BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran sekarang ini ditandai dengan sejumlah perubahan- perubahan penting. Orientasinya tidak lagi menciptakan keuntungan sebesar-besamya, rnelainkan menciptakan pelanggan sebanyak mungkin melalui kepuasan konsumen (customer satisfaction). Produsen selalu berusaha agar melalui produk yang dihasilkannya, tujuan dan sasaran perusahaan dapat tercapai. Melalui produk yang dijualnya, perusahaan dapat menjamin kehidupannya atau menjaga kestabilan usahanya untuk dapat berkembang. Dalam rangka inilah produsen harus memikirkan kegiatan pemasaran produknya, jauhsebelum produk ini dihasilkan sampai produk tersebut dikonsumsikan oleh konsumen akhir. Pemasaran tidak boleh dilihat secara sempit sebagai tugas mencari caracara yang cerdik untuk menjual produk-produk perusahaan. Banyak orang mengaburkan pemasaran dengan sub fungsiya, seperti iklan dan penjualan. Pemasaran haruslah dibedakan dengan penjualan, karena sesungguhnya pemasaran merupakan penggabungan dari berbagai fungsi yang terpisah yaitu: penjualan, periklanan, penelitian pemasaran, pengembangan hasil produk baru, pelayanan pelanggan, dan distribusi. Menurut Kotler dan Keller (2007), pemasaran adalah : “Proses sosial individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. “ Tugas pemasar adalah merencanakan kegiatan pemasaran dan merakit program pemasaran yang sepenuhnya terpadu untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai bagi konsumen. Program pemasaran terdiri dari sejumlah keputusan tentang kegiatan pemasaran yang meningkatkan nilai untuk digunakan. Kegiatan-kegiatan pemasaran tampil dalam semua bentuk. Satu lukisan tradisional tentang kegiatan pemasaran adalah dari segi bauran pemasaran, yang didefinisikan sebagai perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahan untuk mengejar tujuan pemasarannya. Alat-alat ini diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar, yang disebut empat P tentang pemasaran produk: produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Menurut Kotler dan Armstrong (2006), pemasaran adalah : ”Proses perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya” Pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai dengan mengindentifisir kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk yang hendak diproduksi, menentukan harga produk yang sesuai, menentukan caracara promosi dan penyaluran/penjualan produk tersebut. Jadi, kegiatan pemasaran adalah kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan sebagai suatu sistem. Pengertian pemasaran lebih luas dari distribusi, sebab distribusi hanya merupakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen, sedangkan kegiatan pemasaran sudah berjalan sebelum mengadakan produksi barang dan pemasaran bersifat dinamis serta selalu mengikuti perkembangan zaman. Pemasaran diarahkan pada suatu proses pertukaran antara produsen dan konsumen dengan memberikan kepuasan pada konsumen serta imbalan yang wajar diterima oleh produsen. 2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran terjadi apabila sekurang-kurangnya satu pihak dari pertukaran potensial memikirkan cara untuk mendapatkan tanggapan dari pihak lain sesuai dengan yang dikehendaki. Mengelola pemasaran perusahaan diperlukan sejumlah upaya dan keterampilan penting. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan defenisi manajemen pemasaran berikut ini : Menurut (Kotler,2009:5) pengertian manajemen pemasaran adalah: “Seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul Defenisi tersebut menguraikan bahwa manajemen pemasaran adalah proses yang melibatkan analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian; yang mencakup barang, jasa, dan gagasan; yang tergantung pada pertukaran; dan dengan tujuan menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat. Manajemen pemasaranmempengaruhi tingkat, waktu dan komposisi permintaan sehingga membantu perusahaan mencapai tujuannya. Definisi lain mengenai manajemen Pemasaran menurut Alma (2004:130) adalah: “Manajemen pemasaran adalah proses untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh perusahaan“. Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengarahan, pengendalian produk atau jasa, penetapan harga, distribusi , dan promosinya dengan tujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya. Chandra (2002 : 1) mengemukakan bahwa dalam implementasinya, organisasi menggunakan serangkaian alat pemasaran yang dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix) yang meliputi: 1. Produk (product), terdiri atas variasi produk, kualitas, desain, fitur, nama merek, kemasan, ukuran, layanan, garansi, dan retur. 2. Harga (price), terdiri dari harga katalog, diskon, potongan khusus, periode pembayaran, dan persyaratan kredit. 3. Promosi (promotion), terdiri atas promosi penjualan, periklanan, personal selling, public relations, dan direct marketing. 