Lanjutan bab 1…………………. Pertemuan 2 1.5. PERTANIAN RAKYAT DAN PERUSAHAAN PERTANIAN 1. Pertanian Rakyat adalah suatu sistem pertanian yang dikelola oleh rakyat pada lahan/tanah garapan seseorang untuk memenuhi kebutuhan makanan/ pangan dalam negeri. Ciri-ciri pertanian rakyat: a. Modal Kecil Pada umumnya masyarakat pedesaan yang menjadi petani hidup dalam keadaan miskin. Dengan demikian modal yang dimiliki pun sedikit. b. Sistem dan Cara Pengolahan Lahan yang Sederhana Akibat keterbatasan dana, maka sistem yang digunakan untuk bercocok tanam pun juga menjadi sederhana. c. Tanaman yang Ditanam Adalah Tanaman Pangan Tanaman yang ditanam merupakan tanaman pangan sehari-hari agar jika tidak laku terjual dapat dikonsumsi atau dimakan sendiri. Tanaman pangan memiliki sifat pasar yang inelastis, sehingga produk pangan itu akan selalu laku di pasaran tanpa dapat banyak dipengaruhi oleh harga. d. Tidak Memiliki Sistem Administrasi yang Baik Para petani Indonesia pada mulanya bekerja sendiri-sendiri tanpa membuat perkumpulan petani. Dengan munculnya koperasi, sistem administrasi yang baik maka para petani ini akan lebih memiliki posisi daya tawar dan daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri. 2. • • • • • • • Perusahaan Pertanian adalah karakter pertanian yang menggunakan sistem secara lebih luas dan terbuka untuk meningkatkan hasil produk pertanian. Ciri-ciri perusahaan pertanian adalah: Pemakaian seluas-luasnya alat-alat teknik yang terbaru serta hasil-hasil ilmu pengetahuan pertanian yang termaju. Penggunaan cara penanaman yang sebaik-baiknya dengan mengutamakan penanaman bahan-bahan makanan, sayur-mayur, dan tanaman perkebunan yang seluas-luasnya. pemakaian pupuk buatan dan pupuk organik. Pembukaan tanah-tanah yang masih kosong, pengeringan rawa-rawa dan sebagainya. Mekanisasi dan otomatisasi produksi yang baik. Mekanisme berarti pengganti tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Terdapat elektrifikasi Perekonomian Rakyat yaitu perombakan semua cabang perekonomian sampai kepada produksi besar dengan menggunakan mesin dan menjalankan mekanisasi dalam proses produksi Penggunaan seluas-luasnya ilmu kimia dalam produksi (Darwin Iskandar, 2006). Menurut Anwar Adi Wilaga, 1982. Ada beberapa perbedaan diantara pertanian rakyat dan perusahaan pertanian, antara lain : Tabel Perbedaan Antara Pertanian Rakyat dan Perusahaan Pertanian No Perbedaan Pertanian rakyat Perusahaan Pertanian 1 Lahan Sempit Luas 2 Status lahan Milik, sewa Hak guna usaha 3 Pengelolaan Oleh petani sendiri dan Secara sederhana Swasta, sebagai karyawan, dan agak rumit 4 Jenis tanaman Campuran , monokultur, Pangan Tanaman perdagangan, Monokultur 5 Tehnologi Sederhana Modern 6 Cara budidaya Tradisional Selalu mengikuti Perkembangan tehnologi 7 Cara permodalan Padat karya Padat modal 8 Pengambilan keputusan Cepat Jangka panjang 9 Target produksi Tidak selalu tercapai Dapat tercapai Contoh dari perusahaan pertanian antara lain : 1. PT. Perkebunan Lijen terletak 20 km sebelah barat kota Banyuwangi, tepatnya di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi memiliki luas areal perkebunan 1.540 ha, yang terbagi ke dalam beberapa afdeling (kawasan) yaitu: afdeling Purwosari, afdeling Sidomulyo, afdeling Sidodadi, afdeling Sarimulyo, afdeling Panggungsari, dan afdeling Dadisari. Status lahan yang dimiliki perusahaan pertanian ialah hak guna usaha. 2. Pengelola dari perusahan pertanian ialah suatu perusahaan atau instansi baik itu CV, PT, atau PTPN dan pengerjaan lahannya diserahkan kepada seluruh tenaga upahan sebagai karyawan. 3. Teknologi dan cara bercocok tanam yang digunakan pada perusahaan pertanian modern dan mengikuti perkembangan jaman dengan alat mekanisasi pertanian seperti di PT. GGP (Great Giant Pineapple) memiliki luas lahan 32.000 ha menggunkan traktor untuk mengolah tanah dan mengaplikasikan herbisida dengan sistem mekanik. Herbisida diaplikasikan dengan bantuan alat kamiko. Pengapliksian herbisida dengan sistem mekanik ini lebih ditujukan pada gulma-gulma yang pertumbuhannya lebat dan menutupi kanopi tanaman nanas (Anonymous, 2005). , Anwar Adiwilaga, 1982, Ilmu Usahatani, Penerbit Alumni, Bandung Fadholi Hernanto, 1991, Ilmu Usahatani, BPFE, Yogjakarta Hernanto, Fadholi. 1991, Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya: Jakarta Makeham and Malcolm, 1981, Manajemen Usahatani di daerah Tropis Soeharto Prawirokusumo, 1990, Ilmu Usahatani, BPFE, Yogyakarta BAB 2 Bab 2. Sejarah Perkembangan Usahatani 2.1. Sejarah perkembangan usahatani di Indonesia 2.2. Sejarah perkembangan usahatani beberapa propinsi di Indonesia a.Aceh Darussalam b. Bengkulu c. Lampung d. Karawang Jawa Barat e. Daerah Istimewa Yogjakarta f. Lombok Bali g. Sulawesi Utara h. Sulawesi Tengah Referensi 2.1. SEJARAH PERKEMBANGAN USAHATANI DI INDONESIA Pertanian di Indonesia Diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat menanam apa saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim ditempat yang tetap, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput dan kemudian juga diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah diatas tanah kering Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu lokasi yang dikenal dengan nama “kampong” walaupun usaha tani persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara “berladang yang berpindah-pindah” belum ditinggalkan Di Jawa, sejak VOC menguasai di Batavia kebijakan pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia, melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC. Tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun 1921, Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian tidak banyak mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus pada produksi padi dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada pemerintah. Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik modal besar, sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan mudah menentukan tanaman yang akan ditanam dan budidaya terhadap tanamannya pun tak berkembang. Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi Hijau yang dimasyarakat petani dikenal dengan program BIMAS. Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pada tahun 1998 usaha tani di Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. keterpurukan pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat pemerintah dalam hal ini departemen pertanian sebagai stake holder pembangunan pertanian mengambil suatu keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu “pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.” 2.2. SEJARAH PERKEMBANGAN USAHATANI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA Aceh Darussalam Sektor pertanian di wilayah Aceh Darussalam mulai berkembang sejak tahun 1607-1636 melalui kegiatan perdgngan hasil bumi sektor pertanian seperti cengkeh, kopra, dan pala kepada pedagang asing. Tahun 1960 selama masa penjjhan Belanda, sektor pertanian m,enjadi mt pencaharian utma masyarakat Aceh. Meskipun sektor pertanian mulai menyusut peranannya sejak tahun 1980-an, namun masih sangat penting kedudukannya bagi rakyat Aceh karena kesanggupannya menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk dan merupakan pendapatan utama bagi mereka. Meskipun sektor pertanian mulai menyusut peranannya sejak tahun 1980-an, namun masih sangat penting kedudukannya bagi rakyat Aceh karena kesanggupannya menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk dan merupakan pendapatan utama bagi mereka. Pada masa mendatang, Propinsi Aceh masih tetap mempertahankan surplus produksi pangannya karena terbuka peluang perluasan areal baru namun pengelolaan usaha taninya secara umum belum berjalan berjalan optimal Bengkulu Sektor pertanian di daerah Bengkulu telah hadir sebelum abad ke-15, dan produksinya hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan setempat. Sementara pada jaman penjajahan Belanda, kegiatan pertanian rakyat lebih ditekankn dengan diadkannya sistem tanam paksa kopi. Dalam perkembangannya penggunan lahan produkstif pada masa pelita I sampai III, ternyata belum optimal yang hanya mencapai 6,65% dati total luas daerah. Pertanian tersebut dikembangkan dengan tradisional berupa pertanian ladang, sawah, kebun campuran dan pekarangan. Sampai saat ini banyak kendala yang masih dihadapi sektor pertanian Bengkulu diantara: a. terbatasnya lahan yang mendapat pengairan teknis sempurna dan masih banyaknya lahan yang mempunyai sifat derajat keasaman tinggi. b. intensifikasi umum lebih besar daripada intensifikasi khusus sehingga produktifitas per satuan luas masih rendah. c. lambatnya pelaksanaan percetakan sawah baru dan lokasi pencetakan sawah yang sudah dilaksanakan terpencar-pencar. d. lahan usaha tani umumnya bergelombang e. Tingkat pengetahuan petani rata-rata masih rendah terutama dalam pengelolaan usaha tani antara lain karena kurangnya informasi pasar dan pengetahuan petani dalam pemasaran hasil pertanian Lampung Perkembangan sektor pertanian di wilayah Lampung diawali didaerh Tulang Bawng sebagi penghasil komoditas lada hitam. Sejak Jaman Kerajan Sriwijaya, Kota Menggala dan alur Sungai Tulang Bawang tumbuh menjadi pusat perdagangan beragam komoditas, khususnya lada hitam. Seiring dengan merosotnya pamor lada hitam, sektor pertninnya digantikan oleh komoditas karet. Perkebunan karet selain dimiliki perkebunan swasta, mayoritasnya adalah milik rakyat. Hasil olahan karet tersebut didistribusikan ke daerah Palembang. Sementara ubi kayu merupakan komoditas utama tanaman pangan. Sebagai salah satu sentra produksi ubi kayu di Lampung. Namun harga yang semakin turun dan eksport yang berkurang karena sedikitnya permintaan membuat tanaman singkong tidak lagi diminati. Pamor ubi kayu pun kini tenggelam beriringan dengan turunnya minat Negara pengimpor. Perkebunan besar tebu dan pabrik gula, perkebunan sawit dan singkong, serta industri pengolahan hasilnya juga dimiliki lebih banyak oleh daerah ini dibandingkan daerah lain di Lampung. Puluhan ribu petani yang ikut serta dalam pola kemitraan benar-benar menyandarkan hidupnya pada perkebunan besar dan pabrik pengolahan hasil-hasil perkebunan.