BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1.Pemasaran Jasa
2.1.1.1 Pengertian Jasa
Menurut, William (dalam Alma, 2009:243) bahwa yang dimaksud dengan
jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasikan secara terpisah tidak berwujud,
ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan menurut, Lupiyoadi (2013:7)
jasa pada dasarnya merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak
merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang umumnya dikonsumsi
pada saat yang sama dengan waktu dihasilkan dan memberikan nilai tambah
(misalnya: kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahaan
atas masalah yang di hadapi oleh konsumen.
Dalam hal ini jasa merupakan sesuatu yang ditawarkan kepada orang lain
dimana secara esensial tidak berwujud dan tidak menghasilkan atau memberikan
sesuatu kepemilikan apapun. Menurut Lovelock et al., (2011:16) menyatakan
bahwa jasa adalah suatu aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak yang lain, dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan dalam bentuk
kegiatan yang akan membawa hasil yang diinginkan kepada penerima, obyek,
maupun aset-aset lainnya yang menjadi tanggung jawab dari pembeli namun
biasanya tidak akan mendapatkan hak milik dari unsur-unsur fisik yang terlibat
dalam penyediaan jasa tersebut.
Pada intinya perusahaan yang memberikan suatu proses jasa adalah
mereka yang menyediakan produk jasa baik yang berwujud maupun tidak
berwujud (seperti halnya rawat inap rumah sakit, hotel, restoran, maupun
pendidikan) dan didalamnya terlihat suatu interaksi antara konsumen dan
penyedia jasa. Jasa bukan hanya berupa barang tetapi suatu aktivitas ataupun
proses yang hasilnya hanya dapat dirasa oleh individu masing-masing.
2.1.1.2 Karakteristik Jasa
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:292), terdapat empat karakteristik
jasa yang perlu diperhatikan ketika merancang suatu program pemasaran. Empat
karakteristik tersebut yaitu :
1.
Intangibility (tidak berwujud), tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat
dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli.
2.
Inseparability (tidak dapat dipisahkan), umumnya jasa dihasilkan dan
dikonsumsi secara bersamaan. Jika seseorang melakukan penggunaan jasa,
maka penyediaannya adalah bagian dari jasa. Karena pelanggan juga hadir
saat kegiatan jasa itu dilakukan, interaksi penyedia jasa adalah ciri khusus
dari pemasaran jasa. Baik penyedia maupun pelanggan mempengaruhi hasil
jasa.
3.
Variability (bervariasi), jasa itu sangat bervariasi karena dia tergantung pada
siapa yang menyediakan dan dimana jasa itu dilakukan.
4.
Perishability (tidak tahan lama), jasa tidak dapat disimpan dan jasa
merupakan komoditas yang tidak tahan lama. Jika permintaan terhadap jasa
stabil, sifat tidak tahan lamanya suatu jasa bukan menjadi suatu masalah,
tetapi jika permintaan jasa berfluktuasi maka persoalannya menjadi sulit.
2.1.1.3 Dimensi Jasa
Zeithmal dan Bitner (2009:135) mengatakan bahwa konsumen dalam
melakukan penilaian terhadap kualitas jasa ada lima dimensi yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Tangible, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal, seperti gedung dan
ruangan front office, kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruangan,
kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan karyawan.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan, seperti informasi yang akurat,
penanganan konsumen, kemudahan pemesanan tiket, penyediaan pelayanan
sesuai perjanjian, pelayanan yang tepat pertama kali, penanganan masalah
konsumen, dan penyediaan pelayanan tepat waktu.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu konsumen dan memberi pelayanan yang cepat dan tanggap, yang
meliputi kesigapan karyawan dalam melayani konsumen ialah kerja tim yang
baik, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan
konsumen, siap sedia menanggapi pertanyaan konsumen, penyampaian
informasi saat pelayanan, pemberian pelayanan ekstra, dan kemauan untuk
membantu konsumen.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu meliputi kemampuan karyawan
atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, pelayanan yang adil pada
konsumen, kualitas yang mengutamakan keramah tamahan dalam memberikan
pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam
memberikan rasa aman didalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan
menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan: a) Kompetensi
(competence), meliputi keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para
karyawan untuk melakukan pelayanan, b) Kesopanan (courtesy), meliputi
keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan, c) Kredibilitas (credibility),
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan,
seperti reputasi, dan prestasi.
5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen, seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha
perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi
ini merupakan penghubung dari dimensi: a. Akses (access), meliputi
kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan, b.
Komunikasi (communication), meliputi kemampuan melakukan komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan
dari konsumen, c. Pemahaman pada konsumen (understanding the customer),
meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan konsumen.
2.1.2 Perilaku Konsumen
2.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Mempelajari suatu perilaku konsumen adalah hal yang sangat kompleks,
terutama banyaknya variabel yang mempengaruhinya dan kecenderungan untuk
saling berinteraksi, Baik dari proses pengambilan keputusan untuk memilih atau
memakai suatu produk atau jasa. Menurut Mangkunegara (2009:4) perilaku
konsumen merupakan suatu tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu,
kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan
keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi
yanag dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan The American Marketing
Association (dalam Setiadi, 2010:3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana
manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Pendapat yang
sama juga diungkapkan Suprantono dan Limakrisna (2011:3) bahwa perilaku
konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
menggunakan (memakai atau megkonsumsi) dan menghabiskan produk (barang
dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang yang
berhasrat mempengaruhi atau mengubah perilaku tersebut, terutama yang
kepentingan utamanya adalah pemasaran, pendidikan, perlindungan konsumen
dan kebijakan umum. Mempelajari atau menganalisa perilaku konsumen adalah
sesuatu yang sangat kompleks, terutama karena banyaknya variabel yang
mempengaruhinya dan kecenderungan untuk saling berinteraksi. Baik dari proses
pengambilan keputusan untuk memilih atau memakai suatu produk atau jasa.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen
adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi
yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan.
