah lokasi penelitian. Fungsi 57 penyimpanan yang dilakukan adalah dengan pemberian Makanan selama 3 hari kemudian di salurkan lagi ke pedagang besar dan pedagang pengecer. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul berupa penanggungan resiko, dan pembiayaan. Fungsi penanggungan resiko berupa apabila ada ternak mati selama pengangkutan diperjalanan. Fungsi biaya yang ditanggung oleh pedagang pengumpul adalah biaya penyimpanan, biaya transportasi, dan tenaga kerja. 6.3.3. Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Besar Keterlibatan pedagang besar dalam saluran pemasaran ternak kambing terdapat pada saluran pemasaran III. Pedagang besar yang terlibat dalam rantai tataniaga ini hanya satu orang ditempat lokasi penelitian. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar pada saluran pemasaran III adalah fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah melakukan pembelian dari pedagang pengumpul dengan sistem pembayaran tunai, dan melakukan penjualan kepada pedagang pengecer yang berada di Kota Makassar dengan pola pembayaran kredit (nota penjualan bergulir yakni penjualan hari ini dibayar keesokan harinya apabila pasokan ternak datang kembali). Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang besar adalah fungsi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang besar hampir sama dengan fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu berupa pengangkutan ternak kambing dari pedagang ke tempat penampungan. Fungsi penyimpanan dilakukan ketika ternak kambing dari pedagang pengumpul tidak langsung dijual saat itu. Ternak tersebut disimpan selama 3 hari 58 kemudian di salurkan ke pedagang pengecer yang ada di kota Makkassar dengan menggunakan alat transportasi mobil pick up. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar berupa penanggungan resiko dan pembiayaan. Fungsi penanggungan resiko berupa apabila ada ternak mati selama pengangkutan diperjalanan dan resiko pembayaran yang tertunda dari pedagang pengecer. Untuk memperlancar kegiatan penjualan, pedagang besar melakukan tiga fungsi pembiayaan yaitu biaya penyimpanan, biaya transportasi, dan tenaga kerja. 6.3.4. Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer Pedagang pengecer pada penelitian ini melakukan fungsi pemasaran yang meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu membeli ternak kambing dari pedagang pengumpul dan pedagang besar dengan jumlah pembelian sebanyak 15-20 ekor dan pola pembayaran tunai dan kredit (nota penjualan bergulir yakni penjualan hari ini dibayar keesokan harinya apabila pasokan ternak datang kembali) . Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu menjual ternak kambing langsung kepada konsumen akhir dengan jumlah penjualan 1-2 ekor dan pola pembayarannya secara tunai. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan dilakukan ketika ternak kambing dari pedagang pengumpul dan pedagang besar tidak dijual saat itu. Ternak tersebut disimpan sampai ada konsumen akhir yang datang membeli. 59 Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pembiayaan. Biaya yang di keluarkan oleh pedagang pengecer adalah biaya tenaga kerja dan penyimpanan sampai ternak kambing tersebut terjual. 6.4. Perilaku Lembaga Pemasaran Perilaku pasar adalah pola perilaku dari lembaga pemasaran yang menyesuiakan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan suatu perdagangan. Di dalam penelitian ini dapat dilihat perilaku lembaga pemasaran dalam sebuah struktur pasar yang meliputi proses pembentukan harga (kegiatan penjualan dan pembelian), pola pembayaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran. 6.4.1. Proses Pembentukan Harga Pada pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto pembentukan harga ternak kambing diawali dengan cara penaksiran calon pembeli setelah melihat ternak kambing yang akan di beli dan terjadilah proses tawar-menawar. Di awal perdagangan, peternak/pedagang kambing membuka harga bagi kambing yang akan dijual, kemudian akan terjadi proses tawarmenawar antara peternak/pedagang dengan pembeli. Peternak/pedagang akan menetukan harga yang tinggi apabila ternak kambing yang di jual mempunyai kualitas yang bagus dilihat dari umur, dan ukuran badan. Pada penelitan ini rata-rata ternak kambing yang terjual mempunyai umur 8 bulan – 1,5 tahun dan memiliki variasi ukuran badan (kecil, sedang dan besar). 