SIM UAT

advertisement
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi pada era sekarang terlihat dengan banyaknya software
yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Software yang
dikembangkan tersebut hendaknya dapat dengan baik dan mudah digunakan oleh
pengguna. Selain itu dalam proses penjalanan/penggunaannya software tersebut
dapat dilakukan pemeliharaan dan dapat dilakukan pengembangan jika diperlukan
dikemudian hari. Software yang akan digunakan oleh pengguna harus memiliki
kualits yang baik.
Software yang berkualitas juga dapat dilakukan maintainability dalam proses
pelaksanaannya karena perlunya pengembangan dan perbaikan pada software
tersebut. maintainability pada sebuah software sangatlah diperlukan karena dapat
menambah fungsionalitas dari software tersebut.
Dalam pemanfaatan software dan pengembangan siste informasi di sebuah
perushaan tidak lepas dari adanya kerjasama dengan pihak ketiga (Outsourcing).
Outsourcing merupakan penyerahan tugas atau pekerjaan yang berhubungan
dengan operasional perusahaan penggunaan jasa outsorcing bagi perusahaan
karena perusahaan dapat berfokus pada kegiatan utama perusahaan sehingga
penggunaan sistem informasi dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Kebijakan
penggunaan outsorcing tersebut juga perlu diperhatikan dan perlu adanya
pemahaman sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal pada sistem informasi
yang aka digunakan oleh perusahaan.
Pengembangan sistem informasi pada perusahaan juga diperlukan sebuah
model yang dapat membantu dalam memperlancar kegiatan perusahaan dengan
penggunaan sistem inforamasi yang baik. Penggunaan model tersebut haruslah
sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan dan sejalan dengan kegiatan dari
perusahaan. Penggunaan model yang baik bagi perusahaan tersebut sangat perlu
diketahui untuk meningkatkan kinerja dar perusahaan.
Untuk itu dalam meningkatkan kinerja dari perusahaan maka diperlukan
informasi mengenai penggunaan sistem informasi yang baik mencakup kriteria
software yang berkualitas, maintainability dari sebuah software, penggunaan
1
outsourcing pada perusahaan, dan penerapan model sistem informasi dalam
pengembangan sistem informasi di suatu perusahaan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari paper ini adalah untuk mengetahui kriteria dari software yang
berkualitas, pentingnya dilakukan maintability pada sebuah software, penggunaa
outsorcing TI pada perusahaan dan model sistem informasi yang dapat digunakan
untuk perusahaan.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Software
Perangkat lunak (Software) merupakan sekumpulan instruksi yang diberikan
untuk mengendalikan perangkat keras komputer, sekumpulan instruksi tersebut
dikenal dengan sebutan program komputer (Kadir, 2003). Perangkat luanak
biasanya dikelompokkan menjadi program aplikasi dan program sistem.
Program sistem (support software) adalah program yang digunakan untuk
mengontrol sumberdaya komputer, seperti CPU dan peranti masukan/keluaran.
Kedudukan program ini adalah sebagai perantara antara program aplikasi dan
perangkat keras komputer. Program sistem dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu program pengendali sistem, program pendukung sistem, dan
program pengembangan sistem.
Program aplikasi adalah program yang dibuat oleh pemakai yang ditujukan
untuk melakukan tugas khusus. Program seperti ini biasa dikelompokkan menjadi
dua, yaitu program aplikasi serbaguna dan program spesifik (Kadir, 2003).
2.2. Kualitas Software
software quality adalah pemenuhan terhadap kebutuhan fungsional dan kinerja
yang
didokumentasikan
secara
eksplisit,
pengembangan
standar
yang
didokumentasikan secara eksplisit, dan sifat-sifat implisit yang diharapkan dari
sebuah software yang dibangun secara profesional (Dunn, 1990). Berdasarkan
definisi di atas terlihat bahwa sebuah software dikatakan berkualitas apabila
memenuhi tiga ketentuan pokok:
 Memenuhi kebutuhan pemakai – yang berarti bahwa jika software tidak dapat
memenuhi kebutuhan pengguna software tersebut, maka yang bersangkutan
dikatakan tidak atau kurang memiliki kualitas.
 Memenuhi standar pengembangan software – yang berarti bahwa jika cara
pengembangan software tidak mengikuti metodologi standar, maka hampir
dapat dipastikan bahwa kualitas yang baik akan sulit atau tidak tercapai; dan
3
 Memenuhi sejumlah kriteria implisit – yang berarti bahwa jika salah satu
kriteria implisit tersebut tidak dapat dipenuhi, maka software yang
bersangkutan tidak dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik.
Tantangan dalam pembuatan software antara lain adalah menciptakan software
yang memperbolehkan berbagai macam mesin untuk saling berkomunikasi
melewati jaringan intranet dan internet, menciptakan arsitektur aplikasi yang
sederhana namun canggih sesuai dengan kebutuhan pasar di era globalisasi,
mendistribusikan source code sehingga pelanggan bisa membuat modifikasi lokal
sesuai dengan
kebutuhannya, serta menciptakan aplikasi yang menfasilitasi
komunikasi dan distribusi produk secara masal mengunakan konsep yang
berkembang.