2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler dan Armstrong (2007:200) perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan psikologi.
a. Faktor-faktor budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh terluas dan terdalam dalam perilaku
konsumen. Faktor budaya terdiri dari: 1) Budaya, Setiap kelompok atau
masyarakat memiliki budaya dan pengaruh budaya pada perilaku konsumen yang
sangat beragam dari satu negara ke negara yang lain. Maka kegagalan pada saat
penyesuaian diri dengan perbedaan budaya akan menghasilkan pemasaran yang
tidak efektif. 2) Subbudaya, Setiap budaya terdiri dari subbudaya atau kelompokkelompok orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan
pengalaman dan situasi kehidupan yang dilakukan secara bersamaan dalam waktu
yang lama. Subbudaya meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan
daerah geografis yang serupa. 3) Kelas sosial, adalah suatu pembagian kelompok
masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur di mana anggota-anggotanya
memiliki nilai, minat dan perilaku serupa. Kelas sosial menunjukan bagaimana
perbedaan proferensi produk dan merek khususnya dalam hal pakaian, peralatan
rumah tangga, aktivitas waktu luang.
b. Faktor-faktor sosial
Menurut Kotler dan Armstrong (2007:205) Perilaku konsumen juga
dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kelompok kecil, keluarga, peran dan status
yang melingkupi konsumen tersebut: 1. Kelompok, adalah dua atau lebih
sekelompok orang yang berinteraksi untuk memenuhi tujuan individu atau tujuan
bersama. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dari tempat seseorang
berada dinamakan kelompok keanggotaan, sedangkan kelompok acuan berfungsi
sebagai pembanding atau acuan secara tidak langsung maupun secara langsung
dalam pembentukan sikap atau perilaku seseorang. 2. Keluarga, merupakan
organisasi pembelian di masyarakat tempat konsumen berada yang paling penting.
Keterlibatan suami-istri sangat berbeda-beda tergantung pada kategori produk dan
pada tahapan dalam proses pembelian. 3. Peran dan status, Peran terdiri atas
sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang-orang di
sekitarnya. Tiap peran membawa status yang menggambarkan penghargaan umum
terhadap peran tersebut oleh masyarakat.
c. Faktor-faktor pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
seperti umur dan tahapan siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup,
kepribadian dan konsep diri (Kotler dan Armstrong, 2007:209). 1) Umur dan
tahapan siklus hidup, Sepanjang hidupnya orang akan mengubah barang dan jasa
yang dibelinya. Selera terhadap makanan, pakaian, perabotan, rekreasi sering
terkait dengan umur. Pembelian juga dipengaruhi oleh siklus hidup keluarga,
tahap-tahap yang melalui keluarga hingga menjadi matang. 2) Pekerjaan, akan
mempengaruhi
barang
dan
jasa
yang
dibeli.
Para
pemasar
berusaha
mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang memiliki minat di atas rata-rata
terhadap produk dan jasanya. 3) Situasi ekonomi, Pemasar barang yang sensitif
terhadap pendapatan akan memperhatikan trend pendapatan, tabungan dan tingkat
suku bunga. 4) Gaya hidup, adalah pola hidup seseorang yang tergambar pada
psikografisnya. Gaya hidup menunjukan seluruh pola kegiatan dan interaksi
seseorang. 5) Kepribadian dan konsep diri, Kepribadian adalah karakteristik
psikologi yang menghasilkan tanggapan yang konsisten dan terus-menerus
terhadap lingkungannya. Kepribadian berguna dalam menganalisa perilaku
konsumen untuk produk dan pilihan merek tertentu.
d. Faktor-faktor psikologis
Menurut Kotler dan Armstrong (2007:215), didalam pilihan pembelian
dapat dipengaruhi oleh empat faktor psikologis yaitu: 1) Motivasi, Motif adalah
kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas
kebutuhan tersebut, Setiap seseorang mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan
psikologis yang timbul karena ingin dikenal, mendapat penghargaan dan
kepemilikan.
2)
persepsi,
adalah
proses
menyeleksi,
mengatur
dan
menginteprestasikan informasi guna membentuk gambaran berarti tentang dunia.
Seseorang yang memperoleh rangsangan yang sama dapat membentuk persepsi
yang berbeda-beda, karena adanya tiga proses yaitu: a. Perhatian selektif, yaitu
kecenderungan seseorang untuk menyaring informasi yang didapatkan. b. istori
selektif, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengintepretasikan informasi yang
sesuai dengan cara yang mendukung mereka untuk percaya. c. Retensi selektif,
yaitu kecenderungan seseorang untuk mengingat hal-hal yang baik tentang
produk. 3. Pembelajaran, menunjukan suatu perubahan perilaku seseorang karena
pengalaman. 4. Keyakinan dan sikap, adalah pemikiran deskriptif yang
dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap merupakan evaluasi
dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidaknya seseorang atas objek
atau ide.
Menurut Supranto dan Limakrisna (2011:3) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang
menyatakan bahwa faktor eksternal terdiri dari budaya (culture), sub budaya
(subculture), kelas sosial (social class), keluarga (family), kelompok rujukan
(reference groups) sebagai berikut:
a) Budaya, adalah keseluruhan yang kompleks (complex whole) meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, kebiasaan dan setiap
kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh oleh setiap orang sebagai anggota
masyarakat. Ada empat komponen dalam budaya yaitu: 1. Merupakan konsep
yang komprehensip atau menyeluruh, sebab budaya meliputi hampir semua hal
yang mempengaruhi proses pemikiran individu dan perilakunya. Budaya tidak
hanya mempengaruhi preferensi kita, akan tetapi bagaimana kita membuat
keputusan dan bahkan bagaimana kita memahami dunia yang ada sekeliling
kita. 2. Budaya diperoleh (culture is acquired), Budaya tidak meliputi respon
dan predisposisi yang diwariskan. Namun demikian, oleh karena sebagian
besar perilaku manusia dipelajari dari pada pembawaan sejak lahir (learned
rather than innate), maka budaya benar-benar mempengaruhi perilaku
manusia. 3. Kekompakkan masyarakat modern sedemikian rupa sehingga
budaya jarang memberikan resep yang rinci untuk perilaku yang tepat. Sebagai
gantinya, didalam masyarakat industri, budaya memberikan batas (boundaries)
didalam batas mana individu atau perorangan berfikir dan bertindak. 4. Ciri
pengaruh budaya ialah bahwa kita jarang menyadarinya. Seseorang
berperilaku, berfikir dan merasa konsisten dengan anggota lainnya dari budaya
yang sama, sebab kelihatannya memang alamiah (natural) atau memang sudah
benar apa yang dia lakukan.
b) Sub budaya atau sub-kultur, pada dasarnya sekelompok orang tertentu dalam
sebuah masyarakat yang sama-sama memiliki makna budaya yang sama untuk
respon afektif dan kognitif (reaksi emosional, kepercayaan, nilai, pencapaian
tujuan), perilaku (kebiasaan/tradisi, sikap dan ritual, norma perilaku) dan faktor
lingkungannya (kondisi tempat tinggal, lokasi geografis, obyek yang penting).
