Document

advertisement
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING DI
PT PLN (PERSERO) PIKITRING SBS
1. PERMASALAHAN
Permasalahan hukum yang terkait dengan penerapan outsourcing di PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS (Kantor Induk) adalah sebagai berikut:
1. Penentuan kegiatan utama dan kegiatan penunjang PT. PLN (Persero) sebagai dasar
dari pelaksanaan outsourcing yang mendefinisikan pekerjaan utama sebagai pekerjaan
yang bersifat manajerial dan supervisori menimbulkan kerancuan dalam penentuan
bidang pekerjaan yang bisa dioutsourcingkan
2. Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja belum memenuhi ketentuan hukum tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terhadap para tenaga kerja outsourcing yang bekerja
di PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS.
3. Hubungan hukum yang akan timbul antara karyawan outsourcing dengan perusahaan
pengguna (PT PLN (Persero) PIKITRING SBS) dalam hal tidak dipenuhinya ketentuan
hukum ketenagakerjaan dalam pelaksanaan penggunaan outsourcing
2. PERSOALAN
Bagaimana melaksanakan penggunaan tenaga kerja outsourcing yang sesuai dengan
ketentuan hukum ketenagakerjaan sehingga terhindar dari sanksi dan kewajiban hukum ?
3. PRA-ANGGAPAN

Undang Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum diterapkan
dengan baik dalam pelaksanaan penggunaan tenaga kerja outsourcing di PIKITRING
SBS.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/Men/VI/ 2004 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu belum dipenuhi.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-220/Men/X/2004
tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan
lain dan Surat Keputusan Direksi Nomor 147K-DIR-2006 tentang pekerjaan utama dan
penunjang di lingkungan PT PLN (Persero) belum dilaksanakan dengan tepat di
PIKITRING SBS

Penentuan Core dan Non-Core Business yang tidak memuat deskripsi bidang pekerjaan
yang jelas menimbulkan kerancuan dalam penempatan posisi kerja bagi tenaga kerja
outsourcing di PIKITRING SBS
4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Undang Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
1
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/Men/VI/ 2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 101/MEN/VI/2004 tentang
Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-220/Men/X/20
tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan
lain dan Surat Keputusan Direksi Nomor 147K-DIR-2006 tentang pekerjaan utama dan
penunjang di lingkungan PT PLN (Persero)

Data Tenaga Kerja Outsourcing di PIKITRING SBS tahun 2008

Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja antara PT. PLN (Persero) PIKITRING SBS dengan
PT. Manunggal Pratama

