PANDUAN PELIBATAN MASYARAKAT LOKAL SECARA EFEKTIF DALAM IMPLEMENTASI REDD+ DI INDONESIA WILAYAH TIMUR outline Latar Belakang Kegiatan Tujuan Kegiatan Metode Panduan Pelibatan Masyarakat Papua Barat dalam REDD+ Latar belakang Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) merupakan mekanisme yang telah berada di bawah negosiasi oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) sejak tahun 2005 , dengan tujuan kembar mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dan menghapus rumah kaca gas melalui pengelolaan hutan ditingkatkan di negara berkembang. REDD+ meliputi kegiatan-kegiatan pengurangan emisi dengan mengedepankan : 1.Pengurangan deforestasi 2.Pengurangan degradasi lahan/hutan 3.Konservasi hutan 4.Pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan, 5.Meningkatkan stok karbon FCPF merupakan fasilitasi World Bank yang mendukung skema Mitigasi perubahan iklim kepada negara-negara berkembang yang sudah Komit dengan UNFCCC. Dana Kesiapan mendukung negara-negara berkembang tropis dan sub - tropis dalam mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam sistem insentif positif untuk REDD + yang meliputi : 1.Mengadopsi Strategi Nasional REDD + ; 2.Tingkat Emisi Referensi Berkembang ( REL ) ; 3.Merancang Pengukuran , Pelaporan , Dan Verifikasi ( MRV ) Sistem ; 4.Menyiapkan Pengaturan Pengelolaan Nasional REDD + , 5.Termasuk Perlindungan Lingkungan Dan Sosial Yang Tepat tujuan Maksud dari penyusunan panduan ini adalah memberikan acuan sosio-teknis bagi para pemangku kepentingan untuk proses pelibatan masyarakat dalam kegiatan persiapan dan implementasi REDD+ di Indonesia khususnya untuk kawasan Timur Indonesia. Sehingga tujuan dari kegiatan ini adalah : 1.Melakukan penyusunan Panduan Pelibatan Secara Efektif Masyarakat Lokal dalam Implementasi REDD+ di untuk masyarakat Indonesia Bagian Timur 2.Mendiseminasikan Panduan Pelibatan Secara Efektif Masyarakat Lokal dalam Implementasi REDD+ di Indonesia Bagian Timur secara luas kepada pihak terkait metode Pertimbangan Dalam Penyusunan Panduan ini : 1. Panduan “Sederhana” namun “tidak menyederhanakan semuanya” 2. Memuat keyword/kata kunci sebagai atribut utama atau referensi Panduan akan terbit dalam dua bagian besar : 1. Panduan 2. Etnografi Singkat Pendekatan : Framing kondisi sosiologis, antropologis dan psikologi sosial Data, Sumberdata, Strategi Koleksi Data dan Alat Analisis urgensi panduan REDD+ sebagai cermin pengelolaan hutan di Indonesia Penyusunan komponen dan penataan arsitektur REDD+ >> rumit dan memerlukan waktu yang lama >> pencapaian AKUNTABILITAS tantangan Indonesia wilayah timur >> keragaman etnik tinggi >> 64% keragaman etnik Indonesia ada di Indonesia Wilayah Timur Apakah mungkin dibuat panduan umum ? solusi Panduan >> perspektif sosiologis >> relasi sosial pada konteks sosial tertentu Konteks >> etnografi Substansi panduan Saat ini di Indonesia telah terbangun setidaknya 2 basis prinsip implementasi safeguard REDD+ yang mengacu pada safeguard hasil COP 16 dan kedua entitas itu terdapat prinsip dan perhatian : Penghormatan terhadap pengetahuan dan hak masyarakat lokal Pemastian keterlibatan penuh para pemangku kepentingan yang relevan, Mempertimbangkan kewajiban internasional yang relevan, Keadaan nasional dan hukum, Majelis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat dan partisipasi penuh dan efektif dari stakeholder yang relevan, khususnya masyarakat adat dan masyarakat lokal Pembangunan partisipatif : sebuah keharusan ? Mengapa harus partisipasi? Partisipasi >> penggunaan perspektif pihak yang terlibat Pembangunan menggunakan perspektif siapa? >> perbedaan perspektif (memandang dan dipandang) >> manfaat pembangunan tidak efektif termanfaatkan Partisipasi >> Pengakuan Regulasi legal spirit Kepentingan Inlandsche Gemeenten Ordonantie Buitengewesten (IGOB), Staadblad Tahun 1938 No.681. memperkuat sistem pemerintahan adat masyarakat adat di berbagai wilayah Hindia Belanda dapat mewakili kepentingan kaum kolonial. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desa Praja “desa” sebagai suatu wilayah setempat yang merupakan satu kesatuan masyarakat hukum dengan kesatuan penguasa, yang berhak mengatur dan mengurusi rumah tangga sendiri. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. “desa” diartikan sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia Pengamanan regionalistik Mempermudah mobilisasi masyarakat UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. “desa” diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten Usaha untuk akomodasi nilai adat sebagai realitas sosial yang sebenarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menjadikan eksistensi masyarakat hukum adat mendapat legitimasi secara yuridis Akomodasi aspirasi ke khasan daerah sebagai referensi pembangunan Regulasi legal spirit Kepentingan MALUKU Identifikasi dan rekognisi nilai-nilai adat Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 residual kedalam hukum positif tentang Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Wilayah Provinsi Maluku Akomodasi aspirasi ke khasan daerah sebagai referensi pembangunan PAPUA Undang-Undang 21 Tahun 2001 tentang otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Identifikasi dan rekognisi nilai-nilai adat residual kedalam hukum positif UU 6 2014 tentang pemerintah desa Pemberdayaan, rokognisi dan pemberdayaan desa/atau nama lain adat Kecamatan diubah menjadi Distrk dan desa menjadi kampung, atau dengan nama lain Akomodasi aspirasi ke khasan daerah sebagai referensi pembangunan Memberi keleluasaan desa/nama lain untuk mengelola desa pertanyaannya Implikasi yuridis maupun sosiologis terhadap identifikasi hukum adat oleh aturan formal paska orba yang demikian adalah apakah memang pengakuan hukum adat ke dalam ranah yuridis dan mendapat legitimasi yang tinggi atau hanya untuk memenuhi legal spirit Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahaan Daerah? Partisipasi di indonesia Represi struktural (perundangundangan) Parisipasi masih mobilisasi >> memberdayakan Retorika vs utopia ? papua 1. Keragaman etnik yang tinggi (300 bahasa lebih) 2. Keunikan transformasi masyarakat post-tradisional (keniscayaan atas simbol-simbol modernitas hidup berdampingan dengan residu nilai-nilai tradisional yang masih kuat dalam masyarakat). Contoh : Reward, pandangan2 terhadap kosmos dalam praksis modernitas 3. Treatment/perlakuan Rejim Pemerintahan Tertentu yang menyisakan “transformasi” cara pandang masyarakat Papua terhadap pemerintah 4. Perbedaan Perspektif (Perbedaan memandang dan dipandang) antara Pemerintah dan Masyarakat Papua menyebabkan “pembangunan” tidak bisa efektif termanfaatkan oleh masyarakat 5. Diskursus pemekaran wilayah papua yang makin menguat mempunyai kecenderungan masyarakat untuk menjadi eksklusif. Rentan koptasi kepentingan entitas masyarakat oleh elit yang merupakan anggota dari entitas masyarakat itu sendiri. 6. Keniscayaan akan interkoneksi lokalitas papua yang makin luas terhadap pihak luar karena konsep pengetahuan yang “borderless” (tanpa batas) dan diskursus “manfaat alam” yang merupakan “milik bersama”. ntt 1. Perangkap modernisme : Pemujaan produk-produk modernitas dan memandang rendah serta penilaian butir budaya, warisan kultur sebagai sesuatu yang “out of date” (ketinggalan jaman) 1. Perhatian masyarakat berpindah peduli dengan hal-hal yang pragmatik. 