MODUL PERKULIAHAN Metode Penelitian Kualitatif Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Tatap Muka Fakultas Ilmu Komunikasi Advertising & Marketing Communications 06 Kode MK Disusun Oleh Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Abstrak Kompetensi Modul ini dipergunakan dalam perkuliahan Metode Penelitian Kualitatif, pertemuan . Pokok bahasan dalam Modul ini mencakup mengenai: definisi dan sejarah singkat analisis wacana, jenis wacana, serta analisis data pada analisis wacana. Mahasiswa dapat memahami mengenai definisi dan sejarah singkat analisis wacana, jenis wacana, serta analisis data pada analisis wacana. Mengenal Penelitian dengan Analisis Wacana Sejarah Singkat Analisis Wacana Analisis wacana mulai berkembang pada tahun 1960-an hingga awal tahun 70-an. Kemunculan dan perkembangan analisis wacana tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kajian-kajian bahasa atau linguistik. Dimana kajian linguistik ini telah lahir sejak akhir abad ke-19 dipelopori oleh seorang ahli linguistik Ferdinand de Saussure. Dengan pendekatan yang diajukan oleh Saussure, linguistik kemudian memiliki paradigma ilmu sendiri dan tidak menggunakan paradigma ilmu lain. Kajian linguistik terlepas dari filsafat dan ilmu alam, sehingga menjadi kajian mandiri dan otonom. Setelah menjadi cabang ilmu yang semakin bersifat ilmiah, kajian linguistik terus berkembang dengan cepat. Perkembangannya menyebabkan ketertarikan dari berbagai ahli dari bidang keilmuan lainnya. Beberapa ahli sosiologi dan psikologi mulai memperhatikan bidang ini, seperti Wholr, Sapir, dan Skinner. Bersama ahli sosiolog bahasa, linguistik dikenal dengan nama sosio-linguistik, dan dengan psikologi dikenal dengan istilah psikolinguistik (Sukidin, 2002, hal. 230). Istilah ‘analisis wacana’ atau ‘discourse analysis pertama kali dikenal melaui publikasi makalah ilmiah berjudul Discourse Analysis yang ditulis oleh Zellig Harris pada tahun 1952. Dalam makalah ini Harris mengembangkan pemikirannya mengenai linguistik dengan melihat distribusi unsur linguistik dalam teks dan hubungan teks dengan situasi sosial, dimana sebelumnya para linguis hanya terterik pada analisis kalimat saja. Selanjutnya, Sinclair dan Coulthard (1979) menghasilkan sebuah karya yang banyak dirujuk oleh pengembang analisis wacana berikutnya. Sinclair dan Coulthard meneliti wacana yang dibentuk dalam interaksi yang terjadi antara guru dan siswa di kelas. Mereka merekam sejumlah peristiwa belajar-mengajar di sekolah dasar di wilayah Birmingham – Inggris. Berdasarkan data yang dikumpulkan, mereka mengusulkan suatu struktur peringkat dalam wacana kelas tersebut. Struktur yang diusulkan itu dapat digambarkan secara urut dari atas ke bawah, yaitu; pelajaran, transaksi (pembukaan, inti, dan penutup), pertukaran (inisiasi, respons, dan balikan), gerak dan tindak (Sukidin, 2002, hal. 230). Di Inggris, analisis wacana banyak dipengaruhi oleh pemikiran M.A.K Haliday tentang pendekatan fungsional pada bahasa. Pemikirannya itu mempunyai hubungan dengan aliran linguistik Praha (Prague School). Kerangka kerja Halliday menekankan fungsi sosial bahasa ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dan struktur tematik serta struktur informasi sebuah ujaran atau tulisan. Sedangkan di Amerika, analisis wacana telah mendominasi karya-karya dalam tradisi etnometodologi. Tradisi ini menekankan metode penelitian yang menggunakan observasi terhadap sekelompok orang dalam latar komunikasi yang alamiah. Di sana banyak perkembangan analisis percakapan yang menggunakan sudut pandang sosio-linguistik (Sukidin, 2002, hal. 231). Di Indonesia, kajian wacana telah dirintis oleh ahli linguistik sejak pertengahan tahun 1970. Karya mereka berupa artikel, laporan penelitian, dan buku panduan. Publikasi kajian analisis wacana tersebut antara lain; Kridalaksana (1978), Dardjowijojo (1986), Samsuri (1987), Moeliono et al. (1988), dan Tallei (1988) (Sukidin, 2002, hal. 231). Definisi Analisis Wacana Istilah ‘wacana’ merupakan terjemahan dari kata ‘discourse’. Istilah ini digunakan dalam teori dan analisis sosial untuk merujuk berbagai cara menstrukturkan pengetahuan dan praktik sosial. Fairclough mengemukakan bahwa wacana termanifestasikan melalui berbagai bentuk khusus penggunaan bahasa dan symbol-simbol lainnya. Oleh karena itu, wacana tidak bisa dilihat sebagai cerminan atau perwakilan dari entitas dan hubungan sosial, melainkan sebagai sebuah konstruksi atau semua itu (Sparringa, 2000 dalam Sukidin, 2002, hal. 231). Beberapa definisi terkait analisis wacana dikemukakan oleh para ahli. Stubbs berpendapat bahwa analisis wacana adalah suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari. Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Senada dengan hal tersebut, Cook menyatakan bahwa analisis wacana itu merupakan kajian yang membahas tentang wacana, sedangkan wacana merujuk pada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Data dalam analisis wacana selalu berupa teks, baik teks lisan maupun tulisan. Teks disini mengacu pada bentuk transkripsi rangkaian kalimat atau ujaran. Bentuk konkrit dari teks disini dapat berupa wawancara, percakapan, artikel surat kabar, rilisi media, siaran berita televisi, dokumen kebijakan perusahaan, surat, laporan bahkan percakapan informal seberti perbincangan yang dilakukan oleh bincang-bincang penyiar radio. Dalam riset, analisis ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id wacana dapat digunakan secara tunggal, atau bersama dengan pendekatan metodologis lainnya seperti etnografi atau studi kasus. Secara umum, menurut Potter dan Wetherell (1987) peneliti yang menggunakan pendekatan ini menganggap bahwa teks-teks sosial (yakni wacana) tidak melulu merefleksikan atau mencerminkan objek, peristiwa, dan kategori yang telah ada dalam dunia sosial dan alam. Teks-teks tersebut secara aktif mengkonstruk atau membangun sebuah versi dari hal-hal tersebut. Mereka tidak hanya menggambarkan berbagai hal; mereka melakukan banyak hal. Dan, dengan aktif melakukan semua itu, teks-teks tersebut mempunyai implikasi sosial dan politis (Daymon dan Holloway, 2002, hal. 219). Analisis wacana menekankan pada kajian bagaimana sebuah realitas sosial dikonstruksikan melalui bahasa dan symbol lainnya menurut cara-cara tertentu dan yang dipahami sebagai sebuah usaha sistematis untuk menimbulkan efek yang khusus (Sukidin, 2002, hal. 232). Hal yang mengasyikan dari analisis wacana adalah konteks budaya dan politik tempat wacana tersebut terjadi, serta strategi-strategi penggunaan dan pengorganisasian bahasa, yang ditujukan untuk mengkonstruksi beragam aktivitas dan peristiwa (Daymon dan Holloway, 2002, hal. 220). Sebagai suatu bidang studi, analisis wacana mencakup pendekatan dan perspektif yang beragam. Sebagian diantaranya dipengaruhi oleh karya-karya filosof Perancis, Michael Foucault (1962-1984) yang melihat realitas sosial sebagai arena diskursif yang merupakan kompetisi tentang bagaimana maknadan pengorganisasian institusi serta proses-proses sosial itu diberi makna melalui cara-cara yang khas. Beberapa tokoh lain juga mengajukan versi-versi lain terkait dengan analisis wacana. Fairclough (1995), Potter dan Wetherell (1987), dan van Dijk (1997) mengemukakan versi yang menggunakan analisis percakapan yang bersifat fleksibel, karena lebih sedikit tekanan yang diberikan pada percakapan alamiah, dibandingkan dengan tekanan yang diberikan pada analisis percakapan. Menurut Daymon dan Holloway (2002), peneliti yang mengunakan pendekatan ini mengakui bahwa wacana terjadi dalam suatu konteks sosial. Oleh karena itu peneliti mencoba menguji tiga aspek dalam riset mereka. Ini meliputi: 1. Isi dan format bahasa yang digunakan 2. Cara orang-orang menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan gagasan dan keyakinan ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Faktor-faktor institusional dan organisasional yang melingkupi wacana yang diteliti, serta bagaimana faktor-faktor ini dapat membentuk suatu wacana. Jenis Wacana Menurut Arifin dan Rani (2000), analisis wacana dapat dikategorikan menjadi beberapa macam. Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Sedangkan berdasarkan jumlah peserta yang terlibat dalam pembicaraaan dalam komunikasi, wacana terbagi tiga yaitu monolog, dialog dan polilog. Adapun berdasarkan tujuan komunikasi dikenal wacana deskrpisi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan untuk membentuk suatu citra (imajinasi) tentang suatu hal pada penerima pesan. Wacana eksposisi apat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diterima dan diikuti oleh komunikan. Untuk itu dalam memahami wacana eksposisi diperlukan adanya proses berfikir. Wacana argumentasi bertujuan untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertitmbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argument diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi komunikan agar melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Sedangkan wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Unsur narasi yang penting adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa (Sukidin, 2002, hal. 231). Menurut Potter dan Wetherrel (1987), dalam analisis wacana yang menggunakan wawancara sebagai sumber datanya, peneliti harus dapat melakukan “perjumpaan percakapan” atau conversational encounters. Disini peneliti mendorong partisipan untuk berbincang secara alamiah, dalam bahasa sehari-hari yang biasa mereka gunakan di luar situasi wawancara. Artinya, peneliti harus mengambil peran sebagai pewawancara aktif dan melakukan intervensi, bukan bersifat pasif atau netral. Potter dan Wetherell menyatakan, cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan mendorong partisipan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan dari berbagai sudut pandang (Daymon dan Holloway, 2002, hal. 222). Tujuan wawancara yang dilakukan untuk melengkapi analisis wacana berbeda dengan tujuan wawancara dalam pendekatan metodologis lainnya. Pasalnya, dalam analisis wacana peneliti berusaha menemukan bagaimana komunikasi dikonstruksi, serta apa yang berhasil ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dicapai melalui komunikasi tersebut. Hal ini berbeda dengan wawancara pada metode riset lain, yang lebih ditekankan pada upaya untuk memahami apa saja yang diyakini orangorang serta bagaimana sesungguhnya diri mereka (Daymon dan Holloway, 2002, hal. 222). Kemampuan untuk menyelenggarakan wawancara semacam ini dengan sukses merupakan keterampilan yang butuh waktu untuk dikembangkan. Karena dua kepentingan yang saling tarik menarik. Di satu sisi peneliti harus mencakup secara sistematis topik-topik yang sama bagi semua partisipan. Namun, di sisi lain peneliti juga harus membuat wawancara tersebut cukup terbuka guna melibatkan orang-orang dalam percakapan sepenuhnya secara alamiah. Sisi pertama dapat tercapai jika peneliti menggunakan panduan wawancara yang mendetail, berisi perincian pertanyaan, upaya-upaya pembuktian dan pertanyaan lanjutan bagi semua partisipan. Yang kedua hanya akan tercapai bila peneliti memiliki keahlian komunikasi interpersonal yang sangat baik (Daymon dan Holloway, 2002, hal. 223). Analisis Data pada Penelitian Analisis Wacana Menurut Daymon dan Holloway (2002), meskipun tidak terdapat tatananan prosedur yang tetap untuk melaksanakan analisis wacana, ada teknik-teknik umum yang bisa diikuti. Teknik-teknik umum ini berfokus pada keseluruhan segmen bahasa, mengidentifikasi repertoar interpretative, peka terhadap cara argument-argumen dikonstruksi dan memberi perhatian pada teks. 1. Berfokus pada keseluruhan segmen bahasa Biasanya ketika melakukan analisis data kualitatif, peneliti berkepentingan untuk menemukan kata-kata kunci, tema, pola, dan isu-isu dalam data teks yang dimiliki. Dalam analisis wacana kepedulian peneliti lebih tertuju pada keseluruhan teks, daripada terhadap frasa (kelompok kata) atau kata-kata secara tunggal, berhubung yang ingin diselidiki adalah catatan-catatan dan struktur-struktur bahasa. 2. Mengidentifikasi repertoar interpretative Repertoar interpretative atau interpretative repetoires merupakan kerangka keyakinan yang memandu dan mempengaruhi penulis atau pembicara. Untuk mengidentifikasi repertoar interpretatif dalam komunikasi, carilah keteraturan dan variabilitas dalam bahasa yang digunakan. Setelah mendapatkannya, pilih label/nama yang cocok untuk itu. ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Peka terhadap cara argument-argumen dikonstruksi Jika peneliti menaruh perhatian pada detail retoris, maka yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi urut-urutan deskripsi dan cara penyusunan detail retoris tersebut. Urutan deskripsi dan cara penyusunan detail retoris menandai pemikiran dan nilai-nilai dibalik hal-hal yang dikatakan atau ditulis orang-orang, serta menyoroti bagaimana argumentasi dibangun. ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Denzin, NK., Lincoln, YS, 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Kriyantono, R. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group. Daymon, C., Holloway, I 2002. Riset Kualitatif: Public Relations & Marketing Communications. Yogyakarta: Penerbit Bentang. Sukidin, B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Penerbit Insan Cendekia. ‘13 1 Metode Penelitian Kualitatif Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id