ISSN 2086-4256 DJM 13(3) 161-236 October 2014 DAMIANUS Journal of Medicine VOLUME 13, NOMOR 3, 2014 PUBLISHED SINCE 2002 October 2014 ARTIKEL PENELITIAN 161-172 173-182 183-190 191-198 199-207 PENGARUH BLOK KEDOKTERAN ADIKSI TERHADAP PERSEPSI TENTANG ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA Michael Jaya, Yeremias Jena, Astri Parawita Ayu, Satya Joewana PERSEPSI TERHADAP ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA PESERTA PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI DAN DOKTER UMUM PESERTA PROGRAM INTERNSHIP Mahaputra, Astri Parawita Ayu PENGARUH PEMBERIAN DOSIS MINIMAL KAFEIN TERHADAP PENINGKATAN ATENSI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA Julia Rahadian, Laurensia Scovani GIGI KARIES DAN KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL PADA PENGGUNA HEROIN YANG MENJALANI TERAPI RUMATAN METADON Isadora Gracia, Rensa, Minawati, Teguh Sarry Hartono, Surilena GAMBARAN MASALAH EMOSI DAN PERILAKU PADA PELAJAR SMA REGINA PACIS JAKARTA DENGAN ADIKSI INTERNET Adrian, Ana Lucia Ekowati, Eva Suryani 208-217 WHY ADOLESCENT SMOKE? A CASE STUDY OF NORTH JAKARTA, INDONESIA Regina Satya Wiraharja, Charles Surjadi TINJAUAN PUSTAKA 218-223 EFEKTIVITAS BERBAGAI PRODUK NICOTINE REPLACEMENT THERAPY SEBAGAI TERAPI UNTUK BERHENTI MEROKOK Bernardus Mario Vito, Irene LAPORAN KASUS 224-232 KETERGANTUNGAN ALPRAZOLAM PADA LANJUT USIA DENGAN INSOMNIA DAN DEPRESI Surilena ARTIKEL KHUSUS 233-236 MENGENAL KEDOKTERAN ADIKSI DI NIJMEGEN INSTITUTE FOR SCIENTIST PRACTIONERS IN ADDICTION Eva Suryani, Isadora Gracia Damianus Journal of Medicine; Vol.13 No.3 Oktober 2014: hlm. 224-232 LAPORAN KASUS KETERGANTUNGAN ALPRAZOLAM PADA LANJUT USIA DENGAN INSOMNIA DAN DEPRESI ALPRAZOLAM DEPENDENCE IN ELDERLY WITH INSOMNIA AND DEPRESSION Surilena Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya 2, Jakarta Utara 14440 ABSTRACT Introduction: Insomnia is a sleep disorder that is most commonly found in the elderly. Insomnia can lead to irritability mood, anxiety, depression, suicide, drug use, and addiction. Korespondensi: Surilena, Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. E-mail: [email protected] Case: A 65-years old woman was diagnosed as having depression and insomnia based on anamneses, physical examination, mental status examination, and laboratory tests. She has been using benzodiazepines (alprazolam) for 8 months to treat insomnia. During that period, the dose was increased and her last dose was 4 mg/day. While the dose continously increased her sleep problems did not decrease and she started to have tremor in her fingers, labile and iritable mood, poor memory and concentration. History of alcohol and other substances use were not found. Urine laboratory examination was positive for benzodiazepines. Complete blood count, blood sugar, and thyroid hormones (FT3, FT4, and TSH) were within normal level. She got educational and emotional rational behavior therapy (REBT) and pharmacotherapy with citalopram 20 mg/day. The alprazolam dose was tapered down. After 2 months of therapy, patient showed clinical improvement and alprazolam dosage can be reduced to the minimum dose (0.5 mg/day). Conclusions: Insomnia, depression, and alprazolam dependence occurred in this case, Insomnia was not a disease, but rather a symptom of some disorder, such as depression, anxiety, psychose, substance use disorder. Depression could lead to insomnia and vice versa. Both of these conditions also had the risk of substance use disorder. Key Words: Addiction, alprazolam, depression, elderly, insomnia ABSTRAK Pendahuluan: Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lanjut usia. Insomnia dapat mengakibatkan kondisi mudah marah, cemas, depresi, bunuh diri, penyalahgunan, dan ketergantungan zat. Kasus: Seorang perempuan berusia 65 tahun didiagnosis depresi dan insomnia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental, dan pemeriksaan laboratorium. Didapatkan riwayat konsumsi obat golongan benzodiazepin (alprazolam) untuk mengatasi insomnia. Pasien sudah mengonsumsi alprazolam selama 8 bulan dengan dosis makin lama makin tinggi. 