Tabel 1. Kualitas Software: IS0 9126
Karakteristik
Functionality: software untuk menjalankan fungsinya
sebagaimana kebutuhan sistemnya
Sub karakteristik
Suitability, Accuracy,
Interoperability,Security
Reliability:Kemampuan software untuk dapat tetap tampil
sesuai dengan fungsinya ketika digunakan
Maturity, Fault tolerance,
Recoverability
Usability:Kemampuan software untuk mudah dimengerti,
dipelajari, digunakan dan disukai pengguna
Understandability, Learnability,
Operability, Attractiveness
Efficiency: Kemampuan software untuk menampilkan
performans relatif terhadap penggunaan sumberdaya
Time Behavior, Resource
Utilization
Maintainability: Kemampuan software untuk
dimodifikasi (koreksi,adaptasi,perbaikan)
Portability: Kemampuan software untuk ditransfer dari
satu lingkungan ke lingkungan lain
Analyzability, Changeability,
Stability, Testability
Adaptability, Installability
Penilaian yang dapat digunakan untuk evaluasai software. faktor evaluasi
software menurut O’briens (2010) sebagai berikut:
1. Kualitas: Apakah bebas kecacatan (bug) ataukah banyak kesalan dalam
kode program?
2. Efisiensi: Apakah software tersebut memiliki sistem kode program yang
dikembangkan dengan baik yang tidak menggunakan banyak waktu CPU,
kapasitas memori atau disk space?
3. Fleksibilitas: Apakah dapat melakukan proses bisnis kita dengan mudah,
tanpa banyak modifikasi?
4
4. Keamanan: Apakah ada prosedur pengendalian kesalahan, lerusakan
fungsi, dan penggunaan yang tidak tepat?
5. Konektivitas: Apakah web-enable sehingga dapat dengan mudah
mengakses internet, intranet, dan ekstranet dengan sendirinya, atau dengan
bekerja sama degan browser web atau software jaringan lainnya.
6. Pemeliharaan: Apakah fitur-fitur baru dan perbaikan kecacatan (bug) dapat
dengan mudah diimplementasikan oleh pengembang software kita sendiri?
7. Dokumentasi: Apakah software didokumentasikan dengan baik? Apakah
mencakup layar bantuan dan agen software yang membantu?
8. Hardware: Apakah hardware yang ada memiliki fitur yang dibutuhkan
agar software ini dapat berfungsi dengan baik?
9. Faktor-faktor
lainnya:
biaya,keandalan,ketersediaan,
Apakah
kompatibilitas,
karakteristik
modularitas,
kinerja,
teknologi,
ergonomi, keleluasaan, dan pendukung software tersebut?
2.3. Outsorcing
Outsourcing merupakan penyerahan tugas atau pekerjaan yang berhubungan
dengan operasional perusahaan ataupun pengerjaan proyek kepada pihak ketiga
atau perusahaan ketiga dengan menetapkan jangka waktu tertentu dan biaya
tertentu dalam proses pengembangan proyeknya. O’Brien dan Marakas (2010)
menyatakan outsourcing dalam arti luas adalahpembelian sejumlah barang atau
jasa yang semula dapat dipenuhi olehinternal perusahaan tetapi sekarang dengan
memanfaatkan mitraperusahaan sebagai pihak ketiga. Dalam kaitannya dengan TI,
outsorcing digunakan untuk menjangkau fungsi TI secara luas dengan
mengontrakpenyedia layangan eksternal
Penggunan outsorcing IT pada perusahaan pada umumnya karena adalah
penghematan biaya (cost saving), lebih fokus pada kegiatan utama (core
business), pemanfaatan sumber daya (resource), waktu (Time), dan infrastruktur
yang lebih baik.
Keunggulan penggunaan outsorcing pada perusahaan sebagai berikut:
a. Biaya menjadi lebih murah karena perusahaan tidak perlu membangun
sendiri
5
b. fasilitas SI dan TI.
c. Memiliki akses ke jaringan para ahli dan profesional dalam bidang SI/TI.
d. Perusahaan dapat mengkonsentrasikan diri dalam menjalankan dan
mengembangkan bisnis intinya.
e. Dapat mengeksploitasi skill dan kepandaian dari perusahaan outsource
dalam mengembangkan produk yang diinginkan perusahaan.
f. Mempersingkat waktu proses karena beberapa outsourcer dapat dipilih
sekaligus untuk saling bekerja sama menyediakan layanan yang
dibutuhkan perusahaan.
g. Fleksibel dalam merespon perubahan SI yang cepat sehingga perubahan
arsitektur SI berikut sumberdayanya lebih mudah dilakukan. Penerapan
teknologi terbaru dapat menjadi competitive advantage bagi perusahaan
outsource.
h. Meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan atau tidak melakukan
investasi,sehingga mengurangi resiko kegagalan investasi.
