PENYEBAB PENURUNAN PRODUKSI IKAN

advertisement
PENYEBAB PENURUNAN PRODUKSI IKAN BILIH
(Mystacoleucus padangensis BLEEKER)
DI DANAU SINGKARAK
JURNAL
Oleh:
ROMA IKHSAN
03209001
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2005
2
PENYEBAB PENURUNAN PRODUKSI IKAN BILIH
(Mystacoleucus padangensis BLEEKER)
DI DANAU SINGKARAK
ROMA IKHSAN
(Program Studi Ilmu Lingkungan)
Abstract
Yield of ikan bilih caught by fisherman in Danau Singkarak has been
deceased considerably. It is estimated that is caused by population density of ikan
bilih has decreased. The objectives of the rearsearch are: (1) to study the catching
pattern of ikan bilih done by fisherman that may couse decreasing of ikan bilih
production in Danau Singkarak, (2) to understand water quality that may influence
to lowering ikan bilih production. The result of the research can conclude that (1)
the catching pattern of ikan bilih done by fisherman could recude ield of ikan bilih
in Danau Singkarak, there are considerable number of cathing tools especially
web or mesh to catch ikan bilih with mesh size 0,75 inch, and hight catching
frecuency. It was also found thet some fishemen caught ikanbilih in their mating
(fertilization) areas or habitat using wide net and natural poison called derris, (2)
water quality in Danau Singkarak did not cause recuding yield production of ikan
bilih.
Key word: over fishing, mesh size, recruitment, and size distribution.
PENDAHULUAN
Ketersediaan sumberdaya alam merupakan faktor yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Agar sumberdaya alam tersedia secara berkesinambungan
dan berkelanjutan, maka sumberdaya alam tersebut harus dikelola dengan sebaikbaiknya. Salah satu potensi sumberdaya alam yang bernilai tinggi adalah ikan
bilih yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Ikan bilih merupakan salah
satu sumber plasma nutfah bersifat endemik (PSLH Unand, 1984). Ikan bilih termasuk ikan langka (Dirtjend PHPA, 1986)
Ikan bilih dieksploitasi oleh sebagian masyarakat yang berada di sekitar
Danau Singkarak, dan sampai saat ini masih terus berlangsung. Sebagian dari masyarakat tersebut, perekonomiannya sangat tergantung kepada ikan bilih hasil
tangkapannya. Dewasa ini ikan bilih hasil tangkapan nelayan semakin berkurang,
ini dirasakan oleh 635 kepala keluarga nelayan yang berada di sekitar Danau
3
Singkarak (Purnomo, K., S. Endi., Kartamihardja dan Koeshendrajana, S., 2003).
Berkurangnya hasil tangkapan nelayan tersebut, diduga disebabkan kepadatan
populasi ikan bilih yang semakin menurun (Syandri, 1996).
Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab penurunan kepadatan populasi ikan bilih adalah tingginya tingkat eksploitasi. Syandri (1998) mengemukakan tingkat eksploitasi ikan bilih telah mencapai 77,84 % atau 416,90 ton dari
stok ikan bilih yaitu 542,46 ton, batas maksimum eksploitasi 60 % (Azis, 1989).
Purnomo et al. (2003) menjelaskan tingginya tingkat eksploitasi ikan di perairan
dapat dilihat dari ukuran individu ikan yang tertangkap, terutama yang telah matang gonad, dimana ukurannya semakin kecil dari tahun ke tahun.
Semakin tinggi frekuensi dan intensitas penangkapan ikan betina dalam
kondisi matang gonad atau bertelur, maka penambahan individu baru ke dalam
perairan semakin berkurang. Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan, juga menentukan kepadatan populasi ikan di perairan. Jenis alat tangkap
yang dominan digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih adalah
jaring insang atau jaring langli. Syandri (1996) melaporkan ukuran mata jaring
yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih terlalu kecil,
sehingga ikan bilih banyak tertangkap dalam kondisi bertelur dan berada pada
ukuran ikan pertama kali matang gonad. Hal ini diduga salah satu penyebab
penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak.