Terdapat beberapa kelompok dalam sub budaya diantaranya adalah : 1. Sub
budaya geografis, dalam faktor ini sangat dipengaruhi oleh budaya dan
perilaku pembelian masyarakatnya, dari negara satu dengan negara lain akan
menemui perbedaan, dengan adanya sub-budaya geografis maka tidak
mengherankan kalau suatu produk (makanan, pakaian, alat transport) bisa
sangat laku di suatu lokasi tertentu dan kurang laku dilokasi lainnya. 2. Sub
budaya umur, kelompok umur bisa dianalisis sebagai sub-budaya sebab mereka
mempunyai nilai dan perilaku yang berbeda. Akan tetapi pemasar harus
berhati-hati mengenai pembentukan segmentasi konsumen berdasarkan pada
umur mereka sebenarnya. 3. Sub budaya etnis, pemasar harus mengenali
bahwa perbedaan etnis tidak terdistribusi secara sama lintas negara, setiap
negara ataupun wilayah terdapat etnis yang bervariasi didalamnya. Sehingga
pemasar harus melakukan strategi yang beragam pula dalam memasarkan
produknya. 4. Sub budaya jenis kelamin, perlu adanya sub-budaya untuk lakilaki dan untuk perempuan bagi pemasaran. Riset menunjukan bahwa
perempuan memperlakukan pemilikan (possesion) berbeda dengan laki-laki.
Beberapa orang laki-laki melihat “ownership and possession” dari produk
seperti cara menguasai/mendominasi dan memberi kekuatan/kekuasaan pada
orang lain, membedakan dirinya dengan orang lain (perbedaan status) dan
bahkan seringkali membuat agresif pada orang lain. 5. Sub budaya pendapatan,
orang berbeda penghasilannya akan berbeda perilakunya, gaya hidupnya
“value”-nya. Maka perlu dibuat segmentasi berdasarkan pendapatan kemudian
pendapatan disegmentasi lagi menurut umur, kelompok etnis, daerah/wilayah.
c) Kelas sosial, yang dimaksud kelas sosial disini merujuk pada suatu hirarkhi
status nasional dengan mana kelompok dan individu–individu dibedakan dalam
penghargaan (esteem) dan prestise (prestige). Kelas sosial dibagi menjadi
empat bagian yaitu : kelas atas, kelas menengah, kelas kerja, kelas bawah.
Identifikasi setiap kelas sosial dipengaruhi sangat kuat oleh tingkat pendidikan
dan kedudukan seseorang (occupation) termasuk pendapatan sebagai suatu
ukuran keberhasilan bekerja.
d) Keluarga, dalam keluarga akan di temui suatu proses saling mempengaruhi
satu sama lain dalam pengambilan keputusan. Riset telah menunjukan bahwa
orang yang berada didalam keluarga mungkin mengambil peranan sosial yang
berbeda dan menunjukan perilaku yang berbeda selama pengambilan
keputusan dan konsumsi. Untuk memahami pembuatan keputusan keluarga,
harus dipahami istilah-istilah berikut : 1). Influencers, adalah pihak yang
memberikan informasi kepada anggota keluarga lainnya tentang barang dan
jasa. 2) Gatekeeper, adalah pihak yang mengontrol arus informasi kedalam
keluarga. 3) Deciders, pihak yang mempunyai kekuatan untuk memutuskan
jadi membeli barang/jasa atau tidak. 4) Buyers, adalah pihak yang sebenarnya
melakukan pembelian secara langsung. 5) Users, pihak yang menggunakan
atau mengkonsumsi barang yang telah dibeli. 6) Disposers, yaitu pihak yang
membuang atau tidak lagi menggunakan produk yang telah dibelinya.
e) Kelompok rujukan, adalah kelompok yang perspektif dan nilainya diperkirakan
dan dipergunakan oleh individu (perorangan) sebagai dasar perilaku
mutakhirnya (terkini). Jadi jelasnya kelompok rujukan ialah kelompok yang
oleh individu (perorangan) dipergunakan sebagai pedoman tunggal untuk
berperilaku dalam situasi khusus (dalam pesta atau berkumpul bersama).
Sedangkan menurut Supranto dan Limakrisna (2011:3) faktor internal
terdiri dari motif (motives), kepribadian (personality), emosi (emotions),
pembelajaran (learning), memori (memory), persepsi (perception) yaitu:
1. Motivasi, adalah kekuatan yang enerjik yang menggerakkan perilaku dan
memberikan tujuan dan arah pada perilaku. Suatu motif merupakan konstrak
(construck) mewakili kekuatan dalam (inner force) yang tak terlihat memaksa
suatu respon perilaku dan memberikan pengarahan khusus terhadap respon.
2. Kepribadian (personality), merupakan suatu karakteristik individu mengenai
kecenderungan merespon lintas situasi yang mirip. Kepribadian konsumen
menunjukan dan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk mencapai tujuan
dalam situasi yang berbeda.
3. Emosi (emotions), merupakan perasaan yang kuat yang secara relatif tidak
terkontrol yang mempengaruhi perilaku.
4. Pembelajaran (learning), merupakan istilah yang dipergunakan untuk
menguraikan proses dengan mana memori dan perilaku di ubah sebagai suatu
hasil dari proses informasi secara sadar dan tidak sadar. Pembelajaran penting
bagi proses konsumsi. Kenyataannya, perilaku konsumen merupakan perilaku
hasil pembelajaran. Orang memperoleh sebagian besar sikapnya, nilai (value),
rasa (taste), perilaku, preferensi, arti simbolik dan perasaan melalui
pembelajaran.