Kemudian kelemahan dari penggunaan oautsorcing sebagai berikut:
a. Permasalahan pada moral karyawan, penanganan masalah karyawan
outsource
b. lebih sulit dibandingkan karyawan tetap.
c. Kurangnya kontrol perusahaan pengguna terhadap sistem informasi yang
d. dikembangkan dan terkunci oleh penyedia outsourcing melalui perjanjian
e. kontrak.
f. Ketergantungan dengan perusahaan lain yaitu perusahaan pengembang
sistem
g. informasi akan terbentuk.
h. Kurangnya perusahaan dalam mengerti teknik sistem informasi agar bisa
i. dikembangkan atau diinovasi di masa mendatang, karena yang
j. mengembangkan tekniknya adalah perusahaan outsource.
k. Jurang antara karyawan tetap dan karyawan outsource.
l. Perubahan dalam gaya manajemen.
m. Proses seleksi kerja yang berbeda.
6
n. Informasi-informasi yang berhubungan dengan perusahaan kadang
diperlukan
o. oleh pihak pengembang aplikasi, dan kadang informasi penting juga perlu
p. diberikan, hal ini akan menjadi ancaman bagi perusahaan bila bertemu
dengan pihak pengembang yang nakal.
Dalam outsourcing, outsourcer dan mitraoutsourcing-nya memilikihubungan
yang lebih besar jika dibandingkan dengan hubungan antarapembeli dan penjual.
Hal ini dikarenakan outsourcer mempercayakaninformasi penting perusahaan
kepada mitraoutsourcing-nya. Salah satukunci kesuksesan dari outsource adalah
kesepakatan untuk membuathubungan jangka panjang (long term relationship)
tidak hanya kepadaproyek jangka dekat. Alasannya sangat sederhana, yaitu
outsourcer harusmemahami proses bisnis dari perusahaan. Perusahaan juga akan
menjadisedikit
tergantung
kepada
outsourcer
(Rahardjo,
2006).
Saat
ini,outsourcing tidak lagi terbatas pada outsourcing layanan TI tetapi jugasudah
merambah ke bidang jasa keuangan, jasa rekayasa, jasa kreatif,layanan entry data
dan masih banyak lagi.
Menurut O’Brien dan Marakas (2011), beberapa pertimbangan perusahaan
untuk memilih strategi outsourcing sebagai alternatif dalam mengembangkan
Sistem Informasi Informasi diantaranya:
1. Biaya pengembangan sistem sangat tinggi.
2. Resiko tidak kembalinya investasi yang dilkukan sangat tinggi.
3. Ketidakpastian untuk mendapatkan sistem yang tepat sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan.
4. Faktor waktu/kecepatan.
5. Proses pembelajaran pelaksana sistem informasi membutuhkan jangka waktu
yang cukup lama.
6. Tidak adanya jaminan loyalitas pekerja setelah bekerja cukup lama dan
terampil
Jenis-jenis outsourcing Menurut Turban, et.al (2007) terdiri dari :
• Total Outsourcing, yaitu penyerahan tanggung jawab sepenuhnya padalayanan
tertentu dalam perusahaan, dalam bidang IT, vendor menyediakan personel,
hardware dan software.
7
• Selective Outsourcing, yaitu penyerahan tanggung jawab pada bagian tertentu
pada layanan tertentu dalam perusahaan, disesuaikan dengan bidang keahlian
vendor. Misalnya SAP menyediakan software dan IBM menyediakan hardware.
• De facto sourcing, yaitu penyerahan tanggung jawab pada pihak luar
dikarenakan adanya latar belakang sejarah atau politik, dibandingkan dengan
hasil evaluasi objektif. Misalnya dikarenakan salah seorang eksekutif memiliki
perusahaan IT diluar jabatannya, maka perusahaan diarahkan untuk melakukan
outsource pada perusahaan IT miliknya.
2.4. Pengembangan Sistem Informasi
Proses pengembangan perangkat lunak terdiri dari beberapa model sebagai
berikut:
a. Code and Fix
b. System Development Life Cycle (SDLC)
c. Prototyping
d. Spira
e. CASE
Dalam pengembangan perangkat lunak dalam model code and fix terdiri dari
tahapan Code (Pemrograman) dan Fix (Perbaikan/Pemeliharaan) dengan kriteria
transisi berupa
Code (Program). Model proses ini merupakan proses
pengembangan perangkat lunak pada awal era pengolahan data yang memiliki ciri
menggunakan 3GL atau lebih rendah dan biaya pemeliharaan yang besar.
Pada model spiral tahapan yang terdapat pada model tersebut mencakup:
determine, objectives, alternatives, dan constraints. Kriteria transisi yang
digunakan adlaah dokumen hasil analisa resiko, sehingga sering dikenal sebagai
“Risk Driven
Software Process”. Model ini merupakan kombinasi
SDLC,
Prototyping dan Risk Analysis dan digunakan untuk pengembangan proyek yang
berskala besar, dengan memperhatikan pengaruh resiko dilihat dari segi finansial
maupun keamanan (jiwa manusia).