Ikan bilih juga ditangkap nelayan dengan sistem alahan di muara-muara
sungai sekitar Danau Singkarak. Syandri (1993) menjelaskan muara sungai merupakan habitat pemijahan ikan bilih. Syandri (1996) melaporkan ikan bilih yang
tertangkap dengan alat tangkap ini kebanyakan dalam kondisi matang gonad.
Selain itu, ikan bilih sering juga ditangkap nelayan dengan alat tangkap yang tidak
selektif dan tidak ramah lingkungan seperti seterum, tuba dan bahan peledak.
4
Selain hal-hal tersebut di atas, pencemaran air mungkin pula akan berdampak negatif terhadap populasi ikan. Semakin meningkat pembangunan dan aktivitas masyarakat di sekitar danau dan aliran sumber air danau, maka limbah atau
hasil buangannya pun akan meningkat, sehingga dapat mencemari perairan danau,
akhirnya akan berpengaruh terhadap populasi ikan di perairan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui pola penangkapan ikan bilih
yang dilakukan nelayan yang menjadi penyebab penurunan produksi ikan bilih di
Danau Singkarak, 2) mengetahui kualitas air yang menjadi penyebab penurunan
produksi ikan bilih di Danau Singkarak
METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juni 2005 di Danau Singkarak,
Sumatera Barat. Secara administratif danau tersebut, termasuk kedalam wilayah
Kabupaten Tanah Datar dan Solok.
2. Metoda Penelitian
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda survei. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penentuan stasiun penelitian,
selanjutnya pengumpulan dan analisis data. Data terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data yang diproleh dianalisis secara deskriptif.
3. Penentuan stasiun penelitian
Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan perbedaan morfologi dan hidrologi perairan. Selain itu, juga berdasarkan daerah penangkapan ikan bilih, ditinjau
dari jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan. Untuk keperluan penelitian ditentukan lima stasiun penelitian, sebagai berikut: Stasiun I daerah Sumpur, Stasiun II daerah Ombilin, Stasiun III daerah Paninggahan, Stasiun IV daerah Saning
Bakar, dan Stasiun V perairan tengah danau
5
4. Pengumpulan dan analisis data
Dalam penelitian ini, data terdiri dari data pola penangkapan ikan bilih
yang dilakukan nelayan dan data kualitas air Danau Singkarak. Data pola penangkapan ikan bilih meliputi jenis dan jumlah alat tangkap, frekuensi dan intensitas
penangkapan serta lokasi penangkapan. Data kualitas air meliputi faktor fisika
dan kimia air. Adapun teknik pengumpulan dan analisis data pola penangkapan
nelayan ikan bilih dan kualitas air tersebut, sebagai berikut:
A. Pola penangkapan nelayan ikan bilih
Jenis dan jumlah alat tangkap ikan bilih yang digunakan nelayan di sekitar
Danau Singkarak diperoleh dari Subdinas Perikanan Kab. Tanah Datar dan Dinas
Perikanan Kab. Solok yang merupakan data sekunder. Frekuensi dan intensitas
penangkapan serta lokasi penangkapan ikan bilih, diketahui dari hasil wawancara
dan pengamatan langsung di lapangan, merupakan data primer.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar
pertanyaan. Nelayan yang diwawancarai yang berada di stasiun penelitian yaitu
di Nagari Sumpur, Ombilin, Paninggahan dan Saning Bakar. Setiap stasiun tersebut diwawancarai 10 orang nelayan, yang menggunakan jenis alat tangkap yang
berbeda. Nelayan yang diwawancarai adalah nelayan penuh dan telah melakukan
kegiatan penangkapan ikan bilih minimal 10 tahun. Hasil wawancara dan pengamatan tersebut, dianalisis secara deskriptif.
