pancasila sebagai dasar nilai pengembagangan ilmu

advertisement
PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI
DASAR NILAI
PENGEMBANGAN
ILMU
Fakultas
Program Studi
Ekonomi dan Bisnis
Manajemen
Akuntansi
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
90037
Udjiani Hatiningrum, SH.,M Si
Abstract
Kompetensi
Ilmu pengetahuan berkembang
melangkah secara bertahap menurut
dekade waktu dan menciptakan
jamannya, dimulai dari jaman Yunani
Kuno, Abad Tengah, Abad Modern,
sampai Abad Kontemporer Masa
Yunani Kuno (abad ke-6 SM-6M).
Dengan memasuki kawasan filsafat
ilmu, ilmu pengetahuan yang
diletakkan di atas Pancasila sebagai
paradigmanya perlu difahami dasar
dan arah penerapannya, yaitu pada
aspek ontologis, epistemologis, dan
aksiologisnya.
Mampu melakukan kajian dalam
berbagai literatur yang dapat
membentuk dan membangun
pemahaman bahwa nilai-nilai Pancasila
harus dijadikan dasar pengembangan
ilmu.
PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI
PENGEMBAGANGAN ILMU
A. Nilai Ketuhanan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
B. Nilai Kemanusiaan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
C. Nilai Persatuan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
D. Nilai Kerakyatan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
E. Nilai Keadilan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
A. Nilai Ketuhanan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Perkataan Ketuhanan berasal dari kata Tuhan. Tuhan ialah Pencipta segala yang ada
dan semua makhluk di dunia ini. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagiNya, Esa dalam zat-Nya, dalam sifatNya maupun dalam perbuatan-Nya. Pengertian zat
Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui, dan tidak mungkin dapat
digambarkan menurut akal pikiran manusia, karena zat Tuhan adalah sesempurnasempurnanya yang perbuatan-Nya tidak mungkin dapat disamakan dan ditandingi dengan
perbuatan manusia yang serba terbatas.
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa :
1. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang
Maha Esa
2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut
agamanya.
3. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
4. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
menurut agamanya masing-masing.
6. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara
dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Sebagai sila pertama Pancasila yaitu ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber pokok
kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta membimbing perwujudan
2015
2
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah
membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun
2005 di antaranya adalah :
a. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,
maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya
dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif
dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada
prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan
sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk
menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka “.
f.
Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.
Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang
ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu.
Dalam perkembangan IPTEK dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa:
Ditemukannya teknologi transfer inti sel atau yang dikenal dengan teknologi kloning yang
dalam perkembangannya pun masih menuai kotroversi. Persoalannya adalah terkait dengan
adanya “intervensi penciptaan” yang semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan mencipta, keseimbangan
antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak
hanya
2015
memikirkan
3
apa
yang
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
ditemukan
dibuktikan
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan
diciptakan
tetapi
juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak.
Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.
Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan.
Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite(saling
mempersyaratkan). Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen
penyangga tubuh pengetahuan yang disusun sebagai berikut:
1. Ontologis, dapat diartikan sebagai hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan,
sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya, dengan kata
lain ontologis merupakan objek formal dari suatu pengetahuan
2. Epistemologis, dapat diartikan sebagai cara bagaimana materi pengetahuan
diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan
3. Aksiologis, merupakan asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu
pengetahuan.
Menurut “ensiklopedia Indonesia” ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaaan-pemeriksaan
yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan:
1. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah:
1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya,
2) terlepas dari faktor-faktor subjektif (misalnya perasaan, keinginan, emosi,
sistem keyakinan, otorita) .
2. Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang
lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
3. Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/ konsisten, implikatif. Tidak
mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu
rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.
4. Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam
setiap berfikir dan bertindak (misalnya, induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik,
intuitif).
5. Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah
prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan
yang jelas.
Nilai-nilai Pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar yang mendasari nilai instrumental
dan sekaligus mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap.
2015
4
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B. Nilai Kemanusiaan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab ini memberi arah dan mengendalikan ilmu
pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak
hanya untuk kelompok, lapisan tertentu. IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang
beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan IPTEK harus didasarkan pada
hakikat
tujuan demi kesejahteraan manusia.