224 Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 Ketergantungan alprazolam pada lanjut usia dengan insomnia dan depresi Dosis saat ini adalah 4 mg/hari namun pasien tetap tidak dapat tidur, serta timbul tremor pada jari-jari tangan, mood menjadi labil dan pemarah, mudah lupa, serta sulit konsenstrasi. Riwayat mengkonsumsi alkohol atau zat lainnya tidak ditemukan. Pemeriksan laboratorium menunjukkan pada urin hanya didapatkan benzodiazepin (+). Pemeriksaan darah lengkap, gula darah, dan hormon tiroid (FT3, FT4, dan TSH) dalam batas normal. Penatalaksanaan yang diberikan adalah edukasi dan terapi perilaku emosional rasional (REBT), serta farmakoterapi dengan citalopram 20 mg/hari. Dosis alprazolam diturunkan secara bertahap. Setelah 2 bulan terapi pasien memperlihatkan perbaikan klinis dan dosis alprazolam dapat diturunkan ke dosis terendah (0,5 mg/hari). Kesimpulan: Insomnia, depresi, dan ketergantungan alprazolam terjadi pada kasus ini. Insomnia pada kasus ini bukanlah suatu diagnosis gangguan melainkan gejala dari depresi. Insomnia dapat merupakan gejala dari gangguan mental lain seperti depresi, cemas, psikosis, atau gangguan penggunaan zat psikoaktif. Depresi dapat menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia juga menyebabkan depresi. Kedua kondisi tersebut juga menjadi risiko untuk terjadinya gangguan penggunaan zat psikoaktif. Kata Kunci: Adiksi, alprazolam, depresi, insomnia, lansia PENDAHULUAN lansia menderita hipersomnia ternyata juga Tidur mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia. Bertambahnya umur seseorang menjadikan kemampuan untuk tidur menderita gangguan psikiatrik (psikotik, cemas, depresi, penyalahgunaan, atau ketergantungan zat).3 menurun, namun bukan keperluan tidur yang Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup kurang. Kondisi ini merupakan salah satu bagian tinggi, yaitu sekitar 67%. Sebagian besar lan- dan proses penuaan normal. Keluhan tidur sering sia berisiko mengalami gangguan tidur, salah dijumpai pada lanjut usia (lansia), dengan gejala satunya insomnia. 4 Penelitian epidemiologi yang sering dikeluhkan adalah kesulitan untuk melaporkan sekitar 30% lansia (berusia >60 mulai tidur, mempertahankan tidurnya, sering tahun) menderita atau mengeluh tentang kuali- bangun pagi, dan mengantuk di siang hari. Ada tas tidur yang rendah dalam periode lama; 20% beberapa proses yang memengaruhi tidur dan lansia mengeluh insomnia; dan hanya sekitar bangun pada lansia, seperti penyakit akut atau 5% mengeluh hipersomnia.5 Perempuan lansia kronik, efek pengobatan, gangguan tidur yang lebih banyak mengalami insomnia, dibandingkan berhubungan dengan gangguan mental (depresi, laki-laki yang lebih banyak menderita apnea cemas, psikosis), gangguan tidur akibat kondisi atau kondisi medis lain yang dapat mengganggu medik umum, gangguan tidur yang diinduksi tidur.6 Gangguan tidur pada lansia sering ditemu- oleh zat, gangguan tidur primer, kebiasaan tidur kan pada mereka yang tinggal di rumah jompo, yang kurang baik (sleep hygiene), dan adanya hidup sendiri, tidak bekerja, cemas, depresi, atau perubahan irama sirkandian.1,2 Diketahui bahwa berkabung. Prevalensi pada pria dan wanita me- 43,5% lansia menderita insomnia dan 47,0% miliki kecenderungan hampir sama.5,6 Gangguan 1 Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 225 DAMIANUS Journal of Medicine tidur pada lansia memiliki dampak yang cukup tasi insomnia, baik primer maupun sekunder, berat, seperti menurunnya produktivitas karena walaupun demikian, lama penggunaannya harus cepat lelah (pada negara berkembang di mana dibatasi karena penggunaan jangka lama malah lansia masih bekerja), mudah marah, bahkan dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat sampai kepada sindrom depresi yang dapat menutupi gangguan yang mendasarinya.10 Peng- mengakibatkan bunuh diri atau memperburuk gunaan jangka panjang benzodiazepin tidak penyakit penyerta.4-6 dianjurkan, sebaiknya digunakan dalam waktu Depresi merupakan gangguan mental yang sering dijumpai dan ditandai dengan kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, perasaan kelelahan, kurang konsentrasi, tidur, atau nafsu makan yang terganggu.7 Penelitian epidemiologi pada beberapa negara di Asia, menyatakan bahwa prevalensi depresi pada lansia di Indonesia mencapai 33,8%, sedangkan prevalensi di DKI Jakarta sebesar 30,1%. Depresi pada lansia 8 terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek.11 Penggunaan jangka panjang benzodiazepin dapat menimbulkan ketergantung­an (adiksi), masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari masalah tidur, apnea tidur, penurunan kognitif, dan terjatuh karena gangguan koordinasi motorik. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati, dengan pengawasan dokter, dan dosisnya serendah mungkin.10,11 sulit untuk diidentifikasi sehingga terlambat untuk diterapi, hal ini mungkin karena adanya perbedaan pola gejala pada tiap kelompok umur. KASUS 7,8 Selain itu, depresi pada lansia sering tidak diakui oleh pasien dan tidak dikenali oleh dokter karena gejalanya yang tidak khas. Depresi pada lansia merupakan masalah besar yang mempunyai konsekuensi medis, sosial, dan ekonomi. Depresi selain menyebabkan insomnia, juga bisa menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. Depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia dapat menyebabkan depresi.9 Kondisi tersebut menyebabkan penderitaan bagi pasien dan keluarganya, serta akan memperburuk kondisi medis.7,9 Seorang perempuan berusia 65 tahun, berasal dari Jawa Tengah, wiraswasta, merupakan orang tua tunggal sejak 20 tahun lalu, memiliki 3 anak (laki-laki usia 27 tahun, laki-laki usia 24 tahun, dan perempuan 19 tahun). Pasien datang ke Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Atma Jaya (RSAJ) dengan keluhan sulit tidur, sering terbangun, dan tidak dapat tidur kembali, serta kadang-kadang bangun pukul 02.00-03.00 pagi dan tidak dapat tidur kembali sejak 2 tahun. Selain itu, sejak 3 bulan yang lalu pasien juga mengeluh menjadi malas, cepat lelah, sulit konsentrasi, mood sensitif, berat badan meningkat, jari-jari tangan tremor, sehingga sangat mengganggu kehidupan dan pekerjaannya sehari-hari. Pasien sudah Benzodiazepin paling sering digunakan dan berobat beberapa kali ke psikiater di Singapura tetap merupakan pilihan utama untuk menga- dan dokter umum di Jakarta untuk penanganan 226 Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 Ketergantungan alprazolam pada lanjut usia dengan insomnia dan depresi kesulitan tidur dan emosinya. Pasien mendapat Pasien mengatakan hubungannya dengan anak beberapa obat tidur (berganti-ganti) dari dokter, pertama kurang baik sejak anaknya menikah seperti lorazepam, estazolam, zolpidem, alpra- tiga tahun lalu. Anak laki-lakinya tersebut menjadi zolam, melantonin, sertralin, namun tidak ada menentang, sering berbeda pendapat dan kurang perbaikan. peduli terhadapnya. Pasien merasa kehilangan Pasien juga mengemukakan sejak 8 bulan lalu mengonsumsi obat tidur (alprazolam), awalnya diminum 0,5 mg/hari pada malam hari, namun masih belum dapat tidur, sehingga dosis alprazolam makin meningkat. Sejak 5 bulan lalu, konsumsi alprazolam menjadi sebanyak 4 mg/hari pada malam hari. Pasien mendapat alprazolam dari toko obat (hanya menunjukkan resep dokter yang lama) atau ke praktik dokter umum untuk minta resep alprazolam, dosis alprazolam diatur sendiri