Setelah diketahui pola penangkapan nelayan, selanjutnya dilakukan percobaan alat tangkap untuk mengetahui banyaknya ikan bilih yang tertangkap per
alat tangkap, distribusi ukuran dan kondisi gonad ikan yang tertangkap tersebut.
Alat tangkap yang digunakan di Stasiun I adalah sistem alahan dan di Stasiun II,
III, IV dan V adalah dua unit jaring langli, dimana setiap unit jaring langli tersebut
memiliki ukuran mata jaring yang berbeda yaitu 0,75 inci dan 1,00 inci. Data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
6
B. Penentuan kualitas air
Untuk mengetahui kualitas air Danau Singkarak, maka dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air (data primer). Parameter kualitas
air yang diukur di lapangan adalah suhu, kedalaman perairan, kecepatan arus, pH
dan DO. Parameter lainnya seperti kekeruhan, NO3, PO4 dan NH3 dianalisis di laboratorium Kimia Universitas Andalas, Padang. Pengukuran dan pengambilan
sampel dilakukan pada sore hari pada pukul 17.00 WIB di setiap stasiun pengamatan berdasarkan lokasi percobaan alat tangkap. Untuk perairan pengambilan
sampel dilakukan diberbagai kedalaman, yaitu 0,2 m, 5 m, 10 m, 15 m, 20 m, 25
m dan 30 m, dengan menggunakan botol sampel. Hasil pengukuran dan analisis
kualitas air tersebut, dibandingkan dengan baku mutu air PP No. 82 Tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Kelas II,
peruntukannya untuk budidaya ikan air tawar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pola Penangkapan Ikan Bilih
Pola penangkapan ikan bilih yang dilakukan nelayan di Danau Singkarak
berbeda-beda, tergantung kepada jenis alat tangkap dan lokasi penangkapan.
Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih
di Danau Singkarak adalah jaring langli, jaring lingkar, sistem alahan, jala, lukah
dan seterum. Pola penangkapan ikan bilih yang dilakukan nelayan berdasarkan
jenis alat tangkap, sebagai berikut:
A. Jaring langli
Jaring langli merupakan jenis alat tangkap yang paling dominan digunakan
nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih di Danau Singkarak. Setiap nelayan memiliki lebih dari satu unit jaring, bahkan ada yang memiliki 5 hingga 8 unit
jaring. Rata-rata dalam satu kali penangkapan nelayan mengoperasikan tiga unit
7
jaring. Ukuran mata jaring yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan
ikan bilih adalah 0,75 inci. Menurut nelayan, sekitar sepuluh tahun yang lalu
mereka menggunakan ukuran mata jaring 1,00 inci. Panjang jaring langli tersebut
100 meter dengan lebar 8 meter. Jaring langli ini dioperasikan nelayan setiap hari
yaitu pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB dan diangkat pada pagi hari sekitar
pukul 05.00 WIB. Frekuensi dan intensitas penangkapan ini sangat tinggi, karena
kebanyakan nelayan perekonomiannya sangat tergantung kepada ikan bilih hasil
tangkapannya.
Rata-rata hasil tangkapan nelayan dalam satu kali penangkapan berkisar
antara dua hingga tiga liter per jaring. Menurut nelayan, sekitar sepuluh tahun
yang lalu dalam satu kali penangkapan, hasil tangkapannya dapat mencapai 50
liter per jaring. Penurunan tersebut mungkin disebabkan penangkapan yang berlebihan (over fishing), ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah jaring
langli yang digunakan dari tahun 1980 - 2001 (Gambar 1).