IPTEK bukan untuk kesombongan,
kecongkakan dan keserakahan manusia namun harus diabdikan demi peningkatan harkat
dan martabat manusia.
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi
pikir, rasa, karsa, dan cipta. Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia yang merupakan
esensi dan identitas manusia karena martabat kemanusiaannya (human dignity). Adil
terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas normanorma yang objektif; jadi, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang. Beradab berasal dari
kata adab yang berarti budaya. Jadi, beradab berarti berbudaya. Ini mengandung arti bahwa
sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan nila-nilai budaya, terutama norma
social dan kesusilaan (moral). Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan,
kesusilaan atau moral. Dengan demikian, bearadab dapat ditafsirkan sebagai berdasar nilainilai kesusilaan atau moralitas khususnya dan kebudayaan umumnya.
Jadi, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan
mausia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia,
maupun terhadap alam dan hewan.
C. Nilai Persatuan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang
lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas dalam
sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak
mengganggu integrasi. Dalam sila Persatuan Indonesia, masyarakat berperilaku sesuai
Bhineka tunggal ika. Jadi kepentingan bangsa dan negara lebih penting dari kepentingan
pribadi. Pancasila sebagi alat pemersatu bangsa Indonesia, maka kita harus jaga bersama.
Sila ketiga sangatlah tercermin dari adanya sikap kita untuk menghargai dan menghormati
sesama warganegara.
Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia:
1. Nasionalisme.
2. Cinta bangsa dan tanah air.
3. Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
2015
5
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan
warna kulit.
5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Sila Persatuan Indonesia mempunyai maksud mengutamakan persatuan atau kerukunan
bagi seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai perbedaan agama, suku, bahasa, dan
budaya. Sehingga dapat disatukan memlalui sila ini berbeda-beda tetapi tetap satu atau
disebut dengan Bhineka Tunggal Ika. Sila ini menanamkan sifat persatuan untuk
menciptakan kerukunan kepada rakyat Indonesia.
D. Nilai Kerakyatan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, artinya setiap ilmuan
harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik dikaji
ulang maupun di bandingkan dengan penemuan lainnya.
Sila keempat merupakan penjelmaan dalam dasar politik Negara, ialah Negara
berkedaulatan rakyat menjadi landasan mutlak daripada sifat demokrasi Negara Indonesia.
Disebabkan mempunyai dua dasar mutlak, maka sifat demokrasi Negara Indonesia adalah
mutlak pula, yaitu tidak dapat dirubah atau ditiadakan.
Sila ke-empat Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” memiliki makna :
-
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
-
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
-
Mengutamakan budaya bermusyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
-
Bermusyawarah sampai mencapai consensus ataukatamufakat diliputidengan
semangat kekeluargaan.
Pancasila pada sila ke 4 adalah penjelasan Negara demokrasi. Demokrasi dalam arti umum
yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kaitannya dengan arti dan
makna sila keempat ini adalah sistem demokrasi itu sendiri. Maksudnya adalah setiap
apapun langkah yang diambil pemerintah harus ada kaitannya atau unsur dari, oleh dan
untuk rakyat. Di sini, rakyat menjadi unsur utama dalam demokrasi. Itulah yang seharusnya
terangkat ke permukaan sehingga menjadi realita yang membangun bangsa.
Pada intinya, Pancasila sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” mengajarkan kepada kita untuk
menentukan sebuah pilihan melalui cara musyawarah. Segala keputusan-keputusan yang
diambil dalam musyawarah harus dilandasi oleh Pancasila dan konflik-konflik yang terjadi
2015
6
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dalam musyawarah harus di hadapi dengan asas kekeluargaan dan tidak dengan cara
semena-mena, main hakim sendiri, egoisme, primordialisme karena hal tersebut sangat
tidak mencerminkan sifat luhur bangsa kita.
