- SUSANNA NOVIANA N

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI
DAGING
Disusun Oleh :
Susanna Noviana N (1507524)
Laurensius Wilfran N (1505339)
Ari Abdurakhman (1504221)
Kemal Ahmad Riva’i (1507116)
Anisa Zega (1507102)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI
AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan karunia dan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan laporan praktikum
“Daging” sebagai laporan praktikum di semester awal pada mata kuliah Pengantar
Bahan Agroindustri. Laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pengantar Bahan Agroindustri.
Laporan praktikum ini berisi mengenai hasil pengamatan karakteristik fisik
daging dan uji kualitas daging. Kita tahu, daging adalah salah satu makanan pokok
pendamping nasi atau sebagai sumber protein bagi tubuh manusia.
Alangkah baiknya, kita harus mengetahui bagaimana karakteristik fisik dan
kualitas daging tersebut agar kita bisa mengonsumsi daging dengan aman dan
mengolah daging dengan baik.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Pengantar
Bahan Agroindustri, Ibu Mustika Nuramalia Handayani STP, M.Pd yang telah
membimbing dan membimbing dalam praktikum ini.
Kami sadar bahwa dalam menyusun laporan ini masih ada kesalahan, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
laporan ini. Kami berharap laporan ini bisa memberi manfaat bagi kami semua dan
bagi pembaca.
Bandung, Desember 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1.2 Identifikasi Masalah...............................................................................
1.3 Tujuan Praktikum...................................................................................
1.4 Manfaat Praktikum.................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori........................................................................................
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum..................................................................
3.2. Alat dan Bahan........................................................................................
3.3 Prosedur Kerja..........................................................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil..........................................................................................................
4.2 Pembahasan...............................................................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................................
5.2 Saran...........................................................................................................
BAGIAN AKHIR
Daftar Pustaka...................................................................................................
Lampiran...........................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging adalah merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil
penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus
diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti
sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti
ayam, kalkun dan bebek atau itik.
Dengan berkembangnya ilmu-ilmu peternakan, beberapa spesies hewan seperti
sapi, domba, babi dan ayam telah diseleksi khusus sebagai penghasil daging
yang mana hewan-hewan tersebut mengkonversi sebahagian besar dari ransum
yang dimakan untuk pertumbuhan jaringan otot. Hewan-hewan yang demikian
disebut tipe potong atau tipe daging mempunyai bentuk badan yang
menunjukkan pertumbuhan otot yang sempurna pada seluruh permukaan
tulang-tulangnya dengan kaki yang pendek.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika
pemeliharaan ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi
penampilan daging selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan
transportasi dan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada
ternak yang pada akhirnya akan menentukan kualitas daging yang dihasilkan
(T. Suryati, 2006).
1.2. Identifikasi Masalah
a. Bagaimana karakteristik fisik daging yang biasa kita konsumsi?
b. Bagaimana karakteristik kimiawi daging yang biasa kita konsumsi?
1.3. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa bisa mengetahui struktur fisik daging yang baik untuk
dikonsumsi
b. Mahasiswa bisa mengetahui metode pengujian terhadap kualitas daging
c. Mahasiswa bisa mengidentifikasi struktur fisik daging
1
1.4. Manfaat Praktikum
Manfaat yang ingin kami capai dari praktikum ini adalah bisa meningkatkan
wawasan pembaca tentang karakteristik fisik dan kualitas dari daging. Dengan
mengetahui karakteristik dan kualitas daging, diharapkan kita bisa mengetahui
bagaimana penangan daging dengan baik dan mengetahui daging yang layak
dikonsumsi.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
3
BAB III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Hari/tanggal
Waktu
Tempat
: Selasa 08 November 2015
: 09.30 WIB
: Gedung Baru FPTK UPI lantai 4 laboratorium Pengolahan
Bahan Pangan
3.2. Alat dan Bahan
a. Pengamatan karakteristik fisik daging
Alat :
1. Kompor
2. Tabung sentrifus 50 ml,
3. Panci
4. Timbangan
5. kertas mm,
6. Kertas saring
7. Sentrifus
8. gelas ukur 10 ml
bahan :
1. Daging sapi
2. Daging kambing
3. Daging ayam
b. Pengamatan karakteristik kimiawi daging
Alat :
1. Cawan porselin
2. Unit ekstraksi lemak
3. Petroleum ether
4. Timbangan
5. Labu kjehdahl
6. H2SO4 pekat
7. Oven
8. Unit distilasi
4
9. K2SO4; PgO
10. Asam borat (aq) 4%
11. Lar.NaOH-Na2S2O3
12. Desikator
13. Tanur
14. Erlenmeyer 125 ml
15. Buret 25 ml
16. Lar. HCl ; indikator
Bahan :
1. daging
3.3 Prosedur Kerja
a. Pengamatan karakteristik fisik daging
1. Pengamatan subjektif terhadap warna

Mengamati warna masing-masing jenis daging

Dinyatakan secara relative dengan memberi tanda (+) untuk merah
dan (-) untuk warna keunguan/kebiruan.

Mengamati terhadap daging yang direbus selama 15 menit.
2. Pengukuran subjektif terhadap keempukan

Menekankan jari pada setiap sampel daging, nyatakan secara
relative (dengan tanda +)
3. Pengukuran WHC dengan metode sentrifus

Memasukkan 10 g daging cacah halus ke dalam tabung sentrifus 50
ml yang telah diketahui beratnya.

Memasukkan 10 ml akuades ke dalam tabung sentrifus.

Menutup tabung setelah dikocok, kemudian inkubasi semalam pada
suhu 0 C.

Sentrifus tabung dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.

Memisahkan cairan dari campuran, ukur volumenya.
% WHC = volume air yang terserap/ berat daging
5
b. Pengamatan karakteristik kimiawi daging
1) Pengukuran kadar air daging

Hitung kadar air daging dengan metode pengeringan (oven).

Keringkan cawan porselin dalam oven selama 30 menit.

Dinginkan cawan dalam desikator, timbang sebagai w1.

Timbang Sampel daging yang telah dihaluskan sebanyak 5 g.

Timbang sampel daging dalam cawan sebagai w2.

Keringkan dalam oven bersuhu 100-102 C selama 16-18 jam sampai
beratnya konstan.

Dinginkan
cawan
dalam
desikator,
timbang
sebagai
w3.
Kadar air (% bb) = (w2-w3)/ (w3-w1) x 100%
2) Pengukuran kadar lemak daging

Hitung kadar lemak dengan metode ekstraksi

Timbang 3-4 g sampel daging yang telah dihaluskan .

Keringkan dalam oven selama 6 jam pada suhu 100-102 C.

Ekstrak sampel kering dengan petroleum ether selama 4-16 jam

Uapkan hasil ekstraksi pada suhu 100 C selama 30 menit.

Dinginkan, timbang sebagai berat lemak sampel.
3) Pengukuran kadar protein daging

Hitung kadar protein dengan metode kjehdahl.

Buat larutan NaOH-Na2S2O3 dengan cara melarutkan 60 g NaOH dan
5 g Na2S2O3.5H2O dalam air dan diencerkan sampai 100 ml.

Gunakan indicator yang merupakan campuran 2 bagian merah metal
0,2% dalam alcohol dan 1 bagian biru metilen 0,2% dalam alcohol.

Timbang 0,1 g sampel daging yang telah dihaluskan.

Masukkan ke dalam labu Kjehdahl.

Tambahkan 1,9 g KsSO4, 40 g HgO, 2,6 ml H2SO4 pekat dan beberapa
butir batu didih.

Didihkan sampel salama 1 – 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.

Dinginkan, tambahkan sedikit air secara perlahan.

Pindahkan isi labu ke dalam alat distilasi.
6

Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air,pindahkan air cucian ke
dalam alat distilasi.

Letakkan Erlenmeyer yang telah diisi 5 ml larutan H3BO3 4 % dan 2-4
tetes indicator dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3.

Tambahkan 8-10 larutan NaOH- Na2S2O3, kemudian lakukan
destilasi sampai tertampung sekitar 15 ml destilata dalam
Erlenmeyer.

Bilas tabung kondensor dengan air dan tamping bilasannya dalam
Erlenmeyer yang sama.

Encerkan isi Erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml.

Titrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna
menjadi abu-abu.

Lakukan juga penetapan blanko yaitu sampel diganti dengan air
destilata.

Kadar nitrogen (%) = (ml HCl-ml blanko) x normalitas x 14.007 x 100)
/ mg sampel
7
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Warna
Flavor
Keempukan
WHC
pH
W (Berat)
Susut Masak
Kadar Air
Kadar Abu
Ayam
Sebelum : Putih ++
Sesudah : Pucat ++
Sebelum : Khas
Ayam+
Sesudah : Khas Ayam
Sebelum : Kenyal +++
Sesudah : Kenyal +
4,7%
Sebelum : 6
Sesudah : 7
Awal : 5,1388 gr
Sesudah disentrifus :
4,97 gr
Sesudah direbus :
2,5247 gr
Setelah didesikator +
Cawan : 16,1566 gr
Setelah ditanur +
Cawan : 10,3521 gr
Setelah didinginkan :
5,4894 gr
Setelah didesikator
(kadar air) : 1,7808 gr
31,96%
67,559%
35,92%
Kambing
Sebelum : Merah +
Sesudah : Pucat +
Sebelum : Amis ++
Sesudah : Amis +
Sapi
Sebelum : Merah ++
Sesudah : Pucat ++
Sebelum : Amis ++
Sesudah : Amis +
Sebelum : Kenyal ++
Sesudah : Keras +
14,3%
Sebelum : 6
Sesudah : 7
Awal : 5,1150 gr
Sesudah disentrifus :
4,4 gr
Sesudah direbus :
3,6223 gr
Setelah didesikator +
Cawan : 15,19753gr
Setelah ditanur +
Cawan : 10,9402 gr
Setelah didinginkan
: 5,4689 gr
Setelah didesikator
(kadar air) : 5,4689 gr
29,73%
62,34%
33,135%
Sebelum : Kenyal +
Sesudah : Keras ++
42,98%
Sebelum : 6
Sesudah : 7
Awal : 5,1740
Sesudah disentrifus :
2,224 gr
Sesudah direbus :
3,5201 gr
Setelah didesikator +
Cawan : 19,2393 gr
Setelah ditanur +
Cawan : 10,9402 gr
Setelah didinginkan :
5, ,2017gr
Setelah didesikator
(kadar air) :1,4646 gr
50,82%
71,84382%
43,06%
Hasil Pengamatan
Perhitungan
%WHC
=
Kambing
=
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑊𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ disentrifus
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
5,1150−4,87
5,1150
X100%
X100%
0,245
= 5,1150X100%
= 4,7%
8
Ayam
=
5,1338−4,4
5,1338
X100%
0,245
= 5,1338X100%
= 14,3%
Sapi
=
5,1740−2,975
5,1740
X100%
2,224
=5,1740X100%
= 42,98%
Susut Masak = =
Kambing
=
=
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑊𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ direbus
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
5,1150−3,6223
5,1150
X100%
X100%
1,5237
X100%
5,1150
= 29,73%
Ayam
=
5,1338−2,5247
5,1338
X100%
2,6091
= 5,1338X100%
= 50,82%
Sapi
=
5,1740−3,5201
5,1740
X100%
1,6539
=5,1740X100%
= 31,96%
Kadar Abu
=
Kambing
=
(𝑊𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑠𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟)−(𝑊𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟)
(𝑊𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑊𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙)
X100%
15,19753−10,9402
X100%
15,19753
5,0351
= 15,19753X100%
= 33,135%
Ayam
=
16,1566−10,3521
16,1566
X100%
5,8045
= 16,1566X100%
= 35,92%
9
Sapi
=
19,2393−10,9402
X100%
19,2393
8,2991
=19,2393X100%
= 43,06%
Kadar Air =
Kambing
(𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛)−(𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑠𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟)
(𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛)
=
X100%
5,4689−16598
5,4689
X100%
3,8091
= 5,4689X100%
= 62,34%
Ayam
=
5,4894−1,7808
5,4894
X100%
3,7086
= 5,4894X100%
= 67,599%
Sapi
=
5,,2017−1,4646
5,2017
X100%
3,731
= 5,2017X100%
= 71,84382%
10
4.2. Pembahasan
Pembahasan oleh Anisa
1.
Pengamatan Karakteristif Fisik daging
pengamatan ini dilakukan secara subjektif terhadap warna, aroma, ph dan
keempukan pada daging sapi, daging kambing dan daging ayam. Kami
memperoleh hasil bahwa warna daging sapi sebelum dimasak merah ++, daging
kambing merah + dan daging ayam pucat merah, secara relative warnanya
merah, hanya saja warna merah daging sapi lebih merah (merah pekat)
dibanding dengan daging kambing yang merah namun tidak pekat daging ayam
(agak pink). Warna merah pada daging ini ternyata dikarenakan adanya
kandungan mioglobin pada daging yang merupakan pigmen utama warna pada
daging itu sendriri, perbedaan kadar mioglobin inilah yang akan menyebabkan
perbedaan intensitas warna daging. Setelah proses perebusan daging warna
daging sapi berubah menjadi warna coklat pucat, daging kambing coklat pucat
sedangkan warna ayam berwarna putih pucat. Perubahan warna ini merupakan
warna khas daging segar yang dimasak. Warna dari daging ini ditentukan oleh
spesies, jenis kelamin hewan, umur, fisik hewan, serta bagaimana cara dan
lamanya penyimpanan daging itu sebelum dimakan. Pada praktikum yang kami
lakukan, daging yang diamati adalah daging yang masih sangat segar sehingga
warnanyapun masih terbilang baik. kemudian aroma pada daging sapi sebelum
dimasak amis + dengan ph 6, pada daging kambing amis ++ dengan ph 6 dan
pada daging ayam beraroma khas ayam dengan ph 6. setelah dimasak aroma
pada daging mengalami sedikit perbedaan dari yang sebelum dimasak, daging
sapi menjadi amis dengan ph 7, daging kambing amis + dengan ph 7 dan daging
ayam tetap beraroma khas ayam dengan ph 7.
Selanjutnya adalah pengamatan subjektif terhadap keempukan daging.
Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan
komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, selsel lemak yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi
11
setelah ternak dipotong. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging
digolongkan menjadi faktor antemortem (sebelum pemotongan) seperti genetik
(termasuk bangsa, spesies, dan status fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin,
serta stres, dan faktor postmortem (setelah pemotongan) yang meliputi metode
chilling, refrigerasi, pelayuan/pemasakan (aging), pembekuan (termasuk lama
dan temperatur penyimpanan), dan metode pengolahan (termasuk metode
pemasakan dan penambahan bahan pengempuk). Keempukan daging dapat
diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya,
semakin empuk daging tersebut. Pada daging sapi keempukannya sebelum
dimasak kenyal + sesudah dimasak menjadi keras ++ dibanding daging yang lain,
daging kambing sebelum dimasak kenyal ++ sesudah dimasak keras + sedangkan
daging ayam sebelum dimasak kenyal +++ sesudah dimasak kenyalnya +.
Perbedaan ini tegantung pada jenis spesies hewan.
2.
Pengukuran WHC dengan metode Sentrifus
Pengukuran Water Holding Capacity (WHC) atau daya mengikat air
merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya, didefinisikan sebagai
kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama
ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan,
penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk
menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water
absorption). WHC = Wawal - Wakhir per Wawal
dikali
100% . Kami mengukur WHC ini dengan memasukkan 2,5 g sample serta 2,5 ml
aquades kedalam tabung sentrifuge yang diketahui beratnya, kemudian
menginkubasinya. Setelah diinkubasi barulah dipisahkan berat daging dari
campuran dan kemudian ukur volumenya. sehingga didapatkan berat daging
akhir serta volume air akhir yang diserap. Kemudian baru pengukuran WHC. Nilai
presen WHC daging sapi 42,08%, daging kambing 4,7% dan daging ayam 14,3%.
Besar kecilnya WHC ini menandakan bahwa bila daya ikat air (WHC) rendah akan
mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi, Susut masak adalah perhitungan
12
berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging. Pada
umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging
hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indicator nilai
nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air
yang terikat dalam dan diantara serabut otot.
3. Pengukuran Kadar Abu
Selanjutnya adalah pengukuran kadar abu, ini untuk menentukan banyaknya
kandungan mineral pada daging. Ini karena abu merupakan residu sari suatu
bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik
dalam makanan tereduksi. Kadar abu merupakan campuran dari komponen
anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan
terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsurunsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Bahanbahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar
abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan
baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan,
dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Untuk
menetukan kadar abu maka kita melakukan metode pengabuan dengan
menggunakan tanur. Pada cawan yang telah didapat sebagai W2, dikeringkan
pada oven dengan suhu 525°C kemudian tunggu sampai memutih. Kemudian
cawan didinginkan pada desikator dan kemudian ditimbang sebagai W3.
Didapatlah kadar abu daging sapi sebanyak 35,92%. Kandungan mineral yang
dimaksud kami adalah kandungan seperti banyaknya asam organik dan asam
anorganik. Selisih pada presentase kadar abu ini tidak terlalu signifikan namun
hanya tipis saja.
13
4.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam
persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Penentuan kadar air
sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya dalam evaluasi materials
balance atau kehilangan selama pengolahan. Dan hasilnya telah diketahui pada
hasil pembahasan kelompok diatas.
14
Pembahasan oleh Ari
A. Pengamatan Karakteristik Fisik Daging
Daging merupakan salah satu bahan makanan yang memiliki nilai
protein tinggi, baik untuk tubuh manusia maupun untuk pertumbuhan
organisme. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesegaran daging tersebut
dilakukan uji sifat fisik terhadap daging segar. Sifat fisik yang diuji tersebut
meliputi pengamatan warna, keempukan, dan WHC.
1. Pengamatan Subjektif terhadap Warna
Pigmen prinsipal pada jaringan otot yang berhubungan
dengan warna adalah pigmen darah hemoglobin, terutama dalam
aliran darah, dan mioglobin yang terdapat dalam sel. Ada tiga
macam mioglobin yang memberikan warna yang berbeda; pada
jaringan otot yang masih hidup, mioglobin dalam bentuk tereduksi
dengan warna merah keunguan, mioglobin ini seimbang dengan
mioglobin yang mengalami kontak dengan oxigen, oximioglobin
yang berwarna merah cerah (Abustam 2009).
Jika daging segar dipotong, warnanya adalah merah
keunguan dari mioglobin. Ketika berada didalam lingkungan
beroksigen, maka permukaan daging segar akan berwarna merah
terang
karena
terjadinya
oksigenasi
mioglobin
menjadi
oksimioglobin. Oksigen yang masuk kedalam otot kemudian dipakai
untuk reaksi biokimiawi didalam otot. Kondisi ini menghasilkan
gradien oksigen dari jenuh di permukaan sampai nol pada beberapa
cm didalam otot. Pada konsentrasi oksigen rendah (1-2%), atom fero
(Fe+2) akan teroksidasi menjadi feri (Fe+3) dan sisi ikatan keenam
akan berikatan dengan air membentuk metmioglobin berwarna
coklat. Reaksi oksidasi fero menjadi feri bersifat reversible dan juga
terjadi pada bentuk mioglobin. Bentuk warna kimia daging segar
yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang
oksimioglobin. Proporsi relatif dan distribusi ketiga pigmen daging
yaitu mioglobin yang merah keunguan, oksimioglobin yang merah
15
terang dan metmioglobin yang berwarna coklat akan menentukan
intensitas warna daging (Syamsir 2010).
Reaksi oksigenasi biasanya dapat ditandai pada daging segar
< 0,5 jam dan biasanya disebut blooming pada industri daging.
Oksimioglobin yang merah tetap stabil sepanjang heme tetap
teroksigenasi dan besi dalam heme tetap pada status tereduksi.
Bentuk lain dari mioglobin ditandai adanya oxidasi besi dari heme
di dalam mioglobin dari bentuk Fe2+ (ferrous) menjadi Fe3+
(ferric), disebut sebagai metmioglobin dan berwarna coklat.
Metmiglobin adalah pigmen utama penyebab penyimpangan warna
daging yang normal sebagai akibat dari oksidasi atom besi.
Nampaknya merupakan pigmen merah kecoklatan yang tidak
diinginkan. Reaksi ini dapat reversible sepanjang ada senyawa
pereduksi, seperti NADH (nicotinamide adenine dinucleotide)
didalam daging (Abustam 2009). Keempukan proses perubahan
warna daging menjadi hijau disebabkan akibat oleh kerja dari
mikroba. Pembentukan warna hijau pada daging terjadi pada saat
proses oksidasi membentuk metmioglobin (warna coklat), bila
dalam prosesnya terdapat H2S yang dihasilkan oleh mikroba (dari
proses
dekarboksilasi
mikroba)
biasanya
oleh
BAL
dan
Pseudomonas. Maka H2S akan bereaksi dengan mioglobin
membentuk sulfmioglobin (warna hijau) pada daging (Lawrie
2003).
2. Pengukuran WHC dengan Metode Sentrifus
Daya mengikat air atau water holding capacity (WHC)
merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya. Hasil
pengamatan pada uji daya mengikat air pada tiap daging,
meninjukkan hasil yang bebeda. Perbedaan DMA ini antara lain
disebabkan oleh perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan,
sehingga pH di antara dan di dalam otot berbeda. Fungsi atau
gerakan otot yang berbeda juga ikut mempengaruhi perbedaan DMA
16
karena perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya
pembentukan asam laktat dan penurunan pH bervariasi. Laju
penurunan pH otot yang cepat akan mengakibatkan DMA menjadi
rendah (Soeparno, 2005). Oleh karena itu semakin rendah persentase
DMA dari sampel daging maka semakin tinggi kandungan H2O dari
daging tersebut.
Susut masak merupakan perbedaan (selisih) bobot awal
dengan bobot akhir setelah dimasak. Susut masak pada daging yang
diamati adalah 40,31%, 40,21%, dan 42,6%. Soeparno (1994),
menyatakan bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi
bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%.
B. Pengamatan Karakteristik Kimiawi Daging
1. Pengukuran Kadar Air Daging
Kadar air yang hilang merupakan indikator nilai nutrisi
daging yang berhubungan dengan jus daging, yang merupakan
komponen dan struktur daging. Susut masak akan mempengaruhi
berat daging sehingga akan mempengaruhi pula presentase protein,
lemak dan abu yang lebih rendah daripada daging masak. Besar
kecilnya susut masak juga akan mempengaruhi cairan atau jus
daging (juicines), makin besar nilai susut masak maka akan
menurunkan nilai jus daging (Soeparno, 2005).