2. Paradigma dan perwajahan modernismus masih dicampuri pelbagai unsur tradisi leluhur yang tidak mudah dilepaskan oleh masyarakat NTT. 3. Kekuatan modernismus tidak mampu membantu manusia untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup >> kompensasi positif >> masyarakat modern lari pada warisan leluhur untuk mencari ketenangan hidup, dan menemukan jalan keluar dari kesulitan dan persoalan 5. Intervensi pembangunan yang ekonomi deterministik >> masyarakat sedang berkembang dari kondisi “apa adanya” menjadi lebih 6. Mentalitas kehidupan politik >> polarisasi dan koptasi kepentingan masyarakat oleh elit >> strategi berbudaya yang selalu berkembang untuk penyelesaian masalah melalui negosiasi –baik politis, sosiologis dan asepk lainnya- yang melibatkan banyak pihak tergantikan dengan penyelesasian pragmatik dan transaksional. 7. Pengurangan otoritas atau kekuatan raja yang terjadi dari jaman Belanda hingga kini >> mencabut masyarakat dari entitas budaya yang utuh. 8. Masyarakat yang plural dan kosmopolit >> perubahan sosial sangat bervariasi dan sering sulit dipahami maluku Bagi masyarakat hukum adat Maluku, adat dipercayai sebagai warisan leluhur yang telah ditetapkan sejak dahulu dan mesti dialihkan melalui proses regenerasi. Ini dimaksudkan agar adat yang diterima dan diakui oleh generasi berikutnya senantiasa dapat dijalankan sebagai satu-satunya hidup. Perubahan sistem hukum adat di Maluku telah berlangsung sejak lama, dimana dengan masuknya kebudayaan Melayu, seperti Arab, Malayu dan Tiangkok, demikian juga kebudayaan Eropa, seperti Portugis dan Belanda, hukum adat di Maluku telah banyak mengalami perubahan, dalam arti disesuaikan dengan sistem sosial masyarakat pendatang, termasuk kepentingan hukum dan bisnis kaum kolonial saat itu. Cultural dan sosial framing Masyarakat Papua, Maluku dan ntt terkait mekanisme REDD+ 1. Residu cara hidup sesuai tradisi (memungut hasil alam) memengaruhi cara masyarakat berkegiatan ekonomi. Derajat inisiasi/mekanisme perencanaan pembangunan di level negeri/kampung masih rendah atau belum ada. Papua >> Bumi berarti ibu yang memberi makan pada anaknya Budaya “palangisasi” >> belum ada mekanisme distribusi manfaat hak ulayat kepada level keluarga dan individu. 2. Pembagian/pemetaan wilayah ulayat yang sangat rentan konflik 3. Terjadi perbedaan perspektif (perbedaan memandang dan dipandang) antara pemerintah daerah dan masyarakat >> manfaat pembangunan tidak efektif dimanfaatkan oleh masyarakat 4. Agen pembangunan yang streotype timbul prejudice di masyarakat (trust sangat penting). Cultural dan sosial framing Masyarakat Maluku dan Papua terkait mekanisme REDD+ 1. Residu cara hidup sesuai tradisi (memungut hasil alam) memengaruhi cara masyarakat berkegiatan ekonomi. Derajat inisiasi/mekanisme perencanaan pembangunan di level negeri/kampung masih rendah/belum ada. Papua >> Bumi berarti ibu yang memberi makan pada anaknya Budaya “palangisasi” >> belum ada mekanisme distribusi manfaat hak ulayat kepada level keluarga dan individu. 