Full Text - EJournal Stikes PPNI Bina Sehat Mojokerto

advertisement
Hubungan antara Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
dengan Status Gizi pada Bayi usia 6-12 bulan
Noer Saudah, Rike Anggun Purbasari
The pattern of giving side food of mother’s milk that is not suitable could bring some
effect against nutrient status of baby. This phenomena is happened in Polindes Tanjangrono
village of Tanjangrono whereas still many mothers give side food of mother’s in wrong way
and its could have effect to the nutrient status of baby 6 – 12 month old. The purpose of this
research is to know correlation between pattern of giving side food of mother’s milk and
nutrients status of baby 6 – 12 month old. This research use analytic correlation design with
cross sectional. Independent variable in this research is pattern of giving side food of
mother’s milk, dependent variable is nutrient status of baby 6-12 month old. Population of
this research are all of mothers who have baby 6-12 month old in Polindes Tanjungrono
Village of Tanjangrono District of Ngoro Regency of Mojokerto in July 2011. Sample is
taken by consecutive sampling counted of
40 respondents. Data analyzed by
Spearman rho tes with the result  = 0.001 dan α = 0.05. so  < α, its mean H0 rejected and
H1 accepted, so there are correlation between pattern in giving side food of mother’s milk
and nutrient status of baby 6-12 month old in Polindes Tanjungrono Village of Tanjangrono
District of Ngoro Regency of Mojokerto in July 2011. The result of this research show that
the more appropriate pattern of giving side food of mother’s milk better nutrient status of
baby 6-12 month old. Its hoped that respondents more improve their knowledge about
pattern of giving side food of mother’s milk in the right way so nutrient status of baby will be
better.
Keyword : The Pattern on Side Food of Mother’s milk, Nutrient Status
PENDAHULUAN
Anak balita adalah masa anak di
bawah lima tahun atau berumur 12-60
bulan
(Dep.Kes,2005).
Pada
saat
memasuki usia balita terjadi pertumbuhan
cepat terutama pertumbuhan otak yang
dapat
mencapai
80%
dari
total
pertumbuhan. Status gizi yang buruk pada
balita dapat menimbulkan pengaruh yang
sangat menghambat pertumbuhan fisik,
mental, maupun kemampuan berfikir yang
pada
akhirnya
akan
menurunkan
produktivitas
kerja.
Keadaan
ini
memberikan petunjuk bahwa pada
hakikatnya gizi yang buruk atau kurang
akan berdampak pada menurunya kualitas
sumber daya manusia. Gizi yang buruk
membuat daya tahan tubuh yang lemah
sehingga bayi mudah terkena infeksi, oleh
karena itu pola pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi usia 6-12
bulan sangat erat hubunganya dengan
status gizi pada bayi. Makanan
pendamping ASI yang diberikan mulai
usia 6-24 bulan merupakan makanan
peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Pemberian makanan pendamping ASI
yang cukup dalam kualitas dan kuantitas
penting untuk pertumbuhan otak dan
perkembangan kecerdasan bayi. Namun,
pada
kenyataanya
sering
terjadi
permasalahan
yang
sering
terjadi
diantaranya adalah pemberian makanan
pendamping ASI dini atau terlambat.
Bayi yang tidak mendapatkan ASI
kemungkinan akan mengalami kekurangan
gizi yang dimulai ketika bayi berusia 2-3
bulan, yang merupakan manifestasi status
gizi bayi. Dari hasil beberapa penelitian
menyatakan bahwa keadaan kurang gizi
pada bayi dan anak disebabkan karena
kebiasaan
pemberian
makanan
pendamping ASI yang tidak tepat.
Ketidaktahuan tentang cara pemberian
makanan bayi dan anak serta adanya
kebiasaan yang merugikan kesehatan,
secara langsung dan tidak langsung
menjadi penyebab utama terjadinya
masalah kurang gizi pada anak, khususnya
pada anak usia dibawah 2 tahun
(Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
RI, 2000). Dalam periode pemberian
Makanan
Pendamping
ASI,
bayi
tergantung sepenuhnya pada perawatan
dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh
karena itu pengetahuan dan sikap ibu
sangat berperan, sebab pengetahuan
tentang Makanan Pendamping ASI dan
sikap yang baik terhadap pemberian
Makanan
Pendamping
ASI
akan
menyebabkan
seseorang
mampu
menyusun menu yang baik untuk
dikonsumsi oleh bayinya. Semakin baik
pengetahuan gizi seseorang maka ia akan
semakin memperhitungkan jenis dan
jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi (Ahmad Djaeni, 2000).