Pemimpin yang hikmat adalah pemimpin yang berakal sehat, rasional, cerdas, terampil,
dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat fisis/jasmaniah; sementara kebijaksanaan adalah
pemimpin yang berhatinurani, arif, bijaksana, jujur, adil, dan seterusnya pada hal-hal yang
bersifat psikis/rohaniah.
E. Nilai Keadilan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila
keadilan
sosial
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia
mengkomplementasikan
pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya senndiri
maupun dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.
Dalam perkembangan IPTEK dari sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
Pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yang menyangkut keseimbangan dirinya dengan Tuhan, dengan sesama
manusia/ bangsa Indonesia, dan dengan alam lingkungannya.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materi maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang
menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia
maupun warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi sila kelima berarti bahwa
setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia:
1. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
2. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama
menurut potensi masing-masing.
3. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan Aristoteles:
keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu
tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang
memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
2015
7
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada
penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah
akan menjebak diri seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan
semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis,
religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.
Hubungan antara Pancasila dengan ilmu pengetahuan tidak dapat lagi ditempatkan secara
dikotomis saling bertentangan. Pancasila tanpa disertai ilmu pengetahuan, akan menjadi
Pancasila itu sebagai suatu represif dan kontraproduktif. Sebaliknya, ilmu pengetahuan
tanpa didasari dan didasarkan oleh nilai-nilai pancasila akan kehilangan arak konstruktifnya
dan terdistorsi menjadi suatu yang akan melahirkan akibat-akibat fatal bagi kehidupan
manusia.
Sila kelima ini mempunyai makna bahwa seluruh rakyat Indonesia mendapatkan
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, kebudayaan, dan kebutuhan
spiritual rohani sehingga tercipta masyarakat yang adil dan makmur.
Ilmu dalam Perspektif Historis
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut dekade waktu dan
menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno, Abad Tengah, Abad Modern,
sampai Abad Kontemporer Masa Yunani Kuno (abad ke-6 SM-6M). Saat ilmu pengetahun
lahir, kedudukan ilmu pengetahuan identik dengan filsafat memiliki corak mitologis. Alam
dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni, bahwa ada peranan para dewa
yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana pun corak mitologis
ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos lebih jauh dunia pergejalaan, untuk
mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan abadi, di balik yang bhineka, berubah dan
sementara (T. Yacob, 1993).
Ilmu pengetahuan teoretik dibagi menjadi ilmu alam, ilmu pasti dan filsafat pertama atau
kemudian disebut metafisika. Setelah timbul gerakan demitologisasi yang dipelopori filsuf
pra-Sokrates, yaitu dengan kemampuan rasionalitasnya maka filsafat telah mencapai
puncak perkembangan, seperti yang ditunjukkan oleh trio filsuf besar : Socrates, Plato dan
Aristoteles. Filsafat yang semula bersifat mitologis berkembang menjadi ilmu pengetahuan
yang meliputi berbagai macam bidang. Aristoteles membagi ilmu menjadi ilmu pengetahuan
poietis (terapan), ilmu pengetahuan praktis (etika, politik) dan ilmu pengetahuan teoretik.
Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M), pasca Aristoteles filsafat Yunani Kuno menjadi
ajaran praksis, bahkan mistis, yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa, Epicuri, dan Plotinus.
Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Romawi yang mengisyaratkan
akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harus mengabdi kepada agama (Ancilla
Theologiae). Filsuf besar yang berpengaruh saat itu, yaitu Augustinus dan Thomas Aquinas,
2015
8
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pemikiran mereka memberi ciri khas pada filsafat Abad Tengah. Filsafat Yunani Kuno yang
sekuler kini dicairkan dari antinominya dengan doktrin gerejani, filsafat menjadi bercorak
teologis. Biara tidak hanya menjadi pusat kegiatan agama, tetapi juga menjadi pusat
kegiatan intelektual. Bersamaan dengan itu kehadiran para filsuf Arab tidak kalah penting,
seperti: Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Gazali, yang telah menyebarkan
filsafat Aristoteles dengan membawanya ke Cordova (Spanyol) untuk kemudian diwarisi oleh
dunia Barat melalui kaum Patristik dan kaum Skolastik. Wells dalam karyanya The Outline of
History (1951) mengatakan, “Jika orang Yunani adalah Bapak metode ilmiah, maka orang
muslim adalah Bapak angkatnya”.