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
20
01
20
00
19
99
19
98
19
97
19
96
19
95
19
94
19
93
19
92
19
91
19
90
19
85
19
80
0
Gambar 1. Perkembangan alat tangkap jaring langli di Danau Singkarak dari
tahun 1980 - 2001
Selain itu mungkin juga disebabkan ukuran mata jaring yang telah diperkecil nelayan dari 1,00 inci menjadi 0,75 inci, sehingga ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Apabila ikan yang tertangkap tersebut belum sempat berproduksi, maka penambahan individu baru kedalam perairan semakin berkurang,
8
akibatnya terjadi penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak. Larkin dan
Ricker (1964 dalam Badrudin, 1994) mengemukakan kelompok umur ikan yang
paling kritis dalam usaha penangkapan ikan di perairan umum adalah disekitar
umur ikan pertama kali matang gonad.
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan percobaan penangkapan ikan bilih
dengan alat tangkap jaring langli berukuran mata jaring 0,75 inci dan 1,00 inci,
untuk mengetahui banyak ikan bilih yang terjaring per jaring, distribusi ukuran
dan kondisi gonad ikan yang terjaring tersebut. Menurut Purnomo et al. (2003)
semakin kecil ukuran ikan yang tertangkap dari tahun ke tahun, ini membuktikan
tingkat eksploitasi ikan tersebut sangat tinggi.
Hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, diketahui belum
ada peraturan-peraturan tentang pengoperasian jaring langli di Danau Singkarak,
kecuali di Nagari Sumpur. Perairan Nagari Sumpur merupakan kawasan reservat
ikan bilih, ini telah diatur oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Propinsi Sumatera
Barat dan juga oleh pihak Kenagarian Sumpur. Hal ini tentu saja dapat memicu
masyarakat untuk mengeksploitasi ikan bilih secara besar-besaran di daerah yang
belum ada peraturan tersebut.
B. Sistem Alahan
Penangkapan ikan bilih dengan sistem alahan di muara Sungai Paninggahan, dilakukan nelayan setiap hari yaitu pada pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB
dengan menggunakan seterum. Sistem penangkapan ini, tidak terlalu berbahaya
untuk kelimpahan stok ikan bilih dalam jangka panjang, karena kegiatan penangkapan dilakukan pada pagi hari, dimana pagi hari ikan bilih telah selesai memijah.
Patrik (1994) menjelaskan ikan bilih memijah pada malam hari, pada pagi
hari ikan tersebut telah selesai memijah. Syandri (1996) melaporkan setelah ikan
bilih memijah, sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa akan hanyut bersama
arus sungai dan menetas di perairan danau. Syandri (2001) mengemukakan yang
9
sangat bagi kelimpahan stok ikan di perairan untuk jangka panjang adalah banyak
individu ikan betina yang tertangkap dalam kondisi matang gonad atau bertelur.
Menurut nelayan, sekitar sepuluh tahun yang lalu, penangkapan ikan bilih
di alahan muara Sungai Paninggahan, dilakukan nelayan tiga sampai empat kali
dalam satu hari, yaitu pada malam hari dengan menggunakan tuba. Sistem penangkapan ini dapat mengancam kelimpahan stok ikan bilih untuk jangka panjang, karena tuba tersebut berpengaruh terhadap kelangsungan hidup telur dan
larva ikan.
Rata-rata hasil tangkapan nelayan dengan sistem alahan di muara Sungai
Paninggahan berkisar antara 20 hingga 30 liter per alahan. Menurut nelayan, sekitar sepuluh tahun yang lalu dalam satu kali penangkapan, hasil tangkapannya
dapat mencapai 50 hingga 100 liter per alahan.
Penangkapan ikan bilih dengan sistem alahan di muara Saning Bakar, dilakukan nelayan dengan cara membiarkan ikan bilih memasuki daerah alahan pada
sore hari, selanjutnya pada pagi hari muara alahan ditutup dengan menggunakan
bubu atau lukah. Sistem penangkapan ini tidak terlalu mengancam kelimpahan
stok ikan bilih untuk jangka panjang, karena penangkapan dilakukan pada pagi
hari. Patrik (1994) melaporkan ikan bilih melakukan pemijahan pada malam hari,
pada pagi hari ikan tersebut telah selesai memijah. Dewasa ini penangkapan ikan
bilih dengan sistem alahan di muara Sungai Saning Bakar telah jarang dilakukan,
disebabkan muara sungai tersebut sering mengalami kekeringan.