5. Memori, merupakan seluruh akumulasi pengalaman pembelajaran sebelumnya.
Terdiri dari dua komponen, sebagai berikut: 1. Memori jangka pendek
merupakan porsi/bagian dari seluruh memori yang pada saat terkirim
(currently) diaktifkan atau dipergunakan. 2. Memori jangka panjang dipandang
sebagai penyimpanan permanen tanpa batas. Bisa menyimpan berbagai jenis
informasi seperti “concepts” aturan keputusan, proses, afektif (emosional),
“states”, dan lain sebagainya.
6. Persepsi, pada dasarnya merupakan proses bagaimana rangsangan atau stimulistimuli di seleksi diorganisasikan dan diinterpretasikan atau diberi nama/arti.
Sedangkan menurut Wiliam J. Stanton (dalam Supranto dan Limakrisna,
2011:165) persepsi dapat diartikan sebagai makna yang kita hubungkan
berdasarkan pengalaman masa lampau, rangsangan yang kita terima melalui
lima indra yaitu indra pengelihatan, pendengar, penciuman, perasa, dan peraba.
Ada dua kekuatan dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen,
yaitu kekuatan sosial budaya dan kekuatan psikologis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Stanton (dalam Mangkunegara, 2009:39) yang menyatakan “socio
cultural and psychological force which influence consumers’ buying behavior”.
Kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan
(small reference groups), dan keluarga. Sedangkan kekuatan psikologis terdiri
dari pengalaman, belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan, konsep diri (selfconcept). Kekuatan yang mempengaruhi sebagai berikut:
1. Kekuatan Sosial Budaya
a. Faktor Budaya
Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu
generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu hal
yang kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat,
kebiasaan dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Hansen (dalam
Mangkunegara, 2009:39) mengemukakan bahwa karakteristik budaya adalah:
“culture is man-made, culture is learned, culture is prescriptive, culture is
socially shared, culture are similar but difference, culture is greatifying and
persistent, culture is adaptive, culture is organized and integrated”. (Kebudayaan
adalah hasil karya manusia, proses belajar, mempunyai aturan/berpola, bagian dari
masyarakat, menunjukan kesamaan tertentu tetapi terdapat pula variasi-variasinya,
pemenuhan kepuasan dan kemantapan/ketetapan, penyesuaian, terorganisasi dan
terintegrasi secara keseluruhan).
b. Faktor tingkat sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari
sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat.
Kelas sosial berbeda dengan status sosial walaupun sering kedua istilah ini
diartikan sama. Sebenarnya kedua istilah tersebut merupakan dua konsep yang
berbeda. Contohnya, walaupun seorang konsumen berada pada kelas sosial yang
sama, memungkinkan status sosialnya berbeda, atau yang satu lebih tinggi status
sosialnya daripada yang lainnya. Werner (dalam Mangkunegara, 2009:42)
mengemukakan bahwa kelas sosial dapat dikategorikan ke dalam upper-upper
class, lower-upper class, upper-middle class, lower-middle class, upper-lower
class, dan lower-lower class.
Untuk lebih memudahkan memahami kelas sosial masyarakat, kelas sosial
dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Kelas sosial golongan atas memiliki
kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang
berkualitas dan lengkap, konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang
dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya. b) Kelas sosial
golongan
menengah
cenderung
membeli
barang
untuk
menampakkan
kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup
memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal dengan sistem kredit.
c) Kelas sosial
golongan
rendah
cenderung membeli
barang dengan
mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli
barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang
diobral atau penjualan dengan harga promosi.
c. Faktor kelompok anutan (small reference group)
Kelompok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang
mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen. Kelompok anutan
ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok, atau organisasi tertentu. Misalnya
perhimpunan artis, atlet, kelompok pemuda, kelompok masjid, dan organisasi
kecil lainnya. Pengaruh kelompok anutan terhadap perilaku konsumen antara lain
dalam menentukan produk dan merek yang digunakan yang sesuai dengan aspirasi
kelompok.
d. Faktor keluarga
Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil
yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan
keputusan membeli. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak. Dapat pula berbentuk keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu,
anak, kakek, dan nenek serta keturunannya. Dalam menganalisis perilaku
konsumen, faktor keluarga dapat berperan sebagai berikut: a. Siapa pengambil
inisiatif, yaitu siapa yang mempunyai inisiatif membeli, tetapi tidak melakukan
proses pembelian. b. Siapa pemberi pengaruh, yaitu siapa yang mempengaruhi
keputusan membeli.c. Siapa pengambil keputusan, yaitu siapa yang menentukan
keputusan apa yang dibeli, bagaimana cara membelinya, kapan dan dimana
tempat membeli. d. Siapa yang melakukan pembelian, yaitu siapa diantara
keluarga yang akan melakukan proses pembelian. e. Pemakai, yaitu siapa yang
akan menggunakan produk yang dibeli.
2. Kekuatan faktor psikologis (Mangkunegara 2009:45)
a. Faktor Pengalaman Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat
pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat
dipengaruhi pengalaman belajarnya. Hal ini dapat dipelajari pada teori belajar
yang dikemukakan dibawah ini : 1) Teori stimulus-respons, berdasarkan teori
stimulus-respons dapat disimpulkan bahwa konsumen akan merasa puas jika
mendapatkan produk, merek dan pelayanan yang menyenangkan. Begitu pula jika
barang tersebut ditampilkan secara terus-menerus didalam iklan, surat kabar, atau
media massa lainnya akan memperkuat konsumen terhadap barang tersebut. 2)
Teori kognitif, berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen
sangat dipengaruhi oleh memorinya terhadap situasi yang terjadi pada masa
lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. 3) Teori gestalt dan lapangan,
berdasarkan teori gestalt dan lapangan dapat disimpulkan bahwa faktor
lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku
konsumen.
b. Faktor kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang
ada pada diri individu yang sangat menentukan perilakunya. Kepribadian
konsumen sangat ditentukan oleh faktor internal dirinya (motif, IQ, emosi, cara
berpikir, persesi) dan faktor eksternal dirinya (lingkungan fisik keluarga,
masyarakat, sekolah, lingkungan alam).