2. Pembagian wilayah ulayat yang sangat rentan konflik 3. Terjadi perbedaan perspektif (perbedaan memandang dan dipandang) antara pemerintah daerah dan masyarakat >> manfaat pembangunan tidak efektif dimanfaatkan oleh masyarakat 4. Agen pembangunan yang streotype timbul prejudice di masyarakat (trust sangat penting). Kata kunci sebagai penemuan kunci REDD+ sebagai opportuniti (kesempatan) REDD+ context Pengurangan emisi dari pengurangan deforestasi Added value 1. Kawasan Hutan sebagai perekat relasi sosial (bukan sebagai sumber konflik) Pengurangan emisi dari 2. Menguatnya kapasitas civil pengurangan Degradasi society Lahan/Hutan 3. Rekognisi nilai adat 4. Rekognisi dan menguatnya Konservasi hutan dan lahan hak-hak masayrakat lokal atas Pengayaan stok karbon hutan dan sumberdaya hutan dan lahan lahan 5. Tata kelola sumberdaya lokal (hutan dan lahan) yang lebih Sustainable Forest Management baik Inisiator Proyek Pemprov dan Pemkab Related Stakeholder Konsultasi dan Komunika si • Pembentukan forum REDD+ dilakukan pada tahal Pemkab • Forum REDD+ dibentukPemprov dapat diinisiasi (related stake holder) (related stake holder) Konsultasi oleh pemda dan beranggotakan semua dan elemen civil society mencakup Komunika Konsultasi si dan akademisi (environmentalis, sosiolog Feed Feed Komunika Back Back Forum REDD+ si dan antropolog) , NGO(s), dewan jika jika (Pemda, CSO, NGO, masyarakat adat, wakil masyarakat FPIC FPIC Muspika Akademisi, Pelaku Usaha) Yes No yang menjadi lokus kegiatan. Kecamatan • Forum REDD+ membentuk kamarKebijakan Fasilitasi, Tujuan REDD+ kamar untuk kepentingan fasilitasi, Konsultasi insentif Monitoring dan & monitoring dan penilaian hasil. Komunika dan Infrastruktur si • Forum REDD+ diberi payung hukum Penilaian pendukung dan mempunyai posisi strategis dalam Negeri/Kampung/Dusun mendorong Pelaporan kebijakan-kebijakan pendukung REDD+ dan infrastruktur pendukung. • Forum REDD+ ada disetiap proses konsultasi dan komunikasi termasuk Perencanaan Konteks Sistem Kemasyarakatan Komunitas Yang proses konfirmasi FPIC dan Implementasi 1. Agenda setting Ada menetapkan keperluan proses 2. Eksplorasi gagasan konsultasi dan komunikasi. Pemastian Tenure 3. Formulasi kegiatan • Keterwakilan setiap elemen dalam 4. Pembagian peran dan 1. Penentuan related stakeholder Forum REDD+ proporsional termasuk tanggung jawab 2. Pemetaan partisipatif wilayah Pengembangan adat/Hak Ulayat representasi elit dan anggota 5. Identifikasi aset kapasitas lembaga 3. Harmonisasi peta dengan masyarakat yang menjadi lokus. adat dan SDM related stakeholder 6. Sistem benefit sharing • 1. Perangkat sistem Forum REDD+ bertanggung jawab 7. Mekanisme resolusi konflik kemasyarakatan terhadap tercapainya tujuan REDD+ 8. Pembangunan kriteria dan Indikator keberhasilan kegiatan yang ada 2. Pengelolaan aset adat 3. Networking 4. Kemampuan negosiasi Terimakasih, mohon pencermatannya Inisiator Proyek Pemprov dan Pemkab Related Stakeholder Konsultasi dan Komunika si Pemkab (related stake holder) Feed Back jika FPIC No Feed Back jika FPIC Yes Konsultasi dan Komunika si Muspika Kecamatan Konsultasi dan Komunika si Konsultasi dan Komunika si Forum REDD+ (Pemda, CSO, NGO, Akademisi, Pelaku Usaha) Fasilitasi, Monitoring dan Penilaian Kebijakan insentif & Infrastruktur pendukung Negeri/Kampung/Dusun Perencanaan 1. 2. 3. 4. Agenda setting Eksplorasi gagasan Formulasi kegiatan Pembagian peran dan tanggung jawab 5. Identifikasi aset 6. Sistem benefit sharing 7. Mekanisme resolusi konflik 8. Pembangunan kriteria dan Indikator keberhasilan kegiatan Pemprov (related stake holder) Tujuan REDD+ Pelaporan Konteks Sistem Kemasyarakatan Komunitas Yang Ada Pemastian Tenure 1. Penentuan related stakeholder 2. Pemetaan partisipatif wilayah adat/Hak Ulayat 3. Harmonisasi peta dengan related stakeholder Pengembangan kapasitas lembaga adat dan SDM 1. Perangkat sistem kemasyarakatan yang ada 2. Pengelolaan aset adat 3. Networking 4. Kemampuan negosiasi Implementasi