Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran sekarang ini ditandai dengan sejumlah perubahan- perubahan
penting. Orientasinya tidak lagi menciptakan keuntungan sebesar-besamya,
rnelainkan menciptakan pelanggan sebanyak mungkin melalui kepuasan
konsumen (customer satisfaction). Produsen selalu berusaha agar melalui produk
yang dihasilkannya, tujuan dan sasaran perusahaan dapat tercapai. Melalui produk
yang dijualnya, perusahaan dapat menjamin kehidupannya atau menjaga
kestabilan usahanya untuk dapat berkembang. Dalam rangka inilah produsen
harus memikirkan kegiatan pemasaran produknya, jauhsebelum produk ini
dihasilkan sampai produk tersebut dikonsumsikan oleh konsumen akhir.
Pemasaran tidak boleh dilihat secara sempit sebagai tugas mencari caracara yang cerdik untuk menjual produk-produk perusahaan. Banyak orang
mengaburkan pemasaran dengan sub fungsiya, seperti iklan dan penjualan.
Pemasaran haruslah dibedakan dengan penjualan, karena sesungguhnya
pemasaran merupakan penggabungan dari berbagai fungsi yang terpisah yaitu:
penjualan, periklanan, penelitian pemasaran, pengembangan hasil produk baru,
pelayanan pelanggan, dan distribusi.
Menurut Kotler dan Keller (2007), pemasaran adalah :
“Proses sosial individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,
dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain. “
Tugas pemasar adalah merencanakan kegiatan pemasaran dan merakit
program
pemasaran
yang
sepenuhnya
terpadu
untuk
menciptakan,
mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai bagi konsumen. Program pemasaran
terdiri dari sejumlah keputusan tentang kegiatan pemasaran yang meningkatkan
nilai untuk digunakan. Kegiatan-kegiatan pemasaran tampil dalam semua bentuk.
Satu lukisan tradisional tentang kegiatan pemasaran adalah dari segi bauran
pemasaran, yang didefinisikan sebagai perangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahan untuk mengejar tujuan pemasarannya. Alat-alat ini diklasifikasikan
menjadi empat kelompok besar, yang disebut empat P tentang pemasaran produk:
produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
Menurut Kotler dan Armstrong (2006), pemasaran adalah :
”Proses perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan
untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya”
Pemasaran
mencakup
usaha
perusahaan
yang
dimulai
dengan
mengindentifisir kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk
yang hendak diproduksi, menentukan harga produk yang sesuai, menentukan caracara promosi dan penyaluran/penjualan produk tersebut. Jadi, kegiatan pemasaran
adalah kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan sebagai suatu sistem.
Pengertian pemasaran lebih luas dari distribusi, sebab distribusi hanya merupakan
penyaluran barang dari produsen ke konsumen, sedangkan kegiatan pemasaran
sudah berjalan sebelum mengadakan produksi barang dan pemasaran bersifat
dinamis serta selalu mengikuti perkembangan zaman. Pemasaran diarahkan pada
suatu proses pertukaran antara produsen dan konsumen dengan memberikan
kepuasan pada konsumen serta imbalan yang wajar diterima oleh produsen.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran terjadi apabila sekurang-kurangnya satu pihak dari
pertukaran potensial memikirkan cara untuk mendapatkan tanggapan dari pihak
lain sesuai dengan yang dikehendaki. Mengelola pemasaran perusahaan
diperlukan sejumlah upaya dan keterampilan penting. Untuk lebih jelasnya dapat
diperhatikan defenisi manajemen pemasaran berikut ini :
Menurut (Kotler,2009:5) pengertian manajemen pemasaran adalah:
“Seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan,
serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan
dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul
Defenisi tersebut menguraikan bahwa manajemen pemasaran adalah proses yang
melibatkan analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian; yang mencakup
barang, jasa, dan gagasan; yang tergantung pada pertukaran; dan dengan tujuan
menghasilkan
kepuasan
bagi
pihak-pihak
yang
terlibat.
Manajemen
pemasaranmempengaruhi tingkat, waktu dan komposisi permintaan sehingga
membantu perusahaan mencapai tujuannya.
Definisi lain mengenai manajemen Pemasaran menurut Alma (2004:130)
adalah:
“Manajemen pemasaran adalah proses untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu
atau oleh perusahaan“.
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran
merupakan
suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengarahan,
pengendalian produk atau jasa, penetapan harga, distribusi , dan promosinya
dengan tujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya.
Chandra (2002 : 1) mengemukakan bahwa dalam implementasinya,
organisasi menggunakan serangkaian alat pemasaran yang dikenal dengan istilah
bauran pemasaran (marketing mix) yang meliputi:
1. Produk (product), terdiri atas variasi produk, kualitas, desain, fitur, nama
merek, kemasan, ukuran, layanan, garansi, dan retur.
2. Harga (price), terdiri dari harga katalog, diskon, potongan khusus, periode
pembayaran, dan persyaratan kredit.
3. Promosi (promotion), terdiri atas promosi penjualan, periklanan, personal
selling, public relations, dan direct marketing.
4. Distribusi (distribution), terdiri dari saluran distribusi, cakupan distribusi,
kelengkapan produk, lokasi, sediaan, fasilitas penyimpanan, dan transportasi.