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara PT. Manunggal Pratama dengan Tenaga
Outsourcing
5. PEMBAHASAN
5.1 PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN OUTSOURCING
Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan
pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, pengaturan hukum outsourcing di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66). Outsourcing
dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya oleh suatu perusahaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Dalam hal ini telaah staf akan khusus membahas
tentang pelaksanaan penyerahan pekerjaan melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga
kerja, dengan sampel pelaksanaannya di Kantor Induk PIKITRING SBS.
Dalam penyediaan jasa pekerja/buruh terdapat tiga kelompok yang berkepentingan, yaitu
Perusahanan Pengguna Jasa tenaga kerja (Pemberi Pekerjaan), Perusahaan Penyedia
Tenaga Kerja, dan Pekerja (Tenaga Outsourcing).
Perusahaan Pengguna dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
Perusahaan Penyedia tenaga kerja. Hal ini dilaksanakan melalui Perjanjian Penyediaan
Tenaga Kerja yang dibuat secara tertulis. Didalamnya wajib memuat ketentuan yang
menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja yang muncul dan
perjanjian pendahuluan yang berisi perjanjian kerja antara pekerja (tenaga outsourcing)
dengan perusahaan penyedia tenaga kerja.
Berdasarkan Pasal 65 UU 13/2003 jo Pasal 6 Kepmenakertrans Nomor 220/2004 jenis
pekerjaan yang dapat diserahkan kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
2
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
a.
dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan
pelaksanaan pekerjaan;
b.
dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Perusahaan Pemberi Pemborongan;
c.
merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan
tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan alur kegiatan kerja Perusahaan Pemberi pekerjaan;
d.
tidak menghambat proses produksi secara langsung artinya kegiatan tersebut adalah
merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi
pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana biasanya.
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur mengatur tentang syarat penyelenggaraan
outsourcing yang diatur lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No. 220/2004, yang memuat:
1. Penentuan pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus
terpisah dari kegiatan utama
- bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan
yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa
penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
- Perusahaan Pengguna Tenaga Kerja Outsourcing wajib membuat alur kegiatan proses
pelaksanaan pekerjaan dan juga harus menetapkan jenis-jenis pekerjaan utama dan
pekerjaan penunjang. Kemudian melaporkan semua ini kepada Instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat (Pasal 6 ayat 3).
Mengenai jenis-jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang, PT. PLN (Persero)
telah membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang tertuang dalam Surat
Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 147.K/DIR/2006. Didalam SK Direksi
tersebut diputuskan yang termasuk jenis pekerjaan utama dilingkungan perseroan
yakni kegiatan manajerial dan kegiatan supervisori baik pada bidang Usaha
Penyediaan tenaga listrik maupun pada bidang Usaha Penunjang tenaga
listrik.
Dalam Pasal 5 ayat 4 SK Direksi PT. PLN (Persero) No. 147.K/DIR/2006 juga diputuskan
mengenai kegiatan yang bisa diserahkan kepada perusahaan lain, antara lain:
a.
Pekerjaan tersebut bukan kegiatan yang berkaitan dengan rahasia Perseroan atau
merupakan pekerjaan esensial;
3
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
b. Telah mempertimbangkan kompetensi yang dibutuhkan Perseroan untuk menunjang
kesinambungan
bisnis
jangka
panjang,
sehingga
tidak
membuat
Perseroan
kehilangan kompetensi atau merupakan pekerjaan esensial;
c. Telah melakukan upaya-upaya perbaikan proses kerja untuk meningkatkan efisiensi
proses pelaksanaan pekerjaan;
d.
Telah mengoptimalisasikan pemberdayaan Pegawai berdasarkan formasi jabatan
dan formasi tenaga kerja;
e.
Telah mempertimbangkan bahwa suatu pekerjaan tertentu, lebih menguntungkan
jika di Outsourcing;
f.
Rencana Outsourcing dan biaya yang diperlukan harus sudah dimasukkan dalam
perhitungan rencana kerja dan anggaran tahunan.
Disamping itu terdapat pengecualian untuk Core Business yang dapat dioutsourcingkan
dalam Pasal 6 ayat 1 :
“Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik atau usaha
penunjang tenaga listrik yang memiliki kandungan pelayanan sosial atau pembinaan
usaha kecil dan tidak memiliki nilai ekonomi bagi Perseroan tidak termasuk kriteria
pekerjaan utama.”, sehingga bisa dioutsourcingkan.
Dalam hal ketentuan-ketentuan diatas tidak terpenuhi maka demi hukum segala
hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi
pekerjaan.
2. Syarat-syarat Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja/Buruh
Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
•
adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja;
•
perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat
secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
•
perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
•
perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
4
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
Dalam
hal
syarat-syarat
diatas
tidak
terpenuhi
(kecuali
mengenai
ketentuan
perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi
hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Mengenai hubungan hukum yang didasarkan dalam Perjanjian dalam outsourcing juga
tidak semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai pasal
1338 KUH Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam penyediaan jasa pekerja, ada 2 tahapan perjanjian yang dilalui yaitu:
1.
Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia
pekerja/buruh ;
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa
pekerja yang dibuat secara tertulis.
2.
Perjanjian perusahaan penyedia pekerja dengan karyawan Penyediaan jasa
pekerja untuk kegiatan penunjang perusahaan harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a.
adanya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan penyedia
jasa pekerja atau buruh;
b.
perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja
untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan dan atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh
kedua pihak;
c.
perlindungan
usaha
dan
kesejahteraan,
syarat-syarat
kerja
maupun
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh.
Dengan adanya 2 (dua) perjanjian tersebut maka walaupun karyawan seharihari bekerja di perusahaan pemberi pekerjaan namun ia tetap berstatus sebagai
karyawan perusahaan penyedia pekerja. Pemenuhan hak-hak karyawan seperti
perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang
timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.
Perjanjian kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan outsourcing
biasanya
mengikuti
jangka
waktu
perjanjian
kerjasama
antara
outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing. Hal ini
5
perusahaan
dimaksudkan
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
apabila perusahaan pengguna jasa outsourcing hendak mengakhiri kerjasamanya dengan
perusahaan outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja
antara karyawan dengan perusahaan outsource. Bentuk perjanjian kerja yang lazim
digunakan dalam outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Diatur dalam Pasal 56 – 59 UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 jo. Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 100/MEN/VI/2004.
Faktor yang dapat menyebabkan PKWT berubah menjadi PKWTT:
a.
PKWT dibuat secara tidak tertulis, tidak menggunakan bahasa indonesia dan tidak
berhurufkan latin (pasal 57 ayat 2 UU 13 tahun 2003)
b.
PKWT bukan untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara/ musiman sifatnya
(untuk pekerjaan tetap). (pasal 58 ayat 1 dan 2 )
c.
tidak memenuhi ketentuan tentang jangka waktu:
PKWT dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. Dalam terdapat hal/kondisi tertentu
sehingga pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, maka dapat dilakukan
pembaharuan PKWT. Pembaharuan sebagaimana dimaksud setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja dan
pembaharuan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
(pasal 58 ayat 4 – 6).
Masa Tenggang 30 hari: Setelah berakhirnya masa perpanjangan PKWT karyawan
wajib melalui tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari terlebih dahulu yakni masa dimana
tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha (Pasal 15 ayat 4
KEP.100/MEN/VI/2004 tentang PKWT)
Jangka Waktu maksimal PKWT:
= (waktu pengadaan terlama + waktu perpanjangan terlama) + waktu pembaharuan
= 2 tahun+1 tahun= 3 tahun +
2 tahun
= 5 tahun (harus berakhir)
(diperbaharui)
5.2 TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN OUTSOURCING DI PIKITRING SBS
Dari pelaksanaan perjanjian Outsourcing ditemukan beberapa permasalahan
antara lain:
5.2.1
Pihak penyedia tenaga kerja dalam pelaksanaan perjanjian kerja
dengan
tenaga
kerja
outsourcing
belum
memenuhi
ketentuan
perundangan ketenagakerjaan yang berlaku
5.2.1.1 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Pelaksanaannya
Pada pelaksanaannya Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja di PLN PIKITRING
SBS mengikat pekerjanya dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan
6
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
Jangka Waktu Kontrak selama 1 (tahun) kemudian diperpanjang terus untuk
jangka waktu maksimal 3 tahun, setelah masa 3 tahun seorang karyawan diberi
pesangon namun langsung diberikan kontrak perpanjangan tanpa melalui masa
tenggang 30 hari.
Berdasarkan data tenaga kerja outsourcing sebanyak 128 orang yang telah
bekerja lebih dari 3 tahun. Terhadap tenaga kerja yang telah melebihi jangka