60 Praktek penjualan pada saluran pemasaran I dimulai dari konsumen akhir mendatangi peternak untuk membeli ternak kambing dengan rata-rata harga Rp 800.000/ekor dengan sistem pembayaran tunai. Pada saluran permasaran II, Praktek pembelian dan penjulan dimulai dari peternak kambing menjual ternaknya ke pedagang pengumpul yang selanjutnya di jual ke pedagang pengecer di Kabupaten Bone kemudian dijual ke konsumen. Transaksi antara pedagang pengumpul dengan peternak terjadi di lokasi pedagang pengumpul, dengan kata lain peternak mendatangi pedagang pengumpul dengan berjalan kaki untuk menawarkan ternak kambingnya agar bisa dibeli. Jumlah ternak yang dijual oleh 9 peternak adalah 15 ekor dengan rata-rata harga jual yang diterima sebesar Rp 783.333,33/ ekor dengan sistem pembayaran tunai. Selanjutnya transaksi antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer terjadi di lokasi pedagang pengecer yaitu di Kabupaten Bone, dengan kata lain pedagang pengumpul datang ke lokasi pedagang pengecer membawa ternak kambing dengan menggunakan mobil pick up. Dan rata-rata harga jual yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.000.000/ekor dengan sistem pembayaraan tunai. Harga jual yang diterima oleh pedagang pengumpul lebih besar karena ternak kambing yang akan di jual ke pedagang pengecer sudah mengeluarkan biaya, antara lain biaya tenaga kerja, biaya penampungan, dan biaya transportasi sampai di lokasi pedagang pengecer. Kemudian setelah sampai di pedagang pengecer, pedagang pengecer memasarkan ternak kambing ke konsumen yang mendatangi tempat jualannya. Rata-rata harga jual yang diterima oleh pedagang pengecer sebesar Rp 1.146.666,67/ekor dari 15 ekor ternak 61 kambing yang dijual oleh peternak responden. Konsumen membeli ternak kambing bertujuan untuk mengadakan upacara adat atau upacara keagamaan (Hakekah) Sedangkan pada saluran III, praktek pembelian dan penjualan dimulai dari 8 peternak menjual ternak kambingnya ke pedagang pengumpul, dimana 8 peternak tersebut mendatangi pedagang pengumpul untuk menjual ternak kambingnya dengan jumlah 20 ekor dan rata-rata harga jual yang diterima sebesar Rp 808.333,33/ekor dengan sistem pembayaran tunai. Selanjutnya transaksi antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar terjadi di tempat pedagang pengumpul, dimana pedagang besar datang langsung ke tempat 3 pedagang pengumpul untuk membeli ternak kambing dengan jumlah pembelian 20 ekor dan rata-rata harga beli yang dibayarkan ke pedagang pengumpul sebesar Rp 908.333,33/ekor dengan sistem pembayaran tunai. Dan transaksi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer terjadi di tempat pedagang pengecer, dimana pedagang besar mengantarkan ternak kambing dengan menggunakan mobil pick up ke pedagang pengecer yang ada di Kota Makassar sebanyak 20 ekor dan rata-rata harga jual yang diterima oleh pedagang besar adalah Rp 1.150.000/ekor dengan sistem pembayaran kredit. selanjutnya transaksi antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir, dimana pada konsumen akhir datang ketempat pedagang pengecer membeli ternak kambing sebanyak 2 ekor dan rata–rata harga jual yang diterima pedagang pengecer adalah sebesar Rp 1.275.500/ekor dengan sistem pembayaran tunai. Alasan peternak pada saluran II dan III tidak menjual ternak kambingnya langsung ke pedagang besar karena pedagang pengumpul tersebut sudah menjadi langganan mereka dari dulu dan jarak antara rumah peternak dengan rumah pedagang 62 pengumpul cukup dekat serta peternak merasa cocok dengan harga yang ditawarkan pedagang pengumpul dibandingkan dengan pedagang besar sehingga mereka menjual ternaknya ke pedagang pengumpul. 