Sementara itu, filosofi pemasaran mengalami evolusi dari orientasi internal
(inward looking) menuju orientasi eksternal (outward looking). Orientasi
internal tercermin dalam konsep produksi, konsep produk dan konsep
penjualan, sedangkan orientasi eksternal direfleksikan dalam konsep
pemasaran dan konsep pemasaran sosial. Kendati demikian, setiap konsep
memiliki keunikan dan konteks aplikasinya masing-masing.
5. Konsep produksi (production concept)
Berkeyakinan bahwa konsumen akan menyukai produk-produk yang tersedia
dimana-mana dan harganya murah. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi
pada upaya menciptakan efisiensi produksi, biaya rendah, dan distribusi
massal. Dengan demikian, fokus utama konsep ini adalah distribusi dan harga.
Konsep ini masih banyak dijumpai di negara-negara berkembang, seperti
Indonesia, apalagi dalam situasi krisis moneter seperti saat ini.
6. Konsep produk (product concept)
Berpandangan bahwa konsumen akan menyukai produk-produk yang
memberikan kualitas, kinerja atau fitur inovatif terbaik. Penganut konsep ini
akan
berkonsentrasi
pada
upaya
penciptaan
produk
superior
dan
penyempurnaan kualitasnya. Jadi, fokus utamanya adalah pada aspek produk.
Konsep ini sering dijumpai dalam pemasaran produk elektronik, komputer,
dan karya seni (seperti film, lukisan, dan novel).
7. Konsep penjualan (selling concept)
Berkeyakinan bahwa konsumen tidak akan tertarik untuk membeli produk
dalam jumlah banyak, jika mereka tidak diyakinkan dan bahkan bila perlu
dibujuk. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi pada usaha-usaha promosi
dan penjualan yang agresif. Konsep ini banyak dijumpai pada penjualan
usought godds (seperti asuransi, ensiklopedia, dan batu nisan); pemasaran
nirlaba (seperti penggalangan dana, partai politik, dan universitas), dan situasi
overcapacity (penawaran jauh melampaui permintaan).
8. Konsep pemasaran (marketing concept)
Berpandangan bahwa kunci untuk mewujudkan tujuan organisasi terletak pada
kemampuan
organisasi
dalam
menciptakan,
memberikan,
dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer value) kepada pasar
sasarannya secara lebih efektif dibandingkan pada pesaing. Konsep ini
bertumpu pada empat pilar utama: pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,
pemasaran terintegrasi (integrated marketing), dan profitabilitas. Pasar sasaran
adalah pelanggan yang dipilih untuk dilayani dengan program pemasaran
khusus bagi mereka.
Untuk mencapai tujuannya, setiap perusahaan mengarahkan kegiatan
usahanya untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan
konsumen, sehingga dalam jangka panjang perusahaan mendapatkan keuntungan
yang
diharapkannya.
Melalui
produk
yang
dihasilkannya,
perusahaan
menciptakan dan membina langganan. Oleh karena itu, keberhasilan suatu
perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan usaha pemasaran dari produk
yang dihasilkannya. Keberhasilan ini ditentukan oleh ketepatan produk yang
dihasilkannya dalam memberikan kepuasan dari sasaran konsumen yang
ditentukannya. Dengan kata lain, usaha-usaha pemasaran haruslah diarahkan pada
konsumen yang ingin dituju sebagai sasaran pasarnya. Dalam hal ini, maka usaha
pemasaran yang menunjang keberhasilan perusahaan haruslah didasarkan pada
konsep pemasaran yang tepat untuk dapat menentukan strategi pasar yang dituju.
Untuk pembahasan yang lebih terarah, terlebih dahulu perlu dibatasi pengertian
pemasaran. Selanjutnya perlu ditinjau perkembangan pemikiran tentang
pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran serta cakupan ruang lingkup dari
manajemen pemasaran.
2.2
Kepuasan Pelanggan
2.2.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Menurut Fornell dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani (2011:192),
banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya tingkat
kepuasan pelanggan yang tinggi. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dapat
meningkakan
loyalitas
pelanggan dan mencegah perputaran pelanggan,
mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya kegagalan
pemasaran, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh meningkatnya
jumlah pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan, dan meningkatkan reputasi
bisnis.
Menurut Oliver dalam Ali Hasan (2008:56) merumuskan bahwa
kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja
produk yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian, apabila
persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah
ketidakpuasan. Ketidaksesuaian menciptakan ketidakpuasan.
Menurut Walker dalam Ali Hasan (2008:57) mengatakan bahwa
kepuasan pelanggan merupakan:
“Perbandingan antara produk yang dirasakan
diprediksi sebelum produk dibeli/dikonsumsi.”
dengan
yang
Jika yang dirasakan konsumen melebihi dugaannya, konsumen akan
merasa puas, sebaliknya jika yang dirasakan lebih rendah dari harapannya,
konsumen akan merasa tidak puas.
Menurut Zeithami dan Bitner dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani
(2011:192), bahwa faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi
pelanggan terhadap kualitas jasa.
2.2.2 Mengukur Tingkat Kepuasan Pelanggan
Dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan Menurut Kotler & Keller
(2007:179) menjelaskan, kaitan antara kepuasan pelanggan dan kesetiaan
pelanggan tidak bersifat proposional. Andaikata kepuasan pelanggan di beri
peringkat dengan skala satu sampai lima, pada level kepuasan pelanggan yang
sangat rendah (level satu) para pelanggan cenderung menjauh perusahaan dan
menyebarkan cerita jelek tetang perusahaan tersebut. Pada level dua sampai empat
pelanggan agak puas, tetapi masih merasa mudah beralih ketika tawaran yang
lebih baik muncul. Pada level lima, pelanggan cenderung membeli ulang dan
bahkan menyampaikan cerita pujian tetang perusahaan. Kualitas pelayanan yang
baik akan menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan yang baik
biasanya menampakan hasil yang berupa semakin banyak pelanggan yang tetap
bertahan serta kenaikan penjualan.