Penangkapan ikan bilih dengan sistem alahan di muara Sungai Sumpur
dilakukan nelayan setiap hari, yaitu pada pukul 19.00 WIB dan pukul 05.00 WIB,
frekuensi penangkapan ini sangat tinggi. Pada saat melakukan penangkapan ikan
bilih di alahan muara Sungai Sumpur, ada sebagian kecil nelayan yang menggunakan tuba, akibatnya kelangsungan hidup telur dan larva ikan menjadi terancam.
10
Rata-rata hasil tangkapan nelayan dengan sistem alahan di muara Sungai
Sumpur, dalam satu kali penangkapan berkisar antara 50 hingga 100 liter per alahan. Akan tetapi, hasil tangkapan ini tidak dapat dipastikan, disebabkan di muara
alahan dilakukan penangkapan ikan bilih dengan alat tangkap jala tebar.
Peraturan-peraturan tentang penangkapan ikan bilih dengan sistem alahan
di muara-muara sungai sekitar Danau Singkarak hanya terdapat di Nagari Sumpur.
Peraturan-peraturan tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Prop.
Sumatera Barat dan juga oleh pihak Nagari Sumpur.
Ikan bilih betina yang tertangkap di alahan muara Sungai Sumpur pada
pukul 19.00 WIB, diduga kebanyakan dalam kondisi bertelur dan berada pada
ukuran ikan pertama kali matang gonad. Menurut Larkin dan Ricker (1964 dalam
Badrudin, 1994) umur ikan yang paling kritis dalam kegiatan penangkapan ikan di
perairan umum adalah disekitar umur ikan pertama kali matang gonad. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan percobaan penangkapan pada pukul 19.00 WIB,
untuk mengetahui banyak ikan bilih yang tertangkap per alahan, distribusi ukuran
dan kondisi gonad ikan bilih yang tertangkap.
C. Jala
Ikan bilih ditangkap nelayan dengan jala di muara-muara sekitar Danau
Singkarak, seperti di muara Sungai Paninggahan dan muara Sungai Sumpur.
Kegiatan penangkapan ikan bilih tersebut dilakukan nelayan setiap hari, yaitu dari
pukul 15.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB, frekuensi penangkapan ini sangat
tinggi. Rata-rata hasil tangkapan nelayan selama 8 jam kerja berkisar antara 15
hingga 20 liter per nelayan.
Penangkapan ikan bilih dengan jala tebar ini, dapat mengancam kelimpahan stok ikan bilih untuk jangka panjang, karena kegiatan penangkapan dilakukan nelayan dari sore hari hingga pagi hari, sehingga ikan bilih yang akan melakukan pemijahan lebih awal tertangkap sebelum memijah.
11
Peraturan-peraturan tentang sistem penangkapan ikan bilih dengan alat
tangkap jala tebar hanya terdapat di muara Sungai Sumpur. Hal ini telah diatur
oleh pihak Kenagarian Sumpur dan juga kearifan nelayan yang mengoperasikan
alat tangkap jala tersebut.
1.1 Hasil tangkapan ikan bilih dengan jaring langli 0,75 inci
Jumlah individu ikan bilih yang tertangkap dengan jaring langli berukuran
mata jaring 0,75 inci, lebih banyak diperoleh di perairan Saning Bakar yaitu sebanyak 2.841 ekor dan sedikit diperoleh di perairan tengah danau yaitu sebanyak
771 ekor. Rata-rata jumlah individu ikan bilih per jaring di perairan Ombilin
sebesar 419 ekor, di perairan Paninggahan 527,5 ekor, di perairan Saning Bakar
710,2 ekor, dan di perairan tengah danau adalah sebesar 192,7 ekor.
