Memberi Makna UGM sebagai Universitas Kebudayaan UGM sebagai Universitas Kebudayaan, merupakan amanah cita – cita luhur ketika Perguruan Tinggi ini di dirikan. Dan sudah diteguhkan dalam Statuta I UGM, sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomer 37 tahun 1950, dalam salah satu maksud pendirian UGM adalah membentuk manusia sosial, mengembangkan kehidupan kebudayaan. Maka ketika ada gagasan Universitas Gadjah Mada sebagai Universitas Kebudayaan perlu untuk menelaah kembali sejak UGM ini didirikan pada tahun 1949 hingga sekarang 2013, Apa yang sudah dilakukan dan andilnya UGM terhadap kebudayaan Indonesia. Dan memberi makna atas peneguhan UGM sebagai Universitas Kebudayaan Dalam budaya Jawa, ketika kita akan merumuskan sesuatu ada yang namanya konsep seperti NANG – NING – NUNG. NANG kita harus Tenang untuk memikirkan hakekat kebudayaan dan peran kebudayaan UGM dengan tidak grusa grusu, byayakan. NING terkadang perlu diam dalam KEHENINGAN untuk meresapi dasar – dasar kebudayaan Indonesia yang tumbuh dan berkembang selama ini di bumi Nusantara. NUNG PERENUNGAN yang mendalam terhadap cita – cita luhur pendiri bangsa dan pendiri UGM dan peran seperti apa yang mau di sumbangkan UGM untuk Kebudayaan Bangsa kita. Penerus Semangat Gadjah Mada Presiden Soekarno dengan kebijaksanaan dalam ilmunya tentu telah menimbang, merenung mendalam, dan mengkaji secara matang, mengapa memilih nama Gadjah Mada sebagai nama universitas pada saat itu, mengapa bukan, Majapahit, mengapa bukan Hayam Wuruk sang Raja Majapahit, Mengapa bukan Sriwijaya, dan lain sebagainya. Gadjah Mada merupakan seorang Patih di Kerajaan Besar Nusantara Majapahit yang bersumpah PALAPA untuk mempersatukan nusantara. Lambang Surya Wilwatika atau Surya Majapahit pun di adaptasi sebagai lambang UGM, begitu juga dalam pembangunan Gedung Pusat UGM yang menempatkan pohon Bodhi sebagai lambang pencerahan di sebelah utara Gedung Pusat UGM. UGM harus berpikir besar, bukan berpikir mengenai proses belajar mengajar saja, bukan hanya soal administrasi keuangan sebagai badan hokum saja, bukan hanya persoalan membangun gedung – gedung kuliah yang megah, namun berpikir mengenai persoalan Negara dan bangsa Indonesia dan andil yang bisa dipersembahkan oleh Universitas yang bernama Seorang Tokoh Besar Gadjah Mada. Dengan semangat Gadjah Mada tersebut dapat kita lanjutkan untuk menjadi UGM sebagai tempat pencerahan, penyemaiaan tokoh – tokoh negarawan besar sekelas Gadjah Mada yang mau berkorban, tulus, loyal, dan tidak mau menikmati kesenangan sebelum Nusantara ini bersatu dan Jaya. UGM sebagai Universitas Kebudayaan mampu melahirkan Putra Putri bermoral, berkarakter, berjiwa luhur, beretika sesuai Tata Nilai Budaya Yogyakarta Gadjah Mada mampu menjadi Tokoh negarawan besar karena ada keseimbangan antara Olah Pikir, Olah Rasa dan Olah Raga. Dalam pembinaan ketiga hal tersebut Kraton Yogyakarta sudah menerapkannya dalam Pembinaan Prajurit Kraton Yogyakarta. Prajurit Kraton Yogyakarta pun di ajarkan Joged Mataram guna menyeimbangkan antara kemampuan Olah Raga dan kemampuan Olah Rasa. Joged Mataram mengajarkan Olah Rasa dengan kredonya Nyawiji, Greget Sengguh ora Mingkuh. UGM sebagai universitas yang penuh dengan Olah Pikir perlu juga perlu mengembangkan Olah Rasa dan akan sempurna dengan Olah Raga. Olah Rasa ini akan membentuk Karakter. Kebudayaan bukan hanya dalam arti sempit seperti kesenian, adat dan tradisi, maupun cagar budaya, namun juga menyangkut pembentukan karakter, dan UGM sebagai universitas Kebudayaan harus mampu menyemai putra - putri terbaik bangsa yang belajar di UGM dengan benih – benih watak, karakter, luhur, moral, etika yang bersumber pada tata nilai budaya Yogyakarta khususnya maupun Indonesia umumnya. Peran UGM bagi Kebudayaan Indonesia Kebudayaan Indonesia bukanlah hanya kesenian, adat dan tradisi, maupun cagar budayanya saja, bukan