6.4.2. Pola Pembayaran Harga Pola pembayaran harga dalam pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak. Dilokasi penelitian terdapat dua Pola pembayaran yaitu Pola pembayaran tunai dan Pola pembayaran tidak tunai (kredit). Pola pembayaran ternak kambing umumnya menggunakan Pola pembayaran tunai, yaitu sistem pembayaran yang dilakukan ketika ternak kambing diterima pembeli, maka pembeli langsung membayar sesuai harga yang disepakati melalui proses tawar-menawar. Pola pembayaran tidak tunai (kredit) dalam penelitian ini dilakukan antara pedagang besar dengan pedagang pengecer pada saluran III. Pedagang pengecer akan membayar setengah (50%) dari total harga jual yang disepakati antara kedua belah pihak. Pembayaran setengah (50%) dari harga jual untuk memberikan jaminan kepada pedagang besar bahwa semua kambingnya akan di bayar setelah kambing tersebut laku terjual. 6.4.3. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran sangat penting dan diperlukan dalam memperlancar proses pemasaran. Di lokasi penelitian kerjasama antar lembaga pemasaran berdasarkan lamanya antar peternak dan para pedagang kambing melakukan hubungan dagang dan sudah terbentuk rasa saling kepercayaan. Dalam 63 pemasaran ternak kambing, kepercayaan sangat dikedepankan apabila sekali melakukan kecurangan maka akan mempercepat usaha atau bisnis yang sedang dijalankan bangkrut. Kerjasama antar pedagang kambing bersifat saling menguntungkan. Kerjasama juga terjadi dalam penentuan harga umum suatu kambing, sehingga antar pedagang tidak saling merugikan. Pada era komunikasi saat ini membuat kerjasama antar pedagang semakin lancar karena pedagang biasanya mengadakan hubungan komunikasi lewat telepon seluler. Apabila pedagang membutuhkan kambing dalam jumlah tertentu, maka dapat saling menghubungi untuk memperlancar dan mempermudah kerjsama. 6. 5. Margin, Biaya dan Keuntungan Pemasaran 6.5.1.Margin Pemasaran Margin Pemasaran Ternak kambing adalah selisih antara harga jual dan harga beli ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Untuk mengetahui margin pemasaran ternak kambing pada setiap saluran pemasaran maka tentunya yang penting diketahui adalah harga jual dan harga beli setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun margin pemasaran pada setiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Tabel. 13. Pada Tabel 13. terlihat bahwa margin lembaga pemasaran yang memiliki margin tertinggi pada saluran II adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp. 216.666,67/ekor dan yang terendah yaitu pedagang pengecer yakni sebesar Rp. 146,666,67/ekor. Sedangkan lembaga pemasaran yang memiliki margin pemasaran tertinggi pada saluran pemasaran III adalah pedagang besar yakni sebesar Rp 168.928,58/ekor dan yang terendah adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp. 64 100.000/ekor, hal ini dikarenakan pedagang besar saluran pemasaran III memiliki harga jual yang tinggi sedangkan harga belinya rendah. Pada Tabel 13. terlihat bahwa total margin saluran pemasaran tertinggi berada pada saluran III yakni sebesar Rp 449.166,67/ekor. Hal ini dikarenakan pada saluran III memiliki lembaga pemasaran yang paling banyak diantara saluran pemasaran lainnya. Hal ini sesuai pendapat Daniel (2002), yang menyatakan bahwa semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi dan margin tataniaga juga semakin besar. Sedangkan saluran pemasaran yang memiliki margin terendah adalah saluran pemasaran I, yakni tidak memiliki margin pemasaran. Hal ini dikarenakan pada saluran pemasaran I tidak memilikin lembaga perantara untuk menyalurkan ternak kambing ke konsumen akhir. 