Dari percobaan alat tangkap jaring langli berukuran mata jaring 0,75 inci
pada bulan Juni 2005, diperoleh ikan bilih betina sebesar 75,08 % dan ikan jantan
sebesar 24,91 %. Ikan bilih betina dan jantan banyak diperoleh pada ukuran panjang tubuh 70 - 79 mm, dan sedikitnya diperoleh pada ukuran 60 - 69 mm. ikan
bilih betina dan jantan juga sedikit ditemukan pada ukuran 90 - 99 mm. Berat
tubuh ikan bilih yang diperoleh selama penelitian tersebut kebanyakan berada
pada ukuran 4,00 - 6,99 gram, dan sedikit diperoleh pada ukuran 3,00 - 3,99 gram.
Ikan betina dan jantan juga sedikit ditemukan pada ukuran berat 7,00 - 8,99 gram.
Sedikitnya ikan bilih ini yang tertangkap pada ukuran panjang 60 - 69 mm,
dan berat tubuhnya berkisar antara 3,00 - 3,99 gram, disebabkan pertumbuhan
panjang dan berat tubuh ikan bilih yang berbeda. Ikan bilih betina dan jantan juga
sedikit ditemukan pada ukuran panjang 90 - 99 mm, berat tubuhnya berkisar 7,00
- 8,99 gram, ini disebabkan sebelum ikan tersebut mencapai panjang dan berat
maksimum sudah ditangkap oleh nelayan dengan alat tangkap sistem alahan, jala,
lukah, seterum, jaring langli berukuran mata jaring 0,75 inci serta bahan peledak.
12
Ukuran tubuh ikan bilih yang ditemukan selama penelitian lebih kecil dari
tahun-tahun sebelumnya. Anhariah (1988) melaporkan panjang tubuh ikan bilih
dapat mencapai 180 mm dengan berat tubuh sekitar 33 gram. Syandri (1996) menemukan ukuran tubuh ikan bilih terpanjang berada pada ukuran 149 mm dengan
berat sekitar 25 gram. Purnomo et al. (2003) menjelaskan semakin kecil ukuran
tubuh ikan yang tertangkap dari tahun ke tahun, terutama yang telah matang
gonad, ini membuktikan tingkat eksploitasi ikan tersebut sangat tinggi.
Ikan bilih yang terjaring dengan jaring langli berukuran mata jaring 0,75
inci pada bulan Juni 2005, kebanyakan berukuran 70 - 79 mm, beratnya berkisar
antara 4,00 - 6,99 gram. Larkin dan Ricker (1964 dalam Badrudin, 1994) menjelaskan umur ikan yang paling kritis dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan
umum adalah disekitar umur ikan pertama kali matang gonad. Anhariah (1988)
mengemukakan ukuran ikan bilih pertama kali matang gonad antara 84,5 - 96,5
mm dan ikan jantan antara 48,5 - 60,5 mm.
Ikan bilih betina yang terjaring dengan ukuran mata jaring 0,75 inci pada
bulan Juni 2005, kebanyakan berada dalam kondisi bertelur yaitu sebesar 72 %.
Syandri (1996) melaporkan 90 % ikan bilih hasil tangkapan nelayan berada dalam
kondisi matang gonad atau bertelur. Rendahnya persentase ikan betina bertelur
yang ditemukan selama penelitian, disebabkan belum puncak musim mijah ikan.
Syandri (2001) melaporkan ikan bilih banyak memijah pada musim hujan yaitu
pada bulan Desember dan Maret. Berdasarkan data sekunder bulan Juni merupakan musim kering dengan curah hujan yang relatif sedikit.