Pendekatan
sistem
(system
approach)
untuk
penyelesaian
masalah
menggunakan orientasi sistem untuk merumuskan masalah dan peluang dan
8
mengembangkan solusi. Menganalisis masalah dan memformulasikan solusi
melibatkan aktivitas yang saling berhubungan dibawah ini:
1. Kenali dan rumuskan masalah atau peluang dengan menggunakan
pemikiran sistem
2. Kembangkan dan evaluasi alternatif solusi sistem
3. Pilih solusi sistem yang memenuhi persyaratan
4. Desain solusi sistem yang dipilih
5. Implementasikan dan evaluasi kesuksesan sistem yang telah didesain
Menggunakan pendekatan sistem untuk mengembangkan solusi sitem
informasi dapat dipandang sebagai proses multilangkah yang disebut siklus
pengembangan sistem informasi (Information System Development Cycle) yang
juga dikenal sebagai siklus hidup pengembangan sistem (system development life
cycle-SDLC). dalam siklus ini terjadi proses yang mencakup langkah : investigasi,
analisis, desain, implementasi, dan pemeliharaan. Semua aktivitas yang terlibat
saling berhubungan erat satu sama lain dan saling terikat.
Gambar 1. System Development Life Cycle (SDLC) (O’briens, 2010)
Proses pengembangan sistem seringkali mengambil format, atau mencakup
pendekatan pembuatan prototipe. Pembuatan protoipe (prototyping) adalah
pengembangan yang cepat dan pengujian terhadap model kerja, atau prototipe,
9
dari aplikasi baru dalam proses yang interaktif dan berulang-ulang yang bisa
digunakan oleh ahli SI dan praktisi bisnis. Pembuatan prototipe membuat proses
pengembangan lebih cepat dan lebih mudah, khususnya untuk proyek dimana
persyaratan pemakai akhir sulit dirumuskan. Pembuatan prototipe terkadang
disebut juga desain aplikasi cepat (rapid application design-RAD).
Pembuatan prototipe dapat digunakan untuk aplikasi besar dan aplikasi kecil.
Umumnya, sistem bisnis
besar masih
perlu menggunakan pendekatan
pengembangan sistem tradisional, tetapi sebagian sistem tersebut sering kali dapat
dibuatkan prototipe-nya. Prototipe aplikasi bisnis yang diperlukan oleh pemakai
akhir dikembangkan secara cepat dengan menggunakan berbagai alat software
pengambang aplikasi. Kemudian prototipe tersebut diperbaiki berkali-kali hingga
dapat diterima.
Model CASE (Computer Aided Software Engineering) merupakan metode
berbasis proses pengembangan perangkat lunak yang didukung oleh perangkat
keras dan perangkat lunak.
10
III. PEMBAHASAN
3.1. Jelaskan atribut-atribut dari software yang berkualitas? Apa yang perlu
dilakukan dalam pembangunan sistem informasi agar software penunjang
sistem informasi yang dibangun tersebut memenuhi standar kualitas yang
telah ditetapkan oleh ISO?
Software yang berkualiatas merupakan software yang dapat dengan layak,
mudah dimengerti dan digunakan oleh pemakainya. Bagi pengguna kualitas dari
software sangatlah penting. Kualitas software yaitu penyesuaian kebutuhan
fungsional dan performa yang ditetapkan secara eksplisit, standar pengembangan
yang terdokumentasi secara eksplisit, dan karakteristik implisit yang diharapkan
dari seluruh software yang dikembangkan secara professional. Jadi software yang
berkulitas secara garis besar harus dapat memenuhi kebutuhan pemakai yang
berarti jika software tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan penggunasoftware
tersebut, maka dapat dikatakan tidak atau kurang memiliki kualitas. Kemudian
software harus memenuhi standar pengembangan software yang berarti bahwa
jika cara pengembangan software tidak mengikuti metodologi standar, maka
hampir dapat dipastikan bahwa kualitas yang baik akan sulit atau tidak tercapai.
Serta memenuhi sejumlah kriteria implisit yang berarti bahwa jika salah satu
kriteria implisit tersebut tidak dapat dipenuhi maka software tersebut dapat
dikatakan tidak memiliki kulitas yang baik.
Dalam perkembangannya untuk menghasilkan software yang dapat diterima
oleh pengguna akhir (end user) maka telah ditetapkan standar yang harus dipenuhi
oleh software tersebut. Beberapa kriteria yang harus dimiliki agar software
tersebut berkualitas menurut International Organization for Standardization (ISO)
9126 sebagai berikut:
1. Functionality yaitu software untuk menjalankan fungsinya sebagaimana
kebutuhan sistemnya.
2. Reliability yaitu Kemampuan software untuk dapat tetap tampil sesuai
dengan fungsinya ketika digunakan
11
3. Usabilit yaitu Kemampuan software untuk mudah dimengerti, dipelajari,
digunakan dan disukai pengguna
4. Efficiency yaitu Kemampuan software untuk menampilkan performans
relatif terhadap penggunaan sumberdaya
5. Maintainability
yaitu
Kemampuan
software
untuk
dimodifikasi
(koreksi,adaptasi,perbaikan)
6. Portability yaitu Kemampuan software untuk ditransfer dari satu
lingkungan ke lingkungan lain
Selain itu sub karakteristik yang harus dimiliki oleh software yang berkualitas
seperti gambar di bawah :
Gambar 2. Kualitas Model ISO/IEC 9126-1
Atribut-atribut diatas merupakan bagian yang diperlukan dalam sebuah
software yang berkualitas. Dalam pembangunan sistem informasi keseluruhan
atribut diatas harus dipenuhi agar dihasilkan software yang berkualitas.