2. Pengukuran Kadar Lemak Daging
Kadar lemak produk daging bervariasi sangat luas
tergantung pada berbagai faktor seperti spesies, pakan, jenis
potongan, seberapa besar penghilangan lemak yang dilakukan
selama proses pengolahan (pengolahan karkas, pemotongan,
preparasi potongan daging yang akan dijual, dan penghilangan
lemak oleh konsumen), kondisi pemasakan dan lain sebagainya.
Sekarang ini, kadar lemak didalam daging merah yang rendah lemak
(lean meat) ada yang kurang dari 5% sehingga tidak bisa dikatakan
sebagai makanan berenergi tinggi.
17
Secara umum, kandungan lemak didalam daging merah
(yang sudah dibuang lemak bawah kulit/lemak subkutannya) relatif
lebih tinggi daripada unggas ataupun seafood. Pada daging merah
yang lemak visualnya sudah dibuang, kandungan lemaknya masih
tetap bervariasi tergantung pada kandungan lemak marbling didalam
daging. Daging dengan lemak marbling yang lebih besar otomatis
akan lebih tinggi kandungan lemaknya. Marbling adalah istilah
populer untuk lemak intramuskuler, yakni lemak yang secara visual
terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara seratserat daging. Jika lemak sub-kutan dan lemak yang terletak antar
otot daging bisa dibuang, maka lemak marbling tidak. Sehingga,
untuk memilih daging yang berlemak rendah, maka pilihlah daging
yang lemak marblingnya sedikit.
Unggas bisa dibedakan dalam dua kelompok: daging putih
(ayam, kalkun) dan daging merah (bebek, itik, merpati). Daging
ayam dari bagian tubuh yang berbeda juga memiliki warna berbeda,
yaitu daging putih (daging dada) dan daging merah (daging paha).
Daging unggas atau bagian unggas yang berwarna merah
mengandung kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berwarna putih.
Seringkali daging unggas dikatakan mengandung lemak
lebih sedikit dari daging sapi tetapi pernyataan ini tidak selalu benar.
Daging unggas tanpa kulit mengandung kadar lemak yang lebih
rendah daripada daging merah. Karena kulit unggas mengandung
lemak dalam jumlah tinggi, maka kandungan lemak daging unggas
yang diolah (dikonsumsi) bersama-sama kulitnya akan meningkat
dan bisa menjadi lebih tinggi dari kandungan lemak daging merah
yang kadar lemak marblingnya sedikit.
Seafood mengandung lemak dalam jumlah yang paling
rendah. Pada banyak jenis ikan dan hewan air lainnya, sumbangan
kalori dari lemaknya tidak sampai 20%.
18
Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa diet yang kaya
lemak selain menyebabkan obesitas juga berhubungan dengan
resiko kanker kolon dan penyakit-penyakit kardiovaskuler. Karena
dianggap sebagai faktor resiko, maka Badan Kesehatan Dunia
World Health Organization (WHO) merekomendasikan konsumsi
lemak dibatasi hanya menyumbang sekitar 15 – 30% dari total kalori
di dalam diet, sumbangan kalori dari asam lemak jenuh tidak lebih
dari 10%, dan intake kolesterol dibatasi maksimal hanya 300
mg/hari. Berarti disini, intake lemak lainnya disuplai dari lemak
yang memiliki asam lemak tidak jenuh. Terlihat bahwa batasan yang
dibuat tidak hanya dari jumlah lemak tetapi juga pada komposisi
asam lemak dan kadar kolesterolnya.
Lemak merupakan bentuk ester dari asam lemak dan
gliserol. Asam lemak ini dibedakan atas asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh yang dibedakan dari ada atau tidaknya ikatan
rangkap pada rantai karbon dari gugus hidroksilnya. Pada asam
lemak jenuh, tidak dijumpai adanya ikatan rangkap sedangkan pada
asam lemak jenuh dijumpai adanya ikatan rangkap.
Komposisi asam lemak didalam diet dapat mempengaruhi
kesehatan karena setiap asam lemak memberikan pengaruh berbeda
terhadap lipida darah. Lemak daging biasanya mengandung asam
lemak jenuh kurang dari 50% (dan hanya 25-35% nya yang bersifat
atherogenik), dan asam lemak tidak jenuh (asam lemak tidak jenuh
tunggal, mono unsaturated fatty acid - MUFA, dan asam lemak tidak
jenuh banyak, poly unsaturated fatty acid – PUFA sampai 70% (50–
52% pada sapi, 55–57% pada babi, 50–52% pada domba, 70% pada
ayam dan 62% pada kelinci). Keberadaan MUFA dan PUFA di
dalam diet akan mereduksi kadar kolesterol LDL (low density
lippoprotein).
Dalam kaitan dengan manfaat kesehatan yang diperoleh
dengan mengkonsumsi MUFA dan PUFA, maka konsumsi daging
ikan terutama ikan yang kaya lemak sangat dianjurkan karena ikan
19
kaya lemak biasanya mengandung asam lemak tidak jenuh (MUFA
dan PUFA) dalam jumlah tinggi. Beberapa contoh ikannya adalah
salmon, tuna, lemuru, mackerel/tenggiri dan herring.
Kandungan kolesterol didalam daging dan produk daging
tergantung pada sejumlah faktor, tetapi umumnya kurang dari 75
mg/100 gram kecuali dalam beberapa organ dalam seperti otak,
jantung, ginjal, dan sebagainya yang mengandung kolesterol dalam
jumlah yang lebih tinggi. Walaupun kandungan lemak seafood lebih
rendah dari daging merah dan unggas, tetapi beberapa jenis seafood
mengandung kolesterol dalam jumlah yang relatif lebih tinggi dari
daging merah dan unggas, seperti kepiting, udang dan lobster.
C. Pengukuran Kadar Protein Daging
1. Ayam
Daging Ayam mengandung energi sebesar 302 kilokalori,
protein 18,2 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 25 gram, kalsium 14
miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu
di dalam Daging Ayam juga terkandung vitamin A sebanyak 810
IU, vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram
Daging Ayam, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 58 %.
Setiap 100 gram daging ayam mengandung 74 persen air, 22 persen
protein, 13 miligram zat kalzium, 190 miligram zat fosfor dan 1,5
miligram zat besi. Daging ayam mengandung vitamin A yang kaya,
lebih-lebih ayamkecil. Selain itu, daging ayam juga mengandung
vitamin C dan E. Daging ayam selain rendah kadar lemaknya,
lemaknya juga termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan
makanan protein yang paling ideal bagi anak kecil, orang setengah
baya dan orang lanjut usia, penderita penyakit pembuluh darah
jantung dan orang yang lemah pasca sakit. Daging ayam lebih
unggul daripada daging sapi, kambing dan babi. Mengapa daging
ayam lebih digemari masyarakat daripada daging-dagingan lainnya,
20
karena
daging
ayam
gampang
dimasak.
Ditambah
masa
pertumbuhan dan peternakannya agak pendek.
2. Kambing
Daging Kambing mengandung energi sebesar 154 kilokalori,
protein 16,6 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 9,2 gram, kalsium 11
miligram, fosfor 124 miligram, dan zat besi 1 miligram. Selain itu
di dalam Daging Kambing juga terkandung vitamin A sebanyak 0
IU, vitamin B1 0,09 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram
Daging Kambing, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100
%.
3. Sapi
Daging Sapi mengandung energi sebesar 207 kilokalori, protein
18,8 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 14 gram, kalsium 11
miligram, fosfor 170 miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu
di dalam Daging Sapi juga terkandung vitamin A sebanyak 30 IU,
vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Daging Sapi,
dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %
Pembahasan oleh Kemal
21
Daging adalah salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang sangat
dibutuhkan oleh manusia, karena zat-zat makanan yang dikandungnya sangat
diperlukan untuk kehidupan manusia, terutama bagi anak-anak yang sedang
tumbuh. Menurut Food and Drug Administration, daging merupakan bagian tubuh