waktu
3
tahun
Perusahaan
Penyedia
Tenaga
Kerja
tersebut
tetap
memperpanjang kontrak PKWT dari tenaga kerja tersebut untuk Jangka Waktu 1
tahun kedepan
(langsung memiliki hubungan hukum) dan
tidak melalui
mekanisme pemberhentian dengan tenggang waktu 30 hari terlebih dahulu baru
kemudian diperbaharui untuk jangka waktu maksimal 2 tahun dan hanya dapat
dilakukan 1 kali (Pasal 59 ayat 6 UU No.13 Tahun 2003).
Dalam penelaahan ini penulis mengambil sampel pelaksanaan perjanjian
kerja waktu tertentu yang dilaksanakan oleh PT. Manunggal Pratama sebagai
salah satu perusahaan rekanan penyedia tenaga kerja dari PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS.
Dengan tidak dipenuhinya ketentuan hukum ini maka status hubungan
hukum antara tenaga outsource dengan PT. Manunggal Pratama yang tadinya
karyawan
Kontrak
(PKWT)
demi
hukum
berubah
menjadi
Karyawan
tetap/Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) hal ini berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 59 ayat 7 dan Pasal 65 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003.
Hal ini harus mendapat perhatian sejak dini dari
PIKITRING
SBS
karena
dapat
berdampak
besar
pihak manajemen
dalam
keefektifan
dan
keefiensian penggunaan tenaga outsourcing kepada PIKITRING SBS
1. Kemungkinan
sengketa
hubungan
industrial
yang
timbul
antara
PT.
MANUNGGAL PRATAMA dengan para tenaga kerjanya bisa menyebabkan
terganggunya kerja harian yang biasa dikerjakan para tenaga outsource;
2. bila ternyata demi hukum prjanjian kerja tenaga outsource berubah menjadi
PKWTT/Pegawai Tetap, maka dalam penggunaan jasanya akan terjadi
pembengkakan anggaran karena hak-hak tambahan dalam PKWTT harus
turut dipenuhi .
Bagaimana dengan status hubungan hukum antara karyawan outsource
dengan PIKITRING SBS, apakah karyawan yang statusnya berubah menjadi
PKWTT tersebut berubah pula menjadi karyawan PKWTT di pengguna jasanya
(PLN PIKITRING SBS) atau tetap dibawah Perusahaan dimana dia terikat kontrak
7
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
kerja PKWT sebelumnya (Perusahaan Outsourcing)? Hal ini dapat kita lihat dari
segi jenis pekerjaan yang diberikan kepada tenaga outsource dan status hukum
dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tersebut.
Pada dasarnya, hubungan kerja dalam kasus posisi terjadi antara Penyedia
Tenaga Kerja dengan karyawan outsource. Namun, dapat terjadi peralihan
hubungan kerja dari Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja kepada Perusahaan
Pengguna (PIKITRING SBS) dalam hal:
a. Bahwa Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja tidak berstatus badan hukum.
b. Bidang pekerjaan yang diserahkan ke Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja
merupakan pekerjaan pokok dari PIKITRING SBS.
Kedua faktor ini bersifat alternatif dan bukan kumulatif.
Didasarkan pada bukti dan fakta hukum yang ada, sah bahwa Perusahaan
Penyedia Jasa rekanan PIKITRING SBS merupakan badan hukum dan telah
memenuhi segala ketentuan perijinan usaha sebagai penyedia tenaga kerja.
Mengenai pekerjaan pokok yang ada di PIKITRING SBS, berpedoman pada
SK. Direksi No. 147.K/DIR/2006 yang berlaku untuk semua unit dari PT. PLN
(Persero)
dan
diakui
sebagai
dasar
pengoutsourcingan
pekerjaan.
Permasalahannya adalah definisi pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang
dalam SK Direksi tersebut yang terlalu general dan tidak merumuskan secara
jelas mengenai bidang-bidang pekerjaan, terhadap hal terebut rentan akan
gugatan hubungan industrial akan status dari para pekerja outsourcing perihal
status hubungan kerja bagi mereka yang melaksanakan tugas kerja di core
business PIKITRING SBS.
Berkaitan dengan Pasal 5 ayat 4.a SK DIREKSI No. 147.K/2006 yang
menyatakan “Pekerjaan yang bisa dioutsourcingkan bukan kegiatan yang berkaitan
dengan rahasia Perseroan atau merupakan pekerjaan esensial” Pada pelaksanaannya
ada
beberapa
supervisiori,
pekerjaan
dan
essensial
yang
sebenarnya
(masih
dalam
berkaitan
dengan
rencana/data-data
rahasia,
rahasia)
di
PIKITRING SBS yang diserahkan kepada tenaga kerja outsourcing.
Bukan semata untuk faktor keamanan data perusahaan namun apa yang bisa
mereka kerjakan dan dokumen yang bisa miliki dari segi hukum hal ini jelas
dapat
dijadikan
dasar
pembuktian
seseorang
telah
dipekerjakan
dalam
pekerjaan utama, disamping kemungkinan terjadinya SIDAK Disnaker.
8
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
6. KESIMPULAN
Dalam Pelaksanaannya, penggunaan tenaga kerja outsourcing di PIKITRING SBS
dari segi hukum masih belum memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, yakni:
-
Masih ada tenaga kerja outsourcing yang masuk kedalam lingkup pekerjaan
utama (core business) di PT PLN (Persero) PIKITRING SBS.
-
Belum dipenuhinya prosedur masa tenggang waktu 30 hari terlebih dahulu
(tanpa hubungan kerja) terhadap pembaharuan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu yang sudah melewati masa waktu 3 tahun oleh Perusahaan Penyedia
Tenaga Kerja.
7. TINDAKAN YANG DISARANKAN