McCall et.al., (1977) mengusulkan suatu penggolongan faktor-faktor atau
kriteria yang mempengaruhi kualitas software. Faktor-faktor tersebut dibagi
menjadi tiga aspek penting yaitu:
1) Sifat-sifat operasional dari software (Product Operations)
2) Kemampuan software dalam menjalani perubahan (Product Revision)
3) Daya adaptasi atau penyesuaian software terhadap lingkungan baru
(Product Transition).
12
Gambar 3. Faktor kualitas software (McCall, 1977)
Berdasarkan gambar diatas, McCall memberikan beberapa dekripsi yaitu :
1. Correctness (kebenaran), tingkat pemenuhan program terhadap kebutuhan
yang dispesifikasikan dan memenuhi tujuan/misi pengguna.
2. Reliability (Keandalan), tingkat kemampuan program yang diharapkan
dapat menampilkan fungsi yang dimaksud dengan presisi yang ditetapkan.
3. Efficiency (efisiensi), jumlah sumberdaya yang diproses dan kode yang
diperlukan oleh program untuk melaksanakan fungsinya.
4. Integrity (Integritas), tingkat kemampuan pengawasan akses terhadap data
atau software oleh orang-orang tertentu.
5. Usability, usaha yang diperlukan untuk mempelajari, mengoperasikan,
menyiapkan masukan dan mengartikan keluaran program.
6. Maintainability,
usaha
yang
diperlukan
untuk
menetapkan
dan
memperbaiki kesalahan dalam program.
7. Flexibility,
usaha
yang
diperlukan
untuk
memodifikasi
program
operasional.
8. Testability, usaha yang diperlukan untuk menguji program untuk
memastikan bahwa program melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.
9.
Portability, usaha yang diperlukan untuk memindahkan program dari
hardware/lingkungan sistem software tertentu ke yang lainnya.
13
10. Reusability, tingkat kemampuan program/bagian dari program yang dapat
dipakai ulang dalam aplikasi lainnya, berkaitan dengan paket dan lingkup
dari fungsi yang dilakukan oleh program.
11. Interoperability, usaha yang diperlukan untuk menggabungkan satu sistem
dengan sistem lainnya.
Pengukuran mengenai faktor-faktor kualitas software dapat dilakukan dengan
melakukan penilaian dan pengukuran secara objektif seperti. Pengukuran biasanya
dalam bentuk checklist dengan menggunakan skala 0-10. McCall menetapkan
beberapa pengukuran yang dapat digunakan, diantaranya:
a. Auditability, kemudahan yaitu penyesuaian terhadap standar yang dapat
diperiksa.
b. Accuracy, ketepatan perhitungan dan kontrol.
c. Communication commonality, tingkatan dimana interface standar, protokol
dan bandwidth digunakan.
d. Completeness, tingkatan dimana implementasi lengkap dari fungsi yang
dibutuhkan telah tercapai.
e. Conciseness, kepadatan program dalam jumlah baris kode.
f. Consistency, penggunaan rancangan dan teknik dokumentasi dalam satu
bentuk diseluruh proyek pengembangan software.
g. Data commonality, penggunaan struktur dan tipe data standar diseluruh
program.
h. Error tolerance, kerusakan yang muncul ketika program menemukan
kesalahan/kegagalan.
i. Execution efficiency, performa run-time suatu program.
j. Expandability, tingkatan dimana rancangan arsitektural, data atau prosedur
dapat dikembangkan.
k. Generality, lingkup aplikasi potensial dari suatu komponen program.
l. Hardware independece, tingkatan dimana software dipisahkan dari hardware
yang mengoperasikannya.
m. Instrumentation, tingkatan dimana pengawasan program memiliki operasi
tersendiri dan mengidentifikasikesalahan yang terjadi.
n. Modularity, kemandirian fungsional dari suatu komponen program.
14
o. Operability, kemudahan pengoperasian program.
p. Security, ketersediaan mekanisme yang mengontrol atau menproteksi program
dan data.
q. Self-documentation,
tingkatan
dimana
kode
sumber
menyediakan
dokumentasi yang berarti.
r. Simplicity, tingkatan dimana program dapat dimengerti tanpa kesulitan.
s. Software system independence, tingkatan dimana program mandiri terhadap
feature bahasa pemrograman nonstandar, karakteristik sistem operasi, dan
batasan-batasan lingkungan lainnya.
t. Traceability, kemampuan penelusuran ulang representasi rancangan atau
komponen
program
yang
sesungguhnya
dengan
kebutuhan
awal
(requirements).
u. Training, tingkatan dimana software membantu dalam user yang baru dalam
penerapan sistem.
3.2. Mengapa kita perlu memperhatikan faktor “maintainaibility” dari suatu
software? Jelaskan urgensinya!
Sebuah software adakalanya perlu dilakukan pengembangan dan perbaikan
dalam penggunaannya. Pada proses tersebut terdapat kegiatan maintainbility bagi
sebuah software. Maintainability didefinisikan secara kualitatif merupakan
kemudahan suatu software untuk di mengerti, diperbaiki, diadaptasi dan/atau
dikembangkan.