2.2.3 Strategi Kepuasan Pelanggan
Menurut Fandy Tjiptono (2008:38-39) menjelaskan bahwa strategi
kepuasan pelanggan ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Strategi Ofensif adalah strategi yang terdiri dari 3 (tiga) orientasi utama yaitu:
a) Menambah jumlah pemakai baru ada tiga cara pokok untuk mendapatkan
pelanggan baru yaitu menarik kelompok penarik non-pemakai pelanggan
baru, merebut pelanggan pesaing, dan menarik kembali mantan pelanggan.
b) Memperluas pasar yang dilayani mencerminkan lingkup produk yang
ditawarkan sebuah perusahaan dan jaringan distribusinya. Dengan
demikian, strategi ini bisa diwujudkan melalui perluasan jaringan
distribusi dan perluasan lini produk.
c) Mencari aplikasi baru yang bersangkutan dalam strategi ini diwujudkan
dengan mendemonstrasikan atau mempromosikan manfaat baru sebuah
produk yag sudah ada kepada pasar (konsumen) baru.
2. Strategi Defensif adalah strategi yang terdiri dari 3 (tiga) orientasi utama
yaitu:
a) Menaikkan tingkat pembelian atau pemakaian dalam rangka menaikkan
pembelian, perusahaan perlu mengarahkan strategi pemasarannya pada
upaya meningkatkan kesediaan konsumen untuk membeli lebih sering
(more often) dan/atau dalam volume pembelian yang lebih banyak (more
volume).
b) Meningkatkan kepuasan pelanggan sudah banyak riset akademis dan
praktis yang mengungkapkan bahwa biaya merebut pelanggan baru.
c) Mencari aplikasi baru produk yag bersangkutan stategi ini diwujudkan
dengan mendemonstrasikan atau mempromosikan manfaat baru sebuah
produk yag sudah ada kepada pasar (konsumen) saat ini (existing
customers).
2.2.4 Dimensi dan Indikator Kepuasan Pelanggan
Bila dilihat dari kualitas jasa yang di berikan oleh PT.Auto 2000 bandung
Maka ada beberapa indikator dan dimensi yang dapat di gunakan yaitu Zeithaml
dan Bitner,1996) yang dikutip oleh Tjiptono (2004:70) ada lima dimensi pokok
1. Tangible ( bukti langsung ), yakni meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
karyawan dan sarana komunikasi.
2. Reliability (keandalan), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk
membantu
pelanggan dan memberi pelayanan yang cepat tanggap.
4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya dan
resiko keragu-raguan.
5. Emphaty (Empati), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami keutuhan para
pelanggan.
Dimensi pertama yaitu tangible, penting sebagai ukuaran pelayanan,
karena pelayanan tidak dapat dilihat dan diraba. persepsi pelanggan dapat
dipengaruhi oleh tangible yang baik karena merupakan bukti yang dapat dilihat
berupa fasilitas fisik, perlengkapan yang digunakan, karyawan perusahaan dan
sarana komunikasi yang ada. Kedua, yaitu reliability, mengukur keadaan
perusahaan dalam memberikan pelayanan. Perusahaan yang reliable harus bisa
meminimalisasikan kesalahan sehingga pelanggan merasa dipenuhi kebutuhannya
dan merasa puas. Ketiga, yaitu responsiveness, lebih mementingkan segi waktu.
Dengan kemajuan teknologi yang ada, pelanggan menuntut pelayanan yang
diberikan lebih mudah dan cepat sehingga waktu yang digunakan lebih singkat.
Keempat adalah assurance, berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan
prilaku karyawan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan pada
pelanggannya. Dimensi terakhir yaitu emphaty sangat memerlukan sentuhan
pribadi dan akan sangat membantu jika perusahaan memiliki sistem database
yang efektif. Pelayanan yang berempati akan mudah diciptakan apabila karyawan
mengerti kebutuhan spesifik pelanggannya dan selalu berusaha memberikan
pelayanan lebih baik kepada mereka.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan
untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelang gan
perusahaan pesaing).
Menurut Kotler (1994) yang dikutp oleh Tjiptono (2004:148)
mengemukakan beberapa metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)
perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya
untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang
bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat
strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan),
menyediakan kartu komentar (yang bisa diisi langsung ataupun yang bisa
dikirimkan via pos kepada perusahaan), menyediakan saluran telepon
khusus (customer hot lines) dan lain-lain. Informasi yang diperoleh
melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang
berharga
kepada
perusahaan
sehingga
memungkinkannya
untuk
memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah
yang timbul.
2. Survei kepuasan pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan
dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun
wawancara pribadi (Mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson,
1992). Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga
memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian
kepada pelanggannya.
3. Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial
produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan
dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produkproduk tersebut itu para ghost shopper juga dapat mengamati atau menilai
cara perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan
menangani setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun
langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana
karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para pelanggannya. Tentunya
karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya baru melakukan penilaian
(misalnya: dengan cara menelpon perusahaannya sendiri dan mengajukan
berbagai keluhan atau pertanyaan), karena bila hal ini terjadi, perilaku mereka
akan sangat 'manis' dan penilaian akan menjadi bias.