65 66 Tabel 14. Biaya-biaya Pemasaran Ternak Kambing Saluran Pemasaran I II III Lembaga Pemasaran Peternak : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Total Peternak : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Pengumpul : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Pengecer : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Total Peternak : 1. Biaya Pemeliharaan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Pengumpul : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Pedagang Besar : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Pengecer : 1. Biaya Penampungan 2. Biaya Transportasi 3. Biaya Tenaga Kerja Total Biaya Pemasaran (Rp/ekor) 0 0 0 0 0 0 0 31.652,78 20.000 33.333,33 2.944,44 0 33.333,33 121.263,88 0 0 0 1.222.99 0 0 30.238,09 12.500 30.000 3.125 0 35.000 112.086,08 67 6.5.2. Biaya Pemasaran Biaya pemasaran ternak kambing merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran berlangsung, mulai ternak lepas dari tangan produsen hingga diterima oleh konsumen. Biaya pemasaran tersebut di tanggung oleh lembaga pemasaran yang terlibat berupa biaya transportasi, tenaga kerja, dan penyusutan. Hal ini sesuai pendapat Assauri (1999), yang menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran meliputi biaya pengangkutan, pungutan retribusi, dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran dapat dilihat pada Tabel 14 Pada Tabel 14. terlihat bahwa saluran pemasaran yang melibatkan peternak dalam pemasaran ternak kambing tidak mengeluarkan biaya. Pihak peternak tidak mengeluarkan beberapa biaya seperti transportasi dan biaya tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena dalam pemasaran ternak kambing yang dilakukan peternak, pihak konsumenlah yang mendatangi peternak secara langsung, sehingga pemasaran dilakukan dirumah peternak tersebut. Untuk saluran pemasaran II, lembaga pemasaran yang terlibat yaitu peternak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Seperti halnya peternak pada saluran pemasaran I. peternak pada saluran pemasaran II juga tidak mengeluarkan biaya pemasaran dalam memasarkan ternak kambingnya. Sedangkan untuk pedagang pengumpul yang melakukan transaksi dengan pedagang pengecer di daerah Kabupaten Bone, mengelurakan biaya yaitu biaya penampungan, biaya transportasi dan biaya tenaga kerja. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya transportasi karena lokasi pedagang pengecer yang dituju berada di daerah Kabupaten Bone, dengan total biaya yaitu sebesar Rp. 84.986,11/ekor. Sedangkan untuk pedagang pengecer biaya 68 yang dikelurakan berupa biaya penampungan dan biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 36.277,78/ekor. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saluran pemasaran II ini yaitu Rp. 121.263,89/ekor. Untuk saluran pemasaran III, yaitu ternak kambing dari peternak ke pedagang pengumpul ke pedagang besar dan ke pedagang pengecer. Seperti halnya peternak pada saluran pemasaran I dan II, peternak pada saluran pemasaran III juga tidak mengeluarkan biaya. Selanjutnya biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu berupa biaya penampungan sebesar Rp. 1.222,99/ekor. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar yaitu biaya penampung, biaya transportasi dan biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp.72.738,09/ekor. Dan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu berupa biaya penampungan dan tenaga kerja yaitu sebesar Rp 38.125/ekor. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saluran pemasaran III ini yaitu Rp 112.086,08/ekor. Untuk penjelasan selengkapnya mengenai biaya-biaya pemasaran ternak kambing akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Biaya Penampungan Penampungan merupakan hal umum yang biasa dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran, sebelum ternak dibeli oleh konsumen. Biaya penampungan ini meliputi biaya penyusutan kandang, dan biaya penyusutan peralatan sedangkan biaya pakan tidak dimasukan karena umumnya ternak kambing hanya diberi makanan berupa tumbuhan liar yaitu rumput-rumputan, daun-daunan yaitu daun turi yang diambil dari ladang sekitar lokasi pemeliharaan serta kulit pisang dan kulit jagung yang diambil dari pasar sehingga biaya pakan di masukkan kedalam biayatenaga 69 kerja. Dalam proses penampungan, ternak harus tetap diberi tempat yang layak serta makanan untuk mempertahankan hidup. Tanpa memberikan tempat yang layak serta makanan yang dibutuhkan oleh ternak maka ternak akan mati. 2. Biaya Transportasi Transportasi adalah pengangkutan ternak kambing dari satu lembaga ke lembaga pemasaran lainnya. Pada saluran pemasaran I peternak tidak mengeluarkan biaya transportasi karena konsumen yang mendatangi peternak. Demikian pula untuk peternak pada saluran pemasaran II dan III. Pada saluran II pedagang pengumpul mengeluarkan biaya transportasi dari lokasi penampungan ke daerah Kabupaten Bone yang biayanya ditanggung oleh pedagang pengumpul. Selanjutnya pada saluran III peternak dan pedagang pengumupul tidak mengeluarkan biaya transportasi, sedangkan pedagang besar mengeluarkan biaya transportasi dari lokasi penampungan ke daerah Kota Makassar yang biayanya ditanggung oleh pedagang besar. Proses pendistribusian ternak kambing ke Kab. Bone dan Kota Makassar dilakukan pada malam hari, sehingga tidak mengeluarkan biaya retribusi. 3. Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja pada pemasaran ternak kambing digunakan untuk mengantar ternak dari satu lembaga ke lembaga pemasaran yang lain dan pemeliharaan ternak kambing setiap harinya berupa pengambilan dan pemberian pakan. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer pada saluran pemasaran II yaitu masing-masing sebesar Rp 33.333,33/ekor, 70 sedangkan pedagang besar pada saluran III yaitu sebesar Rp 30.000/ekor, dan pedagang pengecer pada saluran pemasaran III sebesar Rp 35.000/ekor. 6.5.3. Keuntungan Pemasaran Keuntungan adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen setelah dikurangi dengan biaya pemasaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (1993), yang menyatakan bahwa keuntungan adalah harga yang dibayarkan kepada penjual pertama dan harga yang yang dibayar oleh pembeli terakhir (margin) setelah dikurangi dengan biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran dapat dilihat pada Tabel 13 . Dari Tabel 14, dapat dilihat bahwa lembaga pemasaran yang memiliki keuntungan tertinggi pada saluran II adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp 131.680,56/ekor dan terendah adalah pedagang pengecer yakni sebesar Rp 110.388,89/ekor. Sedangkan lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan tertinggi pada saluran III adalah pedagang besar yakni sebesar Rp. 168.928,58/ekor dan yang terndah adalah pedagang pengecer yakni sebesar Rp 69.575/ekor. Hal ini dikarenakan pedagang besar pada saluran III memiliki margin yang tinggi yakni Rp. 241.666,67/ekor sedangkan biaya pemasaran rendah. Saluran pemasaran yang memiliki keuntungan tertinggi adalah saluran pemasaran III yakni sebesar Rp 337.080,58/ekor, dan yang terendah adalah saluran pemasaran II yakni sebesar Rp. 242.069.45/ekor. Hal ini dikarenakan pada saluran pemasaran III memiliki lembaga pemasaran yang lebih banyak di bandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. 71 6.6. Efisiensi Pemasaran Setelah kegiatan produksi kambing dilakukan, maka ternak kambing tersebut siap untuk dipasarkan. Aktivitas penyaluran atau distribusi ternak kambing dari tangan peternak atau produsen sampai ketangan konsumen akhir. Seperti yang telah dilakukan sebelumya sejak kambing dipelihara sampai ke tangan konsumen, ternak tersebut melalui suatu jalur atau rantai distribusi pemasaran. Panjang pendeknya rantai atau saluran distribusi pemasaran inilah yang menentukan harga eceran ditingkat pedagang eceran serta tinggi rendahnya efisiensi pemasaran yang dijalankan. Analisis terhadap efisiensi pemasaran suatu komoditi sangatlah penting, termasuk pemasaran ternak kambing. Untuk mendapatkan saluran distribusi pemasaran yang paling efisien, harus dilihat saluran mana yang memiliki