Muncullah Abad Modern (abad ke-18-19 M) dengan dipelopori oleh gerakan
Renaissance di abad ke-15 dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18,
melalui langkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki tahap baru atau modern.
Kepeloporan revolusioner yang telah dilakukan oleh anak-anak Renaissance dan
Aufklaerung seperti: Copernicus, Galileo Galilei, Kepler, Descartes dan Immanuel Kant,
telah memberikan implikasi yang amat luas dan mendalam. Di satu pihak otonomi beserta
segala kebebasannya telah dimiliki kembali oleh umat manusia, sedang di lain pihak
manusia kemudian mengarahkan hidupnya ke dunia sekuler, yaitu suatu kehidupan
pembebasan dari kedudukannya yang semula merupakan koloni dan subkoloni agama dan
gereja. Agama yang semula menguasai dan manunggal dengan filsafat segera ditinggalkan
oleh filsafat. Masing-masing berdiri mandiri dan berkembang menurut dasar dan arah
pemikiran sendiri (Koento Wibisono, 1985).
Dalam perkembangan berikutnya filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu cabang yang
dengan metodologinya masing-masing mengembangkan spesialismenya sendiri-sendiri
secara intens. Lepasnya ilmu-ilmu cabang dari batang filsafatnya diawali oleh ilmu-ilmu alam
atau fisika, melalui tokoh-tokohnya:
1) Copernicus (1473-1543) dengan astronominya menyelidiki putaran benda-benda
angkasa.
Karyanya
de
Revolutionibus
Orbium
Caelistium
yang
kemudian
dikembangakan oleh Galileo Galilei (1564-1642) dan Johanes Kepler (1571-1630),
ternyata telah menimbulkan revolusi tidak hanya di kawasan ilmu pengetahuan saja,
tetapi juga di masyarakat dengan implikasinya yang amat jauh dan mendalam.
2) Versalius (1514 -1564) dengan karyanya De HumaniCorporis Fabrica telah
melahirkan pembaharuan persepsi dalam bidang anatomi dan biologi.
3) Isaac Newtown (1642-1727) melalui Philosopie Naturalis Principia Mathematica
telah menyumbangkan bentuk definitif bagi mekanika klasik.
Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial dengan gaya semacam itu mencapai
bentuknya secara definitif melalui kehadiran Auguste Comte (1798- 1857) dengan Grand
Theory-nya yang digelar dalam karya utama Cours de Philosophie Positive yang
2015
9
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengajarkan bahwa cara berfikir manusia dan juga masyarakat di mana pun akan
mencapai puncaknya pada tahap positif, setelah melampaui tahap teologik dan
metafisik. Istilah positif diberi arti eksplisit dengan muatan filsafati, yaitu untuk menerangkan
bahwa yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akurat, dan memberi
kemanfaatan (TimDosen Filsafat Ilmu UGM, 1997).
Metode observasi, eksperimentasi, dan komparasi yang dipelopori Francis Bacon (16511626) telah semakin mendorong pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Semua itu
memberi isyarat bahwa dunia Barat telah berhasil melakukan tinggal landas untuk
mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi.
Battle cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa “knowledge is power” bukan
sekedar mitos, melainkan sudah menjadi etos, telah melahirkan corak dan sikap pandang
manusia yang meyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan
masa depan, dan dengan optimismenya menguasai, berinovasi secara kreatif untuk
membuka rahasia-rahasia alam. Didukung oleh roh kebebasan Renaissance dan
Aufklaerung, menjadikan masyarakat Barat sebagai masyarakat yang tiada hari tanpa
temuan-temuan baru, muncul secara historis kronologis berurutan dan berdampingan
sebagai alternatif.
Revolusi ilmu pengetahuan memasuki Abad Kontemporer (abad ke-20-sekarang) berkat
teori relativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton (semula sudah mapan) di
samping teori kuantumnya yang telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifat
dasar dan perilaku materi. Sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan
penelitian-penelitiannya, dan berhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti: astronomi,
fisika, kimia, biologi molekuler, hasilnya seperti yang dapat dinikmati oleh manusia sekarang
ini (Sutardjo, 1982).