yang berasal dari ternak sapi, kambing atau domba yang dipotong dalam keadaan
sehat dan cukup umur, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat
yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan
useofogus (yakni pembuluh makanan yang menghubungkan mulut dengan perut)
dan tidak termasuk bibir, hidung, atau pada telinga dengan atau tanpa lemak yang
menyertainya, serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan pembuluhpembuluh darah.
Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan
substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik,
substansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging merupakan bahan
makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya
yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang
lengkap dan seimbang (Lawrie, 1995). Protein merupakan komponen kimia
terpenting yang ada di dalam daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang
tinggi di dalam daging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap.
Selain kaya protein, daging juga mengandung energi, yang ditentukan oleh
kandungan lemak di dalam intraselular di dalam serabut-serabut otot. Daging juga
mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak.
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah
genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif
(hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan
yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan,
tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk
daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan,
macam otot daging, serta lokasi otot (Astrawan 2004).
22
Pada sampel daging segar yang diperiksa sangat jelas menunjukkan
bahwa daging tersebut masih segar kalau dilihat dari pemeriksaan secara
subjektif. Dimana baik penampilan, warna, tekstur dan konsistensinya
masih memenuhi kriteria daging yang masih segar. Pada sampel daging
yang diperiksa setelah 24 jam menunjukkan bahwa daging tersebut belum
terjadi pembusukan, pada daging yang diperiksa menunjukkan belum
terjadinya pembusukan. Jika daging busuk menunjukkan perubahan yang
sangat jelas, dimana bau sudah menjadi amis, warna merah kehitaman,
berlendir dan tekstur licin akibat pengeluaran lendir.
Warna daging pada daging segar disebabkan oleh adanya pigmen
merah keunguan yang disebut myoglobin yang berikatan dengan oksigen
yang struktur kimianya hampir sama dengan haemoglobin. Tekstur dan
konsistensi dari daging sangat ditentukan oleh protein-protein
penyusunnya. Warna daging yang baru diiris biasanya merah ungu gelap.
Warna tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan
terkena oksigen, perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut
bersifat reversible (dapat balik). Namun, jika daging tersebut terlalu lama
terkena oksigen maka warna merah terang akan berubah menjadi cokelat.
Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang
menentukan warna daging segar, mioglobin dapat mengalami perubahan
bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin
23
akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah
terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan
pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna coklat
menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas,
sehingga menjadi rusak. (Astawan, 2004).
Astawan, M. (2004). Mengapa Kita Perlu Makan Daging.
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, IPB. http://www.gizi.net.
Pengamatan Karakteristik Fisik Daging
Pada kali ini dilakukan Pengamatan Karakteristif Fisik daging,
pengamatan ini dilakukan secara subjektif terhadap warna, dan keempukan
daging sapi, kambing, dan ayam. Kami memeperoleh hasil bahwa warna
daging sapi, kambing, dan ayam sebelum dimasak, secara relative warnanya
merah, hanya saja warna merah daging sapi lebih merah (merah pekat)
dibanding dengan daging kambing ( merah + ), daging ayam (agak pink).
Warna merah pada daging ini tenyata dikarenakan adanya kandungan
mioglobin pada daging yang merupakan pigmen utama warna pada daging
itu sendriri, perbedaan kadar mioglobin inilah yang akan menyebabkan
perbedaan intensitas warna daging. Setelah proses perebusan daging warna
daging sapi akan berubah menjadi warna coklat sedangkan warna ayam
berwarna putih pucat. Perubahan warna ini merupakan warna khas daging
segar yang dimasak. Warna dari daging ini ditetntukan oleh spesies, jenis
kelamin hewan, umur, fisik hewan, serta bagaimana cara dan lamanya
penyimpanan daging itu sebelum dimakan. Pada praktikum yang kami
lakukan, daging yang diamati adalah daging yang masih sangat segar
sehingga warnanyapun masih tebilang baik dan tidak adanya perubahan
warna dari warna daging asli (awal)
Selanjutnya adalah pengamatan subjektif terhadap keempukan
daging. Pada daging sapi keempukannya relatif lebih keras dibanding
24
dengan daging kambing ( agak kenyal ), daging ayam (daging ayam kenyal).
Perbedaan ini tegantung pada jenis spesies hewan.
Pengukuran WHC dengan metode sentrifus
WHC (Water Holding Capacity) atau daya menahan air menunjukan
kemampuan daging untuk mengikat oksigen bebas. Pada dasarnya
pengukuran WHC dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan metode
kertas saring dan metode sentifus. Pada ercobaan kali ini dilakukan metode
santrifus untuk mengukur %WHC. Pertama daging diperlukan daging 10 gr
yang telah dicacah halus, keudian dimasukkan kedalam tabung sentrifus 50
ml, setelah itu masukkan aquades 10 ml, lalu tabung ditutupkemudian
dikocok dan diinkubasi semalam pada suhu 0oC, setelah itu tebung
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm seam 20 menit. Setelah itu cairan
dipisahkan dari campuran dan diukur volumenya, dari hasil percobaan
diperoleh hasil bahwa daging sapi memiliki % rata-rata dari ketiga sampel
yang di ujicobakan sebesar 42,98%, sedangkan daging kambing memiliki
rata-rata dari ketiga sampel yang di ujicobakan sebesar14,3%, sedangkan
daging ayam memiliki rata-rata dari ketiga sampel yang di ujicobakan
sebesar 4,7%.
Perhitungan
A. %WHC
Kambing
=
=
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑊𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ disentrifus
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
5,1150−4,87
5,1150
X100%
X100%
0,245
= 5,1150X100%
= 4,7%
Ayam
=
5,1338−4,4
5,1338
X100%
0,245
= 5,1338X100%
25
= 14,3%
Sapi
=
5,1740−2,975
5,1740
X100%
2,224
=5,1740X100%
= 42,98%
Pengukuran Kadar Abu
Selanjutnya adalah pengukuran kadar abu, ini untuk menentukan
banyaknya kandungan mineral pada daging. Ini karena abu merupakan
residu sari suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah
bahan organik dalam makanan tereduksi. Untuk menetukan kadar abu maka
kita melakukan metode pengabuan dengan menggunakan tanur. Pada cawan
yang telah didapat sebagai W2, dikeringkan pada oven dengan suhu 525°C
kemudian tunggu sampai memutih. Kemudian cawan didinginkan pada
desikator dan kemudian ditimbang sebagai W3. Didapatlah kadar abu
daging ayam 35,92%, daging sapi 43,06%, dan daging kambing sebanyak
33,135%. Sehingga dapat dilihat bahwa kadar abu yang paling tinggi yaitu
pada daging sapi sebanyak 43,06%, maka kandungan mineral pada daging
sapi lebih banyak, dan kadar abu yang paling rendah yaitu pada daging
kambing sebanyak 33,135%, maka kandungan mineral pada daging
kambing lebih sedikit. Kandungan mineral yang dimaksud kami adalah
