HUBUNGAN UKURAN DAN TKG IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Bleeker) DENGAN BERBAGAI JENIS ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN DI DANAU SINGKARAK1) CONNECTION SIZE AND TKG BILIH FISH ( Mystacoleucus padangensis Bleeker ) WITH VARIOUS TYPES OF CAPTURE TOOLS USED IN SINGKARAK LAKE1) MISRI YANDI2),BUKHARI3), MAS ERIZA3) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta Email: [email protected] ABSTRAK Ikan Bilih ( Mystacoleucus padangensis Beelker.) merupakan ikan endemik dan berstatus langka. Fungsi ikan Bilih cukup besar bagi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar danau Singkarak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ukuran dan TKG ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) dengan berbagai jenis alat tangkap yang digunakan di danau Singkarak, ini berkaitan dengan ketersedian serta produksi dari ikan tersebut. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pengambilan ikan secara acak (random). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Ukuran mesh size jaring insang yang digunakan 5/8” dan 3/4". Ukuran ikan yang tertangkap adalah : panjang 6,97 – 8,17 cm dan berat 3,04 – 5,21 gr. Pola pertumbuhan jenis ikan bersifat allometric negatif, terlihat nilai b yang lebih kecil dari 3 (b<3). Nilai koefisien korelasi hubungan panjang berat (r) berkisar antara 0,83 – 0,94 dan nilai koefisien determinasi (R2) berkisar diantara 70%- 90%. Faktor kondisi antara 0,09 – 0,955. Mesh size 3/4" TKG IV ikan yang tertangkap sebanyak 50,83%. Ikan Bilih betina yang banyak tertangkap menggunakan alat tangkap jaring dengan mesh size 3/4” dan alahan (85,83% dan 53,40%). Kata Kunci : Ikan Bilih, jaring insang, Tingkat Kematangan Gonad, pola pertumbuhan 1) Hasil penelitian disampaikan pada forum seminar hasil penelitian Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta 2) Mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 3) Dosen Pembimbing Skripsi 1 ABSTRACT Fish Bilih (Mystacoleucus padangensis Beelker.) is a fish endemic and endangered status. Function Bilih fish big enough for socio-economic communities around the Singkarak lake. This study aimed to determine the relationship of size and fish TKG Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) with various types of fishing gear used in the Singkarak lake, is related to the availability and production of the fish. Research using descriptive method with taking fish randomly (random). Data processing using Microsoft Excel. The size of gill net mesh size used 5/8 "and 3/4". The size of the fish caught are: length 6.97 to 8.17 cm and a weight of 3.04 to 5.21 g. The growth pattern of the fish are negative allometric, seen the value of b is smaller than 3 (b<3). The coefficient of correlation length of the weight (r) ranged from 0.83 to 0.94 and the coefficient of determination (R2) ranged between 70% 90%. Factors conditions between 0.09 to 0.955. Mesh size 3/4" TKG IV fish are caught as much as 50.83%. Bilih female fish were caught using fishing gear nets with mesh size 3/4" and Alahan (85.83% and 53.40% Keywords: Fish Bilih, gill net, maturity level gonads, growth pattern Syandri (1996) melaporkan ukuran mata jaring yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan Bilih terlalu kecil, sehingga ikan Bilih banyak tertangkap dalam kondisi bertelur dan berada pada ukuran ikan pertama kali matang gonad. Hal ini diduga salah satu penyebab penurunan produksi ikan Bilih di danau Singkarak I. PENDAHULUAN Di danau Singkarak hidup salah satu spesies ikan yang khas yaitu ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Beelker.) yang sifatnya endemic dan berstatus langka. Fungsi ikan Bilih cukup besar bagi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar Danau Singkarak, karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan kesejahteraan serta gizi masyarakat yang berada dipedesaan. Hasil tangkapan nelayan dengan digunakannya jaring insang (gillnet), alahan, jala serta bahan peledak menunjukkan 90% ikan tertangkap, yaitu ikan Bilih. Pada akhir-akhir ini jumlah hasil penangkapan ikan Bilih di danau Singkarak semakin menurun. Nelayan sering mengeluhkan hasil tangkapan yang kurang dibandingkan tahun sebelumnya. (Purnomo et al. ,2003). Berkurangnya hasil tangkapan nelayan tersebut diduga disebabkan kepadatan populasi ikan Bilih yang semakin menurun (Syandri, 1996).. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui ukuran mata jaring (Mesh size) yang digunakan dalam penangkapan ikan Bilih 2. Mengetahui ukuran ikan Bilih yang ditangkap menggunakan alat tangkap jaring, jala dan alahan 3. Menganalisa hubungan panjang dan berat ikan Bilih dengan alat tangkap Jaring, jala dan alahan. 4. Mengidentifikasi TKG (Tingkat Kematangan Gonad) ikan Bilih yang tertangkap menggunakan alat tangkap jaring, jala dan alahan. 2 total ikan menggunakan penggaris atau kertas milimeter. Perhitungan berat individu ikan tersebut dari masing-masing ikan diukur menggunakan timbangan dengan ketelitian alat 10 gr (gram). Analisis Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan Bilih yang tertangkap dengan beberapa alat tangkap yang digunakan di danau Singkarak. Mengetahui secara deskripsi pengaruh beberapa alat tangkap dengan TKG ikan yang ditangkap di Danau Singkarak. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 pada lima nagari yang berada di Danau Singkarak, yaitu Nagari Sumpur, Nagari Guguak Malalo dan Nagari Batu Taba (Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar) serta Nagari Muaro Paninggahan dan Muaro Pingai (Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok) Sumatera Barat. Sedangkan untuk mengetahui ukuran ikan serta TKG di lakukan di Labolatorium Perikanan Universitas Bung Hatta. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tangkap gillnet dan ikan Bilih yang terdapat pada Danau Singkarak. Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, timbangan digital, pisau, gunting, penggaris/mistar, kertas milimeter dan jangka sorong. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara melihat langsung ke lapangan selanjutnya melihat ukuran jaring yang digunakan dalam penangkapan ikan Bilih, dan mengetahui ukuran ikan Bilih yang ditangkap dengan alat tangkap jaring, jala dan alahan. Kemudian menganalisa hubungan panjang berat ikan tersebut serta mengidentifikasi TKG ikan Bilih dengan alat penangkapan jaring, jala dan alahan. Pengambilan ikan dilakukan secara acak (random) 1 liter ikan dan dalam pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. 2.2 Analisa Data A. Hubungan Panjang - Berat Data yang diperoleh disusun dalam tabel kisaran antara panjang dan berat tubuh ikan. Dari data tersebut di buat grafik scatter plot untuk mengetahui persebaran data tersebut. Dalam menentukan hubungan antara panjang dan berat ikan maka menggunakan metoda Regresi Linear Sederhana : Y = a + bX Dimana : Y : Peubah tak bebas X : Peubah bebas a : Konstan b : Kemiringan Untuk mengetahui berbeda atau tidak nilai b=3 atau b≠3 (b>3), pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3) pertambahan panjang lebih cepat dibandingan berat (Effendie, 2002). 2.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan adalah Pengukuran Mesh Size alat tangkap gillnet Pengukuran panjang total ikan yang tertangkap kemudian dikeringkan permukaan tubuhnya dengan menggunakan tisu lalu ukur panjang B. Faktor kondisi Perhitungan faktor kondisi berdasarkan pada panjang dan berat. Faktor kondisi dapat dirumuskan dengan sistem Metrik : 3 Kn =10.000 W L3 Peternakan dan Perikanan Tanah Datar serta instansi terkait dengan penelitian ini. Dimana : Kn : Faktor Kondisi W : berat rata-rata ikan (gram) L : panjang rata-rata ikan (mm) III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Secara Geografis danau Singkarak terletak di koordinat 0,36o LS dan 100,3o BT merupakan danau terluas di Sumatra Barat. Danau Singkarak secara administrasi berada dalam dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Luas danau Singkarak yang berada di Kabupaten Solok ± 6.550 ha dan luas di Kabupaten Tanah Datar ± 6.420 ha. Danau Singkarak mempunyai