b. Faktor sikap dan keyakinan
Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian kognitif seseorang
kepada rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu yang dilihatnya, perasaan
emosional yang dirasakan akan mempengaruhi tindakannya, akan cenderung ke
arah berbagai objek atau ide. Sikap dapat pula diartikan sebagai kesiapan
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Sikap sangat
mempengaruhi keyakinan seseorang, begitu pula sebaliknya keyakinan seseorang
akan menentukan sikap yang akan diambilnya.
c. Konsep diri atau self-concept
Konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita melihat diri sendiri dan
dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikiran. Para ahli
psikologi membedakan konsep diri yang nyata dan konsep diri yang ideal. Konsep
diri yang nyata ialah bagaimana kita melihat diri dengan sebenarnya. Sedangkan
konsep diri ideal adalah bagaimana diri kita yang kita inginkan.
2.1.3 Konsep Motivasi Dalam Membeli
2.1.3.1 Pengertian Motivasi
Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Sumarwan, 2011:23) menyatakan
bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai sebuah paksaan yang ada dalam diri
individu yang memicu pada sebuah tindakan. Paksaan ini dihasilkan oleh
ketidaknyamanan yang terjadi akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sedangkan
Menurut Setiadi (2010:27) motivasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan yang hendak
dicapainya, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi suatu
kebutuhan individual.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulan bahwa munculnya suatu
motivasi dikarenakan adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen, kebutuhan itu
muncul dan menyebabkan adanya suatu dorongan pada diri konsumen untuk
melakukan suatu tindakan dan segala daya upaya untuk memenuhinya.
2.1.3.2 Hierarki Kebutuhan Maslow
Motivasi terbentuk karena adanya stimulus atau rangsangan yang akan
menyebabkan pengenalan kebutuhan (need recognition). Pengenalan kebutuhan
akan menyebabkan tekanan kepada konsumen sehingga adanya dorongan pada
dirinya. Teori kebutuhan menurut Maslow (dalam Sumarwan, 2011:26).
Mengemukakan lima kebutuhan manusia sebagai berikut.
Aktualisasi diri
Kebutuhan ego
Kebutuhan sosial
Kebutuhan rasa aman dan keamanan
Kebutuhan
fisiologis
Gambar
Sumber: Sumarwan (2011:27)
Gambar 2.1
Model Hierarki Kebutuhan
Berdasarkan pada gambar diatas, teori kebutuhan dapat dijelaskan sebagai
berikut: 1. Kebutuhan paling rendah adalah kebutuhan fisiologis (physiological
needs), adalah kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk
mempertahankan hidup. Kebutuhan tersebut meliputi makanan, air, udara, rumah
dan pakaian. 2. Kebutuhan rasa aman (safety needs), adalah kebutuhan tingkat
kedua setelah kebutuhan dasar. Ini merupakan kebutuhan perlindungan bagi fisik
manusia. Manusia membutuhkan perlindungan dari gangguan kriminalitas,
sehingga dia bisa hidup dengan aman dan nyaman ketika berada dirumah maupun
ketika berpergian. Keamanan secara fisik akan menyebabkan diperolehnya rasa
aman secara psikis, karena konsumen tidak merasa was-was dan khawatir, serta
terancam jiwanya dimanapun saja ia berada dan memperoleh rasa aman dari halhal buruk yang akan menimpa konsumen. 3. Kebutuhan tingkat ketiga Maslow
yaitu Kebutuhan sosial (social needs atau belonginess needs), kebutuhan tersebut
berdasarkan kepada perlunya manusia berhubungan satu dengan yang lainnya.
Pernikahan dan keluarga adalah cermin kebutuhan sosial yang dipraktikan oleh
manusia. Keluarga yang satu akan berhubungan dengan keluarga lain sehingga
membentuk hubungan sosial yang lebih luas, karena sesama keluarga saling
membutuhkan agar bisa diterima dan berkomunikasi. Seperti yang di tunjukan
sebuah iklan produk kosmetik yang memberikan pesan persahabatan antara dua
orang, iklan ini secara tidak langsung mengungkapkan kebutuhan sosial dari
konsumen untuk mencari teman dan bersahabat, dan persahabatan sering
mempengaruhi pemilihan produk dan merek. 4. Kebutuhan ego atau esteem
adalah kebutuhan tingkat keempat, yaitu kebutuhan untuk berprestasi sehingga
mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Manusia mempunyai ego
yang kuat untuk mencapai prestis, reputasi, dan status yang lebih baik, seperti
yang ditunjukan sebuah iklan mobil, iklan tersebut menggambarkan bahwa
dengan memiliki mobil ini termasuk orang-orang yang sukses dengan
ungkapannya “the peak of success”. 5. Kebutuhan aktualisasi diri (need for selfactualization) kebutuhan kelima atau ditingkat yang tertinggi ini merupakan
keinginan dari seorang individu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang
terbaik sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Seorang individu
perlu mengekspresikan dirinya dalam suatu aktivitas untuk membuktikan dirinya
bahwa ia mampu melakukan hal tersebut. Kebutuhan aktualisasi diri juga
menunjukan keinginan seseorang untuk mengetahui, memahami dan membentuk
sistem nilai, sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Menurut teori Maslow,
manusia berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya terlebih dahulu
sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Konsumen yang telah bisa
memenuhi kebutuhan dasarnya, maka kebutuhan lainnya yang lebih tinggi
biasanya muncul dan begitulah seterusnya.
2.1.3.3 Sifat Motivasi
Timbulnya motivasi dalam diri menunjukan alasan untuk perilaku.
Sedangkan suatu motif (motive) merupakan konstrak mewakili kekuatan dalam
yang tak terlihat dan memaksa suatu respon perilaku dan memberikan pengarahan
khusus terhadap respon. Mc Guire’s (dalam supranto dan limakrisna, 2011:95)
menyatakan terdapat beberapa sifat dalam motivasi yaitu:
1. Motif preservasi kognitif
Terdapat empat faktor didalamnya yaitu: a. Kebutuhan untuk konsistensi,
adalah keinginan dasar untuk mempunyai semua “facets” atau bagian dari dirinya
sendiri, konsisten satu sama lainnya. “facets” ini terdiri dari sikap, perilaku,
opini/pendapat, citra diri (self image), pandangan orang lain dan lain sebagainya.