4. Lost customer analysis
Metode
ini
sedikit
unik.
Perusahaan
berusaha
menghubungi
para
pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok.
Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal
tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil
kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan.
Menurut Fandy Tjiptono, dkk (2008:46) ada sepuluh teori pokok kepuasan
pelanggan, yaitu:
1. Cognitive Disconance Theory
Teori ini dikemukakan oleh Leon Festinger (1957). Teori berbasis
psikologis ini berfokus pada keselarasan antara dua elemen kognitif. Jika
salah satu elemen tidak sesuai dengan elemen lainnya, kedua tersebut
berada dalam situasi disconance.
2.
Contrast Theory
Prediksi reaksi konsumen berdasarkan teori kontras justru
kebalikan dengan Teory Cognitive Dissonance. Bukannya menekan
dissonance konsumen malah justru akan memperbesar perbedaan antara
ekspektasi dan kinerja produk/jasa.
3. Assimilation Contrast Theory
Menurut teori yang diintroduksi oleh Anderson (1973) konsumen
mungkin menerima penyimpangan dari ekspeksinya dalam batas tertentu.
4. Adaptation Level Theory
Teori inikonsisten dengan efek ekspektasi dan dikonfirmasi terhadap
kepuasan. Menurut teori ini individu hanya akan mempersepsikan stimuli
berdasarkan standar yang diadaptasinya.
5. Opponent Process Theory
Teori ini berusaha menjelaskan mengapa pengalaman konsumen
yang pada mulanya sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang
memuaskan pada kesempatan berikutnya.
6. Equity Theory
Beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya dengan
rasio input dan hasil mitra pertukarannya.
7. Customer Surplus
Dalam teori ekonomi, konsumen rasional akan mengalokasikan
sumber daya lengkapnya sedemikian rupa sehingga rasio antara utilitas
marjinal dan harga produk akan sama.
8. Utility Theory
Unsur pokok dalam teori ini adalah hubungan antara preferensi dan
indiferensi individu terhadap serangkaian alternative berdasarkan sejumlah
asumsi.
9. Alienation
Dalam literatur pemasaran, alienation dipakai untuk menjelaskan
ketidakpuasan pelanggan dari aspek makro khususnya menyangkut
dampak ketidakefektifan pasar terhadap ketidakpuasan konsumen.
10. Communication Effect Theory
Teori ini menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan pelanggan
merupakan hasil dari respon konsumen terhadap perubahan komunikasi.
Strategi memuaskan pelanggan menurut Fandy Tjiptono, dkk (2008:60) dikutip
dari Tjiptono & Chandra (2005) yaitu:
1. Manajemen ekspektasi pelanggan adalah berusaha mengedukasi pelanggan
agar mereka bisa benar-benar memahami peran, hak dan kewajiban
berkenaan dengan produk/jasa.
2. Relationship marketing, berfokus pada upaya menjalin relasi positif jangka
panjang yang saling menguntungkan dengan stakeholder utama perusahaan.
3. After marketing, menekankan pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini
sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis yang
menguntungkan.
4. Strategi retensi pelanggan, berusaha meningkatkan retensi pelanggan melalui
pemahaman atas faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan beralih
pemasok.
5. Superior customer service, strategi ini diwujudkan dengan cara menawarkan
layanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing.
6. Technology infusion strategy, berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi
untuk meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter
pelanggan.
7. Strategi penanganan komplain secara efektif, yaitu dengan mengandalkan
empat aspek penting, empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan
dalam penangganan setiap keluhan, kewajaran atau keadilan dalam
memecahkan masalah dan kemudahan bagi konsumen untuk mengontak
perusahaan.
8. Strategi pemulihan layanan, berusaha menangani setiap masalah dan belajar
dari
kegagalan
produk/layanan,
serta
melakukan
perbaikan
demi
penyempurnaan layanan.
2.2.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Strategi pemasaran diperlukan perusahaan untuk memberikan kepuasan
kepada pelanggan. Variabel yang memperngaruhi kepuasan konsumen adalah
“strategi produk, harga, promosi, lokasi, pelayanan karyawan, fasilitas dan
suasana yang merupakan atribut-atribut perusahaan” (Fandi Tjiptono,2006:61).
Strategi ini merupakan faktorfaktor yang memberikan pengaruh terhadap
kepuasan konsumen atau pelanggan.
a. Produk
Layanan
produk
yang
baik
dan
memenuhi
selera
serta
harapan
konsumen.Produk dapat menciptakan kepuasan konsumen. Dasar penilaian
terhadap pelayanan produk ini meliputi: jenis produk, mutu atau kualitas
produk dan persediaan produk.
b. Harga
Harga merupakan bagian yang melekat pada produk yang mencerminkan
seberapa besar kualitas produk tersebut. Dasar penilaian terhadap harga
meliputi : tingkat harga dan kesesuaian dengan nilai jual produk, variasi atau
pilihan harga terhadap produk.
c. Promosi
Dasar penelitian promosi yang mengenai informasi produk dan jasa
perusahaan dalam usaha mengkomunikasikan manfaat produk dan jasa
tersebut pada konsumen sasaran. Penelitian dalam hal ini meliputi: iklan
produk dan jasa, diskon barang dan pemberian hadiah-hadiah.
d. Lokasi
Tempat merupakan bagian dari atribut perusahaan yang berupa lokasi
perusahaan dan konsumen. Penilaian terhadap atribut.