Menurut data Biro Pusat Statistik
(BPS) 2003, dari sekitar 5 juta anak balita
(27,5%) yang kekurangan gizi, lebih
kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam
tingkat gizi kurang, 1,5 juta anak (8,3%)
gizi buruk (Almatsier, 2009). Menurut
Almatsier (2001) status gizi bayi
merupakan hasil dari keseimbangan antara
asupan gizi dengan kebutuhan gizi. Dilihat
dari kebutuhan gizi, kematangan fisiologis,
dan keamanan imunologis, pemberian
makanan selain ASI sebelum bayi berusia
6 bulan adalah tidak perlu dan juga dapat
membahayakan. Kerugian dan resiko
apabila makanan pelengkap diberikan
secara tidak tepat dapat mengganggu
perilaku dalam pemberian makanan bayi,
pengurangan produksi ASI, penurunan
absorbsi besi dari ASI, meningkatnya
resiko infeksi dan alergi pada bayi, dan
meningkat
pula
resiko
terjadinya
kehamilan baru. Di samping itu juga dapat
terjadi pula resiko terhadap defisit air yang
akan menyebabkan hiperosmolaritas dan
hipernatremia, yang pada kasus-kasus
ekstrim dapat menyebabkan terjadinya
letargi, kejang-kejang, dan bahkan
kerusakan yang menetap pada otak.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
tanggal 26 Oktober 2010 di Polindes
Tanjangrono Kecamatan Ngoro Kabupaten
Mojokerto pada 10 ibu yang mempunyai
bayi usia 6-12 bulan terdapat 4 (40%) bayi
dengan status gizi buruk, 3 (30%) bayi
dengan status gizi kurang, 3 (30%) bayi
dengan status gizi baik, dan 3 (30%) ibu
sudah memperhatikan pemberian makanan
pendamping ASI, 7 (70%) ibu tidak
memperhatikan
pemberian
makanan
pendamping ASI pada bayi usia 6-12
bulan. Berorientasi dari hal tersebut, pola
pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi pada bayi usia 6-12
bulan merupakan masalah yang penting
untuk dikaji lebih dalam, untuk itu perlu
diadakan suatu penelitian yang mengkaji
masalah tersebut dengan judul “Hubungan
Antara
Pola
Pemberian
Makanan
Pendamping ASI dengan Status Gizi Pada
Bayi Usia 6-12 Bulan di Polindes
Tanjangrono Kecamatan Ngoro Kabupaten
Mojokerto Tahun 2011”.
Makanan tambahan harus mulai
diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat
cukup energi dan nutrien dari ASI saja.
Pada usia 6 bulan otot dan saraf di dalam
mulut bayi cukup berkembang untuk
mengunyah, menggigit dan memamah.
Sebelum usia 6 bulan, bayi akan
mendorong makanan keluar dari mulutnya
karena mereka tidak dapat mengendalikan
gerakan lidahnya secara penuh. Pada usia
6 bulan sistem pencernaan sudah cukup
matang untuk mencerna makanan.
Memulai pemberian makanan dini atau
terlambat, keduanya tidak di inginkan.