General Manager dapat membuat Surat Edaran yang memuat Petunjuk
Pelaksanaan dan bidang-bidang pekerjaan yang dapat dioutsourcingkan.

Terhadap tenaga kerja outsource yang bekerja di PIKITRING SBS dengan masa
kerja lebih dari 3 tahun dan/atau kepada tenaga kerja outsource yang
menempati posisi kerja yang essensial dan bersifat rahasia harus direview
ulang dan bagian sumber daya manusia menentukan kelanjutan posisi kerja
dari tenaga kerja tersebut berdasarkan kompetensi yang mereka miliki.

Untuk setiap perekrutan, bagian SDM hendaknya mendasarkan atas kebutuhan
serta dilakukan tes terlebih dahulu (interview) untuk menguji kompetensi dan
psikologis dari calon tenaga outsourcing yang diajukan oleh perusahaan
penyedia tenaga kerja.

Pada kontrak penyediaan tenaga kerja dengan Perusahaan Penyedia Tenaga
Kerja dimasukkan klausul mengenai kewajiban untuk menyediakan tenaga
back up harian sebagai pengganti sementara terhadap tenaga kerjanya yang
sedang melalui masa tenggang pembaharuan kontrak kerja.

Untuk lebih menjamin kepastian perlindungan hukum terhadap kontrakkontrak yang telah diikat dalam bentuk Perjanjian penyediaan tenaga kerja.
hendaknya diubah menjadi perjanjian pemborongan pekerjaan sehingga jelas
yang kita serahkan adalah pekerjaan dan bukan permintaan akan tenaga kerja
untuk mngerjakan pekerjaan.
9
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
PT. PLN (Persero)
PIKITRING SBS
DAFTAR PERATURAN

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/Men/VI/ 2004 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 101/Men/VI/ 2004 tentang
Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-220/Men/X/20 tentang
syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain.

Surat Keputusan Direksi Nomor 118.K/010/DIR/2004 tentang Penataan outsourcing di
lingkungan PLN.

Surat Keputusan Direksi Nomor 147.K/DIR/2006 tentang pekerjaan utama dan pekerjaan
penunjang di lingkungan PLN.

Surat Edaran No. 001.E/DIR/2007 tentang petunjuk pelaksanaan penyerahan sebagian
pekerjaan ke Perusahaan Lain (Outsourcing) di lingkungan PT PLN (Persero).
10
Ojak Parulian Aritonang
B/HK/00729
Download