biaya-biaya pemasaran yang paling minimal. Dimana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pemasaran I yang paling efisien karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran, kerena tidak melalui pedagang perantara. Tingginya harga suatu produk atau komoditi dipasaran dapat disebabkan oleh rantai distribusi pemasaran yang terlalu panjang. Efisiensi saluran pemasaran ternak kambing dilakukan dengan melihat persentase antara biaya pemasaran yang dikeluarkan dengan harga jual ternak kambing. Semakin kecil nilai persentase tersebut maka semakin efisien saluran distribusi tersebut jika dibandingkan dengan saluran distribusi lainnya. Untuk mengetahui efisiensi masing-masing saluran pemasaran, maka perlu dilihat besarnya biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk setiap model saluran pemasaran ternak kambing. Biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada 72 saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Table 13. Efiseiensi lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Tabel 15. Tebel 15. Efisiensi Saluran Pemasaran kambing di DesaBorongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Saluran Pemasaran II III Biaya Pemasaran (Rp/ekor) 121.263,89 112.086,06 Harga Jual (Rp/ekor) 1.146.666,67 1.257.500 Efisiensi (%) 10,57 8,9 Pada Tabel 15. terlihat bahwa saluran pemasaran ternak kambing yang memiliki nilai efisisensi terkecil adalah saluran pemasaran III yakni sebesar 8,9% dan saluran pemasaran II sebesar 10, 57% berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran yang paling efisisen adalah saluran pemasaran III. Hal ini disebabkan karena biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh saluran pemasaran III lebih kecil dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Oleh sebab itu, sebaiknya peternak dalam pemasaran ternak kambing perlu mempertimbangkan saluran pemasaran III, akan tetapi bukan berarti bahwa pihak peternak dan lembaga pemasaran yang terlibat tidak menggunakan saluran pemasaran model II. Hal ini disebabkan sebagian besar permintaan ternak kambing di Desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto bersumber dari Kabupaten Bone. 73 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. KESIMPULAN Beradasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem Pemasaran ternak kambing di desa Borongtala, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto terdiri dari tiga saluran pemasaran yaitu : 1. Peternak Konsumen 2. Peternak Pedagang Pengumpul Pedagang ppngecer 3. Peternak Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Konsumen Pedagang Pengecer Konsumen Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dari setiap lembaga pemasaran adalah fungsi pertukaran,( berupa penjualan dan pembelian), fungsi fisik (berupa penampungan) dan fungsi fasilitas (berupa penaggungan resiko dan pembiayaan). Proses pembentukan harga melalui penaksiran dan tawar-menawar dengan pola pembayaran tunai dan tidak tunai. Hubungan kerjasama yang terjadi diantara lembaga pemasaran sudah berlangsung lama, sehingga terjalin suatu hubungan yang baik serta rasa saling percaya. 2. Lembaga pemasaran yang memiliki keuntungan tertinggi pada saluran II adalah pedagang pengumpul yakni sebesar Rp 131.680,56/ekor dan terendah adalah pedagang pengecer yakni sebesar Rp 110.388,89/ekor. Sedangkan lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan tertinggi pada saluran III adalah pedagang besar yakni sebesar Rp. 168.928,58/ekor dan yang terendah adalah 74 pedagang pengecer yakni sebesar Rp 69.575/ekor. Sedangkan Saluran pemasaran yang memiliki keuntungan tertinggi adalah saluran pemasaran III yakni sebesar Rp 337.080,58/ekor, dan yang terendah adalah saluaran pemasaran II yakni sebesar Rp. 242.069.45/ekor. 3. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran III yakni sebesar 8,9%. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan pada saluran pemasaran III lebih kecil dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. 