kandungan seperti banyaknya asam organik dan asam anorganik. Selisih
pada presentase kadar abu ini tidak terlalu signifikan namun hanya tipis saja.
Pada praktikum pengujian kadar abu ini, kami melakukan kesalahan yaitu
sample yang kami timbang sebagai W3 tidak sepenuhnya menjadi putih
seperti abu, hanya hitam saja. Semua ini karena waktu yang tersedia kurang
cukup untuk sampai menunggu smple yang diuji benar-benar menjadi putih.
Namun, dengan belajar dari kesalahan semoga penghitungan kadar abu
yang selanjutnya akan baik dan benar serta tepat.
Kadar Abu
=
(𝑊𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑠𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟)−(𝑊𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑊𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟)
(𝑊𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑊𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙)
X100%
26
Kambing
=
15,19753−10,9402
X100%
15,19753
5,0351
= 15,19753X100%
= 33,135%
Ayam
=
16,1566−10,3521
16,1566
X100%
5,8045
= 16,1566X100%
= 35,92%
Sapi
=
19,2393−10,9402
19,2393
X100%
8,2991
=19,2393X100%
= 43,06%
Pembahasan oleh Susan
27
Daging merupakan salah satu bahan makanan yang memiliki nilai protein
tinggi, baik untuk tubuh manusia maupun untuk pertumbuhan organisme. Oleh
karena itu, untuk mengetahui kesegaran daging tersebut dilakukan uji sifat fisik
terhadap daging segar. Sifat fisik yang diuji tersebut meliputi pengamatan warna,
keempukan, dan WHC.
Pengamatan Karakteristik Fisik Daging
Pada kali ini dilakukan Pengamatan Karakteristif Fisik daging, pengamatan
ini dilakukan secara subjektif terhadap warna, dan keempukan daging sapi,
kambing, dan ayam. Kami memeperoleh hasil bahwa warna daging sapi, kambing,
dan ayam sebelum dimasak, secara relative warnanya merah, hanya saja warna
merah daging sapi lebih merah (merah pekat) dibanding dengan daging kambing (
merah + ), daging ayam (agak pucat). Warna merah pada daging ini tenyata
dikarenakan adanya kandungan mioglobin pada daging yang merupakan pigmen
utama warna pada daging itu sendriri, perbedaan kadar mioglobin inilah yang akan
menyebabkan perbedaan warna daging. Setelah proses perebusan daging warna
daging sapi akan berubah menjadi warna coklat sedangkan warna ayam berwarna
putih pucat. Perubahan warna ini merupakan warna khas daging segar yang
dimasak. Warna dari daging ini ditetntukan oleh spesies, jenis kelamin hewan,
umur, fisik hewan, serta bagaimana cara dan lamanya penyimpanan daging itu
sebelum dimakan. Pada praktikum yang kami lakukan, daging yang diamati adalah
daging yang masih sangat segar sehingga warnanyapun masih tebilang baik dan
tidak adanya perubahan warna dari warna daging asli (awal).
Selanjutnya adalah pengamatan subjektif terhadap keempukan daging. Pada
daging sapi keempukannya relatif lebih keras dibanding dengan daging kambing (
agak kenyal ), daging ayam (daging ayam kenyal). Perbedaan ini tegantung pada
jenis spesies hewan.
Kadar Protein Daging
Ayam
28
Daging Ayam mengandung energi sebesar 302 kilokalori, protein 18,2
gram, karbohidrat 0 gram, lemak 25 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 200
miligram, dan zat besi 2 miligram.
Selain itu di dalam Daging Ayam juga
terkandung vitamin A sebanyak 810 IU, vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C
0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram
Daging Ayam, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 58 %. Setiap 100 gram
daging ayam mengandung 74 persen air, 22 persen protein, 13 miligram zat
kalzium, 190 miligram zat fosfor dan 1,5 miligram zat besi. Daging ayam
mengandung vitamin A yang kaya, lebih-lebih ayamkecil. Selain itu, daging ayam
juga mengandung vitamin C dan E. Daging ayam selain rendah kadar lemaknya,
lemaknya juga termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan makanan protein
yang paling ideal bagi anak kecil, orang setengah baya dan orang lanjut usia,
penderita penyakit pembuluh darah jantung dan orang yang lemah pasca sakit.
Daging ayam lebih unggul daripada daging sapi, kambing dan babi. Mengapa
daging ayam lebih digemari masyarakat daripada daging-dagingan lainnya, karena
daging ayam gampang dimasak. Ditambah masa pertumbuhan dan peternakannya
agak pendek.
Kambing
Daging Kambing mengandung energi sebesar 154 kilokalori, protein 16,6
gram, karbohidrat 0 gram, lemak 9,2 gram, kalsium 11 miligram, fosfor 124
miligram, dan zat besi 1 miligram. Selain itu di dalam Daging Kambing juga
terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 miligram dan vitamin C 0
miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram
Daging Kambing, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %.
Sapi
Daging Sapi mengandung energi sebesar 207 kilokalori, protein 18,8 gram,
karbohidrat 0 gram, lemak 14 gram, kalsium 11 miligram, fosfor 170 miligram, dan
zat besi 3 miligram. Selain itu di dalam Daging Sapi juga terkandung vitamin A
sebanyak 30 IU, vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Daging Sapi, dengan
jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %
29
Pengukuran Water Holding Capacity (WHC) atau daya mengikat air
merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya. Pada praktikum kali ini
mengukur WHC dengan memasukkan 10 g sample serta 10 ml aquades kedalam
tabung sentrifuse yang dikatehui beratnya, kemudian menginkubasinya. Setelah
diinkubasi barulah dipisahkan berat daging dari campuran dan kemudian ukur
volumenya. sehingga didapatkan berat daging akhir serta volume air akhir yang
diserap. Kemudian baru pengukuran WHC. Besar kecilnya WHC menandakan
bahwa bila daya ikat air (WHC) rendah akan mengakibtkan nilai susut masak yang
tinggi
Kadar Abu
Selanjutnya adalah pengukuran kadar abu, kadar abu ditetapkan dengan
metode menggunakan tanur. Pengukuran kadar abu ini untuk menentukan
banyaknya kandungan mineral pada daging, ini karena abu merupakan residu sari
suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik
dalam makanan tereduksi. Untuk menetukan kadar abu maka kita melakukan
metode pengabuan dengan menggunakan tanur. Pada cawan yang telah didapat
sebagai W2, dikeringkan pada oven dengan suhu 525°C kemudian tunggu sampai
memutih. Kemudian cawan didinginkan pada desikator dan kemudian ditimbang
sebagai W3.
30
Pembahasan oleh Laurensius Wilfran
Pada praktikum kali ini yang dibahas yakni mengenai daging. Daging
merupakan bahan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, karena daging
mengandung protein yang cukup tinggi dengan kandungan asam amino esensial
yang lengkap. Selain itu daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada
kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari
hewan yang sehat sewaktu dipotong. Menurut Food and Drug Administration,
daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, kambing atau domba
yang dipotong dalam keadaan sehat dan cukup umur, tetapi hanya terbatas pada
bagian muskulus yang berserat yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah,
diafragma,
jantung
dan
useofogus
(yakni
pembuluh
makanan
yang
menghubungkan mulut dengan perut) dan tidak termasuk bibir, hidung, atau pada
31
telinga dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta bagian-bagian dari
tulang, urat, urat syaraf dan pembuluh-pembuluh darah.
Daging merupakan makanan
yang dikaitkan dengan pemenuhan
kesenangan maupun kemudahan hidup serta penciptaan variasi produk daging