Memahami kebutuhan untuk konsistensi juga penting untuk menyusun pesan
advertensi dan mengembangkan sikap untuk mengubah strategi. b. Kebutuhan
untuk attribusi, set motif ini berkenaan dengan kebutuhan kita untuk menentukan
siapa atau apa yang menyebabkan terjadi pada kita. Kalau konsumen beratribut
pada suatu motif penjualan, nasehat yang diberikan oleh tenaga penjualan atau
pesan advertensi, akan membuat konsumen cenderung mengurangi nasehat
tersebut. Sebaliknya nasehat yang sama yang diberikan oleh seorang kawan
kemungkinan
besar
nasehat
tersebut
akan
diterima.
c.
Kebutuhan
mengkategorikan, orang mempunyai kebutuhan untuk membuat kategori atau
pengelompokan/pengklasifikasian dan pengalaman yang begitu banyak/luas yang
mereka jumpai, sehingga menjadi berarti dan mudah dikelolah. Begitulah mereka
membentuk kategori atau pemisahan mental yang memungkinkan mereka
mempunyai sejumlah besar informasi. 4. Kebutuhan untuk obyektifikasi, motif ini
mencerminkan kebutuhan untuk simbol/lambang yang terlihat memungkinkan
orang untuk menarik kesimpulan tentang apa yang mereka rasakan dan ketahui.
2. Motif tumbuh kognitif
Terdapat empat faktor sebagai berikut: a. Kebutuhan untuk otonomi,
memiliki atau menggunakan produk dan jasa yang unik merupakan salah satu cara
konsumen mengekspresikan otonomi mereka. Seperti meningkatnya popularitas
barang-barang kerajinan tangan dan produk-produk unik lainnya mencerminkan
kebutuhan ini. Pemasar telah merespon motif ini dengan mengembangkan edisi
produk yang terbatas dan memberikan keanekaragaman yang luas. b. Kebutuhan
untuk stimulasi, orang sering mencari keanekaragaman dan perbedaan dari
kebutuhan untuk stimulasi. Perilaku untuk mencari keanekaragaman seperti itu
mungkin merupakan alasan utama untuk penggantian merek dan beberapa disebut
pembelian atas dorongan hati. Karena kebutuhan untuk stimulasi bersifat tidak
linier dan berubah menurut waktu. c. Kebutuhan teteological, konsumen
merupakan pasangan berpola yang mempunyai citra dari hasil atau keadaan akhir
yang diinginkan, dipantau dalam gerakan menuju keadaan akhir. Motif ini
mendorong orang untuk lebih memilih media massa seperti bioskop (movies),
televisi, program dan buku dengan hasil sesuai dengan pandangan mereka. d.
Kebutuhan utilitarian, teori ini memandang konsumen sebagai seorang pemecah
masalah yang mendekati situasi sebagai peluang untuk mendapatkan informasi
yang berguna atau keterampilan yang baru. Jadi seorang konsumen melihat suatu
komedi ditelevisi tidak hanya terhibur akan tetapi juga belajar cara berpakaian,
etiket, opsi gaya hidup dan lain sebagainya.
3. Motif preservasi afektif
Ada empat faktor didalamnya sebagai berikut: a. Kebutuhan untuk
mereduksi ketegangan, orang menjumpai stres dalam hidupnya banyak hal yang
menimbulkan tingkat stress yang tidak menyenangkan. Agar secara efektif
mengelolah ketegangan atau stress orang bisa dimotivasi untuk mencari cara
menguranginya. Produk untuk rekreasi dan kegiatan sering dipromosikan sebagai
cara untuk meringankan stress. b. Kebutuhan untuk ekspresi, motif berkenaan
dengan kebutuhan untuk mengekspresikan identitas diri kepada orang lain. Orang
merasa bahwa kebutuhan untuk memberitahu orang lain mengetahui siapa dan apa
yang dibuat yang meliputi pembelian dan penggunaan produk. c. Kebutuhan
untuk mempertahankan ego, kebutuhan untuk mempertahankan identitas
seseorang atau ego merupakan motif lain yang penting. Banyak produk dapat
menawarkan pertahanan ego. Seorang konsumen yang merasa tidak aman
mungkin mempercayai merek yang sangat terkenal untuk produk yang secara
sosial terlihat, untuk menghindari setiap kemungkinan melakukan pembelian yang
secara sosial salah. d. Kebutuhan untuk penguatan, orang sering termotivasi untuk
bertindak dalam cara tertentu sebab mereka memperoleh ganjaran (rewarded)
untuk bertingkah laku seperti itu dalam situasi yang mirip dan waktu yang lalu.
Produk yang dirancang untuk dipakai dalam situasi publik sering dijual
berdasarkan besar dan jenis penguatan yang akan diterima.
4. Motif tumbuh afektif
Ada empat faktor sebagai berikut: a. Kebutuhan untuk penonjolan, banyak
orang “competitive achiever” yang mencari sukses, kekaguman, dan dominan.
Apa yang dianggap penting oleh kelompok ini adalah kekuasaan, prestasi dan
penghargaan. b. Kebutuhan untuk berafiliasi, afiliasi atas keanggotaan merupakan
kebutuhan untuk mengembangkan hubungan saling menguntungkan dan saling
memuaskan dengan orang lain. Keanggotaan kelompok merupakan bagian yang
kritis bagi kehidupan sebagian besar konsumen dan banyak keputusan konsumen
didasarkan
pada
kebutuhan
untuk
mempertahankan
hubungan
yang
menguntungkan bagi banyak orang. c. Kebutuhan untuk identifikasi, kebutuhan
untuk identifikasi menyebabkan konsumen bermain dalam banyak peran.