Semakin banyak ikan betina yang tertangkap dalam kondisi bertelur dan
berada pada ukuran ikan pertama kali matang gonad, maka penambahan individu
baru ke dalam perairan semakin berkurang, akibatnya terjadi penurunan produksi
ikan bilih di Danau Singkarak. Dengan demikian disimpulkan, alat tangkap jaring
13
langli berukuran mata jaring 0,75 inci, merupakan salah satu penyebab penurunan
produksi ikan bilih di Danau Singkarak.
1.2 Hasil tangkapan ikan bilih dengan jaring langli 1,00 inci
Dari hasil percobaan alat tangkap jaring langli berukuran mata jaring 1,00
inci, diperoleh ikan bilih betina sebesar 98,36 % dan 1,64 % ikan jantan. Ikan
bilih yang dapat terjaring dengan jaring langli berukuran mata jaring 1,00 inci
adalah ikan bilih yang mempunyai ukuran panjang tubuh lebih dari 80 mm dan
berat tubuhnya lebih dari 7,00 gram. Ikan bilih yang memiliki ukuran tersebut
kebanyakan dalam kondisi matang gonad atau bertelur.
Hasil penelitian menunjukan 100 % ikan bilih yang terjaring dengan
ukuran mata jaring tersebut dalam kondisi matang gonad atau bertelur. Ikan
tersebut diduga telah beberapa kali melakukan pemijahan, apabila ikan ini
ditangkap tidak akan terlalu mengancam kelimpahan stok ikan untuk jangka
panjang. Alat tangkap jaring langli berukuran mata jaring 1,00 inci sangat baik
digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih di Danau Singkarak,
dibandingkan dengan jaring langli berukuran mata jaring 0,75 inci.
1.3
Hasil tangkapan ikan bilih dengan sistem alahan di muara Sungai
Sumpur
Dari hasil percobaan alat tangkap sistem alahan di muara Sungai Sumpur
diperoleh ikan bilih sebanyak 49.098 ekor. Rata-rata hasil tangkapan ikan bilih
dengan sistem alahan di muara Sungai Sumpur adalah 12.274,5 ekor. Ikan betina
diperoleh sebasar 37,47 % dan ikan jantan sebesar 62,53 %. Ikan betina berada
pada ukuran panjang 50 sampai dengan 99 mm, dan ikan jantan antara 40 sampai
dengan 89 mm. Berat tubuh ikan betina berkisar antara 2,00 - 7,99 gram, dan ikan
jantan berkisar antara 1,00 - 6,99 gram.
14
Menurut Larkin dan Ricker (1964 dalam Badrudin, 1994) kelom-pok umur
yang paling kritis dalam usaha penangkapan ikan di perairan umum adalah
disekitar umur ikan pertama kali matang gonad. Ikan bilih pertama kali matang
gonad sering ditentukan dengan ukuran tubuhnya. Anhariah (1988) melaporkan
ikan bilih betina pertama kali matang gonad berada pada ukuran 84,5 - 96,5 mm
dan ikan jantan antara 48,5 - 60,5 mm.
Ikan bilih yang tertangkap selama
penelitiaan kebanyakan berada pada ukuran ikan pertama kali matang gonad.
Ikan bilih betina yang tertangkap dengan sistem alahan di muara Sungai
Sumpur, 100 % berada dalam kondisi matang atau gonad bertelur. Semakin
banyak individu ikan betina bertelur dan berada pada ukuran matang gonad yang
tertangkap, maka penambahan individu baru kedalam perairan semakin berkurang, akibatnya terjadi penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak.