luas area 107,8 km2 dengan panjang maksimum 21 km dan lebar 7 km. Kecamatan Batipuah Selatan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Secara astronomi Kecamatan Batipuah Selatan terletak antara 00o22’38” – 00o35’30” LS dan 100o22’36” – 100o31’14” BT. Dengan luas daerah 82,73 km2. Kecamatan Batipuah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batipuh disebelah Utara, bagian Selatan Kabupaten Solok, sebelah Barat berbatasan Kabupaten Padang Pariaman, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rambatan. Terletak pada ketinggian 500 m diatas permungkaan air laut. Jumlah nelayan perikanan tangkap yang berada di Kecamatan Batipuah Selatan sebanyak 245 orang (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar, 2013). Secara astronomi Kecamatan Junjung Sirih terletak antara 00o39’23” – 00o44’55” LS dan 100o25’00” – 100o33’43” BT, dengan luas 102,59 km2 dengan ketinggian 400 – 800 m diatas Nilai Kn berkisar antara 2 – 4 menyatakan bahwa badan ikan agak pipih sedangkan apabila nilai Kn berkisar antara 1 – 3 berarti bahwa badan ikan kurang pipih. C. Hubungan Beberapa Alat Tangkap dengan TKG Dalam menentukan hubungan antara beberapa alat tangkap dengan TKG ikan dilakukan secara deskriptif dari hubungan antara ukuran mata jaring, jala dan alahan dengan TKG ikan Bilih yang ditangkap didanau singkarak. Dalam mengetahui TKG menggunakan cara morfologi menurut Nikolsky dalam Effendi (2002). 2.3 Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data penelitian tersebut menggunakan data primer dan data skunder. Data primer yang diambil adalah data hasil wawancara dengan nelayan dan melakukan pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan ikan, dan menghitung ukuran panjang dan berat ikan serta TKG dari ikan Bilih yang tertangkap dengan ukuran mata jaring insang yang menangkap ikan tersebut serta alat tangkap jala dan alahan di Danau Singkarak. Data sekunder diperoleh dari data statistik, dan data yang lain mendukung objek penelitian yang diperoleh pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatra Barat, Dinas Pertanian Perikanan Dan Peternakan Kabupaten Solok dan Dinas 4 permungkaan laut yang berada di Kabupaten Solok. Jumlah nelayan perikanan tangkap pada kecamatan Junjung Sirih sebanyak 1010 orang, terdiri dari 80 orang nelayan penuh, 225 nelayan sambilan utama, 830 orang nelayan sambilan tambahan (Data Base Potensi Produk Pangan, 2013). Bilih di danau Singkarak mulai terancam punah. Ancaman kepunahan ikan Bilih antara lain disebabkan oleh penangkapan yang tidak terkendali dan berlebihan menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring relatif kecil yaitu ¾ inchi dan 5/8 inchi, serta alat tangkap jala berukuran mata jaring ½ inchi yang dioperasikan dengan cara menghadang ikan Bilih yang akan memijah di daerah aliran sungai. Di lain pihak usaha melestarikan populasi ikan melalui kearifan lokal masyarakat di sekitarnya belum terlaksana dengan sempurna (Syandri et al. ,2011). Selain itu penyebab turunnya produksi ikan Bilih antara lain : (1) perubahan kualitas air akibat bendungan PLTA Singkarak, (2) ketergantungan masyarakat nelayan terhadap ikan Bilih sangat dominan dan (3) belum ada kawasan konservasi ikan Bilih berbasis masyarakat (Syandri, 2008) Namun populasi ikan Bilih di Danau Toba bertumbuh dengan pesat. Pada tahun 2005 hasil tangkapan ikan Bilih di beberapa tempat sebesar 653,6 ton atau dari total hasil tangkapan ikan dari Danau Toba. Selanjutnya suatu perkiraaan total hasil tangkapan pada tahun 2008 hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan pada tahun 2005. Berkembangnya populasi ikan Bilih di Danau Toba disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Karakteristik limnologis Danau Toba yang mirip dengan Danau Singkarak; (2) Habitat pemijahan ikan Bilih di Danau Toba tersedia dan lebih luas dari pada Danau Singkarak. Beberapa daerah pemijahan utama ikan Bilih di Danau Toba terdapat di Sungai Sipangolu di Bakara, Sungai Sipiso-piso di Tongging, Sungai Naborsahan di Ajibata; (3) Makanan alami sebagai makanan