Hoffman & Bateson (1997) mengemukakan bahwa terdapat berbagai
metode dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Secara umum, metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran tidak
langsung terdiri dari menelusuri dan memonitor penjualan, catatan, keuntungan
dan komplain pelanggan
2.3
Loyalitas Pelanggan
2.3.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dari suatu bisnis adalah untuk
menciptakan para pelanggan merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat
memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan
pelanggannya menjadi harmonis sehingga memberikan dasar yang baik bagi
pembelian ulang dan terciptanya kesetiaan terhadap merek serta membuat suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi
perusahaan
Menurut Gremler dan Brown dalam Ali Hasan (2008:83) bahwa
loyalitas pelanggan adalah:
“Pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa,
tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap
perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain
untuk membeli.
Definisi ini menempatkan loyalitas sebagai sebuah komimen sikap
menghasilkan empat kemungkinan loyalitas, yaitu loyal, loyalitas palsu atau purapura, loyal yang tersembunyi, dan tidak loyal.
Menurut Andreassen, dalam Ali Hasan (2008:79), mengemukakan
loyalitas pelanggan adalah:
“Perilaku yang terkait dengan merek sebuah produk, termasuk
kemungkinan memperbarui kontrak merek di masa yang akan
datang, berapa kemungkinan keinginan pelanggan untuk
meningkatkan citra positif produk.
Jika produk tidak mampu memuaskan pelanggan, pelanggan akan bereaksi
dengan cara exit (pelanggan menyatakan berhenti membeli merek atau produk)
dan voice (pelanggan
menyatakan
ketidakpuasan
secara
langsung
pada
perusahaan).
Menurut Lovelock & Wright alih bahasa Agus Widyantoro (2005:133),
loyalitas keputusan pelanggan untuk secara sukarela terus belangganan dengan
perusahaan tertentu dalam jangka waktu yang lama.
Definisi loyalitas menurut Griffin (2005;5) adalah :
”Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelain non
random diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit
pengambilan keputusan.”
Menurut Asker dalam Ali Hasan (2008:79), mengemukakan bahwa
loyalitas pelanggan terhadap merek merupakan salah satu dari aset merek, yang
menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas, karena untuk membangun banyak
tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama.
Menurut Ajzen dalam Ali Hasan (2008:86) Loyalitas merupakan kondisi
psikologis (attitudinal dan behavioral) yang yang berkaitan dengan sikap terhadap
produk, konsumen akan membentuk keyakinan, menetapkan suka dan tidak suka,
dan memutuskan apakah mereka ingin membeli produk.
Menurut Cambridge International Dictionaries dalam Rambat Lopiyoadi
& A. Hamdani (2011:174), pelanggan adalah:
“one who frequents any place of sale for the sake or purchasing goods
or wares or customer is one who frequents or visit any place for
procuring what he wants”
Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang
sama untuk membeli suatu barang atau peralatan atau pelanggan adalah seseorang
yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi apa yang
diinginkan.
Menurut Kotler dalam Rambat Lopiyoadi & A. Hamdani (2011:192),
pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan dapat ditingkatkan
dengan beberapa pendekatan berikut :
1. Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang
terjadi
antara
pihak
manajemen dan pelanggan.
2. Perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk
menciptakan visi didalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk
didalamnya adalah memperbaiki cara berpikir, perilaku, kemampuan, dan
pengetahuan dari semua sumber daya manusia yang ada.
3. Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan.
Dengan membentuk sistem saran dan kritik.
4. Mengembangkan
dari
menerapkan accountable,
partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran.
proactive,
dan
Mengacu pada pendapat Kotler dan Keller (2009), terdapat 5 jenis
kegiatan pemasaran yang sering digunakan perusahaan untuk meningkatkan
loyalitas dan retensi pelanggan yaitu:
1. Pemasaran dasar Wiraniaga menjual produknya begitu saja.
2. Pemasaran reaktif Wiraniaga menjual produknya dan mendorong
pelanggan untuk menghubunginya jika mempunyai pertanyaan, komentar,
atau keluhan.
3. Pemasaran bertanggung jawab Wiraniaga menelepon pelanggan untuk
menanyakan apakah produknya memenuhi harapan pelanggan. Wiraniaga
tersebut juga meminta saran perbaikan produk atau pelayanan dan
menanyakan apa saja kekecewaannya.
4. Pemasaran proaktif
Wiraniaga menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk
menyarankan penggunaan produk yang sudah diperbaiki atau produk baru.
5. Pemasaran kemitraan
Perusahaan terus bekerja sama dengan pelanggan utukmenemukan caracara penghematan bagi pelanggan atau membantu pelanggan memperbaiki
kinerjanya.
2.3.2 Dimensi dan Indikator Loyalitas Pelanggan
Menurut Ali Hasan (2008:86), Loyalitas berkembang mengikuti ampat
tahap, yaitu :
1. Loyalitas Kognitif
Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap ini menggunakan basis
informasi yang memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya,
loyalitasnya hanya didasarkan pada aspek kognisi saja.
2. Loyalitas Afektif
Loyalitas tahap ini didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap
merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian
(masa prakonsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus
kepuasan di periode berikutnya (masa pascakonsumsi).
3. Loyalitas Konatif
Dimensi konatif (niat melakukan) yang dipengaruhi oleh perubahanperubahan afektif terhadap merek. Konatif menunjukkan suatu niat atau
komitmen untuk melakukan sesuatu kearah tujuan tertentu.