oleh pasien. Meskipun sudah mengonsumsi alprazolam 4 mg/hari pada malam hari, tidur kadang masih belum nyenyak karena anak yang paling dekat dan disayang menjadi berubah, padahal sudah mengasuh dengan baik sebagai orang tua tunggal. Pasien kurang dekat dengan anak keduanya, karena anaknya pendiam dan lebih sering di kamarnya dengan bermain komputer. Anak perempuan pasien (anak ketiga) sedang sekolah di Amerika. Pasien cukup dekat dengan putrinya dan sering berkomunikasi, namun 6 bulan terakhir anaknya mulai jarang menghubunginya dengan alasan sibuk kuliah dan bekerja. Hubungan pasien dengan anak pertamanya mulai membaik sejak 6 bulan lalu, namun tidak seharmonis sebelumnya. (sering terbangun, mimpi buruk), mood menjadi Pasien mengatakan bahwa pasien menjadi lebih mudah marah dan tersinggung, sering pengusaha yang cukup sukses dan menjadi menangis bila memikirkan kondisinya, mudah orang tua tunggal sejak 20 tahun lalu (setelah lupa, sulit konsentrasi, merasa malas, dan cepat bercerai). Meskipun sibuk bekerja, pasien tetap lelah. Pasien mengatakan jika sedang tidak merawat, mengasuh, dan memberi pendidikan mengonsumsi alprazolam karena kehabisan obat yang terbaik untuk anak-anaknya. Pasien meng­ tersebut, tubuhnya menjadi berkeringat dingin, asuh anak-anaknya dengan disiplin yang kuat rasa sangat gelisah, sensitif, dan ada keinginan dengan aturan yang harus diikuti. Pasien merasa kuat untuk mencari obat tersebut. telah banyak berkorban untuk anaknya, namun di Pasien juga kadang-kadang mengonsumsi wine sebanyak setengah gelas wine agar membantu bisa tidur dan lebih tenang, namun pasien juga tidak merasa lebih baik. Sejak 3 bulan lalu jarijari tangannya gemetar (tremor), pasien semakin merasa pesimis dengan kondisinya, beberapa kali berpikir ingin mengakhiri hidup. Kondisi hari tuanya anak-anaknya menjauh dan pasien masih harus bekerja untuk kehidupannya. Pasien merasa sedih, kecewa, dan kesepian. Pasien tidak memiliki teman untuk menceritakan masalahnya karena menurut pasien masalah yang dihadapinya adalah aib keluarga dan kegagalannya sebagai orang tua tunggal. tersebut menyebabkan pasien kurang mampu Dari pemeriksaan penunjang didapatkan ben- menjalani pekerjaannya. Pasien tidak mengon- zodiazepin positif pada urin dan pemeriksaan sumsi obat-obatan lain dan juga tidak merokok. darah (darah lengkap, gula darah, hormon tiroid: Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 227 DAMIANUS Journal of Medicine FT3, FT4, dan TSH) dalam batas normal. Setelah berlangsung terus menerus selama dua minggu, melakukan wawancara psikiatri, pemeriksaan serta menyebabkan berbagai gangguan dalam status mental, pemeriksaan fisik (dalam batas fungsi sosial dan pekerjaan.12 normal), dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis kerja untuk pasien ini adalah depresi dan insomnia, disertai ketergantungan benzodiazepin (alprazolam). Tata laksana yang kami berikan pada pasien ini adalah citalopram 20 mg/ hari, dosis alprazolam diturunkan perlahan-lahan (tappering off), yaitu 0,25-0,5 mg/minggu, dan psikoterapi dengan terapi perilaku emosional rasional/REBT sebanyak 8 sesi terapi (1 minggu/ kali). Setelah mendapatkan pengobatan selama 2 bulan, gejala depresi membaik dan insomnia tidak ada. Pasien menjalani terapi dan psikoterapi dengan teratur di poliklinik Psikiatri RSAJ. Pada kasus ini, diagnosis depresi ditegakkan dengan ditemukannya gejala perasaan depresi atau murung, konsentrasi dan perhatian berkurang, pandangan masa depan pesimistik, gagasan bunuh diri, dan gangguan tidur (insomnia), berlangsung selama dua minggu, yang menyebabkan berbagai gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Adanya gangguan jiwa pada lansia, seperti depresi, ansietas, gangguan terkait penggunaan alkohol dan zat psikoaktif, serta demensia dapat menyebabkan gangguan tidur. Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai. Sebuah penelitian di Yogyakarta menyatakan prevalensi depresi pada lansia dengan gangguan tidur sebesar 87%.13 Kecende- PEMBAHASAN Diagnosis depresi, insomnia, dan ketergantungan alprazolam ditegakkan berdasarkan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada International Classification of Disease 10 (ICD10).12 Menurut PPDGJ III atau ICD10, kriteria diagnostik depresi adalah: 1) Gejala utama, yaitu suasana perasaan depresi atau murung, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang rungan untuk sering terbangun dan terjaga lebih awal di pagi hari (pukul 03.00-04.00) pada lansia mungkin dapat disebabkan adanya depresi.14 Pada depresi berat menunjukkan adanya latensi REM (Rapid Eye Movement) pendek, menurunnya tidur tahap 4 dan kehilangan waktu tidur total, masuk tidur relatif normal, tetapi sering terjaga lebih awal di pagi hari, dengan suasana perasaan yang tidak nyaman.14,15 menuju kepada meningkatnya keadaan mudah Adapun kriteria diagnostik insomnia menurut lelah, dan berkurangnya aktivitas; 2) Gejala PPDGJ III atau ICD10, yaitu adanya keluhan tambahan, yaitu konsentrasi dan perhatian sulit masuk tidur, mempertahankan tidur, atau berkurang, harga diri dan kepercayaan diri kualitas tidur yang buruk; gangguan tidur terjadi berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal dan tak berguna, pandangan masa depan yang sebulan; adanya preokupasi akan tidak bisa tidur suram dan pesimistik, gagasan atau perbuatan dan kekhawatiran berlebihan perihal sesuatu yang membahayakan diri atau bunuh diri, yang berpengaruh pada malam dan sepanjang gangguan tidur, nafsu makan berkurang. Gejala hari; tidak puas secara kuantitas dan kualitas 228 Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 Ketergantungan alprazolam pada lanjut usia dengan insomnia dan depresi dari tidurnya, yang keduanya menyebabkan tingkat keparahan insomnia, maka makin besar berbagai gangguan dalam fungsi sosial dan kemungkinan untuk mengalami depresi.17 pekerjaan.12 Insomnia bisa merupakan sebuah diagnosis gangguan jiwa, namun bisa juga hanya merupakan gejala dari gangguan jiwa yang lain, semua ini bisa meningkat frekuensinya seiring dengan bertambahnya usia.16 Umumnya, lansia cenderung mengalami kesulitan tidur yang akan memicu gangguan tidur (insomnia). Penyebab gangguan tidur pada lansia adalah perubahan sistem regulasi dan fisiologis, gangguan tidur primer, gangguan mental (depresi, cemas, psikotik, penyalahgunaan, dan ketergantungan zat), kondisi medis umum, serta faktor sosial dan lingkungan.14 Pada kasus ini, pasien juga didiagnosis ketergantungan alprazolam. Kriteria diagnostik ketergantungan zat menurut PPDGJ III atau ICD10 adalah: 1) adanya keinginan (sering amat kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk menggunakan obat psikoatif (baik yang diresepkan maupun tidak), alkohol, tembakau; 2) keadaan putus zat secara fisiologis yang dialami oleh pasien saat penghentian penggunaan zat atau pengurangan; 3) ada bukti toleransi, yaitu berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah; 4) terus mengguna- Pada kasus ini, insomnia yang dialami pasien kan zat meskipun menyadari adanya akibat yang adalah gejala dari depresi. Gejala-gejala depresi merugikan kesehatannya.12 Pada kasus ini, ke- pada pasien ini muncul setelah anak-anaknya jadian ketergantungan alprazolam kemungkinan menjadi dewasa. Sikap dan perilaku anak-anak pasien terhadap dirinya berubah, terutama anak laki-laki pertamanya yang merupakan anak kesayangan pasien. Pasien merasa anak-anaknya menjauh sehingga pasien merasa gagal sebagai orang tua. Pasien merasa kesepian, tegang, dan depresi pada malam hari. Pasien juga mengeluh tidak cukup tidur dan pada pagi hari merasa berkaitan dengan kondisi depresi dan insomnia yang dialaminya. Awalnya alprazolam digunakan untuk mengatasi