4. Distribusi (distribution), terdiri dari saluran distribusi, cakupan distribusi, kelengkapan produk, lokasi, sediaan, fasilitas penyimpanan, dan transportasi. Sementara itu, filosofi pemasaran mengalami evolusi dari orientasi internal (inward looking) menuju orientasi eksternal (outward looking). Orientasi internal tercermin dalam konsep produksi, konsep produk dan konsep penjualan, sedangkan orientasi eksternal direfleksikan dalam konsep pemasaran dan konsep pemasaran sosial. Kendati demikian, setiap konsep memiliki keunikan dan konteks aplikasinya masing-masing. 5. Konsep produksi (production concept) Berkeyakinan bahwa konsumen akan menyukai produk-produk yang tersedia dimana-mana dan harganya murah. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi pada upaya menciptakan efisiensi produksi, biaya rendah, dan distribusi massal. Dengan demikian, fokus utama konsep ini adalah distribusi dan harga. Konsep ini masih banyak dijumpai di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, apalagi dalam situasi krisis moneter seperti saat ini. 6. Konsep produk (product concept) Berpandangan bahwa konsumen akan menyukai produk-produk yang memberikan kualitas, kinerja atau fitur inovatif terbaik. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi pada upaya penciptaan produk superior dan penyempurnaan kualitasnya. Jadi, fokus utamanya adalah pada aspek produk. Konsep ini sering dijumpai dalam pemasaran produk elektronik, komputer, dan karya seni (seperti film, lukisan, dan novel). 7. Konsep penjualan (selling concept) Berkeyakinan bahwa konsumen tidak akan tertarik untuk membeli produk dalam jumlah banyak, jika mereka tidak diyakinkan dan bahkan bila perlu dibujuk. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi pada usaha-usaha promosi dan penjualan yang agresif. Konsep ini banyak dijumpai pada penjualan usought godds (seperti asuransi, ensiklopedia, dan batu nisan); pemasaran nirlaba (seperti penggalangan dana, partai politik, dan universitas), dan situasi overcapacity (penawaran jauh melampaui permintaan). 8. Konsep pemasaran (marketing concept) Berpandangan bahwa kunci untuk mewujudkan tujuan organisasi terletak pada kemampuan organisasi dalam menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer value) kepada pasar sasarannya secara lebih efektif dibandingkan pada pesaing. Konsep ini bertumpu pada empat pilar utama: pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terintegrasi (integrated marketing), dan profitabilitas. Pasar sasaran adalah pelanggan yang dipilih untuk dilayani dengan program pemasaran khusus bagi mereka. Untuk mencapai tujuannya, setiap perusahaan mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan konsumen, sehingga dalam jangka panjang perusahaan mendapatkan keuntungan yang diharapkannya. Melalui produk yang dihasilkannya, perusahaan menciptakan dan membina langganan. Oleh karena itu, keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan usaha pemasaran dari produk yang dihasilkannya. Keberhasilan ini ditentukan oleh ketepatan produk yang dihasilkannya dalam memberikan kepuasan dari sasaran konsumen yang ditentukannya. Dengan kata lain, usaha-usaha pemasaran haruslah diarahkan pada konsumen yang ingin dituju sebagai sasaran pasarnya. Dalam hal ini, maka usaha pemasaran yang menunjang keberhasilan perusahaan haruslah didasarkan pada konsep pemasaran yang tepat untuk dapat menentukan strategi pasar yang dituju. Untuk pembahasan yang lebih terarah, terlebih dahulu perlu dibatasi pengertian pemasaran. Selanjutnya perlu ditinjau perkembangan pemikiran tentang pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran serta cakupan ruang lingkup dari manajemen pemasaran. 2.2 Kepuasan Pelanggan 2.2.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Menurut Fornell dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani (2011:192), banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dapat meningkakan loyalitas pelanggan dan mencegah perputaran pelanggan, mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan, dan meningkatkan reputasi bisnis. Menurut Oliver dalam Ali Hasan (2008:56) merumuskan bahwa kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja produk yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian, apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Ketidaksesuaian menciptakan ketidakpuasan. Menurut Walker dalam Ali Hasan (2008:57) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan: “Perbandingan antara produk yang dirasakan diprediksi sebelum produk dibeli/dikonsumsi.” dengan yang Jika yang dirasakan konsumen melebihi dugaannya, konsumen akan merasa puas, sebaliknya jika yang dirasakan lebih rendah dari harapannya, konsumen akan merasa tidak puas. Menurut Zeithami dan Bitner dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani (2011:192), bahwa faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. 