Pentingnya
maintainaibility
tersebut
karena
pada
saat
pengembang software dihadapkan dengan mengubah atau memperluas spesifikasi
software. Hal ini menggambarkan kemampuan suatu spesifikasi pengujian yang
akan dimodifikasi untuk koreksi kesalahan, perbaikan, atau penyesuaian terhadap
perubahan lingkungan atau persyaratan terhadap software tersebut. Untuk itu
dalam maintainability sebuah software seperti yang telah di tentukan dalam
ISO/IEC 9126 mengenai subkarakteristik dalam maintainability yang harus
dimiliki oleh software yang berkualitas mengandung sub-sub karakteristik lain
seperti Analyzability, Changeability, Stability, dan Testability.
15
Aspek analysability berkaitan dengan sejauh mana spesifikasi tes dapat
didiagnosis kekurangan. Misalnya, spesifikasi tes harus terstruktur dengan baik
untuk memungkinkan tinjauan kode. Uji arsitektur, gaya panduan, dokumentasi,
dan kode umumnya terstruktur dengan baik adalah elemen yang memiliki
pengaruh dalam kualitas properti ini.
Aspek Changeability menggambarkan kemampuan dari spesifikasi tes untuk
memungkinkan modifikasi yang diperlukan untuk dilaksanakan. Misalnya kode
buruk terstruktur atau arsitektur tes yang tidak diupgrade mungkin memiliki
dampak negatif pada aspek kualitas.
Aspek sbailitas berkaitan dengan sejauh mana kemampuan dalam menghadapi
dampak karena dilakukannya pengembangan atau modifikasi.
Ghezzi et,al,. (1991) membagi pemeliharaan (maintenance) menjadi tiga
kategori yitu: corrective, adaptive dan perfective. Pemeliharaan korektif
(corrective) berkaitan dengan menghilangkan bug minor setelah pengembangan
dan selesai pengujian. Proses ini juga terlibat setelah kegiatan pemeliharaan
lainnya. Pemeliharaan adaptif (adaptive) berkaitan dengan perubahan perangkat
lunak untuk mencerminkan perubahan dalam kebutuhan pengguna. Untuk
perubahan contoh pengguna mungkin ingin menambahkan fungsionalitas lebih.
Pemeliharaan perfektif (perfective) berusaha untuk meningkatkan algoritma yang
digunakan dalam perangkat lunak untuk meningkatkan kinerja. Boehm (1982)
menyatakan dalam perekayasaan perangkat lunak terdapat biaya pemeliharaan
perangkat lunak atau perawatan perangkat lunak yang besar corrective (21%),
adaptive (25%), preventive (4%) dan perfective (50%). Dalam pemelharaannya
dibutuhkan biaya sekitar 49% yang lebih besar dari biaya pengembangannya
sebesar 43%.
Berdasarkan penjelasan diatas maka faktor maintainability pada sebuah
software sangatlah penting. Dalam pelaksanaanya jika sebuah software tidak
dilakukan maintainability maka akan menimbulkan biaya yang sangat besar untuk
software tersebut selain itu akan semakin sulit untuk melakukan maintain terhadap
software tersebut serta ada kemungkinan software tersebut kehilangan
fungsionalitas tambahan. selain itu perlunya dilakukan maintainbility untuk
menjaga performance dan mengoptimalkan software yang dipakai oleh pengguna.
16
3. Apa‐apa saja yang perlu diperhatikan bila organisasi mengambil akan
kebijakan outsourcing dalam pengembangan sistem informasinya?
Jelaskan!
Penggunaan outsorcing pada perusahaan akan memaksimalkan kegiatan pada
perusahaan dengan lebih memfokuskan pada tujuan dan kegiatan inti dari
perusahaan tersebut. namun untuk memaksimalkan hal tersebut harus didukung
oleh kinerja outsorcing yang baik juga dalam mengimpelementasikan sistem
informasi pada perusahaan tersebut. outsorcing IT pada perusahaan dapat berupa
pembelian sistem informasi teknologi atau yang telah dikembangkan oleh
outsorcing tersebut. kegiatan outsorcing juga dapat berupa pengembangan sistem
informasi dan modifikasi software pada perusahaan tersebut.
Perusahaan yang akan mengambil kebijakan outsorcing maka dapat merujuk
pada IT Governance Institute (2005) dengan memberikan aturan baku untuk
outsourcing yang memiliki tahapan outsourcing life cycle sebagai berikut:
1. Kesesuaian penanda tanganan kontrak dan penanda tanganan proses yang
diselesaikan.
2. Persetujuan Service Level Agreement (SLA)
3. Proses Opersional yang dikembangkan
4. Transisi tahapan layanan dan waktu pembayaran
5. Tim operasional, artikulasi yang jelas hubungan dan interface
6. Transisi dan Transformasi rencana penyelesaian
7. Undang-undang sukses, bonus dan penalti
8. Konsensus dalam menentukan tanggung jawab
9. Penilaian kelanjutan kinerja dan gaya supplier outsource
Perusahaan yang akan mengambil kebijakan outsorcing hendaknya dapat
memahami secara operasional dan strategiis siklus kerja dari outsorcing seperti
yang disarankan oleh IT Governance Institute (2005) seperti gambar dibawah:
17
Gambar 4. Outsorcing lifecycle (ITGS, 2005)
Menurut Pasaribu (2010), Hal-hal yang menjadi pertimbanganperusahaan
dalam memilih outsourcing adalah: harga, reputasi yang baikdari pihak provider
outsourcing, tenaga kerja yang dimiliki oleh pihak provider outsourcing,
pengetahuan pihak provider mengenai bentuk darikegiatan bisnis perusahaan,
pengalaman pihak provider outsource,eksistensinya, dan lain-lain. Adapun
beberapa keuntungan dari pengelolaan SI dan TI dengansistemoutsourcing antara
lain:
1.Biaya menjadi lebih murah karena perusahaan tidak perlu membangunsendiri
fasilitas SI dan TI.
2.Memiliki akses ke jaringan para ahli dan profesional dalam bidang SI/TI.
3.Perusahaan
dapat
mengkonsentrasikan
diri
dalam
menjalankan
danmengembangkan bisnis intinya, karena bisnis non-inti telahdidelegasikan
pengerjaannya melalui outsourcing
4.Dapat mengeksploitasi skill dan kepandaian dari perusahaan outsource dalam
mengembangkan produk yang diinginkan perusahaan.
5.Mempersingkat waktu proses karena beberapa outsourcer dapat dipilihsekaligus
untuk saling bekerja sama menyediakan layanan yangdibutuhkan perusahaan.
6.Fleksibel dalam merespon perubahan SI yang cepat sehinggaperubahan
arsitektur SI berikut sumberdayanya lebih mudah dilakukankarena perusahaan
18
outsource SI pasti memiliki pekerja TI yangkompeten dan memiliki skill yang
tinggi, serta penerapan teknologiterbaru dapat menjadi competitive advantage
bagi perusahaan outsource.
7.Meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan atau tidak melakukaninvestasi
4. Kalau anda dipercaya untuk memimpin pembangunan sistem informasi
terintegrasi bagi perusahaan di tempat anda bekerja langkah apa saja
yang akan anda lakukan? Jelaskan!
Dalam pengembangan sistem informasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
dikembangkan secara mandiri (inhouse development), dikembangkan oleh pihak
ketiga (outsorcing development), dan membeli produk jadi. Dalam tahapan
pengembangan mencakup kegiatan perancangan dan pembuatan sistem atau
membeli sistem jadi yang telah ada (Marimin, et,al,.2006). Jadi jika saya
dipercaya
untuk
membangun
sitem
secara
mandiri
maka
saya
akan
mempertimbangkan dahulu beberapa aspek misalnya ruang lingkup, waktu, biaya,
kualitas, sumber daya manusia, komunikasi, resiko, kebutuhan, dan integrasi.
Pengembangan yang dilakukan juga harus disesuaikan dengan visi dan misi
perusahaan. Kemudian saya akan memilih menggunakan model System
Development Life Cycle (SDLC). sistem tersebut merupakan sebuah metodologi
dalam pembangunan atau pengembangan sistem. Model tersebut memberikan
kerangka kerja yang konsisten terhadap tujuan yang diinginkan dalam
pembangunan dan pengembangan sistem. Metodologi dari SDLC dimulai dengan
ide-ide yang berasal dari pengguna, melalui studi kelayakan, analisis dan desain
sistem,
pemrograman,
pilot
testing,
implementasi
dan
analisis
setelah
diimplementasikan. Dokumentasi yang dibuat selama pengembangan sistem
digunakan untuk perubahan dimasa yang akan datang.
Beberapa ahli sistem inforamsi menyatakan bahwa SDLC merupakan
pengembangan sitem secara tradisional dan memiliki beberapa tahap. Marimin,
et,al,.(2006) memaparkan inti dari langkah-langkah dalam metodologi SDLC
sebagai berikut:
19
1. Mengevaluasi sitem yang ada
Dengan mengevaluasi akan diketahui kekurangan-kekuranan sistem. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan pengguna yang
menggunakan sistem tersebut dan melakukan konsultasi dengan orang-orang yang
berkompeten di bidang tersebut.
2. Mendefinisikan kebutuhan sistem baru yang dibangun
Kekurangan-kekurangan yang ada pada sistem lama harus dijelaskan secara
spesifik sehingga menjadi perhatian untuk perbaikan sistem yang akan dibangun.
Selain menganalisis dan mendefinisikan masalah, sistem informasi yang ada juga
memprediksi kemungkinan solusi untuk sistem informasi yang akan dibangun
atau dikembangkan serta proses organisasinya.
3. Mendesain sitem yang diusulkan
Rencana-rencana yang akan dilakukan didasarkan/ difokuskan pada konstruksi
fisik, perangkat keras, perangkat lunak, sistem operasi, pemrograman,
komunikasi, dan masalah keamanan sistem informasi. Merancang output, input,
struktur file, program, prosedur, perangkat keras, dan perangkat lunak yang
diperlukan untuk mendukung sistem informasi.