Seseorang mungkin bermain peran sebagai mahasiswa perguruan tinggi, anggota
perkumpulan mahasiswa dan lain sebagainya. Pemasar mendorong konsumen
menerima suatu peran baru dan posisi produk yang kritis untuk peranan tertentu.
d. Kebutuhan untuk modeling, merefleksikan suatu tendensi untuk memberikan
dasar perilaku pada lainnya. Pemasar menggunakan motif ini dengan menunjukan
tipe individu yang diinginkan yang menggunakan merek mereka.
2.1.3.4 Motivasi Dalam Strategi Pemasaran
Menurut Sumarwan (2011:30), Setelah memahami arti motivasi dan
kebutuhan dan bagaimana pentingnya dalam mempengaruhi perilaku seseorang,
maka kita perlu mengetahui bagaimana teori motivasi tersebut bisa dimanfaatkan
dalam strategi pemasaran. Terdapat dua aplikasi penting dari teori motivasi yaitu
segmentasi dan positioning.
1. Segmentasi
Para pemasar bisa menggunakan teori motivasi Maslow atau hierarki
kebutuhan sebagai dasar untuk melakukan segmentasi pasar. Produk atau jasa
diarahkan untuk targetpasar berdasarkan tingkat kebutuhan konsumen. Ini bisa
dilakukan dengan membuat iklan yang berisi pesan mengenai kebutuhan
konsumen yang bisa dipenuhi oleh produk atau jasa yang akan dipasarkan. Misal
diproduksinya mobil-mobil mewah diperuntukan bagi konsumen yang memiliki
kebutuhan akan ego dan aktualisasi diri, bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
akan transportasi.
2. Positioning
Hierarki kebutuhan dari Maslow juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan
positioning produk atau jasa. Positioning adalah citra produk atau jasa yang ingin
dilihat oleh konsumen. Kunci dari positioning adalah persepsi konsumen terhadap
produk atau jasa. Produsen mungkin menginginkan produknya atau mereknya
sebagai produk yang unik dibenak para konsumen, yang berbeda dari produk
pesaingnya.
2.1.3.5 Dinamika Proses Motivasi
Dalam Setiadi (2010:28) Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya menjadi
diekspresikan dalam perilaku dan pembelian serta konsumsi dalam bentuk dua
jenis manfaat yaitu, manfaat utilitarian dan manfaat hedonik atau pengalaman.
Manfaat utilitarian, merupakan suatu atribut produk fungsional yang objektif.
Sedangkan sebaliknya manfaat hedonik, mencakup respon emosional, kesenangan
pancaindra, mimpi, dan pertimbangan estetis. Kriteria yang digunakan sewaktu
mempertimbangkan manfaat hedonik bersifat subjektif dan simbolik, berpusat
pada pengertian akan produk atau jasa demi pengertian itu sendiri terlepas dari
pertimbangan yang lebih objektif. Kedua jenis manfaat menjadi diekspresikan
sebagai kriteria evaluatif yang digunakan dalam proses penimbangan dan
penyeleksian alternatif terbaik.
Agar pemberian motivasi berjalan dengan lancar, maka harus ada proses
motivasi yang jelas. Proses motivasi tersebut terdiri dari: a. Tujuan, perusahaan
harus bisa menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai, baru kemudian
konsumen dimotivasi ke arah itu. b. Mengetahui kepentingannya, perusahaan
harus bisa mengetahui keinginan konsumen tidak hanya dilihat dari kepentingan
perusahaan atau semata. c. Komunikasi efektif, melakukan komunikasi dengan
baik terhadap konsumen agar konsumen dapat mengetahui apa yang harus mereka
lakukan dan apa yang dapat mereka dapatkan. d. Integrasi tujuan, proses motivasi
sangat diperlukan untuk menyatukan suatu tujuan perusahaan dengan tujuan
kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan diantaranya adalah untuk mencari laba
serta perluasan pasar, sedangkan tujuan bagi konsumen adalah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan produk yang diinginkan. e. Fasilitas, perusahaan
berusaha menyediakan fasilitas bagi konsumen, agar memudahkan dan
memberikan kenyamanan saat konsumen ingin mendapatkan barang dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan.
2.1.3.6 Metode Pemberian Motivasi
Terdapat metode/cara yang digunakan oleh perusahaan dalam pemberian
motivasi terdiri atas metode langsung dan metode tidak langsung, jika metode
langsung merupakan motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap
konsumen untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Hal ini sifatnya khusus
atau individu, seperti pemberian bonus, potongan harga dan penghargaan terhadap
setiap pelanggan. Sedangkan, metode tidak langsung merupakan motivasi yang
diberikan dengan cara menyediakan fasilitas yang mendukung serta menunjang
gairah konsumen untuk melakukan pembelian. Seperti pelayanan yang
memuaskan, kualitas barang ditingkatkan dan lain sebagainya, hal ini sifatnya
umum karena ditujukan untuk semua konsumen yang melakukan pembelian
(Setiadi, 2010:37).
Adapun bentuk motivasi yang diberikan oleh perusahaan terdapat dalam
dua bentuk yaitu motivasi positif maupun motivasi negatif. Di dalam motivasi
positif produsen tidak saja memberikan dalam bentuk sejumlah uang tapi bisa
juga memotivasi (merangsang konsumen) scara langsung dengan memberikan
diskon dan pelayanan optimum yang ditujukan pada diferensiasi dan positioning,
dilakukan kepada mereka yang saat itu juga melakukan pembelian dan yang akan
melakukan pembelian. Sedangkan didalam motivasi negatif produsen memotivasi
konsumen dengan hanya standar pembelian, maka mereka akan mendapatkan
ganjaran. Dengan motivasi negatif ini semangat konsumen akan terjadi dalam
jangka waktu pendek dan akan meningkat untuk melaksanakan pembelian karena
mereka mempunyai kepentingan terhadap kebutuhan tersebut.
2.1.3.7 Klasifikasi Motif
Motivasi yang dimiliki tiap konsumen berbeda-beda dan sangat
berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal itu, maka
motivasi yang dimiliki konsuemen secara garis besar dapat terbagi dua kelompok
besar, antara lain motivasi yang berdasarkan rasional dan motivasi yang
berdasarkan emosional. Motivasi yang berdasarkan rasional akan menentukan
pilihan terhadap suatu produk dengan memikirkan secara matang serta
dipertimbangkan terlebih dahulu untuk membeli produk tersebut. Sedangkan
motivasi yang berdasarkan pada emosional, konsumen terkesan terburu-buru
untuk membeli produk tersebut dengan tidak mempertimbangkan kemungkinan
yang akan terjadi untuk jangka panjang. Kecenderungan yang akan terlihat,
konsumen tidak akan merasa puas terhadap produk yang telah dibeli karena
produk tersebut hanya sesuai dengan keinginan kita dalam jangka pendek saja
(Setiadi, 2010:35).