insomnia, namun karena alprazolam adalah benzodiazepin golongan anxiolitik yang dapat mengurangi ketegangan, kegelisahan, dan depresi, maka juga digunakan untuk mengatasi gangguan mood-nya. lelah fisik dan mental. Pada siang hari secara Benzodiazepin yang biasa digunakan untuk khas merasa depresi, mudah marah dan tersing- terapi insomnia adalah golongan hipnotik, gung, sulit konsentrasi, mudah lupa; dan kadang seperti triazolam dan zolpidem (waktu paruh mengonsumsi alkohol (wine) untuk mengatasi pendek), serta estazolam (waktu paruh pan- tidur dan suasana perasaan yang tidak nya- jang). Benzodiazepin golongan anxiolitik (untuk man. Penelitian tahun 2014 pada 138 lansia di mengobati kecemasan), seperti lorazepam Panti Sosial Tresna Werdha menunjukkan lansia dan alprazolam juga sering digunakan untuk dengan depresi memiliki risiko 4 kali lebih besar insomnia.18 Obat golongan benzodiazepin tidak untuk mengalami insomnia dibandingkan lansia direkomendasikan untuk diberikan kepada lansia yang tidak mengalami depresi.13 Penelitian lain tanpa pengawasan dokter, serta tidak dianjurkan juga menunjukkan hasil bahwa makin tinggi penggunaan jangka panjang karena dapat me- Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 229 DAMIANUS Journal of Medicine nimbulkan ketergantungan (adiksi). Penurunan ide bunuh diri, insomnia, dan ketergantungan dosis benzodiazepin (alprazolam) harus secara alprazolam.19 Setelah 2 bulan terapi farmakologi bertahap (tappering off) karena dapat menimbul- dan psikoterapi pasien memperlihatkan perbaik- kan kondisi withdrawal atau gejala putus zat.17,18 an klinis. Prinsip penanganan insomnia secara umum, yaitu mengidentifikasi faktor penyebab dan fokus utama dari pengobatan insomnia harus diarahkan pada faktor penyebab yang teridentifikasi. Setelah faktor penyebab teridentifikasi, maka penting untuk mengontrol dan mengelola masalah yang mendasarinya, karena hanya dengan mengobati insomnia saja tanpa menangani penyebab utamanya jarang memberikan hasil yang optimal. Pada kebanyakan kasus, insom- KESIMPULAN Depresi, insomnia, dan ketergantungan alprazolam terjadi pada kasus ini. Diagnosis ditegakkan berdasarkan wawancara psikiatri, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, insomnia bisa merupakan sebuah diagnosis gangguan jiwa, namun bisa juga hanya merupakan gejala nia dapat disembuhkan jika penyebab medis dari gangguan jiwa yang lain. Lansia yang meng- atau psikiatrik dievaluasi dan diobati dengan alami depresi dapat mengalami insomnia dan benar.13,18 Pada kasus ini, kemungkinan penye- berisiko penyalahgunaan atau ketergantungan bab insomnia adalah depresi, sehingga terapi obat golongan benzodiazepin yang digunakan farmakologi yang diberikan adalah antidepresan untuk mengatasi insomnia. Sebaliknya, insomnia citalopram yang awalnya diberikan 10 mg/hari juga dapat menyebabkan depresi dan penyalah- pada malam hari dan dosis alprazolam diturun- gunaan atau ketergantungan obat tidur golongan kan secara perlahan menjadi 3,5 mg/hari pada benzodiazepin, seperti lorazepam, alprazolam, malam hari. Antidepresan (trazodone, amitrip- dan lainnya. Penanganan kasus dengan insom- tyline, mirtazapin, citalopram) sering diberikan nia mencari faktor penyebab dan juga kontrol untuk insomnia karena pemberiannya tidak lingkungannya, serta pemberian terapi nonfar- terjadwal, memiliki sedikit potensi untuk disalah- makologi dan farmakologi di mana pemberian gunakan, serta tidak menimbulkan penyalahgu- terapi ini diberikan secara kombinasi. naan, dan adiksi. Pada kasus ini, penanganan terapi nonfarmakologi yang diberikan adalah rational emotion behaviour therapy/REBT yang DAFTAR PUSTAKA terdiri dari 8 sesi terapi individual yang diberikan 1. Amir N. Gangguan tidur pada lanjut usia: setiap minggu (30-45 menit). Intervensi REBT diagnosis dan penatalaksanaannya. Cermin diberikan untuk memperbaiki dan mengubah Dunia Kedokteran. 