7.2 Saran Untuk pengembangan usaha peternakan dan pemasaran ternak kambing yang lebih efisien, maka disarankan kepada para pelaku pemasaran untuk memilih dan menentukan saluran pemasaran yang lebih efisien dan menguntungkan, sehingga memberikan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat.dalam sistem pemasaran ternak kambing. 75 BAB VIII DAFTAR PUSTAKA Alma, 2000. Manajemen Pemasaran : Dasar, Konsep, dan Strategi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Angipora. P.M. 2002. Dasar-Dasar Pemasaran. Penerbit PT Raja Grafindo persada. Jakarta. Anonim.. 2011. Usaha Peternakan Kambing Peranakan Etawa. http://cianjurkab.go.id/content/static/pdf/kambing.pdf. Diakses Tanggal 3 September 2011 Cahyono.1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Jakarta Dahl, D.C And Hammond J.W.1977. Market and Price Analysis the Agricultural Industries. Mc. Graw Hill Book Company, Inc. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Downey W. D. dan S. P Erikson, 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua Erlangga. Jakarta. Dwiyanto, M. 2003. Penanganan Domba dan Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta. Gunawan, H. 1985. Dasar Pemasaran. Penerbit Swadaya. Jakarta Hanafiah A.M dan Saefuddin, A.M , 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Handoko, T.H. 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta. Hatardi, H. Reksohadiprodjo, S. dan Tilman, A.D. 1986. Tabel Komposisi Pakan UntukIndonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Irawan, Sudjoni, dkk. 2001. Pemasaran, prinsif dan kasus. Edisi kedua. BPFEUGM. Yogyakarta. Kamaludddin, 2008. Lembaga dan Saluran Pemasaran. www.jurnalistik.co.id. Di Akses pada tanggal 20 januari 2012. Kohls, R.L and J.N. Uhl. 1985. Marketing og Africultural Products. MacMillian Publishing Company. New York 76 Kohls, R.L and J.N. Uhl. 2002. Marketing og Africultural Products. MacMillian Publishing Company. New York Kotler, 1992. Manajemen Pemasaran. Cetakan V. Erlangga, Jakrta Kotler, 1998. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Edisi Ketujuh. Volume II, Erlangga, Jakarta Larecche, Boyd, dan Walker, 1997. Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Strategis Dengan Berorientasi Global. Edisi Kedua. Erlangga Jakarta. Limbong, W.H dan Sitorus, Panggabean. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor. Mubyarto, M. 1997. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta Muharlien, dkk. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta Muljana, W. 2001. Cara Beternak Kambing. Aneka Ilmu, Semarang. Murtdjo, B.A.L. 1993. Beternak Kmbing Pedaging Dan perah. Kanisius, Jakarta. Rahadi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta Ranupandojo, H. 1990. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Rasyaf. M 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf. M 2002. Manajemen Peternakan Jakarta. Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Rasyaf. M. 2004. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta Rivani, A. 2004. Skripsi : Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Peternak Untuk Memelihara Kambing Kecematan Pammana Kabupaten Wajo. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar. Simamora, H. 2001. Manajemen Pemasaran Internasional. Jilid II. Salemba Empat. Jakarta. Soekartawi. 1993. Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia Pers, Jakarta. 77 Soekartawi. 2001. Agribisnis : teori dan Aplikasinya. Penerbit PT. Raja Grafindo. Jakarta. Sumarni, M dan Soeprihanto, J 1997 Pengantar Bisnis, Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan. Liberty, Yogyakarta Suparto. J. 1983. Ekonometrik. Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Swastha,B. 1993. Konsep dan Strategi Analisa Kuantitatif Salura Pemasaran. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Winardi, 1993. Aspek-Aspek bauran Pemasaran (Marketing Mix) CV. Bandar Maju. Bandung. 78