2. Kualitas Air Danau Singkarak
Hasil pengukuran dan analisis kualitas air Danau Singkarak selama bulan
Juni 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan nilai parameter fisika dan kimia air Danau Singkarak di setiap
stasiun pengamatan pada bulan Juni 2005
Parameter
Udara
Suhu Permukaan
Dasar
Kecepatan Arus
Kedalaman
Kekeruhan
pH
DO
NO3
PO4
NH3
Satuan
o
C
cm/dt
M
NTU
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
(-) tidak dilakukan pengukuran
I
II
Stasiun
III
26
25
20,2
0,3
2,25
7,5
7,9
0,020
0,025
0,011
26
25
24
100
2,05
7,6
7,45
0,008
0,024
0,005
26
24
24
100
2,05
7,4
8,72
0,015
0,055
0,012
IV
V
26
25
24
150
2,05
7,5
8,05
0,012
0,015
0,007
25
24
23
250
4,16
7,8
8,72
0,011
0,020
0,012
Baku Mutu Air
PP No. Th. 2001
Kelas II
Deviasi 3
6–9
> 4
< 10
> 0,2
< 0,02
15
Keterangan:
a. Stasiun I :
b. Stasiun II :
c. Stasiun III:
d. Stasiun IV:
e. Stasiun V :
Muara Sungai Sumpur
Perairan Ombilin
Perairan Paninggahan
Perairan Saning Bakar
Perairan tengah danau
Secara keseluruhan, dari hasil pengukuran dan analisis beberapa parameter
kualitas air menunjukan kualitas air Danau Singkarak belum tercemar dan sangat
mendukung kehidupan ikan dan organisme lainnya. Dengan demikian disimpulkan, kualitas air Danau Singkarak bukan merupakan penyebab penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak.
KESIMPULAN
1. Pola penangkapan nelayan merupakan penyebab penurunan produksi ikan
bilih di Danau Singkarak, yaitu meningkatnya jumlah alat tangkap ikan bilih
terutama jaring langli berukuran mata jaring 0,75 inci, frekuensi penangkapan ikan bilih yang sangat tinggi, penangkapan ikan bilih di habitat
pemijahannya dengan jala tebar dan sistem alahan yang menggunakan tuba.
2. Kualitas air Danau Singkarak bukan merupakan penyebab penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anhariah, 1988. Studi Aspek Reproduksi Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis
Blkr di Danau Singkarak. Skripsi Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Badrudin, 1994. Konsep MSY dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Warta
Perikanan Laut, 1 (1) : 26-33
Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam, Departemen
Kehutanan, 1986. Pengelolaan Satwa Langka. Bogor
Kasmar, J., 1996. Studi Tentang Waktu Pemijahan Ikan Bilih, Mytacoleucus
padangensis Blkr yang Memasuki Sungai Sumpur dari Danau Singkarak,
Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan, Universitas Bung Hatta,
Padang. 59 Hal.
Patrik, 1994. Kajian Reproduksi Ikan Bilih, Mytacoleucus padangensis Blkr yang
Masuk ke Perairan Sungai Sumpur dari Perairan Danau Singkarak,
Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan, Universitas Bung Hatta,
Padang. 53 hal.
Prasetyo, D dan Utomo, A.D., 1996. Potensi Sumberdaya Perikanan Perairan
Umum Lebak Lebung. J. Litbang Pertanian, XIII (3) : 83 - 90
Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Andalas, 1984. Studi Pendahuluan
Ekologi Danau Singkarak. Universitas Andalas. Padang
Purnomo, K., Endi, S., Kartamihardja dan Koeshendrajana, S., 2003. Pengelolaan
Populasi Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis Blkr di Danau Singkarak
Sumatera Barat. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumberdaya
dan Penangkapan
Risdawati, R., 1997. Kepadatan Populasi Ikan Bilih Serta Hubungannya dengan
Kepadatan Predator, Hampala Sp di Danau Singkarak
Syandri, H., 1993a. Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis Blkr dan
Permasahannya di Danau Singkarak. Makalah yang Disampaikan pada
Seminar Kerjasama Pengembangan Perikanan Indonesia dan Malaysia.
Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang
, 1996. Aspek Reproduksi Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis Blkr
dan Kemungkinan Pembenihannya di Danau Singkarak. Disertasi Program
Pasca Sarjana IPB Bogor
Download