Tanda bahwa seorang anak sudah siap
untuk menerima makanan tambahan
adalah bahwa anak tersebut sekurangnya
berusia 4 bulan dan sering mendapat ASI
tetapi tampak lapar segera sesudahnya atau
tidak mengalami penambahan berat badan
yang adekuat. Memberikan makanan
tambahan terlalu cepat berbahaya karena
seorang anak belum memerlukaan
makanan tambahan saat ini, dan makanan
tersebut dapat menggantikan ASI. Jika
makanan diberikan, anak akan minum ASI
lebih sedikit dan ibu memproduksinya
lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak,
anak mendapat faktor pelindung dari ASI
lebih sedikit sehingga resiko infeksi
meningkat, resiko diare juga meningkat
karena tambahan tidak sebersih ASI,
makanan yang diberikan sebagai pengganti
ASI sering encer, buburnya berkuah atau
berupa sup karena mudah dimakan oleh
bayi. Makanan ini memang membuat
lambung penuh, tetapi memberi nutrien
lebih sedikit daripada ASI, sehingga
kebutuhan anak tidak terpenuhi, ibu
mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil
kembali jika jarang menyusui. Memulai
pemberian makanan tambahan terlalu
lambat juga berbahaya, karena anak tidak
mendapat makanan extra yang dibutuhkan
untuk mengisi kesenjangan energi dan
nutrien, anak berhenti pertumbuhanya,
atau tumbuh lambat, pada anak resiko
malnutrisi dan defisiensi mikronutrien
meningkat. Tujuan penelitian ini adalah
Mengetahui hubungan antara pola pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi
pada bayi usia 6-12 bulan di polindes
Tanjangrono Kecamatan Ngoro Kabupaten
Mojokerto Tahun 2011.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan
metode penelitian analitik korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Populasinya
adalah Semua ibu yang mempunyai bayi
usia 6-12 bulan dan bayi usia 6-12 bulan di
Polindes Tanjangrono Desa Tanjangrono
Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto
Tahun
2011
sebanyak
50
responden.Pengambilan sampling dalam
penelitian ini menggunakan nonprobability
sampling tipe consecutive sampling.
Sampel sebanyak 40 responden. Variabel
dalam penelitian ini adalah pola pemberian
MP-ASI dan status gizi bayi usia 6 – 12
bulan. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kuesioner berisi tentang
pola pemberian makanan pendamping ASI
dan Lembar observasi berat badan bayi dan
timbangan bayi.
Penelitian ini dilakukan di Polindes
Tanjangrono Desa Tanjangrono Kecamatan
Ngoro Kabupaten Mojokerto pada bulan Juli
2011. Analisa data pada Pola Makanan
Pendamping ASI diberikan skor sebagai
berikut :
a. Tepat jika skor 7 – 10
b. Kurang Tepat jika skor 4 – 6
c. Tidak Tepat jika skor ˂ 4
Sedangkan status gizi diberikan penilaian
dengan rumus perhitungan :
Rumus perhitungan status gizi :
= ...%
0 – 60%
61 – 81 %
82 – 100%
110 – 120%
> 120%
= Buruk
= Kurang
= Baik
= Over Weight
= Obesitas
Uji Statistika dengan menggunakan uji
statistik spearman rho dengan tingkat
keyakinan 95 % (α : 0,05)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di Polindes
Tanjangrono
Desa
Tanjangrono
Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto.
Hasil Penelitian
Data Umum
1. Karakteristik Pendidikan Ibu
Tabel 4.1 Karakteristik
responden
berdasarkan Pendidikan ibu
di Polindes Tanjangrono
Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro
Kabupaten
Mojokerto
Tahun 2011
Pendidikan
Jumlah
%
Terakhir Ibu
SD
20
50
SMP
7
17,5
SMA
9
22,5
Akademi/perguruan
4
10
tinggi
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
Tabel 4.2 Karakteristik
responden
berdasarkan Umur ibu di
Polindes Tanjangrono Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
Umur
Jumlah
%
20–35 tahun
29
72,5
>35 tahun
11
27,5
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
Tabel 4.3 Karakteristik
responden
berdasarkan Pekerjaan ibu
di Polindes Tanjangrono
Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro
Kabupaten
Mojokerto
Tahun 2011
Pekerjaan
Jumlah
%
PNS
4
10
wiraswasta