utama ikan Bilih cukup tersedia 3.2 Nilai Produksi Ikan Bilih pada Tahun 2010-2013 Nilai Produksi adalah kegiatan yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output), mencakup semua aktifitas atau kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk menghasilkan produk tersebut. (Assauri, 2004). Gambar 2. Nilai Produksi Ikan Bilih (Statistik Perikanan Tangkap, Sumbar (2010-2013) Data produksi ikan Bilih pada tahun 2010 - 2013 menunjukan bahwa pada tahun 2013 produksi ikan Bilih mengalami penurunan yang sangat besar dari 10.875,6 ton pada tahun 2012 menjadi 720,3 ton pada tahun 2013, hal ini membuktikan bahwa terjadi penurunan produksi ikan Bilih yang sangat drastis pada tahun tersebut. Berkurangnya produksi dari hasil tangkapan ikan Bilih yang tertangkap mengindikasikan bahwa populasi ikan 5 dan belum seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan yang hidup di Danau Toba; dan (4) Daerah pelagis dan limnetik Danau Toba jauh lebih luas (Kartamihardja et al. ,2008) . Jaring insang pada umumnya menggunakan beberapa tali dalam proses pembuatan alat tangkap yaitu tali ris atas, tali pelampung, tali ris bawah dan tali pemberat. Namun alat tangkap yang digunakan pada lokasi penelitian hanya menggunakan tali pelampung dan tali pemberat yang difungsikan sebagai tali ris. Bahan yang digunakan untuk tali pemberat dan tali pelampung adalah polyamide dengan diameter 3,9 mm untuk tali ris atas dan 3,9 mm untuk tali pemberat. Najamuddin dkk (2010) menyatakan nelayan cendrung menggunakan satu tali saja pada bagian atas dan bagian bawah jaring karena pertimbangan efisien bahan. Pemasangan tali pelampung disambungkan langsung ke badan jaring, dan memiliki tipe pilinan Z (arah pilinan kiri). Panjang tali pelampung dilebihkan sekitar 5 - 10 m. Pemasangan tali ris pada badan jaring yang berbeda-beda didasarkan pada pertimbangan kemudahkan operasi, penentuan target ikan sasaran dan pertimbangan selektivitas ikan sasaran (Martasuganda, 2005). Berdasarkan pengamatan jaring yang digunakan nelayan berbahan nylon yang warna putih dengan no. Benang 12 mm. Panjang jaring sebelum dirakit 100 m (2 piece) akan tetapi setelah dirakit menjadi 75 m itu berarti shortening dari jaring tersebut 25 %. Menurut Martasuganda (2005), ukuran mata jaring dan nomor benang pada badan jaring biasanya disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan. Jenis pelampung yang digunakan pada lokasi penelitian terbuat dari plastik berbentuk bulat oval yang berwarna putih. Satu alat tangkap jaring biasanya memakai 8 -12 buah pelapung yang digunakan, tergantung dari panjang jaring. Menurut Martasuganda (2005), jumlah, berat jenis 3.3 Ukuran Mesh Size Jaring Penangkapan Ikan Bilih Dari penelitian yang dilakukan ukuran mesh size jaring yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan Bilih adalah 3/4” dan 5/8” sedangkan ukuran 1” tidak digunakan lagi karena hasil tangkapannya sedikit sehingga nelayan menggunakan ukuran mesh size jaring yang Tabel 4. Spesifikasi Alat Tangkap Jaring Insang No 1 2 3 Bagian Konstruksi Badan Jaring Tali Ris Atas Tali Pelampung 4 Pelampung 5 Tali Pemberat 6 Pemberat 7 Pelampung Tanda Spesifikasi Bahan Keterangan Nylon Warna Ukuran Mata Jaring No. Benang Panjang Sebelum Dirakit Panjang Dalam Shortening Bahan Putih ¾” Warna Pilinan Panjang Ø Bahan Putih Z 75 m 3,9 mm Polyethilene Warna Pilinan Panjang Ø Bahan Warna Bentuk Bahan Biru Z 5m 2,2 mm Plastik Putih Bulat Oval Polyamide Warna Pilinan Panjang Ø Bahan Warna Bentuk Panjang Ø Bahan Putih Z 75 m 3,9 mm Timah Hitam Bulat Oval 2 cm 10 mm Plastik Bentuk Derigen 0,12 mm 100 m ( 2 piece ) 75 m 5m 25% Polyamide 6 dan volume pelampung yang dipakai dalam satu piece akan menentukan besar kecilnya daya apung (bouyancy bouyancy). Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piece akan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan. Pemberat yang digunakan terbuat dari timah yang berwarna hitam, berbentuk bulat oval dengan panjang 2 cm dan berdiameter 10 mm. Menurut Martasuganda (2005), untuk nelayan jaring insang di negara berkembang, bahan, ukuran, bentuk dan daya tenggelam dari pemberat biasanya berbeda antara satu nelayan dengan nelayan lainnya meskipun target tangkapannya sama. Nelayan pada umumnya menggunakan perkiraan saja. Gambar 5. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jala Adapun hasil tangkapan dengan berbagai alat tangkap yang digunakan di lapangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 6. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Alahan 3.4 Ukuran Ikan Bilih dengan Alat Tangkap Berbeda Tabel 5. Ukuran Ikan Bilih dengan Alat Tangkap Berbeda Min Panjang (cm) Rata RataMax rata Min Max Ratarata 7,50 9,10 8,17 4,21 6,49 5,21 5,60 8,50 7,19 2,06 6,12 3,55 5,90 8,60 7,24 1,84 5,84 3,60 5 9,5 6,97 1,12 7,54 3,04 Alat Tangkap Mata jaring 3/4” Mata Jaring 5/8” Jala Alahan Berat (gr) Gambar 3. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jaring 3/4" Distribusi si panjang dan berat ikan Bilih pada masing-masing masing alat tangkap dapat dilihat dalam Tabel 5. Alat tangkap yang menggunakan jaring dengan ukuran mesh size 3/4” mempunyai rata rata-rata panjang dan berat yang lebih tinggi dibandingan dengan jaring dengan ukuran 5/8”, yaitu 8,17 cm dan 5,21 gr, dari hasil tangkapan menggunakan alat tangkap jaring berukuran mesh size 5/8”,ikan yang tertangkap tidak layak tangkap karena Gambar 4. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jaring 5/8” 7 ukuran ikan tersebut berukuran kecil sehingga tidak ada peluang dari ikan tersebut untuk bertambah besar. Hal ini menyebabkan ukuran ikan Bilih di danau Singkarak lama kelamaan bertambah kecil, karena semakin besar ukuran mash size alat tangkap, semakin besar pula ikan yang tertangkap dan sebaliknya. Alat tangkap jala mempunyai rata-rata hasil tangkapan panjang dan berat ikan sebesar 7,24 cm dan 3,60 gr, angka tersebut sama besar dari panjang dan berat alat tangkap dari jaring ukuran 5/8”. Sedangkan alat tangkap alahan mempunyai panjang dan berat terendah dengan rata 6,97 cm dan 3,04 cm akan tetapi jika dibandingan nilai maximum ikan yang tertangkap dengan alat tangkap lainnya, alat tangkap alahan mempunyai panjang dan berat maximum yang lebih tinggi yaitu 9,50 cm dan 7,54 gr, namun juga mempunyai nilai minimum terendah dibandingan dengan alat tangkap lainnya sebesar 5 cm dan 1,12 gr. Hal ini menyatakan bahwa alat tangkap alahan mempunyai variasi penangkapan ikan Bilih yang tertangkap dan rata-rata ikan yang tertangkap berukuran kecil dibandingankan dengan alat tangkap lainnya. Secara garis besar ikan yang tertangkap dengan alat yang alat penangkapan berbeda tersebut ukurannya relatif kecil, karena ukuran jaring dengan mesh size 1” tidak digunakan lagi, walaupun digunakan hasil tangkapannya sangat sedikit, itu berarti telah terjadi over fishing di danau Singkarak. Anhariah (1988) melaporkan panjang tubuh ikan Bilih dapat mencapai 180 mm dengan berat tubuh sekitar 33 gram. Syandri (1996) menemukan ukuran tubuh ikan Bilih terpanjang berada pada ukuran 149 mm dengan berat sekitar 25 gram. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan ukuran panjang dan berat maksimum yang tertangkap menggunakan alat tangkap yang berbeda adalah 9,10 cm dan 6,96 gr, lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran tahun 1996 berkisar 10-14 cm, berarti ukuran ikan yang tertangkap ukurannya relatif kecil. Menurut Purwono et al. (2003) makin kecil ukuran ikan yang tertangkap dari tahun ketahun, ini membuktikan tingkat eksploitasi ikan tersebut sangat tinggi. Akibat dari eksploitasi yang sangat tinggi, maka ketersedian dan produksi ikan Bilih semakin berkurang. 3.5 Hubungan Panjang – Berat Ikan Bilih dengan Alat Tangkap . Hubungan Panjang – Berat Ikan Bilih Berat (gr) Ukuran Jaring 3/4" 7 6 5 4 3 2 1 0 y = 1,404x - 6,255 R² = 0,719 0 5 10 Panjang (cm) Gambar 7. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Jaring Ukuran 3/4” Ukuran Jaring 5/8" 8 Berat (gr) 6 y = 1,156x - 4,767 R² = 0,703 4 2 0 0,00 5,00 10,00 Panjang (cm) Gambar 8. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Jaring Ukuran 5/8” 8 negatif memberi arti bahwa pola pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat ikan Bilih tersebut. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Effendi (1997) dimana ikan dengan pola pertumbuhan allometric negatif apabila nilai b<3. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan keter-sediaan makanan. Selain itu menurut Bagenal dalam Harmiyati (2009), faktor-faktor yang menyababkan perbedaan nilai b adalah perbedaab jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, faktor lingkungan, perbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Hasil analisis hubungan panjang berat populasi ikan Bilih dengan nilai r disajikan dalam Tabel 6. Nilai koefisien korelasi hubungan panjang berat (r) berkisar antara 0,83 – 0,94. Nilai koefisien korelasi yang didapat termasuk tinggi, hal ini menunjukkan hubungan yang erat antara per-tambahan berat dengan pertambahan panjang dan sebaliknya. Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar diantara 0,70 – 0,90, hal ini bermakna bahwa 70% - 90% nilai (R2) dari hubungan panjang berat ikan Bilih terkoleksi cukup besar, menunjukan bahwa keragaman yang dipengaruhui oleh variabel lain cukup kecil sedangkan keragaman hubungan antara panjang dan berat ikan sangat erat. Jala Berat (gr) 8 y = 1,305x - 5,860 R² = 0,794 6 4 2 0 0,00 5,00 10,00 Panjang (cm) Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Jala Alahan 8 y = 1,199x - 5,286 R² = 0,900 Berat (gr) 6 4 2 0 0,00 5,00 10,00 Panjang (cm) Gambar 10. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Alahan Tabel 6. Hubungan Panjang-Berat Ikan Bilih dan Hasil Pengujian Nilai b Alat Tangkap Y=a+ bX Mata jaring 3/4” Mata Jaring 5/8” Y = -6,26 + 1.40X Y = -4,77 + 1,16X Y = -5,86 + 1,31X Y = -5,29 + 1,20X Jala Alahan r R2 Hasil Pengujian Pola Pertumbuhan 0,85 0,72 b<3 0,83 0,70 b<3 0,89 0,79 b<3 0,94 0,90 b<3 Allometric Negatif Allometric Negatif Allometric Negatif Allometric Negatif Hubungan panjang dan berat ikan Bilih dengan berbagai macam alat penangkapan yang digunakan dalam menangkap ikan tersebut menunjukkan pola pertumbuhan yang sama. Asumsi pola pertumbuhan dapat diketahui dengan menentukan nilai “b”. Pola pertumbuhan jenis ikan Bilih dengan berbagai macam alat penangkapan ikan bersifat allometric negatif, terlihat nilai b yang lebih kecil dari 3 (b<3). Sifat pertumbuhan allometric 9 3.7 Hubungan TKG dengan Alat Tangkap 1.6 Faktor Kondisi Ikan Biih Tabel 7. Hubungan TKG dengan Alat Tangkap Tingkat Kematangan Gonad Alat Tangkap TKG 1 Mata jaring 3/4" 16 Mata Jaring 5/8” 8 Jala 12 Alahan 8 n = jumlah sampel Alat Tangkap Jaring 3/4" Jaring 5/8” TKG I TKG II TKG III TKG IV Jml 7 19 61 103 11 27 23 14 8 11 2 5 13 35 52 55 n 120 128 Tingkat Kematangan Gonad (%) TKG TKG TKG II III IV Jml 13,33 5,83 15,83 50,83 85,83 6,25 8,59 10,94 1,56 27,34 Jala 9,16 20,61 6,11 3,82 39,69 Alahan 7,77 22,33 10,68 12,62 53,40 131 103 n 120 128 131 Dari gambar 11 terlihat bahwa disetiap alat tangkap yang berbeda, faktor kondisi ikan Bilih berkisar antara 0,09 – 0,955 itu berarti bahwa badan ikan kurang pipih. Nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh kematangan gonad dan jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan Barus (2011) bahwa nilai faktor kondisi betina lebih besar dibandingkan jantan, hal ini menunjukan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baikdengan mengisi cell sex untuk proses produksinya dibandingkan ikan jantan. Nilai faktor kondisi yang mendekati 1 menggunakan alat tangkap jaring insang yang mana hasil tangkapan tersebut kebanyakan berjenis kelamin betina sehingga faktor kondisi ikan lebih tinggi dibandingkan alat tangkap lainnya. Hal ini sesuai dengan Suwarni (2009) bahwa ikan betina memiliki nilai faktor kondisi yang relatif lebih besar dibandingkan ikan jantan. Peningkatan nilai faktor kondisi di alat tangkap jaring insang 3/4” terdapat pada waktu gonad ikan terisi dengan jenis kelamin dan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan. Dengan demikian fluktuasi faktor kondisi pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh bobot gonad tetapi juga oleh aktifitas selama pematangan dan pemijahan. 