2.2.2 Mengukur Tingkat Kepuasan Pelanggan Dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan Menurut Kotler & Keller (2007:179) menjelaskan, kaitan antara kepuasan pelanggan dan kesetiaan pelanggan tidak bersifat proposional. Andaikata kepuasan pelanggan di beri peringkat dengan skala satu sampai lima, pada level kepuasan pelanggan yang sangat rendah (level satu) para pelanggan cenderung menjauh perusahaan dan menyebarkan cerita jelek tetang perusahaan tersebut. Pada level dua sampai empat pelanggan agak puas, tetapi masih merasa mudah beralih ketika tawaran yang lebih baik muncul. Pada level lima, pelanggan cenderung membeli ulang dan bahkan menyampaikan cerita pujian tetang perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik akan menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan yang baik biasanya menampakan hasil yang berupa semakin banyak pelanggan yang tetap bertahan serta kenaikan penjualan. 2.2.3 Strategi Kepuasan Pelanggan Menurut Fandy Tjiptono (2008:38-39) menjelaskan bahwa strategi kepuasan pelanggan ada 2 (dua) macam, yaitu : 1. Strategi Ofensif adalah strategi yang terdiri dari 3 (tiga) orientasi utama yaitu: a) Menambah jumlah pemakai baru ada tiga cara pokok untuk mendapatkan pelanggan baru yaitu menarik kelompok penarik non-pemakai pelanggan baru, merebut pelanggan pesaing, dan menarik kembali mantan pelanggan. b) Memperluas pasar yang dilayani mencerminkan lingkup produk yang ditawarkan sebuah perusahaan dan jaringan distribusinya. Dengan demikian, strategi ini bisa diwujudkan melalui perluasan jaringan distribusi dan perluasan lini produk. c) Mencari aplikasi baru yang bersangkutan dalam strategi ini diwujudkan dengan mendemonstrasikan atau mempromosikan manfaat baru sebuah produk yag sudah ada kepada pasar (konsumen) baru. 2. Strategi Defensif adalah strategi yang terdiri dari 3 (tiga) orientasi utama yaitu: a) Menaikkan tingkat pembelian atau pemakaian dalam rangka menaikkan pembelian, perusahaan perlu mengarahkan strategi pemasarannya pada upaya meningkatkan kesediaan konsumen untuk membeli lebih sering (more often) dan/atau dalam volume pembelian yang lebih banyak (more volume). b) Meningkatkan kepuasan pelanggan sudah banyak riset akademis dan praktis yang mengungkapkan bahwa biaya merebut pelanggan baru. c) Mencari aplikasi baru produk yag bersangkutan stategi ini diwujudkan dengan mendemonstrasikan atau mempromosikan manfaat baru sebuah produk yag sudah ada kepada pasar (konsumen) saat ini (existing customers). 2.2.4 Dimensi dan Indikator Kepuasan Pelanggan Bila dilihat dari kualitas jasa yang di berikan oleh PT.Auto 2000 bandung Maka ada beberapa indikator dan dimensi yang dapat di gunakan yaitu Zeithaml dan Bitner,1996) yang dikutip oleh Tjiptono (2004:70) ada lima dimensi pokok 1. Tangible ( bukti langsung ), yakni meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan sarana komunikasi. 2. Reliability (keandalan), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk membantu pelanggan dan memberi pelayanan yang cepat tanggap. 4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya dan resiko keragu-raguan. 5. Emphaty (Empati), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami keutuhan para pelanggan. Dimensi pertama yaitu tangible, penting sebagai ukuaran pelayanan, karena pelayanan tidak dapat dilihat dan diraba. persepsi pelanggan dapat dipengaruhi oleh tangible yang baik karena merupakan bukti yang dapat dilihat berupa fasilitas fisik, perlengkapan yang digunakan, karyawan perusahaan dan sarana komunikasi yang ada. Kedua, yaitu reliability, mengukur keadaan perusahaan dalam memberikan pelayanan. Perusahaan yang reliable harus bisa meminimalisasikan kesalahan sehingga pelanggan merasa dipenuhi kebutuhannya dan merasa puas. Ketiga, yaitu responsiveness, lebih mementingkan segi waktu. Dengan kemajuan teknologi yang ada, pelanggan menuntut pelayanan yang diberikan lebih mudah dan cepat sehingga waktu yang digunakan lebih singkat. Keempat adalah assurance, berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan prilaku karyawan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan pada pelanggannya. Dimensi terakhir yaitu emphaty sangat memerlukan sentuhan pribadi dan akan sangat membantu jika perusahaan memiliki sistem database yang efektif. Pelayanan yang berempati akan mudah diciptakan apabila karyawan mengerti kebutuhan spesifik pelanggannya dan selalu berusaha memberikan pelayanan lebih baik kepada mereka. Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelang gan perusahaan pesaing). Menurut Kotler (1994) yang dikutp oleh Tjiptono (2004:148) mengemukakan beberapa metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), menyediakan kartu komentar (yang bisa diisi langsung ataupun yang bisa dikirimkan via pos kepada perusahaan), menyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines) dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan sehingga memungkinkannya untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul. 2. Survei kepuasan pelanggan Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (Mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992). Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya. 3. Ghost shopping Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produkproduk tersebut itu para ghost shopper juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya baru melakukan penilaian (misalnya: dengan cara menelpon perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan), karena bila hal ini terjadi, perilaku mereka akan sangat 'manis' dan penilaian akan menjadi bias. 4. Lost customer analysis Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Menurut Fandy Tjiptono, dkk (2008:46) ada sepuluh teori pokok kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Cognitive Disconance Theory Teori ini dikemukakan oleh Leon Festinger (1957). Teori berbasis psikologis ini berfokus pada keselarasan antara dua elemen kognitif. Jika salah satu elemen tidak sesuai dengan elemen lainnya, kedua tersebut berada dalam situasi disconance. 2. Contrast Theory Prediksi reaksi konsumen berdasarkan teori kontras justru kebalikan dengan Teory Cognitive Dissonance. Bukannya menekan dissonance konsumen malah justru akan memperbesar perbedaan antara ekspektasi dan kinerja produk/jasa. 3. Assimilation Contrast Theory Menurut teori yang diintroduksi oleh Anderson (1973) konsumen mungkin menerima penyimpangan dari ekspeksinya dalam batas tertentu. 4. Adaptation Level Theory Teori inikonsisten dengan efek ekspektasi dan dikonfirmasi terhadap kepuasan. Menurut teori ini individu hanya akan mempersepsikan stimuli berdasarkan standar yang diadaptasinya. 5. Opponent Process Theory Teori ini berusaha menjelaskan mengapa pengalaman konsumen yang pada mulanya sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang memuaskan pada kesempatan berikutnya. 6. Equity Theory Beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. 7. Customer Surplus Dalam teori ekonomi, konsumen rasional akan mengalokasikan sumber daya lengkapnya sedemikian rupa sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga produk akan sama. 8. Utility Theory Unsur pokok dalam teori ini adalah hubungan antara preferensi dan indiferensi individu terhadap serangkaian alternative berdasarkan sejumlah asumsi. 9. Alienation Dalam literatur pemasaran, alienation dipakai untuk menjelaskan ketidakpuasan pelanggan dari aspek makro khususnya menyangkut dampak ketidakefektifan pasar terhadap ketidakpuasan konsumen. 10. Communication Effect Theory Teori ini menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan pelanggan merupakan hasil dari respon konsumen terhadap perubahan komunikasi. Strategi memuaskan pelanggan menurut Fandy Tjiptono, dkk (2008:60) dikutip dari Tjiptono & Chandra (2005) yaitu: 1. Manajemen ekspektasi pelanggan adalah berusaha mengedukasi pelanggan agar mereka bisa benar-benar memahami peran, hak dan kewajiban berkenaan dengan produk/jasa. 2. Relationship marketing, berfokus pada upaya menjalin relasi positif jangka panjang yang saling menguntungkan dengan stakeholder utama perusahaan. 3. After marketing, menekankan pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis yang menguntungkan. 4. Strategi retensi pelanggan, berusaha meningkatkan retensi pelanggan melalui pemahaman atas faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan beralih pemasok. 5. Superior customer service, strategi ini diwujudkan dengan cara menawarkan layanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing. 6. Technology infusion strategy, berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter pelanggan. 7. Strategi penanganan komplain secara efektif, yaitu dengan mengandalkan empat aspek penting, empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan dalam penangganan setiap keluhan, kewajaran atau keadilan dalam memecahkan masalah dan kemudahan bagi konsumen untuk mengontak perusahaan. 8. Strategi pemulihan layanan, berusaha menangani setiap masalah dan belajar dari kegagalan produk/layanan, serta melakukan perbaikan demi penyempurnaan layanan. 2.2.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Strategi pemasaran diperlukan perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Variabel yang memperngaruhi kepuasan konsumen adalah “strategi produk, harga, promosi, lokasi, pelayanan karyawan, fasilitas dan suasana yang merupakan atribut-atribut perusahaan” (Fandi Tjiptono,2006:61). Strategi ini merupakan faktorfaktor yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen atau pelanggan. a. Produk Layanan produk yang baik dan memenuhi selera serta harapan konsumen.Produk dapat menciptakan kepuasan konsumen. Dasar penilaian terhadap pelayanan produk ini meliputi: jenis produk, mutu atau kualitas produk dan persediaan produk. b. Harga Harga merupakan bagian yang melekat pada produk yang mencerminkan seberapa besar kualitas produk tersebut. Dasar penilaian terhadap harga meliputi : tingkat harga dan kesesuaian dengan nilai jual produk, variasi atau pilihan harga terhadap produk. c. Promosi Dasar penelitian promosi yang mengenai informasi produk dan jasa perusahaan dalam usaha mengkomunikasikan manfaat produk dan jasa tersebut pada konsumen sasaran. Penelitian dalam hal ini meliputi: iklan produk dan jasa, diskon barang dan pemberian hadiah-hadiah. d. Lokasi Tempat merupakan bagian dari atribut perusahaan yang berupa lokasi perusahaan dan konsumen. Penilaian terhadap atribut. Hoffman & Bateson (1997) mengemukakan bahwa terdapat berbagai metode dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Secara umum, metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran tidak langsung terdiri dari menelusuri dan memonitor penjualan, catatan, keuntungan dan komplain pelanggan 2.3 Loyalitas Pelanggan 2.3.