9
22,5
Buruh
27
67,5
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
Tabel 4.4 Karakteristik
responden
berdasarkan Jumlah anak di
Polindes Tanjangrono Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
Jumlah Anak
Jumlah
%
1
18
45
2-4
22
55
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
Tabel 4.5 Karakteristik
responden
berdasarkan
Penghasilan
perbulan
di
Polindes
Tanjangrono
Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
Penghasilan (Rp)
Jumlah
%
<Rp. 450.000
36
90
≥Rp. 450.000
4
10
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
Data Khusus
Tabel 4.6 Karakteristik
responden
berdasarkan Pola Pemberian
Makanan Pendamping ASI
di Polindes Tanjangrono
Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro
Kabupaten
Mojokerto
Tahun 2011
Pola Pemberian
Jumlah
%
MP-ASI
Tepat
6
15
Kurang tepat
25
62,5
Tidak tepat
9
22,5
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
Tabel 4.7 Karakteristik
responden
berdasarkan Status Gizi bayi
usia 6-12 bulan di Polindes
Tanjangrono Desa Ngoro
Kecamatan
Ngoro
Kabupaten
Mojokerto
Tahun 2011
Status Gizi
Jumlah
%
Buruk
8
20
Kurang
22
55
Baik
10
25
40
100
TOTAL
Sumber
: Data Primer 2011
3. Tabulasi silang hubungan antara pola
pemberian MP-ASI dengan status gizi
Tabel 4.8 Tabulasi silang antara Pola
Pemberian
Makanan
Pendamping ASI dengan
Status Gizi pada bayi usia 612
bulan
di
Polindes
Tanjangrono
Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
Pola Pemberian
Makanan Pendamping
ASI
Jumlah
Statu
s Gizi Tepa Kurang Tidak
t
tepat
tepat
f % f % f % f %
Buru - - - 8 10 8 100
k
0
Kura - - 2 95, 1 4,6 2 100
ng
1
4
2
Baik 6 6 4 40 - - 1 100
0
0
Jumla 6 1 2 62, 9 22, 4 100
h
5 5
5
5 0
Tabel diatas menunjukan bahwa
sebagian besar status gizi bayi usia 6-12
bulan kurang dan pola pemberian makanan
pendamping ASI-nya kurang tepat
sebanyak 21 responden (95,4 %).
Berdasarkan hasil uji spearman rho
diperoleh data ρ = 0,001 dan α = 0,05.
Maka ρ < α berarti H0 ditolak dan H1
diterima jadi terdapat hubungan antara
pola pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi di Polindes Tanjangrono
Desa Tanjangrono Kecamatan ngoro
Kabupaten Mojokerto Tahun 2011.
Pembahasan
1.
Pola
Pemberian
Makanan
Pendamping ASI
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan
bahwa
sebagian
besar
responden
memberikan makanan pendamping ASI
dengan kurang tepat sebanyak 25
responden (62,5 %). Berdasarkan tabulasi
silang responden dengan latar belakang
pendidikan SD sebanyak 12 responden
(60%), responden yang berusia 20-35 th
sebanyak 16 responden (55 %), responden
yang bekerja sebagai buruh sebanyak 20
responden (74 %), responden yang
mempunyai jumlah anak 2-4 sebanyak 15
responden (68 %) dan responden yang
berpenghasilan < Rp.450.000 sebanyak 25
responden (69 %).
Menurut Paath (2005) banyak
faktor yang mempengaruhi antara lain
kemampuan keluarga untuk membeli
makanan atau pengetahuan tentang zat
gizi. Kurangnya pengetahuan dan salah
persepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum disetiap negara
di dunia. Bila ibu mempunyai pengetahuan
dan keterampilan yang baik di bidang
kesehatan, maka bayi yang di asuhnya bisa
lebih
terjamin
pertumbuhan
dan
perkembanganya sebaliknya jika ibu
kurang mempunyai pengetahuan dan
keterampilan di bidang kesehatan maka
perlakuan mereka pada bayinya akan jauh
dari perilaku sehat, akibatnya bayi akan
mengalami gangguan kesehatan.
Responden pada penelitian ini
menunjukan bahwa sebagian besar dari
mereka mempunyai latar belakang SD,
dimana SD merupakan pendidikan paling
dasar atau rendah. Karena itulah masih
banyak responden yang belum dapat
memberikan makanan pendamping ASI
dengan tepat akan tetapi responden yang
memberikan makanan pendamping ASI
dengan tepat pada bayinya kemungkinan
mereka memperoleh informasi dari
lingkungan ataupun dari teman-temanya.
Responden pada penelitian ini menunjukan
bahwa sebagian besar berumur 20-35 Th.