hanya persoalan bagaimana membawakan tarian bedhaya yang anggun dan memukai hadirin, bukan hanya teknis konservasi cagar budaya, oleh ahli – ahli arkeologi dan arsitektur. Kebudayaan lebih dari itu, kebudayaan adalah hal besar, dimana kehormatan dan penghargaan suatu bangsa juga di nilai dari hasil – hasil kebudayaanya, Kebudayaan juga mampu mempengaruhi segenap perilaku dan tindakan kita dalam membangun Negara dan Bangsa Indonesia ini. Ketika UGM merumuskan UGM sebagai Universitas Kebudayaan, maka berpikirlah kebudayaan dalam arti luas, kebudayaan sebagai sesuatu yang strategis untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. Kebudayaan bukanlah Kebudayaan Yogyakarta saja, Kebudayaan Jawa saja, namun dari Sabang sampa Merauke, dari Sangihe sampai Talaud. Memang UGM lahir, tumbuh dan berkembang dalam Lingkungan Kebudayaan Yogyakarta, hal tersebut jangan di tinggalkan, jangan sampai anak lupa sama ibunya. UGM harus berpijak pada Kebudayaan Yogyakarta dan mengembangkannya dengan berbagai budaya yang lahir di nusantara lainya guna menghasilkan puncak – puncak Kebudayaan Indonesia. Dalam lingkup Negara Bangsa, UGM di harapkan peran sertanya secara nyata merumuskan Strategi Kebudayaan Nasional dan dengan kebijaksanaan Ilmunya mampu merumuskan kebijakan kebijakan kebudayaan nasional secara bijaksana untuk membawa kebudayaan nusantara berdiri tegak diantara kebudayaan lain di dunia Berkebudayaan di kampus UGM Dalam lingkup Kebudayaan Yogyakarta, UGM harus mampu memfasilitasi Yogyakarta dalam berkebudayaan dan secara inovatif mampu mengembangkan kebudayaan baru yang berakar pada kebudayaan Yogyakarta. Memfasilitasi Yogyakarta dalam berkebudayaan, bisa di artikan, UGM berkehendak secara nyata memaksimalkan bahkan mengembangkan sarana dan prasarana di UGM bagi aktivitas Kebudayaan Yogyakarta. Secara nyata mampu mewujudkan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri sebagai purna budaya, menampilkan kebudayaan adiluhung yang tampil setiap hari atau minggu, UGM sebagai studio eksperimentasi penciptaan kebudayaan baru yang berakar pada kebudayaan Yogyakarta. Mengapa kebudayaan Yogyakarta sebagai bahan atau materi dasarnya, karena UGM lahir, tumbuh, dan berkembang di Yogyakarta, namun mampu mengambil kebudayaan Nusantara lainya untuk memperkaya Kebudayaan Yogyakarta tersebut. Memfasilitasi daya kreasi Kebudayaan Yogyakarta dengan menghidupi geliat berkebudayaan Unit Kegiatan Mahasiswa baik dalam tingkat jurusan, fakultas, maupun Universitas, mempergunakan Graha Sabha Pramana atau Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri sebagai tempat pergelaran kebudayaan hasil olah cipta karsa Yogyakarta, dan mewadahi kreatifitas berkebudayaan di setiap sudut kampus. Kebudayaan sering dirasakan dalam dimensi wujud kebudayaannya, salah satunya berupa Arsitektur yang mempunyai pola gaya tertentu, Kampus UGM perlu di tata sedemikian rupa dengan Pola Arsitektur Bernuansa Budaya. Berbagai bangunan dan monument di Kampus UGM yang tentunya mempunyai maksud filosofi yang tinggi namun terkadang tidak bias di pahami oleh masyarakat atau hanya sang arsitek yang tahu akan maknaya, maka filosofi dan makna dalam bangunan atau monument di UGM perlu di wujudkan dengan ikonik atau lambang – lambang budaya yang lumrah di pahami oleh masyarakat Yogyakarta umumnya yaitu lambing – lambing budaya yang berupa ornament – ornament tradisional Yogyakarta. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan pengembangan, karena Kebudayaan itu berkembang sesuai perkembangan masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, namun jangan sampai wujud kebudayaan yang dibanguan terasa asing bagi masyarakat sekitarnya. Pengembangan kebudayaan dalam hal ini adalah arsitektur bangunan bernuansa budaya mempunyai kata kunci yaitu keselarasan. Peran UGM bagi Inovasi Teknologi terhadap Kebudayaan Indonesia UGM merupakan kampus dengan Program study terbanyak di Indonesia, mempunyai keahlian yang sebenarnya mampu di manfaatkan guna pengembangan kebudayaan. Bagaimana lulusannya Arsitektur dan Teknisk Sipil lulusannya di pahamkan dengan bangunan tradisional sehingga mampu menghasilkan desain arsitektur bangunan modern yang berakar pada arsitektur tradisional Yogyakarta atau menghasilkan struktur konstruksi yang baru dengan dasar teknologi struktur bangunan tradisional Yogyakarta. Bagaimana Fakultas Teknis mampu menciptakan standar metalurgi gamelan ataupun keris. Bagaimana Fakultas MIPA mampu menciptakan software aplikasi Aksara Jawa atau software aplikasi music Karawitan. Bagaimana Program Study Farmasi mampu memformukan Jamu – Jamu Tradisional sesuai standar Farmasi yang benar. Bagaimana Program Study Sejarah mampu menulis ulang Sejarah Indonesia dengan Naskah Babad yang ada di KHP WIdya Budaya, yang selama ini masih berdasar Sejarah yang di tulis Belanda. Bagaimana Fakultas Pertanian mengolah kearifan Pranata Mangsa dalam pertanian modern. Sebenarnya masih banyak lagi Teknologi UGM yang bias di pergunakan untuk kemajuan Kebudayaan. UGM sebagai Istimewa Universitas Kebudayaan mewujudkan Yogyakarta semakin Yogyakarta yang istimewa sejak Masa berdirinya Borobudur dan Prambanan, diteguhkan dengan UU Keistimewaan DIY, membutuhkan nyawijinya segenap komponen Yogyakarta untuk mengisi dan memaknai keistimewaan tersebut. Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai sumber budaya yaitu Kraton dan Pura Pakualaman sebagai sumber budaya Kraton dan Desa Budaya sebagai sumber budaya Kerakyatan. Dengan adanya UGM yang menyatakan sebagai Universitas Kebudayaan diharapkan mampu menambah satu lagi sumber budaya. Diharapkan sumber budaya ini sarat budaya dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh UGM sebagai Universitas Kebudayaan akan tercapai jika ada perilaku Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh. Nyawiji atau bersatunya segenap akademika di UGM dari Rektor sampai Mahasiswanya dengan Greget atau semangat yang sama, berdasar Sengguh atau kepercayaan diri untuk mencapai cita – cita tersebut dan Ora Mingkuh atau tidak akan mundur bila ada permasalahan dan tantangan yang menghadang. Semangat atau komitmen tersebut akan terlihat nyata kesungguhanya bila tercermin dalam kebijakan berupa peraturan dan komitmen yang tercantum dalam penganggaran untuk mewujudkan UGM sebagai Universitas Kebudayaan. Pengalaman menunjukan, tanpa ada kedua hal tersebut, UGM sebagai Universitas Kebudayaan akan sulit tercapai. Kesimpulan UGM sebagai Universitas Kebudayaan, akan tercapai dengan beberapa hal yang harus dilakukan : 1. Meneruskan cita – cita Gadjah Mada, bahwa UGM sebagai Universitas Kebudayaan harus berpikir untuk kepentingan Negara Bangsa Indonesia bukan lingkup sempit kepentingan UGM saja, maka tindakan yang dilakukan adalah mengenai Hal – hal yang penting, besar, strategis bagi Kebudayaan Indonesia. 2. Mewujudkan UGM sebagai penyemai Tokoh Negarawan yang mempunyai karakter, keluhuran budi, moral, dan etika sesuai Tata Nilai Budaya Yogyakarta 3. UGM harus mampu merumuskan Kebudayaan Indonesia dan Strategi Kebudayaan Indonesia untuk mengangkat harkat martabat Negara dan Bangsa Indonesia 4. UGM sebagai Universitas Kebudayaan harus berpijak pada Kebudayaan Yogyakarta dan mengembangkannya dengan berbagai budaya yang lahir di nusantara lainya guna menghasilkan puncak – puncak Kebudayaan Indonesia. 5. UGM harus mampu memfasilitasi Yogyakarta dalam berkebudayaan dan secara inovatif mampu mengembangkan kebudayaan baru yang berakar pada kebudayaan Yogyakarta. 6. Kampus UGM di tata dengan Pola Arsitektur Bernuansa Budaya 7. UGM yang menyatakan sebagai Universitas Kebudayaan diharapkan mampu menambah satu lagi sumber budaya. Diharapkan sumber budaya ini sarat budaya dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi.