PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING DI PT PLN (PERSERO) PIKITRING SBS 1. PERMASALAHAN Permasalahan hukum yang terkait dengan penerapan outsourcing di PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS (Kantor Induk) adalah sebagai berikut: 1. Penentuan kegiatan utama dan kegiatan penunjang PT. PLN (Persero) sebagai dasar dari pelaksanaan outsourcing yang mendefinisikan pekerjaan utama sebagai pekerjaan yang bersifat manajerial dan supervisori menimbulkan kerancuan dalam penentuan bidang pekerjaan yang bisa dioutsourcingkan 2. Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja belum memenuhi ketentuan hukum tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terhadap para tenaga kerja outsourcing yang bekerja di PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS. 3. Hubungan hukum yang akan timbul antara karyawan outsourcing dengan perusahaan pengguna (PT PLN (Persero) PIKITRING SBS) dalam hal tidak dipenuhinya ketentuan hukum ketenagakerjaan dalam pelaksanaan penggunaan outsourcing 2. PERSOALAN Bagaimana melaksanakan penggunaan tenaga kerja outsourcing yang sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan sehingga terhindar dari sanksi dan kewajiban hukum ? 3. PRA-ANGGAPAN Undang Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum diterapkan dengan baik dalam pelaksanaan penggunaan tenaga kerja outsourcing di PIKITRING SBS. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/Men/VI/ 2004 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu belum dipenuhi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-220/Men/X/2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain dan Surat Keputusan Direksi Nomor 147K-DIR-2006 tentang pekerjaan utama dan penunjang di lingkungan PT PLN (Persero) belum dilaksanakan dengan tepat di PIKITRING SBS Penentuan Core dan Non-Core Business yang tidak memuat deskripsi bidang pekerjaan yang jelas menimbulkan kerancuan dalam penempatan posisi kerja bagi tenaga kerja outsourcing di PIKITRING SBS 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Undang Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 1 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/Men/VI/ 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 101/MEN/VI/2004 tentang Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-220/Men/X/20 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain dan Surat Keputusan Direksi Nomor 147K-DIR-2006 tentang pekerjaan utama dan penunjang di lingkungan PT PLN (Persero) Data Tenaga Kerja Outsourcing di PIKITRING SBS tahun 2008 Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja antara PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS dengan PT. Manunggal Pratama Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara PT. Manunggal Pratama dengan Tenaga Outsourcing 5. PEMBAHASAN 5.1 PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN OUTSOURCING Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, pengaturan hukum outsourcing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66). Outsourcing dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya oleh suatu perusahaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Dalam hal ini telaah staf akan khusus membahas tentang pelaksanaan penyerahan pekerjaan melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja, dengan sampel pelaksanaannya di Kantor Induk PIKITRING SBS. Dalam penyediaan jasa pekerja/buruh terdapat tiga kelompok yang berkepentingan, yaitu Perusahanan Pengguna Jasa tenaga kerja (Pemberi Pekerjaan), Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja, dan Pekerja (Tenaga Outsourcing). Perusahaan Pengguna dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Penyedia tenaga kerja. Hal ini dilaksanakan melalui Perjanjian Penyediaan Tenaga Kerja yang dibuat secara tertulis. Didalamnya wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja yang muncul dan perjanjian pendahuluan yang berisi perjanjian kerja antara pekerja (tenaga outsourcing) dengan perusahaan penyedia tenaga kerja. Berdasarkan Pasal 65 UU 13/2003 jo Pasal 6 Kepmenakertrans Nomor 220/2004 jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 2 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Perusahaan Pemberi Pemborongan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan alur kegiatan kerja Perusahaan Pemberi pekerjaan; d. tidak menghambat proses produksi secara langsung artinya kegiatan tersebut adalah merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana biasanya. Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur mengatur tentang syarat penyelenggaraan outsourcing yang diatur lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No. 220/2004, yang memuat: 1. Penentuan pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus terpisah dari kegiatan utama - bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. - Perusahaan Pengguna Tenaga Kerja Outsourcing wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan dan juga harus menetapkan jenis-jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang. Kemudian melaporkan semua ini kepada Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat (Pasal 6 ayat 3). Mengenai jenis-jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang, PT. PLN (Persero) telah membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang tertuang dalam Surat Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 147.K/DIR/2006. Didalam SK Direksi tersebut diputuskan yang termasuk jenis pekerjaan utama dilingkungan perseroan yakni kegiatan manajerial dan kegiatan supervisori baik pada bidang Usaha Penyediaan tenaga listrik maupun pada bidang Usaha Penunjang tenaga listrik. Dalam Pasal 5 ayat 4 SK Direksi PT. PLN (Persero) No. 147.K/DIR/2006 juga diputuskan mengenai kegiatan yang bisa diserahkan kepada perusahaan lain, antara lain: a. Pekerjaan tersebut bukan kegiatan yang berkaitan dengan rahasia Perseroan atau merupakan pekerjaan esensial; 3 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS b. Telah mempertimbangkan kompetensi yang dibutuhkan Perseroan untuk menunjang kesinambungan bisnis jangka panjang, sehingga tidak membuat Perseroan kehilangan kompetensi atau merupakan pekerjaan esensial; c. Telah melakukan upaya-upaya perbaikan proses kerja untuk meningkatkan efisiensi proses pelaksanaan pekerjaan; d. Telah mengoptimalisasikan pemberdayaan Pegawai berdasarkan formasi jabatan dan formasi tenaga kerja; e. Telah mempertimbangkan bahwa suatu pekerjaan tertentu, lebih menguntungkan jika di Outsourcing; f. Rencana Outsourcing dan biaya yang diperlukan harus sudah dimasukkan dalam perhitungan rencana kerja dan anggaran tahunan. Disamping itu terdapat pengecualian untuk Core Business yang dapat dioutsourcingkan dalam Pasal 6 ayat 1 : “Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik atau usaha penunjang tenaga listrik yang memiliki kandungan pelayanan sosial atau pembinaan usaha kecil dan tidak memiliki nilai ekonomi bagi Perseroan tidak termasuk kriteria pekerjaan utama.”, sehingga bisa dioutsourcingkan. Dalam hal ketentuan-ketentuan diatas tidak terpenuhi maka demi hukum segala hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. 2. Syarat-syarat Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja/Buruh Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: • adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja; • perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak; • perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; • perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 4 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS Dalam hal syarat-syarat diatas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Mengenai hubungan hukum yang didasarkan dalam Perjanjian dalam outsourcing juga tidak semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai pasal 1338 KUH Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam penyediaan jasa pekerja, ada 2 tahapan perjanjian yang dilalui yaitu: 1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia pekerja/buruh ; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. 2. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja dengan karyawan Penyediaan jasa pekerja untuk kegiatan penunjang perusahaan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. adanya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh; b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan dan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua pihak; c. perlindungan usaha dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Dengan adanya 2 (dua) perjanjian tersebut maka walaupun karyawan seharihari bekerja di perusahaan pemberi pekerjaan namun ia tetap berstatus sebagai karyawan perusahaan penyedia pekerja. Pemenuhan hak-hak karyawan seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja. Perjanjian kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan outsourcing biasanya mengikuti jangka waktu perjanjian kerjasama antara outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing. Hal ini 5 perusahaan dimaksudkan Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS apabila perusahaan pengguna jasa outsourcing hendak mengakhiri kerjasamanya dengan perusahaan outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan outsource. Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Diatur dalam Pasal 56 – 59 UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 100/MEN/VI/2004. Faktor yang dapat menyebabkan PKWT berubah menjadi PKWTT: a. PKWT dibuat secara tidak tertulis, tidak menggunakan bahasa indonesia dan tidak berhurufkan latin (pasal 57 ayat 2 UU 13 tahun 2003) b. PKWT bukan untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara/ musiman sifatnya (untuk pekerjaan tetap). (pasal 58 ayat 1 dan 2 ) c. tidak memenuhi ketentuan tentang jangka waktu: PKWT dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. Dalam terdapat hal/kondisi tertentu sehingga pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, maka dapat dilakukan pembaharuan PKWT. Pembaharuan sebagaimana dimaksud setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja dan pembaharuan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. (pasal 58 ayat 4 – 6). Masa Tenggang 30 hari: Setelah berakhirnya masa perpanjangan PKWT karyawan wajib melalui tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari terlebih dahulu yakni masa dimana tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha (Pasal 15 ayat 4 KEP.100/MEN/VI/2004 tentang PKWT) Jangka Waktu maksimal PKWT: = (waktu pengadaan terlama + waktu perpanjangan terlama) + waktu pembaharuan = 2 tahun+1 tahun= 3 tahun + 2 tahun = 5 tahun (harus berakhir) (diperbaharui) 5.2 TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN OUTSOURCING DI PIKITRING SBS Dari pelaksanaan perjanjian Outsourcing ditemukan beberapa permasalahan antara lain: 5.2.1 Pihak penyedia tenaga kerja dalam pelaksanaan perjanjian kerja dengan tenaga kerja outsourcing belum memenuhi ketentuan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku 5.2.1.1 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Pelaksanaannya Pada pelaksanaannya Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja di PLN PIKITRING SBS mengikat pekerjanya dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan 6 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS Jangka Waktu Kontrak selama 1 (tahun) kemudian diperpanjang terus untuk jangka waktu maksimal 3 tahun, setelah masa 3 tahun seorang karyawan diberi pesangon namun langsung diberikan kontrak perpanjangan tanpa melalui masa tenggang 30 hari. Berdasarkan data tenaga kerja outsourcing sebanyak 128 orang yang telah bekerja lebih dari 3 tahun. Terhadap tenaga kerja yang telah melebihi jangka waktu 3 tahun Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja tersebut tetap memperpanjang kontrak PKWT dari tenaga kerja tersebut untuk Jangka Waktu 1 tahun kedepan (langsung memiliki hubungan hukum) dan tidak melalui mekanisme pemberhentian dengan tenggang waktu 30 hari terlebih dahulu baru kemudian diperbaharui untuk jangka waktu maksimal 2 tahun dan hanya dapat dilakukan 1 kali (Pasal 59 ayat 6 UU No.13 Tahun 2003). Dalam penelaahan ini penulis mengambil sampel pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu yang dilaksanakan oleh PT. Manunggal Pratama sebagai salah satu perusahaan rekanan penyedia tenaga kerja dari PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS. Dengan tidak dipenuhinya ketentuan hukum ini maka status hubungan hukum antara tenaga outsource dengan PT. Manunggal Pratama yang tadinya karyawan Kontrak (PKWT) demi hukum berubah menjadi Karyawan tetap/Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) hal ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 59 ayat 7 dan Pasal 65 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003. Hal ini harus mendapat perhatian sejak dini dari PIKITRING SBS karena dapat berdampak besar pihak manajemen dalam keefektifan dan keefiensian penggunaan tenaga outsourcing kepada PIKITRING SBS 1. Kemungkinan sengketa hubungan industrial yang timbul antara PT. MANUNGGAL PRATAMA dengan para tenaga kerjanya bisa menyebabkan terganggunya kerja harian yang biasa dikerjakan para tenaga outsource; 2. bila ternyata demi hukum prjanjian kerja tenaga outsource berubah menjadi PKWTT/Pegawai Tetap, maka dalam penggunaan jasanya akan terjadi pembengkakan anggaran karena hak-hak tambahan dalam PKWTT harus turut dipenuhi . Bagaimana dengan status hubungan hukum antara karyawan outsource dengan PIKITRING SBS, apakah karyawan yang statusnya berubah menjadi PKWTT tersebut berubah pula menjadi karyawan PKWTT di pengguna jasanya (PLN PIKITRING SBS) atau tetap dibawah Perusahaan dimana dia terikat kontrak 7 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS kerja PKWT sebelumnya (Perusahaan Outsourcing)? Hal ini dapat kita lihat dari segi jenis pekerjaan yang diberikan kepada tenaga outsource dan status hukum dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tersebut. Pada dasarnya, hubungan kerja dalam kasus posisi terjadi antara Penyedia Tenaga Kerja dengan karyawan outsource. Namun, dapat terjadi peralihan hubungan kerja dari Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja kepada Perusahaan Pengguna (PIKITRING SBS) dalam hal: a. Bahwa Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja tidak berstatus badan hukum. b. Bidang pekerjaan yang diserahkan ke Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja merupakan pekerjaan pokok dari PIKITRING SBS. Kedua faktor ini bersifat alternatif dan bukan kumulatif. Didasarkan pada bukti dan fakta hukum yang ada, sah bahwa Perusahaan Penyedia Jasa rekanan PIKITRING SBS merupakan badan hukum dan telah memenuhi segala ketentuan perijinan usaha sebagai penyedia tenaga kerja. Mengenai pekerjaan pokok yang ada di PIKITRING SBS, berpedoman pada SK. Direksi No. 147.K/DIR/2006 yang berlaku untuk semua unit dari PT. PLN (Persero) dan diakui sebagai dasar pengoutsourcingan pekerjaan. Permasalahannya adalah definisi pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang dalam SK Direksi tersebut yang terlalu general dan tidak merumuskan secara jelas mengenai bidang-bidang pekerjaan, terhadap hal terebut rentan akan gugatan hubungan industrial akan status dari para pekerja outsourcing perihal status hubungan kerja bagi mereka yang melaksanakan tugas kerja di core business PIKITRING SBS. Berkaitan dengan Pasal 5 ayat 4.a SK DIREKSI No. 147.K/2006 yang menyatakan “Pekerjaan yang bisa dioutsourcingkan bukan kegiatan yang berkaitan dengan rahasia Perseroan atau merupakan pekerjaan esensial” Pada pelaksanaannya ada beberapa supervisiori, pekerjaan dan essensial yang sebenarnya (masih dalam berkaitan dengan rencana/data-data rahasia, rahasia) di PIKITRING SBS yang diserahkan kepada tenaga kerja outsourcing. Bukan semata untuk faktor keamanan data perusahaan namun apa yang bisa mereka kerjakan dan dokumen yang bisa miliki dari segi hukum hal ini jelas dapat dijadikan dasar pembuktian seseorang telah dipekerjakan dalam pekerjaan utama, disamping kemungkinan terjadinya SIDAK Disnaker. 8 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS 6. KESIMPULAN Dalam Pelaksanaannya, penggunaan tenaga kerja outsourcing di PIKITRING SBS dari segi hukum masih belum memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, yakni: - Masih ada tenaga kerja outsourcing yang masuk kedalam lingkup pekerjaan utama (core business) di PT PLN (Persero) PIKITRING SBS. - Belum dipenuhinya prosedur masa tenggang waktu 30 hari terlebih dahulu (tanpa hubungan kerja) terhadap pembaharuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang sudah melewati masa waktu 3 tahun oleh Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja. 7. TINDAKAN YANG DISARANKAN General Manager dapat membuat Surat Edaran yang memuat Petunjuk Pelaksanaan dan bidang-bidang pekerjaan yang dapat dioutsourcingkan. Terhadap tenaga kerja outsource yang bekerja di PIKITRING SBS dengan masa kerja lebih dari 3 tahun dan/atau kepada tenaga kerja outsource yang menempati posisi kerja yang essensial dan bersifat rahasia harus direview ulang dan bagian sumber daya manusia menentukan kelanjutan posisi kerja dari tenaga kerja tersebut berdasarkan kompetensi yang mereka miliki. Untuk setiap perekrutan, bagian SDM hendaknya mendasarkan atas kebutuhan serta dilakukan tes terlebih dahulu (interview) untuk menguji kompetensi dan psikologis dari calon tenaga outsourcing yang diajukan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja. Pada kontrak penyediaan tenaga kerja dengan Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja dimasukkan klausul mengenai kewajiban untuk menyediakan tenaga back up harian sebagai pengganti sementara terhadap tenaga kerjanya yang sedang melalui masa tenggang pembaharuan kontrak kerja. Untuk lebih menjamin kepastian perlindungan hukum terhadap kontrakkontrak yang telah diikat dalam bentuk Perjanjian penyediaan tenaga kerja. hendaknya diubah menjadi perjanjian pemborongan pekerjaan sehingga jelas yang kita serahkan adalah pekerjaan dan bukan permintaan akan tenaga kerja untuk mngerjakan pekerjaan. 9 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729 PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS DAFTAR PERATURAN Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/Men/VI/ 2004 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 101/Men/VI/ 2004 tentang Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-220/Men/X/20 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain. Surat Keputusan Direksi Nomor 118.K/010/DIR/2004 tentang Penataan outsourcing di lingkungan PLN. Surat Keputusan Direksi Nomor 147.K/DIR/2006 tentang pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang di lingkungan PLN. Surat Edaran No. 001.E/DIR/2007 tentang petunjuk pelaksanaan penyerahan sebagian pekerjaan ke Perusahaan Lain (Outsourcing) di lingkungan PT PLN (Persero). 10 Ojak Parulian Aritonang B/HK/00729