103 Tingkat Kematangan Gonad ikan Bilih dengan alat tangkap yang berbeda mempunyai perbedaan yang mana TKG III dan TKG IV adalah hal yang terpenting dalam menjaga populasi dan ketersedian ikan Bilih. Alat tangkap yang menggunakan ukuran jaring dengan mesh size 3/4” mempunyai jumlah TKG III dan TKG IV sebanyak 19 dan 61 ekor, artinya 66,66 % yang paling banyak ikan yang tertangkap sedang mengalami matang gonad, dan 85,83 % ikan yang tertangkap tersebut merupakan berjenis kelamin betina. Semakin banyak ikan betina yang tertangkap dalam kondisi bertelur dan berada pada ukuran ikan pertama kali matang gonad, maka penambahan individu baru ke dalam perairan semakin berkurang, akibatnya terjadi penurunan produksi ikan Bilih di Danau Singkarak. Larkin dan Ricker (1964 dalam Badrudin, 1994) menjelaskan umur ikan yang paling kritis dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan umum adalah disekitar umur ikan pertama kali matang gonad. Dengan demikian disimpulkan, alat tangkap jaring 10 jaring berukuran mata jaring 3/4”, merupakan salah satu penyebab penurunan produksi ikan Bilih di Danau Singkarak. Untuk ukuran mesh size 5/8” hanya 35 ekor ikan Bilih betina yang tertangkap atau sebesar 27,34 %, dengan TKG III sebanyak 14 ekor dan TKG IV 2 ekor, alat tangkap jaring 5/8” mempunyai jumlah tangkapan ikan betina terendah dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Dan alat tangkap jala sebesar 39,96 % ikan betina yang tertangkap dengan TKG III dan TKG IV sebanyak 8 dan 5 ekor dari segi kematangan gonad TKG III dan TKG IV alat tangkap tersebut hanya menangkap sekitar 9,93 % dan merupakan hasil tangkapan terendah dibandingkan dengan alat tangkap lain. Ikan Bilih betina yang tertangkap menggunakan Alahan pada bulan Juni 2014 sebesar 53,40 %. Rendahnya persentase ikan betina bertelur yang ditemukan selama penelitian, disebabkan belum puncak musim mijah ikan. Syandri (2001 dalam Ikhsan, 2005) melaporkan ikan bilih banyak memijah pada musim hujan yaitu pada bulan Desember dan Maret jumlah sampel. Ini menandakan bahwa banyaknya ikan betina yang tertangkap akan menurunkan produksi ikan Bilih, dan menjadi salah satu berkurangnya hasil atau tangkapan nelayan didanau singkarak, sedangkan alat tangkap jaring dengan mesh size 5/8” kebanyakan ikan berjenis kelamin jantan lah yang tertangkap sebesar 72,66 % sedangkan ikan berjenis kelamin betina sebanyak 27, 34 %. Untuk alat tangkap jala jenis kelamin ikan betina yang tertangkap sebanyak 39,96 % dan janis kelamin jantan sebesar 60,31 %,berati ukuran jaring 5/8” dan jala kebanyakan ikan yang tertangkap adalah jantan dibandingkan ikan betina berarti alat tangkap tersebut kebanyakan menangkap ikan berjenis kelamin jantan dibandingkan betina. Alat tangkap alahan yang digunakan nelayan yang biasanya dalam semalam bisa memanen ikan 1 – 3 kali , namun dikondisi sekarang alat tangkap tersebut dipanen 2 3 hari sekali, ini menandakan sangat berkurangnya ikan didanau Singkarak. Dari hasil penelitian terdapat sekitar 55,34 % ikan berjenis kelamin betina yang tertangkap sedangkan ikan berjenis kelamin jantan sebesar 44,66 %. berati meskipun kebiasaan panangkapan alahan tersebut telah berubah akan tetapi masih banyak juga ikan berjenis kelamin betina yang tertangkap menggunakan alahan tersebut, dan salah satu menjadi faktor kurangnya produksi ikan Bilih di danau Singkarak. Tabel 8. Persentase Jenis Kelamin Ikan yang Tertangkap Jenis Kelamin Alat Tangkap Jantan Betina Jumlah Total Jml % Jml % 17 14,17 103 85,83 120 93 72,66 35 27,34 128 Jala 79 60,31 52 39,69 131 Alahan 46 44,66 57 55,40 103 Jumlah 235 Mata jaring 3/4 Mata Jaring 5/8 249 482 Dari Tabel 8 terlihat bahwa alat tangkap jaring dengan ukuran mesh size 3/4” ikan Bilih yang tertangkap dengan jenis kelamin betina yaitu 85,83 % dari 11 IV. KESIMPULAN VI. UCAPAN TERIMA KASIH Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ukuran mata jaring (mesh size) yang digunakan nelayan selama penelitian di danau Singkarak dalam menangkap ikan Bilih adalah 3/4" dan 5/8” 2. Ukuran ikan Bilih yang tertangkap dengan berbagai macam alat tangkap berkisar antara ; panjang 6,97 – 8,17 cm dan berat 3,04 – 5,21 gr. 3. Pola pertumbuhan ikan Bilih bersifat allometric negatif dengan berbagai macam alat tangkap, Sifat pertumbuhan allometric negatif memberi arti bahwa pola pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat ikan Bilih. 