4. Pengemangan sistem yang baru
Komponen-komponen dan program harus tersedia dan di instal. Membangun
perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem dan melakukan
pengujian secara akurat. Melakukan pengujian dan instalasi terhadap perangkat
kerasdan mengoperasikan perangkat lunak. Pengguna yang akan menggunakan
sistem harus dilatih da semua aspek yang terdapat dalam sistem informasi tersebut
harus dicoba.
5. Penggunaan sistem yang baru
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sistem baru dapat
diimplementasikan untuk sistem lama. Penerapan sistem baru sebagai pengganti
sistem lama yang ada dapat dilakukan secara serentak maupun bertahap. Hal ini
tergantung dar kesiapan organisasi, teknis, operasional, dan biaya yang dimiliki
oleh organisasi tersebut.
6. Evaluasi harus dialkukan terhadap sistem informasi baru yang telah/sedang
berjalan.
20
Hal yang dilakukan adalah mengevaluasi sejauh mana sistem telah dibangun
dan seberapa bagus sistem telah dioperasikan. Pemeliharaan sistem dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan teliti secara terus-menerus, sehngga sistem
informasi yang dibangun dapat bermanfaat bagi perusahaan.
Dengan penggunaan model System Development Life Cycle (SDLC) dimana
sistem informasi akan selalu berkembang menjadi lebih bak sesuai dnegan
perkembangan zaman dan tuntutan perusahaan.
21
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan mengenai kualitas software, pengembangan yang
dilakukan oleh pihak ketiga, dan pembangunan sistem yang terintegrasi pada
suatu perusahaan dapat disimpulkan bahwa:

Software yang berkualitas merupakan software yang dapat memenuhi
kebutuhan pemakai, software harus memenuhi standar pengembangan
software, Serta memenuhi sejumlah kriteria implisit.

Software yang berkualitas tersebut harus memiliki kriteria : Functionality,
Reliability, Usability, Efficiency, Maintainability, dan Portability.

Salah satu faktor yang dibutuhkan dalam sebuah software yaitu adanya
maintainability yang merupakan kemudahan suatu software untuk di mengerti,
diperbaiki, diadaptasi dan/atau dikembangkan. faktor maintainability pada
sebuah software sangatlah penting. Jika sebuah software tidak dilakukan
maintainability maka akan menimbulkan biaya yang sangat besar untuk
software tersebut selain itu akan semakin sulit untuk melakukan maintain
terhadap software tersebut.

Penggunaan jasa otusorcing dalam perusahaan dapat memudahkan dan
memaksimalkan kinerja, namun perlu dilakukan perhatian dan kerja sama
yang baik dengan pihak outsourcing. Untuk menggunakan outsourcing
perusahaan dapat merujuk pada aturan IT Governance Institute dan memahapi
tahapan outsourcing life cycle.

Dalam pengembangan sistem di sebuah perusahaan hal yang perlu dilakukan
yaitu dengan mempertimbangkan dahulu beberapa aspek misalnya ruang
lingkup, waktu, biaya, kualitas, sumber daya manusia, komunikasi, resiko,
kebutuhan, dan integrasi.

Penggunaan model yang dapat digunakan pada perusahaan yaitu System
Development Life Cycle (SDLC) memberikan kerja yang konsisten terhadap
tujuan yang diinginkan dalam pembangunan dan pengembangan sistem.
22
V.
DAFTAR PUSTAKA
Boehm, B. W, Elwell, J. F,. Pyster, A. B, Stuckle, F. D, dan. Williams, R. D.
1982. The TRW software productivity system,” in Proc. IEEE 6th Int. Conf.
Software Eng.
Dunn, R. H. 1990. Software quality: Concepts and plans. Englewood Cliffs, N.J.:
Prentice-Hall.
ISO/IEC Standard No. 9126. 2001-2004: Software engineering – Product quality;
Parts 1–4. International Organization for Standardization (ISO) / International
Electrotechnical Commission (IEC), Geneva, Switzerland.
Ghezzi, C., Jazayeri, M. dan Mandrioli, D. 1991. Fundamentals of software
engineering,Prentice-Hall, New Jersey, USA
IT Governance Domain Practices and Competencies, 2005. Governance of
Outsourcing, The IT Governance InstituteKadir, A. 2003. Pengenalan Sistem
Informasi.yogyakarta: Andi
Marimin, Tnajung, H, Prabowo, H. 2006. Sistem informasi Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Grasindo
McCall, J.A., Richards, P.K., and Walters, G.F., “Factors in Software Quality”,
RADC TR-77-369, 1977, Vols I, II, III, US Rome Air Development Center
Reports
O’Brien, J. A. and G. M. Marakas. 2010. Introduction to InformationSystems,
fifteenth edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
________. 2011. “Management Information Systems, 10th Edition”. McGrawHill/ Irwin, New York.
Pasaribu, F.T.P. 2010. Outsourcing, Insourcing,
.http://ferry1002.blog. binusian.org/?p=128.
dan
Selfsourcing
Turban, E., Leidner, D., McLean, E., Wetherbe, J. 2007. Information Technology
for Management. John Wiley.
23
Download