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya menjadi harmonis sehingga memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya kesetiaan terhadap merek serta membuat suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan Menurut Gremler dan Brown dalam Ali Hasan (2008:83) bahwa loyalitas pelanggan adalah: “Pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Definisi ini menempatkan loyalitas sebagai sebuah komimen sikap menghasilkan empat kemungkinan loyalitas, yaitu loyal, loyalitas palsu atau purapura, loyal yang tersembunyi, dan tidak loyal. Menurut Andreassen, dalam Ali Hasan (2008:79), mengemukakan loyalitas pelanggan adalah: “Perilaku yang terkait dengan merek sebuah produk, termasuk kemungkinan memperbarui kontrak merek di masa yang akan datang, berapa kemungkinan keinginan pelanggan untuk meningkatkan citra positif produk. Jika produk tidak mampu memuaskan pelanggan, pelanggan akan bereaksi dengan cara exit (pelanggan menyatakan berhenti membeli merek atau produk) dan voice (pelanggan menyatakan ketidakpuasan secara langsung pada perusahaan). Menurut Lovelock & Wright alih bahasa Agus Widyantoro (2005:133), loyalitas keputusan pelanggan untuk secara sukarela terus belangganan dengan perusahaan tertentu dalam jangka waktu yang lama. Definisi loyalitas menurut Griffin (2005;5) adalah : ”Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelain non random diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambilan keputusan.” Menurut Asker dalam Ali Hasan (2008:79), mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan terhadap merek merupakan salah satu dari aset merek, yang menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas, karena untuk membangun banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama. Menurut Ajzen dalam Ali Hasan (2008:86) Loyalitas merupakan kondisi psikologis (attitudinal dan behavioral) yang yang berkaitan dengan sikap terhadap produk, konsumen akan membentuk keyakinan, menetapkan suka dan tidak suka, dan memutuskan apakah mereka ingin membeli produk. Menurut Cambridge International Dictionaries dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani (2011:174), pelanggan adalah: “one who frequents any place of sale for the sake or purchasing goods or wares or customer is one who frequents or visit any place for procuring what he wants” Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan atau pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi apa yang diinginkan. Menurut Kotler dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani (2011:192), pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan berikut : 1. Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen dan pelanggan. 2. Perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi didalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk didalamnya adalah memperbaiki cara berpikir, perilaku, kemampuan, dan pengetahuan dari semua sumber daya manusia yang ada. 3. Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan. Dengan membentuk sistem saran dan kritik. 4. Mengembangkan dari menerapkan accountable, partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran. proactive, dan Mengacu pada pendapat Kotler dan Keller (2009), terdapat 5 jenis kegiatan pemasaran yang sering digunakan perusahaan untuk meningkatkan loyalitas dan retensi pelanggan yaitu: 1. Pemasaran dasar Wiraniaga menjual produknya begitu saja. 2. Pemasaran reaktif Wiraniaga menjual produknya dan mendorong pelanggan untuk menghubunginya jika mempunyai pertanyaan, komentar, atau keluhan. 3. Pemasaran bertanggung jawab Wiraniaga menelepon pelanggan untuk menanyakan apakah produknya memenuhi harapan pelanggan. Wiraniaga tersebut juga meminta saran perbaikan produk atau pelayanan dan menanyakan apa saja kekecewaannya. 4. Pemasaran proaktif Wiraniaga menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk menyarankan penggunaan produk yang sudah diperbaiki atau produk baru. 5. Pemasaran kemitraan Perusahaan terus bekerja sama dengan pelanggan utukmenemukan caracara penghematan bagi pelanggan atau membantu pelanggan memperbaiki kinerjanya. 2.3.2 Dimensi dan Indikator Loyalitas Pelanggan Menurut Ali Hasan (2008:86), Loyalitas berkembang mengikuti ampat tahap, yaitu : 1. Loyalitas Kognitif Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap ini menggunakan basis informasi yang memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya, loyalitasnya hanya didasarkan pada aspek kognisi saja. 2. Loyalitas Afektif Loyalitas tahap ini didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa prakonsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya (masa pascakonsumsi). 3. Loyalitas Konatif Dimensi konatif (niat melakukan) yang dipengaruhi oleh perubahanperubahan afektif terhadap merek. Konatif menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu kearah tujuan tertentu. 4. Loyalitas Tindakan Meskipun pembelian ulang adalah suatuhal yang sangat penting bagi pemasar, penginterpretasian loyalitas hanya pada pembelianulang saja tidak cukup, karna pelanggan yang membeli ulang belum tentu mempunyai sikap positif terhadap barang atau jasa yang dibeli. Pembelian ulang dlakkan bukan karena puas, melainkan mungkin karena terpaksa ata fakor lainnya, ini tidak termasuk dimensi loyal. Oleh karena itu, untu mengenali perilaku loyal dilihat daridimensi ini ialah dari komitmen pembelian ulang yang ditujukan pada suatu produk dalam kurun waktu tertentu secara teratur. Banyak yang menyaksikan betapa sulitnya menjamin bahwa pelanggan akan membeli ulang dari penyedia yang sama jika ada pilihan lan yang lebih menarik baik dari segi harga maupun pelayanannya. Menurut Griffin (2005;31), loyalitas pelanggan dalam kaitannya dengan perilaku pembelian ditandai dengan adanya : 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan oleh perusahaan. 2. Melakukan pembelian antarlini produk dan jasa Pelanggan melakukan pembelian antarlini produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. 3. Mereferensikan kepada orang lain Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut terhadap orang lain. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tariakan pesaing Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing. Menurut Ali Hasan (2008:91), menjelaskan ada berbagai cara dalam mengukur loyalitas yaitu : 1. Loyalitas pelanggan dapat ditelusuri melalui ukuran- ukuran, seperti defection rate, jumlah dan kontinuitas pelanggan inti, longevity of core customers, dan nilai bagi pelanggan inti sebagai hasil suatu kualitas, produktivitas, reduksi biaya dari waktu siklus yang singkat). 2. Data loyalitas diperoleh dari umpan balik pelanggan yang dapat dikumpulkan melalui berbagai cara yang tingkat efektifitasnya bervariasi. 3. Lost customers analyst, analisa non pelanggan, masukan dari karyawan, masukan dari distributor atau pengecer, wawancara individual secara mendalam. Menganalisa umpan balik dari pelanggan, mantan pelanggan, non pelanggan, dan pesaing. 2.3.3 Upaya mempertahankan loyalitas pelanggan Dalam Ali Hasan (2008:91) mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap suatu produk ataupun perusahaan hendaknya terus dipertahankan, karena pelanggan yang loyal merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan, sementara itu unuk mempertahankan loyalitas pelanggan, perusahaan untuk melakukan hal- hal berikut : 1. Customer Bonding 2. Mengelola Inelastis Demand 3. Kualitas produk 4. Promosi penjualan 5. Relation marketing 6. Mengidentifikasi customer requirements 7. Perbakan berkesinambungan 8. Meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan menyarankan 9. Bahagiakan pelanggan 10. Mengoptimalkan quality function development 11. Komitmen organisasi 12. Membina keakraban dengan pelanggan. 2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Marconi (dalam Priyanto Doyo 2006:45 ) menyebutkan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh terhadap suatu produk atau jasa adalah sebagai berikut: 1. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan sepatu “specs“ dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta harganya. 2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek. 3) Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan sepatu “specs“. Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan terhadap pasar yang menuntut akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan. 4) Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen 5) Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh sepatu “specs“ dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek tersebut. 6) Garansi dan jaminan yang diberikan oleh sepatu “specs“. Menurut Aaker (dalam Joko Riyadi 1999: 58) faktor-faktor yang mempengaruhi kesetiaan konsumen sebagai berikut : 1. Kepuasan (Satisfaction) Konsumen akan loyal terhadap suatu produk bila ia mendapatkan kepuasan dari produk tersebut. Karena itu, bila konsumen mencoba beberapa macam produk melampaui kriteria kepuasan kepuasan produk atau tidak. Bila setelah mencoba dan responnya baik, maka berarti konsumen tersebut puas sehingga akan memutuskan membeli produk tersebut secara konsisten sepanjang waktu. Ini berarti telah tercipta kesetiaan konsumen terhadap produk tersebut. 2. Perilaku Kebiasaan (Habitual Behavior) Kesetiaan konsumen dapat dibentuk karena kebiasaan konsumen. Apabila yang dilakukan sudah merupakan kebiasaan, maka pembeli tersebut tidak melalui tidak lagi melalui pengambilan keputusan yang panjang. Pada kondisi ini, dapat dikatakan bahwa konsumen akan tetap membeli produk tersebut, yaitu konsumen akan tetap membeli produk yang sama untuk suatu jenis produk dan cenderung tidak berganti-ganti produk. 3. Komitmen (Commitment) Dalam suatu produk yang kuat terdapat konsumen yang memiliki komitmen dalam jumlah yang banyak. Kesetiaan konsumen akan timbul bila ada kepercayaan dari konsumen terhadap produk-produk sehingga ada komunikasi dan interaksi diantara konsumennya, yaitu dengan membicarakan produk tersebut. 4. Kesukaan Produk (Linking of The Brand) Kesetiaan yang terbentuk dan dipengaruhi oleh tingkat kesetiaan konsumen secara umum. Tingkat kesetiaan tersebut dapat diukur mulai timbulnya kesukaan terhadap produk sampai ada kepercayaan dari produk tersebut berkenaan dari kinerja dari produk-produk tersebut. Konsumen yang dikatakan loyal adalah konsumen yang berulang kali membeli produk tersebut bukan karena adanyapenawaran khusus, tetapi karena konsumen percaya terhadap produk tersebut memiliki kualitas yang sama sehingga member tingkatan yang sama pada produknya. 5. Biaya Pengalihan ( Switching Cost) Adanya perbedaan pengorbanan dan atau resiko kegagalan, biaya, energi, dan fisik yang dikeluarkan konsumen karena dia memilih salah satu alternatif. Bila biaya pengalihan besar, maka konsumen akan berhati-hati untuk berpindah ke produk yang lain karena resiko kegagalan yang juga besar sehingga konsumen cenderung loyal. 2.3.5 Tahap Pertumbuhan Loyalitas Pelanggan Secara sederhana sebelum membeli suatu barang atau jasa, konsumen membentuk suatu keyakinan dalam dirinya tentang produk tersebut, kemudian memiliki perasaan suka atau tidak suka dan pada akhirnya akan mengambil suatu keputusan. Untuk menjadikan para calon pembeli untuk menjadi loyal kepada perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan sangatlah penting oleh karena itu ada beberapa tahapan untuk menjadikan calon pembeli menjadi pelanggan yang loyal, menurut Griffin (2002:35) adalah: 1. Suspects Meliputi semua orang yang akan membeli barang perusahaan. Kita menyebutnya suspect karena yakin bahwa mereka akan berbuat tetapi belum tau apapun mengenai perusahaan, barang dan jasa yang ditawarkan. 2. Prospects Adakah orang-orang yang memiliki produk dan jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya, para prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan, barang dan jasa yang ditawarkannya. 3. Disqualified prospect Adalah prospect yang mengetahui keberadaan barang dan jasa tetapi tidak mempunyai kebutuhan dan kemampuan untuk membeli, disini konsumen sudah mengetahui harga atau tarif dari barang dan jasa yang ditawarkan. 4. First time customer (pelanggan pemula) Konsumen yang membeli pertama kali, mereka masih menjadi konsumen dari produk dan jasa pesaing. 5. Repeat customer (pelanggan berulang) Konsumen yang telah melakukan pembelian berulang suatu produk sebanyak dua kali atau lebih, biasa produk yang sama atau produk yang berada dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Client (pelanggan tetap) Konsumen yang membeli semua produk yang ditawarkan dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan pesaing lain. 7. Advocates (penganjur) Seperti halnya clients, advocates membeli barang dan jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta merupakan pembelian secara teratur, selain itu mereka mendorong teman-temannya agar membeli barang dan jasa perusahaan tersebut pada orang lain, dengan begitu dengan tidak secara langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. Beberapa tahapan untuk menjadikan calon pembeli menjadi pelanggan yang loyal di atas seperti Suspects, Prospects, Disqualified prospect, First time customer (pelanggan pemula), Repeat customer (pelanggan berulang), Client (pelanggan tetap), Advocates (penganjur) diungkapkan oleh Griffin dengan istilah Generator System. Adapun istilah Generator System dalam tahapan loyalitas pelanggan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 Gambar 2.1 Tahapan loyalitas yang diungkapkan Griffin dengan istilah Generator System Loyality Tools Suspects Prospects Disqualified prospects First time Repeat Client In Active Client Or Customer Sumber : Jill Griffin (2002 : 36) Memasuki millennium baru, orientasi perusahaan masa depan mengalami pergeseran dari pendekatan konvensional kearah pendekatan kontemperer. Pendekatan konvensional menekankan kepuasan pelanggan, reduksi biaya, pangsa pasar, dan riset pasar. Sedangkan pendekatan kontemporer berfokus pada loyalitas pelanggan, retensi pelanggan, zero defections, dan life long customers. Fandy Tjiptono (2000 :107) menyatakan bahwa “oleh sebab itu kepuasan pelanggan harus disertai loyalitas pelanggan. Pelanggan yang benar-benar loyal bukan saja sangat potensial menjadi word-of-mouth advertisers, namun juga kemungkinan besar loyal pada portofolio produk dan jasa perusahaan untuk jangka waktu yang lama”. Fandy Tjiptono (2000 : 108) juga menyatakan bahwa : ”Perilaku pembelian ulang kerapkali dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Akan tetapi, ada perbedaan diantara keduanya. Bila Loyalitas merek mencerminkan identitas terhadap merek tertentu, maka prilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali (bisa hanya satu-satunya merek yang tersedia, merek termurah dan sebagainya).” Pembelian ulang dapat merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih, selain itu pembelian ulang dapat pula merupakan hasil dari upaya promosi yang terus menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali produk yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar dan upaya dominasi intensif, pelanggan sangat mungkin beralih merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung terikat pada merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia produk alternatif lainnya. Ketika berbicara masalah loyalitas pelanggan, tak dapat dipungkiri kepuasan atas produk dan jasa yang kita tawarkan menjadi faktor menentukan untuk menuju loyalitas. Selain itu berjuta-uta rupiah dibelanjakan untuk dapat mencegah mereka agar tidak berpindah kepada kompetitor lainnya didunia pemasaran. Persoalannya bukan bahwa loyalitas penting bagi perusahaan, namun bagaimana kita mencapai loyalitas pelanggan sebaik-baiknya. Kesimpulan yang didapat bahwa melibatkan pelanggan di dalam proses bisnis perusahaan merupakan inti dari keseluruhan upaya membangun loyalitas pelanggan. Pada pengertian yang lebih luas terhadap loyalitas pelanggan dapat di definisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap positif yang tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten (Tjiptono, 2000:110). Definisi tersebut mencakup dua komponen penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Menurut Tjiptono, kombinasi kedua komponen itu menghasilkan empat situasi kemungkinan loyalitas yaitu : no loyalty, spurious loyalty, latent loyalty, dan loyalty. 1. No Loyalty Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebab, yang pertama sikap yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk atau jasa baru diperkenalkan dan atau pemasarnya tidak mampu mengkonsumsikan keunggulan unik produknya. Penyebab yang kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama. Konsekuensinya, pemasar mungkin sangat sukar membentuk sikap yang positif atau kuat terhadap produk atau perusahaannya. 2. Spurious Loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor non-sikap terhadap perilaku, misalnya norma subyektif dan faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional. Dalam konteks produk industrial, pengaruh sosial juga dapat menimbulkan spurious loyalty. Jika disertai penyempurnaan kualitas produk dan komunikasi pemasaran, ikatan sosial semacam itu dapat semakin memperkokoh loyalitas pelanggan. 3. Latent Loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non-sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat dari pada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. 4. Loyality Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, di mana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Loyalitas harus dipertahankan untuk dapat terciptanya pembelian ulang, perusahaan tidak hanya dapat menyandarkan pada kepuasan yang dirasakan pelanggan, tetapi lebih dari itu bahwa kepercayaan merupakan perantara kunci dalam membangun keberhasilan pertukaran hubungan serta membangun loyalitas yang tinggi. Disamping itu kepuasan terhadap produk dan jasa merupakan kepuasan yang dirasakan pelanggan sesuai dengan harapan pelanggan, hal ini mempunyai pengaruh terhadap loyalitas pelanggan. 2.4 Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan, karenanya suatu perusahaan perlu menciptakan ikatan yang kuat dengan para pelanggan dengan cara menciptakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan dan menyentuh emosi pelanggan pada produk atau jasa yang ditawarkan. Experiential marketing adalah konsep pemasaran yang menekankan kinerja produk atau jasa dalam memberikan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan pelanggan. Pendekatan ini dilakukan untuk melengkapi pendekatan tradisional dengan cara menghadirkan pengalaman-pengalaman unik, positif dan mengesankan yang membentuk pengalaman yang tidak terlupakan bagi pelanggan. Pengalaman tak terlupakan tersebut adalah berupa nilai manfaat emosional yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan menjadi keunggulan perusahaan yang sulit ditiru oleh pesaing. Menurut Mohsan, Nawaz, Khan, Shaukat, dan Aslam (2011), hubungan kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan adalah: Based on the views and research done by numerous researchers and academicians, it can be concluded that customer satisfaction is very important. Thus, though customer satisfaction does not guarantee repeat purchases on the part of the customers but still it plays a very important part in ensuring customer loyalty and retention. However this point has been echoed by lots of organizational critics when they said that customer satisfaction is a direct determining factor in customer loyalty which in turn prevent them to switch to other financial service providers. Therefore organizations should always strive to ensure that their customers are very satisfied. Customer loyalty and retention is potentially one of the most powerful weapons that financial institutions of 21st century can employ in their fight to gain a strategic advantage and survive in today’s ever-increasing competitive environment. Maksud dari kutipan tersebut adalah kepuasan pelanggan sangat penting, meskipun tidak menjamin terjadi pembelian berulang tapi masih berperan penting dalam memastikan loyalitas dan retensi pelanggan. Menurut Ali Hasan (2008:83) hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan tertuang dalam : Tabel 2.1 Hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan Sumber : Ali Hasan (2008:83)