dalam diet. Untuk memenuhi kebutuhan akan daging yang bermutu, perlu
pemahaman mengenai perubahan-perubahan fisiko kimia daging serta cara-cara
penanganan yang baik sampai daging siap diolah untuk dikonsumsi.
Jaringan tubuh hewan terdiri dari komponen-komponen fisik, seperti kulit,
jaringan lemak, jaringan otot, jaringan ikat, tulang, jaringan pembuluh darah dan
jaringan syaraf. Komponen yang paling banyak terdapat pada karkas adalah
jaringan otot yaitu sekitar 35-65% dari berat karkas atau 35-40% dari berat hewan
hidup. Otot ini melekat pada kerangka tetapi ada yang langsung melekat pada
ligament, tulang rawan, dan kulit otot.
Jaringan otot terdiri dari, jaringan otot bergaris melintang atau urat daging,
jaringan otot liken yang memanjang, jaringan otot special yaitu jaringan bergaris
melintang yang khusus terdapat pada dinding jantung. Jaringan lemak yang terdapat
pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak, lemak
intermuscular, lemak intramuscular dan lemak intra selulair. Jaringan ikat memiliki
fungsi sebagai pengikat bagian-bagian daging serta mempertautkannya ke tulang.
Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen, serabut elastin dan serabut
retikulin. Serabut kolagen terutama mengandung protein kolagen yang berwarna
putih dan bersifat terhidrolisa oleh panas, banyak terdapat pada tendon yaitu
jaringan ikat yang menghubungkan daging dengan tulang. Serabut elastin yang
komponen utamanya adalah protein elastin, berwarna kuning dan mempengaruhi
kualitas daging karena biasanya hanya ada dalam jumlah yang kecil. Adapun
serabut retikulin banyak mengandung protein retikulin yang mempunyai sifat mirip
kolagen teteapi tidak terhidrolisa oleh panas, dan banyak terdapat dalam dinding sel
atau serabut otot.
Daging tersusun atas serabut-serabut otot yang sejajar dan terikat bersamasama oleh suatu jaringan ikat. Pada bagian dalam otot terdapat jaringan ikat yang
membentuk sekat-sekat yang menyelubungi.
32
Komposisi kimia daging, daging merupakan sumber protein yang
berkualitas tinggi, kaya akan sebagian vitamin B kompleks dan juga merupakan
sumber yang baik bagi mineral tertentu, terutama besi. Daging juga sebagian besar
tersusun dari air, lemak, protein, dan senyawa nitrogen lain serta garam-garam
inorganic. Daging mengandung karbohidrat kurang dari 1 %. Komposisi kimia
daging segar meliputi protein 17%, lemak 20%, air 62%, dan abu 1%.
1). Pengamatan Karakteristik Fisik Daging
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan Pengamatan Karakteristif Fisik daging,
pengamatan ini dilakukan secara subjektif terhadap warna, dan keempukan daging
sapi, daging kambing dan ayam. Data yang diperoleh bahwa warna daging sapi,
daging kambing dan ayam sebelum dimasak, secara relative warnanya merah,
hanya saja warna merah daging sapi lebih merah (merah pekat) dibanding dengan
daging ayam (agak pink) dan daging kambing (merah pucat) . Warna merah pada
daging ini tenyata dikarenakan adanya kandungan mioglobin pada daging yang
merupakan pigmen utama warna pada daging itu sendriri, perbedaan kadar
mioglobin inilah yang akan menyebabkan perbedaan intensitas warna daging.
Setelah proses perebusan daging warna daging sapi akan berubah menjadi warna
coklat sedangkan warna ayam berwarna putih pucat, begitu juga daging kambing
menjadi putih keabu abuan. Perubahan warna ini merupakan warna khas daging
segar yang dimasak. Warna dari daging ini ditentukan oleh spesies, jenis kelamin
hewan, umur, fisik hewan, serta bagaimana cara dan lamanya penyimpanan daging
itu sebelum dimakan. Pada praktikum yang dilakukan, daging yang diamati adalah
daging yang masih sangat segar sehingga warnanyapun masih tebilang baik dan
tidak adanya perubahan warna dari warna daging asli (awal).
Selanjutnya adalah pengamatan subjektif terhadap keempukan daging. Pada
daging kambing keempukannya relatif lebih keras dibanding dengan daging sapi
dan daging ayam (daging ayam kenyal). Perbedaan ini tegantung pada jenis spesies
hewan.
2). Pengukuran WHC dengan metode Sentrifus
PEMBAHASAN
33
Pengukuran Water Holding Capacity (WHC) atau daya mengikat air
merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya. Pada praktikum kali ini
mengukur WHC dengan memasukkan 10 g sample serta 10 ml aquades kedalam
tabung sentrifuse yang dikatehui beratnya, kemudian menginkubasinya. Setelah
diinkubasi barulah dipisahkan berat daging dari campuran dan kemudian ukur
volumenya. sehingga didapatkan berat daging akhir serta volume air akhir yang
diserap. Kemudian baru pengukuran WHC. Besar kecilnya WHC menandakan
bahwa bila daya ikat air (WHC) rendah akan mengakibtkan nilai susut masak yang
tinggi
3). Pengukuran Kadar Abu
PEMBAHASAN
Selanjutnya adalah pengukuran kadar abu, kadar abu ditetapkan dengan
metode pengabuan dengan menggunakan tanur. Pengukuran kadar abu ini untuk
menentukan banyaknya kandungan mineral pada daging, ini karena abu merupakan
residu sari suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan
organik dalam makanan tereduksi. Untuk menetukan kadar abu maka kita
melakukan metode pengabuan dengan menggunakan tanur. Pada cawan yang telah
didapat sebagai W2, dikeringkan pada oven dengan suhu 525°C kemudian tunggu
sampai memutih. Kemudian cawan didinginkan pada desikator dan kemudian
ditimbang sebagai W3.
Ph
Standar pH daging hewan sehat dan cukup istirahat yang baru disembelih
adalah 7-7,2 dan akan terus menurun selama 24 jam sampai beberapa hari. Jika
terjadi pembusukan maka pH nya akan kembali ke 7. Jarak penurunan pH tersebut
tidak sama untuk semua urat daging dari seekor hewan dan antara hewan juga
berbeda. Nilai pH daging post mortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat
yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan terbatas
bila hewan terdepresi karena lelah. Setelah hewan disembelih, penyedian oksigen
otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan sisa
metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang sudah
disembelih akan mengalami penurunan pH.
34
Penentuan Kadar Air Daging
Dengan metode pengeringan dan dinyatakan sebagai persen kehilangan
berat bahan. Dari bahan daging, dengan menggunakan alat, antara lain : cawan
porselin, timbangan, oven dan desikator. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan cawan yang dikeringkan terlebih dahulu dalam oven, cawan
kemudian di dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Susut masak merupakan persentase berat daging yang hilang akibat
pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu pemasakan. Daging dengan
susut masak yang rendah mem-punyai kualitas yang relatif lebih baik daripada
daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi
selama proses pemasakan akan lebih sedikit.
Kualitas Daging yang Baik
Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging
yang layak konsumsi adalah :
1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin
tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging
yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat
akan memiliki konsistensi kenyal.
2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara
serabut otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot
dan mempertahankan keutuhan daging pada wkatu dipanaskan.
Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.
3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan
usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi
perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa.
4. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik
mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
5. Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang
relative kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme
35
dari luar. Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging
tersebut.
Kriteria Daging yang Tidak Baik
Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan dipotong.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :
1. Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ
dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
2. Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotic akan
menghasilkan daging yang berbau obat – obatan.
3. Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan,
namun akan mengurangi selera konsumen.
4. Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging
rendah ( jika ditekan dengan jari akan terasa lunak ) dapat
mengindikasikan daging tidak sehat, apaila disertai dengan perubahan
warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
5. Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena
menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi
karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga
aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama
dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relative lama pada suhu kamar,
sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim – enzim dalam
daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide.
.
36
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
a. Kesimpulan oleh Anisa
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa telah diamati
secara subjektif terhadap warna, aroma, ph dan keempukan pada daging sapi,
daging kambing dan daging ayam. Susut masak dipengaruhi oleh daya ikat air,
selain itu susut masak daging berbanding lurus dengan pH dari daging tesebut.
Pengukuran Water Holding Capacity (WHC) atau daya mengikat air merupakan
kemampuan daging untuk mengikat airnya. Selanjutnya adalah pengukuran kadar
abu, ini untuk menentukan banyaknya kandungan mineral pada daging. Dan Kadar
air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen
b. Kesimpulan oleh Ari
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.
Daging sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, Daging
adalah sumber yang kaya protein, yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang
sangat tinggi. Protein memainkan berbagai peran penting untuk fungsi tubuh, antara
lain pembangunan, perbaikan jaringan tubuh dan pembentukan antibodi yang
memerangi infeksi.
Daging mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak
orang. Daging juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan.
Selain itu, daging termasuk bahan makanan sumber protein yang tinggi. Tidak bisa
dimungkiri bahwa daging tidak bisa dilepaskan dalam kebutuhan pangan kita, maka
kita harus mengetahui karakteristik fisik daging dan kualitas daging yang baik agar
kita bisa mengonsumsi dan mengolah daging dengan baik.
c. Kesimpulan oleh Kemal
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.
Daging sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, Daging
adalah sumber yang kaya protein, yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang
sangat tinggi. Protein memainkan berbagai peran penting untuk fungsi tubuh, antara
37
lain pembangunan, perbaikan jaringan tubuh dan pembentukan antibodi yang
memerangi infeksi.
Daging mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak
orang. Daging juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan.
Selain itu, daging termasuk bahan makanan sumber protein yang tinggi. Tidak bisa
dimungkiri bahwa daging tidak bisa dilepaskan dalam kebutuhan pangan kita, maka
kita harus mengetahui karakteristik fisik daging dan kualitas daging yang baik agar
kita bisa mengonsumsi dan mengolah daging dengan baik.
d. Kesimpulan oleh Susan
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi
kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,
umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta
keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas
daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH)
daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak
intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam
otot daging, serta lokasi otot.
e. Kesimpulan oleh Laurensius
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan :
1. Dapat diketahui beberapa karakteristik fisik daging seperti warna,
keempukan dan WHC (daya menahan air) baik melalui pengamatan
subjektif maupun objektif, setiap sampel daging memiliki perbedaan, hal
tersebut dipengaruhi oleh perbedaan jenis daging.
2. Jenis ternak juga berpengaruh terhadap nilai pH, daya mengikat air, dan
susut masak daging.
3. Setiap sampel daging memiliki komposisi kimiawi daging seperti kadar air,
kadar lemak, protein. Daging juga sebagian besar tersusun dari air, lemak,
protein, dan senyawa nitrogen lain serta garam-garam inorganik.
4. Pengukuran kadar abu untuk menentukan banyaknya kandungan mineral
pada daging. Kadar abu yang paling tinggi yaitu pada daging sapi sebanyak
38
43,06%, maka kandungan mineral pada daging sapi lebih banyak, dan kadar
abu yang paling rendah yaitu pada daging kambing sebanyak 33,135%
maka kandungan mineral pada daging kambing lebih sedikit.
5.2. Saran
39
Daftar Pustaka
a. Daftar pustaka Anisa
Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian
Bogor, Bogor.
Soeparno, 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian
Bogor, Bogor.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama :Jakarta.
Wismer-Pedersen, J. 1971. Pada The Science of Meat and Meat Products. 2nd Ed.
J.F. Price and B.S. Schweigert, W.H. Frreeman and Co., San Fransisco.
b. Daftar pustaka Ari
Abustam E. (2009). Kualitas Daging. Cinnata artikel. http://cinnatalemieneabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html [20 Desember 2015].
Lawrie RA. (2003). Ilmu Daging. Parakkassi A, penerjemah; Jakarta : UI-Press.
Terjemahan dari :Meat Science.
Lukman DW, M Sudarwanto, AW Sanjaya, T Purnawarman, H Latif, RR
Soejoedono. (2009). Higiene Pangan. Bogor : Bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet,
Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Syamsir E. (2010). Reaksi Perubahan Warna Daging. Shooving artikel.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1789390-reaksi-perubahan-warnadaging/[20 Desember 2015]
c. Daftar pustaka Kemal
Astawan, M. (2004). Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi, IPB. http://www.gizi.net.
40
Nurwantoro, P. A. V.P.Bintoro,A M.Legowo,A.Purnomoadi. 2012. Pengaruh
metode pemberian pakan terhadap kualitas spesifi daging. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Hal 54-58.
d. Daftar pustaka Laurensius
Anajarsari, Bonita. (2010). Pangan Hewani. Yogyakarta : Graha Ilmu
Muchtadi, T.R., Sugiyono, dan Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.
Sehat,
Makanan.
(2012).Mengetahui
Buruk.[Online]
Kualitas
Daging
yang
Baik
Diakses
dan
dari
http://www.makanansehat.web.id/2012/10/mengenal-kualitas-daging-yang
baik-dan.html
e. Daftar pustaka Susan
Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian
Bogor
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science.
41
Lampiran
42
Download