4. Loyalitas Tindakan
Meskipun pembelian ulang adalah suatuhal yang sangat penting bagi
pemasar, penginterpretasian loyalitas hanya pada pembelianulang saja tidak
cukup, karna pelanggan yang membeli ulang belum tentu mempunyai sikap
positif terhadap barang atau jasa yang dibeli. Pembelian ulang dlakkan
bukan karena puas, melainkan mungkin karena terpaksa ata fakor lainnya,
ini tidak termasuk dimensi loyal. Oleh karena itu, untu mengenali perilaku
loyal dilihat daridimensi ini ialah dari komitmen pembelian ulang yang
ditujukan pada suatu produk dalam kurun waktu tertentu secara teratur.
Banyak yang menyaksikan betapa sulitnya menjamin bahwa pelanggan akan
membeli ulang dari penyedia yang sama jika ada pilihan lan yang lebih
menarik baik dari segi harga maupun pelayanannya.
Menurut Griffin (2005;31), loyalitas pelanggan dalam kaitannya dengan
perilaku pembelian ditandai dengan adanya :
1. Melakukan pembelian ulang secara teratur
Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan oleh
perusahaan.
2.
Melakukan pembelian antarlini produk dan jasa
Pelanggan melakukan pembelian antarlini produk/jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan.
3.
Mereferensikan kepada orang lain
Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan
produk tersebut terhadap orang lain.
4.
Menunjukkan kekebalan terhadap tariakan pesaing
Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis yang dihasilkan oleh
pesaing.
Menurut Ali Hasan (2008:91), menjelaskan ada berbagai cara dalam
mengukur loyalitas yaitu :
1. Loyalitas
pelanggan
dapat
ditelusuri
melalui ukuran-
ukuran, seperti defection rate, jumlah dan kontinuitas pelanggan inti,
longevity of core customers, dan nilai bagi pelanggan inti sebagai hasil suatu
kualitas, produktivitas, reduksi biaya dari waktu siklus yang singkat).
2. Data loyalitas diperoleh dari umpan balik pelanggan yang dapat
dikumpulkan melalui berbagai cara yang tingkat efektifitasnya bervariasi.
3. Lost customers analyst, analisa non pelanggan, masukan dari karyawan,
masukan dari distributor atau pengecer, wawancara individual secara
mendalam.
Menganalisa umpan balik dari pelanggan, mantan pelanggan, non pelanggan, dan
pesaing.
2.3.3 Upaya mempertahankan loyalitas pelanggan
Dalam Ali Hasan (2008:91) mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap
suatu produk ataupun perusahaan hendaknya terus dipertahankan, karena
pelanggan yang loyal merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan,
sementara itu unuk
mempertahankan loyalitas pelanggan,
perusahaan untuk melakukan hal- hal berikut :
1. Customer Bonding
2. Mengelola Inelastis Demand
3. Kualitas produk
4. Promosi penjualan
5. Relation marketing
6. Mengidentifikasi customer requirements
7. Perbakan berkesinambungan
8. Meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan
menyarankan
9. Bahagiakan pelanggan
10. Mengoptimalkan quality function development
11. Komitmen organisasi
12. Membina keakraban dengan pelanggan.
2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen
Marconi (dalam Priyanto Doyo 2006:45 ) menyebutkan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh terhadap suatu produk atau jasa adalah sebagai berikut:
1.
Nilai (harga dan kualitas), penggunaan sepatu “specs“ dalam waktu yang
lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus
bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan,
pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan
konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga
dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol
kualitas merek beserta harganya.
2.
Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek
tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran.
Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas
konsumen pada merek.
3)
Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan sepatu “specs“. Dalam
situasi yang penuh tekanan dan permintaan terhadap pasar yang menuntut
akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan
produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.
4)
Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen
5)
Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh
sepatu “specs“ dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek
tersebut.
6)
Garansi dan jaminan yang diberikan oleh sepatu “specs“.
Menurut Aaker (dalam Joko Riyadi 1999: 58) faktor-faktor yang
mempengaruhi kesetiaan konsumen sebagai berikut :
1.
Kepuasan (Satisfaction)
Konsumen akan loyal terhadap suatu produk bila ia mendapatkan kepuasan
dari produk tersebut. Karena itu, bila konsumen mencoba beberapa macam
produk melampaui kriteria kepuasan kepuasan produk atau tidak. Bila setelah
mencoba dan responnya baik, maka berarti konsumen tersebut puas sehingga
akan memutuskan membeli produk tersebut secara konsisten sepanjang
waktu. Ini berarti telah tercipta kesetiaan konsumen terhadap produk tersebut.
2.
Perilaku Kebiasaan (Habitual Behavior)
Kesetiaan konsumen dapat dibentuk karena kebiasaan konsumen. Apabila
yang dilakukan sudah merupakan kebiasaan, maka pembeli tersebut tidak
melalui tidak lagi melalui pengambilan keputusan yang panjang. Pada kondisi
ini, dapat dikatakan bahwa konsumen akan tetap membeli produk tersebut,
yaitu konsumen akan tetap membeli produk yang sama untuk suatu jenis
produk dan cenderung tidak berganti-ganti produk.
3.
Komitmen (Commitment)
Dalam suatu produk yang kuat terdapat konsumen yang memiliki komitmen
dalam jumlah yang banyak. Kesetiaan konsumen akan timbul bila ada
kepercayaan
dari
konsumen
terhadap
produk-produk
sehingga
ada
komunikasi dan interaksi diantara konsumennya, yaitu dengan membicarakan
produk tersebut.