Responden pada penelitian ini tergolong
umur yang dewasa sehingga responden
dapat mempergunakan wawasan ataupun
pengalamanya yang didapat untuk
memberikan makanan pada bayinya
khusunya pada pola pemberian makanan
pendamping ASI. Responden pada
penelitian ini menunjukan bahwa sebagian
besar bekerja sebagai buruh. Status
pekerjaan dipengaruhi oleh sebagian besar
pendidikan. Semakin rendah pendidikan
responden menyebabkan responden sulit
untuk mencari lapangan pekerjaan yang
layak. Sehingga mereka harus bekerja
banting tulang dan mengelurkan banyak
keringat dan akhirnya akan berpengaruh
terhadap pola pemberian makanan pada
bayinya yang berusia 6-12 bulan.
Responden pada penelitian ini menunjukan
bahwa sebagian besar mempunyai anak 24. Hal ini dapat berpengaruh terhadap pola
pemberian makanan pada bayinya sebab
bukan hanya 1 anak yang diperhatikan
melainkan 2-4 anak yang harus
diperhatikan. Sehingga responden belum
bisa fokus untuk memeperhatikan asupan
gizi pada bayinya. Responden pada
penelitian ini menunjukan bahwa sebagian
besar berpenghasilan < Rp. 450.000
sehingga masih kurang dari batas normal
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Hal ini akan dapat mempengaruhi
responden untuk memberikan makanan
pada bayinya.
2. Status Gizi bayi usia 6-12 bulan
Berdasarkan tabel 4.7 sebagian
besar bayi usia 6-12 bulan di Polindes
Tanjangrono berstatus gizi kurang
sebanyak 22 responden (55 %). Status gizi
adalah
ekspresi
dari
keadaan
keseimbangan atau perwujudan dari nutrisi
dalam bentuk variabel tertentu, contohnya
gondok endemik merupakan keadaan tidak
seimbangnya asupan dan pengeluaran
yodium dalam tubuh (Supariasa, 2001).
Responden
dalam
penelitian
ini
menunjukan bahwa mereka kurang
memperhatikan status gizi bayinya. Hal ini
dibuktikan dengan sebagian besar bayi
usia 6-12 bulan yang berstatus gizi kurang.
Adapun faktor yang mempengaruhi antara
lain
program
pemberian
makanan
tambahan, tingkat pendapatan keluarga,
pemeliharaan kesehatan dan pola asuh
keluarga.
3.
Hubungan antara Pola Pemberian
Makanan
Pendamping
ASI
dengan Status Gizi pada bayi usia
6-12 bulan
Tabel 4.8 diatas menunjukan
bahwa sebagian besar status gizi bayi usia
6-12 bulan kurang dan pola pemberian
makanan pendamping ASI-nya kurang
tepat sebanyak 21 responden (95,4 %).
Berdasarkan hasil uji spearman rho
diperoleh data ρ = 0,001 dan α = 0,05.
Maka ρ < α berarti H0 ditolak dan H1
diterima jadi terdapat hubungan antara
pola pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi di Polindes Tanjangrono
Desa Tanjangrono Kecamatan Ngoro
Kabupaten Mojokerto Tahun 2011.
Menurut Waryono (2010) pola
makan bayi sebenarnya tidak ada acuan
pastinya, karena waktu makan bayi dan
istirahat bayi belum teratur seperti orang
dewasa, karenanya gunakan pola makan
sehari sebagai berikut :
1.
2.
Berikan ASI sekehendak atau semaunya
bayi
Jika
menggunakan
susu
formula
pengganti ASI, berikan 5 kali sehari
dengan takaran 180-210 ml untuk bayi
usia 4-5 bulan. Untuk bayi usia 5-6 bulan,
berikan 5 kali sehari dengan takaran susu
210-240 ml setiap kali minum.
Tambahkan satu kali bubur susu dan satu
kali bubur buah atau pure sayuran.
Responden pada penelitian ini
menunjukan bahwa mereka melakukan
pola pemberian makanan pendamping ASI
dengan kurang tepat. Status Gizi kurang
dikarenakan
pengetahuan
responden
kurang tentang pola pemberian makanan
pendamping ASI secara tepat. Walaupun
demikian mereka tetap berusaha untuk
memenuhi asupan gizi pada bayinya. Oleh
karena itu responden berusaha untuk
meningkatkan pengetahuan mereka baik
melalui media massa, ataupun mengikuti
penyuluhan dari tenaga kesehatan sehingga
akan menambah wawasan mereka tentang
pola pemberian makanan pendamping ASI
secara tepat.