Optimisme bersamaan dengan pesimisme merupakan sikap manusia masa kini dalam
menghadapi
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dengan
penemuan-penemuan
spektakulernya. Di satu pihak telah meningkatkan fasilitas hidup yang berarti menambah
kenikmatan. Namun di pihak lain gejala-gejala adanya malapetaka, bencana alam
(catastrophe) menjadi semakin meningkat dengan akibatakibat yang cukup fatal.
Berdasarkan gejala yang dihadapi oleh masing-masing cabang ilmu, Auguste Comte
dalam sebuah Ensiklopedi menyusun hirarki ilmu pengetahuan dengan meletakkan
matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu. Di atas matematika secara berurutan
ditunjukkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi dan fisika sosial atau sosiologi. Ia
menjelaskan bahwa sampai dengan ilmu kimia, suatu tahapan positif telah dapat dicapai,
sedangkan biologi dan fisika sosial masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai theologis dan
metafisis.
2015
10
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pemikiran Auguste Comte tersebut hingga kini menjadi semakin aktual dan relevan
untuk mendukung sikap pandang yang meyakini bahwa masyarakat industri sebagai tolok
ukur bagi tercapainya modernisasi, maka harus disiapkan melalui penguasaan basic
science, yaitu matematika, fisika, kimia, dan biologi dengan penyediaan dana dan fasilitas
dalam skala prioritas utama (Koento Wibisono, 1985).
Bersamaan dengan itu logico positivisme, yaitu sebuah model epistemologi yang dalam
langkah-langkah progresinya menempuh jalan : observasi, eksperimentasi, dan komparasi,
sebagaimana diterapkan dalam penelitian ilmu alam, mendapatkan apresiasi yang
berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian-penelitian ilmuilmu sosial. Logico positivisme merupakan model atau teknik penelitian yang menggunakan
presisi, verifiabilitas, konfirmasi, dan eksperimentasi dengan derajat optimal, bermaksud
agar sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan derajat ketepatan optimal pula.
Dengan demikian keberhasilan dan kebenaran ilmiah diukur secara positivistik. Dalam arti
yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.
Akibatnya adalah bahwa dimensi-dimensi kehidupan yang abstrak dan kualitatif yang
justru menjadi basis eksistensi kehidupan manusia menjadi terabaikan atau terlepas dari
pengamatan. Kebenaran dan kenyataan diukur serta dimanipulasikan secara positivistitik
kuantitatif. Keresahan dan penderitaan seseorang atau masyarakat tidak tersentuh. Masalah
objektivitas menjadi tema-tema unggulan dalam kehidupan keseharian manusia saat ini,
dengan mengandalkan penjelasan validitas kebenarannya secara matematis melalui angkaangka statistik. Langkah metodis semacam ini sering penuh dengan rekayasa dan
kuantifikasi yang dipaksakan sehingga tidak menjangkau akar-akar permasalahannya Kritik
dan koreksi terhadap positivisme banyak dilancarkan, karena sifatnya yang naturalistik dan
deterministik. Manusia dipandang hanya sebagai dependent variable, dan bukan sebagai
independent variable. Manusia bukan lagi pelaku utama yang menentukan, tetapi objek
yang diperlakukan oleh ilmu dan teknologi.
Wilhelm Dilthey (1833-1911) mengajukan klasifikasi, membagi ilmu ke dalam
Natuurwissenchaft dan Geisteswissenchaft. Kelompok pertama sebagai Science of the
World menggunakan metode Erklaeren, sedangkan kelompok kedua adalah Science of
Geist menggunakan metode Verstehen. Kemudian Juergen Habermas, salah seorang tokoh
mazhab Frankfrut (Jerman) mengajukan klasifikasi lain lagi dengan the basic human interest
sebagai dasar, dengan mengemukakan klasifikasi ilmu-ilmu empiris-analitis, sosial-kritis dan
historis-hermeneutik, yang masing-masing menggunakan metode empiris, intelektual
rasionalistik, dan hermeneutik (Van Melsen, 1985).