4.
Kesukaan Produk (Linking of The Brand)
Kesetiaan yang terbentuk dan dipengaruhi oleh tingkat kesetiaan konsumen
secara umum. Tingkat kesetiaan tersebut dapat diukur mulai timbulnya
kesukaan terhadap produk sampai ada kepercayaan dari produk tersebut
berkenaan dari kinerja dari produk-produk tersebut. Konsumen yang
dikatakan loyal adalah konsumen yang berulang kali membeli produk tersebut
bukan karena adanyapenawaran khusus, tetapi karena konsumen percaya
terhadap produk tersebut memiliki kualitas yang sama sehingga member
tingkatan yang sama pada produknya.
5. Biaya Pengalihan ( Switching Cost)
Adanya perbedaan pengorbanan dan atau resiko kegagalan, biaya, energi, dan
fisik yang dikeluarkan konsumen karena dia memilih salah satu alternatif.
Bila biaya pengalihan besar, maka konsumen akan berhati-hati untuk
berpindah ke produk yang lain karena resiko kegagalan yang juga besar
sehingga konsumen cenderung loyal.
2.3.5 Tahap Pertumbuhan Loyalitas Pelanggan
Secara sederhana sebelum membeli suatu barang atau jasa, konsumen
membentuk suatu keyakinan dalam dirinya tentang produk tersebut, kemudian
memiliki perasaan suka atau tidak suka dan pada akhirnya akan mengambil suatu
keputusan. Untuk menjadikan para calon pembeli untuk menjadi loyal kepada
perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan sangatlah penting oleh karena
itu ada beberapa tahapan untuk menjadikan calon pembeli menjadi pelanggan
yang loyal, menurut Griffin (2002:35) adalah:
1.
Suspects
Meliputi semua orang yang akan membeli barang perusahaan. Kita
menyebutnya suspect karena yakin bahwa mereka akan berbuat tetapi belum
tau apapun mengenai perusahaan, barang dan jasa yang ditawarkan.
2.
Prospects
Adakah orang-orang yang memiliki produk dan jasa tertentu dan mempunyai
kemampuan untuk membelinya, para prospect ini meskipun mereka belum
melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan,
barang dan jasa yang ditawarkannya.
3.
Disqualified prospect
Adalah prospect yang mengetahui keberadaan barang dan jasa tetapi tidak
mempunyai kebutuhan dan kemampuan untuk membeli, disini konsumen
sudah mengetahui harga atau tarif dari barang dan jasa yang ditawarkan.
4.
First time customer (pelanggan pemula)
Konsumen yang membeli pertama kali, mereka masih menjadi konsumen dari
produk dan jasa pesaing.
5.
Repeat customer (pelanggan berulang)
Konsumen yang telah melakukan pembelian berulang suatu produk sebanyak
dua kali atau lebih, biasa produk yang sama atau produk yang berada dalam
dua kesempatan yang berbeda pula.
6.
Client (pelanggan tetap)
Konsumen yang membeli semua produk yang ditawarkan dan berlangsung
lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan pesaing lain.
7.
Advocates (penganjur)
Seperti halnya clients, advocates membeli barang dan jasa yang ditawarkan
dan yang mereka butuhkan, serta merupakan pembelian secara teratur, selain
itu mereka mendorong teman-temannya agar membeli barang dan jasa
perusahaan tersebut pada orang lain, dengan begitu dengan tidak secara
langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan
membawa konsumen untuk perusahaan.
Beberapa tahapan untuk menjadikan calon pembeli menjadi pelanggan
yang loyal di atas seperti Suspects, Prospects, Disqualified prospect, First time
customer (pelanggan pemula), Repeat customer (pelanggan berulang), Client
(pelanggan tetap), Advocates (penganjur) diungkapkan oleh Griffin dengan istilah
Generator System. Adapun istilah Generator System dalam tahapan loyalitas
pelanggan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1
Tahapan loyalitas yang diungkapkan Griffin dengan istilah
Generator System
Loyality Tools
Suspects
Prospects
Disqualified
prospects
First time
Repeat
Client
In Active Client Or Customer
Sumber : Jill Griffin (2002 : 36)
Memasuki millennium baru, orientasi perusahaan masa depan mengalami
pergeseran dari pendekatan konvensional kearah pendekatan kontemperer.
Pendekatan konvensional menekankan kepuasan pelanggan, reduksi biaya, pangsa
pasar, dan riset pasar. Sedangkan pendekatan kontemporer berfokus pada loyalitas
pelanggan, retensi pelanggan, zero defections, dan life long customers.
Fandy Tjiptono (2000 :107) menyatakan bahwa “oleh sebab itu kepuasan
pelanggan harus disertai loyalitas pelanggan. Pelanggan yang benar-benar loyal
bukan saja sangat potensial menjadi word-of-mouth advertisers, namun juga
kemungkinan besar loyal pada portofolio produk dan jasa perusahaan untuk
jangka waktu yang lama”.
Fandy Tjiptono (2000 : 108) juga menyatakan bahwa :
”Perilaku pembelian ulang kerapkali dihubungkan dengan loyalitas
merek (brand loyalty). Akan tetapi, ada perbedaan diantara keduanya.
Bila Loyalitas merek mencerminkan identitas terhadap merek
tertentu, maka prilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut
pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali (bisa hanya
satu-satunya merek yang tersedia,
merek termurah dan
sebagainya).”