4. Alat tangkap yang paling banyak menangkap ikan Bilih yang akan memijah (TKG IV) adalah : jaring insang 3/4" (50,83%), alahan (12,62%), Jala (3,82%) dan jaring insang 5/8” (1,56%). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan kepada penulis diantaranya kepada : 1. Bapak Bukhari, S.Pi. , M.Si. selaku dosen pembimbing I 2. Bapak Ir. Mas Eriza MP selaku dosen pembimbing II 3. Keluarga tercinta dan teman-teman seperjuang V. SARAN Badrudin, 1994. Konsep MSY dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Warta Perikanan Laut. VII. DAFTAR PUSTAKA Anhariah, 1988. Studi Aspek Reproduksi Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis Blkr di Danau Singkarak. Skripsi Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Pemasaran. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta 1. Ukuran Gillnet yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan Bilih sebaiknya ukuran diatas 3/4" 2. Tidak melakukan penangkapan ikan Bilih yang akan melakukan pemijahan (TKG IV) 3. Perlu adanya aturan tentang alat penangkapan, pola penangkapan dan waktu penangkapan serta sosialisasi dengan nelayan setempat. Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok, 2013, Statistik Kecamatan Junjung Sirih Dalam Angka. 38 hal. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar, 3013, Kecamatan Batipuah Selatan Dalam Angka, 58 hal Barus, S, R, D.2011. Bioekologi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker.) Program Magister Biologi. Fmipa. USU 12 Data Base Potensi Produksi Pangan, 2013, Pemerintah Kabupaten Solok Dinas Pertanian Perikanan dan Perikanan Data Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot Dan Faktor Kondisi Ikan Butana(Acanthurus Mata) yang Tertangkap disekitar Perairan Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, provinsi Sulawesi Selatan. (Jurnal) Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassr. Statistik Perikanan Tangkap, SUMBAR (2010-2013), Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Effendi, M. I. 1997. Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 122 hal Syandri, H., 1993. Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis Blkr dan Permasahannya di Danau Singkarak. Makalah yang Disampaikan pada Seminar Kerjasama Pengembangan Perikanan Indonesia dan Malaysia. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang Effendi, M. I 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta Ikhsan, Roma, 2005, dalam jurnal, Penyabab Penurunan Poduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Danau Singkarak , UNAND Syandri, H. & Agustedi. 1996. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan untuk Usaha Budidaya yang Berwawasan Lingkungan. Makalah pada Pertemuan Teknis Pengendalian Budidaya Air Tawar, Ditjen Perikanan, Deptan. Bukittinggi, 0910 Desember 1996. Najamuddin, M. Taufik dan M. Palo, 2010. Gill net design for flying fish in Majene district. Proceeding International Seminar on“ Indonesian Fisheries Development”, Makassar, 15 November 2010. Purnomo, K., Endi, S., Kartamihardja dan Koeshendrajana, S., 2003. Pengelolaan Populasi Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis Blkr di Danau Singkarak Sumatera Barat. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan Syandri, H.1996. Aspek reproduksi ikan bilih, Mystacoleucus padangensis Bleeker dan kemungkinan pembenihannya di Danau Singkarak. Disertasi Program Pascasarjana IPB. 122 hal Syandri, H. Junaidi & Azrita. 2011. PengelolaanSumberdaya ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) berbasis kearifan lokal di Danau Singkarak. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Departemen Pertanian. 13