Adanya faktor heuristik mendorong lahirnya cabang-cabang ilmu yang baru seperti : ilmu
lingkungan, ilmu komputer, futurologi, sehingga berapapun jumlah pengklasifikasian pasti
2015
11
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
akan kita jumpai, seperti yang kita lihat dalam kehidupan perguruan tinggi dengan
munculnya berbagai macam fakultas dan program studi yang baru.
Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya dewasa ini beserta anak-anak kandungnya,
yaitu teknologi bukan sekedar sarana bagi kehidupan umat manusia. Iptek kini telah menjadi
sesuatu yang substansial, bagian dari harga diri (prestige) dan mitos, yang akan menjamin
survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapai kemajuan (progress) dan
kedigdayaan (power) yang dibutuhkan dalam hubungan antar sesama bangsa. Dalam
kedudukannya yang substansif tersebut, Iptek telah menyentuh semua segi dan sendi
kehidupan secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusia secara intensif.
Fenomena perubahan tersebut tercermin dalam masyarakat kita yang dewasa ini sedang
mengalami masa transisi simultan, yaitu:
1) Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju masyarakat
dengan budaya industri modern.
Dalam masa transisi ini peran mitos mulai diambil alih oleh logos (akal pikir). Bukan
lagi melalui kekuatan kosmis yang secara mitologis dianggap sebagai penguasa
alam sekitar, melainkan sang akal pikir dengan kekuatan penalarannya yang handal
dijadikan kerangka acuan untuk meramalkan dan mengatur kehidupan. Pandangan
mengenai ruang dan waktu, etos kerja, kaidah-kaidah normatif yang semula menjadi
panutan, bergeser mencari format baru yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat
yang berkembang menuju masyarakat industri. Filsafat “sesama bus kota tidak boleh
saling mendahului” tidak berlaku lagi. Sekarang yang dituntut adalah prestasi, siap
pakai, keunggulan kompetitif, efisiensi dan produktif-inovatif-kreatif.
2) Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaan.
Puncak-puncak kebudayaan daerah mencair secara konvergen menuju satu
kesatuan pranata kebudayaan demi tegak-kokohnya suatu negara kebangsaan
(nation state) yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke. Penataan struktur
pemerintahan, sistem pendidikan, penanaman nilai-nilai etik dan moral secara
intensif merupakan upaya serius untuk membina dan mengembangkan jati diri
sebagai satu kesatuan bangsa.
3) Masa transisi budaya nasional-kebangsaan menuju budaya global-mondial.
Visi, orientasi, dan persepsi mengenai nilai-nilai universal seperti hak azasi,
demokrasi, keadilan, kebebasan, masalah lingkungan dilepaskan dalam ikatan
fanatisme primordial kesukuan, kebangsaan atau pun keagamaan, kini mengendor
menuju ke kesadaran mondial dalam satu kesatuan sintesis yang lebih konkret
dalam tataran operasional.
2015
12
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namun tetap mentoleransi adanya
pluriformitas sebagaimana digerakkan oleh paham post-modernism.
Implikasi globalisasi menunjukkan pula berkembangnya suatu standarisasi yang sama
dalam kehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahan di mana pun, terlepas dari
sistem ideologi atau sistem sosial yang dimiliknya. Dipertanyakan apakah hak-hak asasi
dihormati, apakah demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh
setiap warganya, bagaimana lingkungan hidup dikelola.
Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks, karena masyarakat
hidup dengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang ingin mempertahankan nilainilai budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru yang
kemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan (subculture), sedang di lain pihak
muncul tindakan-tindakan yang bersifat melawan terhadap perubahan-perubahan yang
dirasakan sebagai penyebab kegerahan dan keresahan dari mereka yang merasa
dipinggirkan, tergeser dan tergusur dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, yang disebut
sebagai budaya tandingan (counter-culture).
Beberapa Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan
Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya pemahaman tentang sejarah
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan (perihal melihat atau
menetapkan gejala atau tanda dari suatu keadaan atau peristiwa) bahwa ilmu pengetahuan
itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.
Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujud/memanifestasikan
dalam bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam kehidupan
kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut partadigma Merton
disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai
proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok elit
tersebut dalam upayanya untuk menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian,
eksperimen, ekspedisi, seminar, konggres. Sedangkan sebagai produk, ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori, ajaran, paradigma,
temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui karya-karya publikasi yang
kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:
1) Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui (Gegenstand)
2) Objek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu
tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan yang akan
2015
13
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terus berkembang justru muncul permasalahanpermasalah baru yang mendorong
untuk terus menerus mempertanyakannya.
3) Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terusmenerus dipertanyakan.
4) Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem
(Koento Wibisono, 1985).
Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitas manusia Barat mempercayai akan
kemampuan rasio yang menjadikan mereka optimis, bahwa segala sesuatu dapat diketahui,
diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini, mereka selalu berpetualang untuk
melakukan penelitian secara kreatif dan inovatif.
Ciri
khas
yang
terkandung
dalam
ilmu
pengetahuan
adalah
rasional,
antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis dan
mimbar akademis). Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif.
Positif, dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia ke
suatu kemajuan (progress, improvement) dengan teknologi yang dikembangkan dan telah
menghasilkan kemudahankemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusia untuk
meningkatkan kemakmuran hidupnya secara fisikmaterial.
Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmiah
dengan menjauhi nilainilai agama, etika, yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan
manusia sendiri. Akhirnya tidak dapat dipungkiri, ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mempunyai kedudukan substantive dalam kehidupan manusia saat ini. Dalam kedudukan
substantif itu ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjangkau kehidupan manusia dalam
segala segi dan sendinya secara ekstensif, yang pada gilirannya ilmu pengetahuan dan
teknologi merubah kebudayaan manusia secara intensif.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan
suatu cabang ilmu pengetahuan. Maka, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya
dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalan tersebut.
Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan
oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut
pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus
menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin
2015
14
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang
politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian
sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter,
arah dan tujuan.
Dengan memasuki kawasan filsafat ilmu, ilmu pengetahuan yang diletakkan di atas
Pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu
pada aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya. Pada ontologisnya berarti
hakikat ilmu pengetahuan merupakan aktivitas manusia Indonesia yang tidak mengenal titikhenti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan yang utuh
dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai
masyarakat berarti mewujud dalam academic community; sebagai proses berarti mewujud
dalam scientific activity; sebagai produk berarti mewujud dalam scientific product beserta
aplikasinya. Pada
epistemologisnya
berarti
Pancasila dengan nilai-nilai
yang
terkandungnya dijadikan metode berpikir (dijadikan dasar dan arah berpikir) dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan, yang parameternya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pada aksiologisnya berarti bahwa dengan
menggunakan epistemologi tersebut, kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal Pancasila dan secara
positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Maka dengan demikian, Perguruan Tinggi harus mewujud secara kultural dan struktural
dalam tradisi akademis/ilmiah. Kultural dalam arti sivitas akademikanya memiliki sikap
akademis yang selalu berusaha sebagai ‘pemusafir’ ilmu pengetahuan yang tanpa batas.
Struktural dalam arti dunia perguruan tinggi harus dipupuk secara demokratis dan terbuka
melalui wacana akademis harus melepaskan diri sebagai ‘jawatan’ agar kreativitas dan daya
inovasi dapat berkembang, sehingga tugas tridharma perguruan tinggi dapat berjalan dan
berhasil secara optimal.
2015
15
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Syahrial Syarbaini , Modul Pendidikan Pancasila, Jakarta, 2012.
2. http://adeapri89.wordpress.com/2011/04/01/pancasila-sebagai-paradigma/
3. http://mettasetiani.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-paradigma_5047.html
4. http://www.mysusis.com/2013/08/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi.html
5. http://rois-takin.blogspot.com/2013/04/aktualisasi-pancasila-dalam.html
2015
16
PENDIDIKAN PANCASILA
Udjiani Hatiningrum
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download
Study collections