2007;157:196-206. persepsi, sikap, dan perilaku lansia yang semula 2. Surilena. Gangguan Tidur Pada Lansia irasional dan negatif menjadi rasional dan logis dan Penanganannya. Jakarta: Yayasan terhadap permasalahan yang dihadapinya, per- Kesehatan Jiwa “Dharmawangsa”. 2004; asaan putus asa, pesimis, merasa diri kesepian, 37(1):55-65. 230 Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 Ketergantungan alprazolam pada lanjut usia dengan insomnia dan depresi 3. Prayitno A. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan penalaksanaanya. J Kedokter Trisakti. 2002;21(1):23-30. Available from: http://www.univmed.org/wp-content/ uploads/2011/02/Prayitno.pdf. http://ps.psychiatryonline.org/vol.56/no.3/ march2007. 11.Kramer M. Long term use of Hypnotic Agents in the treatment insomnia [document on the Internet]. Psychiatric Service. 4. Badan Statistik Indonesia. Jumlah Penduduk 2005; 56(6):752. Available from: http:// menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, ps.psychiatryonline.org/doi/pdf/10.1176/ Provinsi, dan Kabupaten/Kota. 2014 [docu- ps.56.6.752. ment on the Internet]. Available from: http:// 12.Mackinnon A, McCallum J, Andrewa G, www.datastatistikindonesia.com/portal/ Anderson I. The Center for Epidemiological index.php. Studies Depression Scale in Older Com- 5. Tsou MT. Prevalence And Risk Factors For munity Samples in Indonesia, North Korea, Insomnia In Community Dwelling Elderly In Myanmar, Sri Lanka, and Thailand. J Gerontol Northern Taiwan. J of Clinical Gerontology B Psychol Sci Soc Sci. 1998; 53(6):P343-52. & Geriatrics. 2013;4(3):75-79. 13.Mulyadi E. Hubungan antara depresi dan 6. Printz PN, Vittelo MV. Sleep disorders. In: insomnia serta faktor determinan terhadap Comprehensive Textbook of Psychiatry. depresi pada lansia di Panti sosial Tresna Sadock BJ, Sadock VA, eds. 7th ed. Phila- Werdha Budi Mulia II [Scientific paper]. delphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma 2007. P.3053-59. Jaya; 2014. 7. Thase ME. Depression, sleep, and antide- 14.Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, De- pressants. J Clin Psychiatry. 1998; 59 (suppl partemen Kesehatan (DepKes) RI. Pedoman 4) : 55-65. Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di 8. Eaton WW, Muntaner C, Bovasso G, Smith Indonesia III. Jakarta: Depkes RI; 1993. C. Socioeconomic Status and Depressive 15.Wellsburg JE, Winkelman JW. Sleep dis- Syndrome: The Role of Inter- and Intra-gen- orders. In: The American Psychiatric Press erational Mobility, Government Assistance, Textbook of Consultation-Liaison Psychiatry: and Work Environment. J Health Soc Behav. Psychiatry in the Medically Ill. Wise MG, 2001; 42(3):277-94. Rundell JR, editors. 2nd ed. USA: American 9. Reynolds CF 3rd, Kupfer DJ, Taska LS, Hoch Psychiatric Association; 2002. P.495-513. CC, Spiker DG, Sewitch DE, et al. EEG sleep 16. Ringoir L, Pedersen SS, Widdershoven JW, in elderly depressed, demented, and healthy Pop VJ. Prevalence of Psychological Dis- subjects. Biol Psychiatry. 1985;20(4):431-42. tress in Elderly Hypertension Patients in Pri- 10.Ruth M. Diagnosis and Treatment of mary Care. Neth Heart J. 2014;22(2):71–6. insomnia [document on the Internet]. 17.Alexopoulos GS, Vrontou C, Kakuma T, 2007 [cited 2011 January 6] Available at: Meyers BS, Young RC, Klausner E, et al. Vol. 13, No. 3, Oktober 2014 231 DAMIANUS Journal of Medicine Disability in geriatric depression. Am J Psychiatry. 1996;153(7):877-85. 19. Surilena. Efek terapi berbasis emosi perilaku rasional (REBT) terhadap masalah mental 18. Guelleminault C. Benzodiazepine, breathing, emosional dan kepatuhan terapi antiretro- and sleep. Am J Med. 1990; 88(3A): 25S- viral pada ODHA perempuan. Acta Medica 28S. Indonesiana. 2014;46(4):283-91. 232 Vol. 13, No. 3, Oktober 2014