Pembelian ulang dapat merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu
perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif
yang tersedia konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih,
selain itu pembelian ulang dapat pula merupakan hasil dari upaya promosi yang
terus menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli
kembali produk yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar dan upaya dominasi
intensif, pelanggan sangat mungkin beralih merek. Sebaliknya, pelanggan yang
setia pada merek tertentu cenderung terikat pada merek tersebut dan akan
membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia produk alternatif lainnya.
Ketika berbicara masalah loyalitas pelanggan, tak dapat dipungkiri
kepuasan atas produk dan jasa yang kita tawarkan menjadi faktor menentukan
untuk menuju loyalitas. Selain itu berjuta-uta rupiah dibelanjakan untuk dapat
mencegah mereka agar tidak berpindah kepada kompetitor lainnya didunia
pemasaran.
Persoalannya bukan bahwa loyalitas penting bagi perusahaan, namun
bagaimana kita mencapai loyalitas pelanggan sebaik-baiknya. Kesimpulan yang
didapat bahwa melibatkan pelanggan di dalam proses bisnis perusahaan
merupakan inti dari keseluruhan upaya membangun loyalitas pelanggan.
Pada pengertian yang lebih luas terhadap loyalitas pelanggan dapat di
definisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau
pemasok, berdasarkan sikap positif yang tercermin dalam pembelian ulang yang
konsisten (Tjiptono, 2000:110). Definisi tersebut mencakup dua komponen
penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Menurut
Tjiptono,
kombinasi kedua komponen itu
menghasilkan empat
situasi
kemungkinan loyalitas yaitu : no loyalty, spurious loyalty, latent loyalty, dan
loyalty.
1.
No Loyalty
Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka
loyalitas tidak terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebab, yang pertama sikap
yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk atau jasa baru
diperkenalkan dan atau pemasarnya tidak mampu mengkonsumsikan
keunggulan unik produknya. Penyebab yang kedua berkaitan dengan dinamika
pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau
sama. Konsekuensinya, pemasar mungkin sangat sukar membentuk sikap yang
positif atau kuat terhadap produk atau perusahaannya.
2. Spurious Loyalty
Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka
yang terjadi adalah spurious loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan
pengaruh faktor non-sikap terhadap perilaku, misalnya norma subyektif dan
faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen
sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan keterlibatan
rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan
situasional. Dalam konteks produk industrial, pengaruh sosial juga dapat
menimbulkan spurious loyalty. Jika disertai penyempurnaan kualitas produk
dan komunikasi pemasaran, ikatan sosial semacam itu dapat semakin
memperkokoh loyalitas pelanggan.
3. Latent Loyalty
Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian
ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini
disebabkan pengaruh faktor-faktor non-sikap yang sama kuat atau bahkan
cenderung lebih kuat dari pada faktor sikap dalam menentukan pembelian
ulang.
4. Loyality
Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, di
mana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia
jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
Loyalitas harus dipertahankan untuk dapat terciptanya pembelian ulang,
perusahaan tidak hanya dapat menyandarkan pada kepuasan yang dirasakan
pelanggan, tetapi lebih dari itu bahwa kepercayaan merupakan perantara kunci
dalam membangun keberhasilan pertukaran hubungan serta membangun loyalitas
yang tinggi. Disamping itu kepuasan terhadap produk dan jasa merupakan
kepuasan yang dirasakan pelanggan sesuai dengan harapan pelanggan, hal ini
mempunyai pengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
2.4
Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan,
karenanya suatu perusahaan perlu menciptakan ikatan yang kuat dengan para
pelanggan dengan cara menciptakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan dan
menyentuh emosi pelanggan pada produk atau jasa yang ditawarkan. Experiential
marketing adalah konsep pemasaran yang menekankan kinerja produk atau jasa
dalam memberikan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan
pelanggan. Pendekatan ini dilakukan untuk melengkapi pendekatan tradisional
dengan
cara
menghadirkan
pengalaman-pengalaman
unik,
positif
dan
mengesankan yang membentuk pengalaman yang tidak terlupakan bagi
pelanggan. Pengalaman tak terlupakan tersebut adalah berupa nilai manfaat
emosional yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan menjadi
keunggulan perusahaan yang sulit ditiru oleh pesaing.
Menurut Mohsan, Nawaz, Khan, Shaukat, dan Aslam (2011),
hubungan kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan adalah:
Based on the views and research done by numerous researchers and
academicians, it can be concluded that customer satisfaction is very
important. Thus, though customer satisfaction does not guarantee repeat
purchases on the part of the customers but still it plays a very important
part in ensuring customer loyalty and retention. However this point has
been echoed by lots of organizational critics when they said that
customer satisfaction is a direct determining factor in customer loyalty
which in turn prevent them to switch to other financial service providers.
Therefore organizations should always strive to ensure that their
customers are very satisfied. Customer loyalty and retention is potentially
one of the most powerful weapons that financial institutions of 21st
century can employ in their fight to gain a strategic advantage and
survive in today’s ever-increasing competitive environment.
Maksud dari kutipan tersebut adalah kepuasan pelanggan sangat penting,
meskipun tidak menjamin terjadi pembelian berulang tapi masih berperan penting
dalam memastikan loyalitas dan retensi pelanggan.
Menurut Ali Hasan (2008:83) hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas
pelanggan tertuang dalam :
Tabel 2.1
Hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan
Sumber : Ali Hasan (2008:83)
Download