Hal ini menunjukan bahwa
semakin tepat pola pemberian makanan
pendamping ASI maka status gizi bayi
usia 6-12 bulan akan semakin baik.
Penutup
Simpulan
1.
Pemberian makanan pendamping
ASI di Polindes Tanjangrono Desa
Tanjangrono Kecamatan Ngoro
Kabupaten Mojokerto Tahun 2011
sebagian
besar
melaksanakan
dengan kurang tepat sebanyak 25
responden (62,5 %).
2. Status gizi pada bayi usia 6-12 bulan
di Polindes Tanjangrono Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro
Kabupaten Mojokerto Tahun 2011
sebagian besar dengan status gizi
kurang sebanyak 22 responden (55 %).
3. Hasil H0 ditolak dan H1 diterima jadi
terdapat hubungan antara pola
pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi pada bayi usia 6-12
bulan di Polindes Tanjangrono Desa
Tanjangrono
Kecamatan
Ngoro
Kabupaten Mojokerto Tahun 2011.
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa semakin tepat pola pemberian
makanan pendamping ASI maka akan
semakin baik status gizi bayi usia 6-12
bulan.
Saran
1. Bagi Responden
Diharapkan
responden
lebih
meningkatkan pengetahuan tentang
pola pemberian makanan pendamping
ASI yang baik dan tepat sehingga
untuk
anak
selanjutnya
dapat
diupayakan
pemberian
makanan
pendamping ASI dengan tepat. Serta
dapat menjaga status gizi bayinya agar
tetap baik dengan cara melaksanakan
pola pemberian makanan pendamping
ASI dengan tepat. Untuk mendapatkan
informasi tentang pola pemberian MPASI secara tepat responden dapat
bertanya
pada
bidan,
petugas
kesehatan maupun kader.
2. Bagi Calon Ibu
Diharapkan
meningkatkan
pengetahuan
tentang
pola
pemberian makanan pendamping
ASI dengan tepat maka jika sudah
mempunyai
anak
dapat
memberikan makanan pendamping
ASI dengan tepat sehingga status
gizi bayinya menjadi baik.
3. Bagi Institusi Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan lebih
aplikatif lagi dalam memberikan
pendidikan kesehatan pada ibu bayi
usia 6-12 bulan sehingga mereka lebih
mengerti tentang pola pemberian
makanan pendamping ASI yang baik
dan tepat bagi bayi usia 6-12 bulan
seperti demo membuat makanan
pendamping ASI.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat
mengkaji lebih dalam lagi tentang
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
pola
pemberian
makanan pendamping ASI bagi bayi
usia 6-12 bulan dan status gizi pada
bayi usia 6-12 bulan sehingga hasil
penelitian dapat baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi.
2006.
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
: EGC
Department Of Nutrition For Health and
Development. 2004. Pemberian
Makanan Tambahan. Jakarta : EGC
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2007. Gizi
dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada
Waryono. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta :
Pustaka Rihama
Hidayat, Alimul A. 2007. Metode penelitian
Keperawatan dan Teknik Analis
Data. Jakarta : Salemba Medika
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis
Untuk Profesi Perawat. Jakarta :
Hidayat, Alimul A. 2010. Metode penelitian
Keperawatan dan Teknik Analis
Data. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode
penelitian Kesehatan. Jakarta : PT
Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Prabantini Dwi. 2010. Makanan Pendamping
ASI. Yogyakarta : Andi
Purwitasari Desi, dkk. 2009. Gizi Dalam
Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta :
Nuha Medika
Proverawati
Atikah,dkk.
Gizi
Untuk
Kebidanan. Yogyakarta : Nuha
Medika
Paath Erna Francin, dkk. 2005. Gizi Dalam
Kesehatan Reproduksi. Jakarta :
EGC
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Setiawan Ari, dkk. 2010. Metode Penelitian
Kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2.
Yogyakarta : Nuha Medika
Supariasa I Dewa Nyoman, dkk. 2001.
Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Utami. 2007. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta :
Trubus Agriwidya
Download