2.1.3.8 Indikator Motivasi Dalam Membeli
Berdasarkan teori kebutuhan menurut Maslow (dalam Sumarwan,
2011:26). Maka indikator motivasi konsumen dalam menggunakan jasa medical
check up pada laboratorium Trans Indo Medical dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. kebutuhan fisiologis (fisik)
b. kebutuhan rasa aman
c. kebutuhan sosial
d. kebutuhan ego
e. kebutuhan aktualisasi diri
2.1.4 Konsep Persepsi Dalam Membeli
2.1.4.1 Pengertian Persepsi
Supranto dan Limakrisna (2011:163) menyatakan bahwa persepsi
merupakan pemrosesan informasi yang merupakan suatu deret atau seri kegiatan
dimana rangsangan atau stimuli dipahami, diubah menjadi informasi dan
disimpan. Menurut Stanton et al (dalam Setiadi, 2010:88) persepsi dapat
didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa
lalu, stimuli (rangsangan) yang kita terima melalui lima panca indra. Sedangkan
Setiadi (2010:87) menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang
timbul akibat adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas
merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat
didefinisikan juga sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima kita terhadap
stimuli dasar seperti cahaya, warna, dan suara. Dengan adanya itu semua maka
akan timbul persepsi.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses dimana individu/seseorang memilih, mengorganisasi, dan
mengartikan masuknya informasi dalam diri kemudian untuk menciptakan suatu
gambaran tentang kehidupan.
2.1.4.2 Pengaruh yang Membentuk Persepsi
Supranto dan Limakrisna (2011:163) menyebutkan pemrosesan informasi
memiliki empat langkah utama, yaitu keterbukaan atau “exposure”, perhatian,
interpretasi dan memori. Tiga urutan yang pertama membentuk persepi, yaitu :1.
Keterbukaan atau Exposure terjadi ketika suatu rangsangan (stimulus) datang
dalam kisaran syaraf penerima panca indera kita. Bagi seseorang yang diexpose
dengan suatu rangsangan, mensyaratkan bahwa stimulus ditempatkan pada
lingkungan yang relevan dari orang tersebut. 2. Perhatian atau attention terjadi
ketika stimulus menggerakkan satu atau lebih panca indera dan sensasi yang
dihasilkan mengarah ke otak untuk diolah. Suara yang keras, warna yang
menyolok, sinar yang menyilaukan akan menimbulkan perhatian (attention).
Perhatian selalu terjadi dalam kaitannya dengan situasi. Individu yang sama
mungkin menaruh perhatian dengan tingkatan perhatian yang berbeda terhadap
stimulus yang sama dalam situasi yang berbeda. Perhatian ditentukan oleh tiga
faktor yaitu: a. Faktor stimulus, merupakan karakteristik fisik stimulus itu sendiri.
Sejumlah karakteristik stimulus cenderung menarik perhatian bebas dari
karakteristik individu atau situasional. b. Faktor individual, merupakan
karakteristik individual ketertarikan (interest) dan kebutuhan (need) merupakan
karakteristik individual yang utama mempengaruhi perhatian. c. Faktor situasi,
meliputi stimuli didalam lingkungan selain dari stimulus vokal dan karakteristik
individual yang temporer yang disebabkan oleh lingkungan, seperti tekanan waktu
atau tempat belanja yang penuh sesak. 3. Interpretasi ialah pemberian arti atau
makna terhadap sensasi. Interpretasi merupakan suatau fungsi atau pola yang
dibentuk oleh karakteristik stimulus, individual dan situasional. Jadi seluruh
pesan, termasuk konteks dimana pesan terjadi, mempengaruhi interpretasi yang
kita buat, seperti situasi dimana kita menemukan diri kita. Namun Setiadi
(2010:93) mengungkapkan terdapat tiga pasang pengaruh yang membentuk
persepsi yaitu karakteristik dari stimuli, hubungan stimuli dengan sekelilingnya,
dan kondisi-kondisi didalam diri kita.
Stimuli itu sendiri adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi
verbal yang dapat memengaruhi tanggapan individu. Kita merasakan bentuk,
warna, suara, sentuhan, aroma, dan rasa dari stimuli. Perilaku kita kemudian
dipengaruhi oleh persepsi fisik ini. Para pemasar harus menyadari bahwa manusia
terbuka terhadap jumlah stimuli yang sangat banyak. Karena itu seorang pemasar
harus menyediakan sesuatu yang khusus sebagai stimuli yang jika kita ingin
menarik perhatian konsumen.
2.1.4.3 Proses Persepsi Pembelian
Menurut Kotler (2007:228) orang dapat memiliki persepsi berbeda atas
objek yang sama karena ada tiga proses persepsi yaitu:
1. Perhatian selektif
Pada dasarnya orang akan terlibat banyak rangsangan harian. Sebagian
besar rangsangan akan disaring, karena seseorang tidak mungkin dapat
menanggapi rangsangan-rangsangan ini, proses ini disebut perhatian selektif.
Rangsangan-rangsangan yang diperhatikan antara lain: a. Rangsangan yang
berhubungan dengan kebutuhannya saat ini. b. Rangsangan yang mereka
antisipasi. c. Rangsangan dengan deviasi yang besar dibandingkan dengan ukuran
rangsangan. Perhatian selektif membuat pemasar harus bekerja keras untuk
menarik perhatian konsumen. Pesan-pesan mereka akan terbuang pada orangorang yang berada dalam pasar produk tertentu. Bahkan orang-orang yang berada
dalam pasar mungkin tidak memperhatikan suatu pesan kecuali jika pesan itu
menonjol dibandingkan rangsangan-rangsangan lain di sekitarnya.
2. Distorsi Selektif
Distorsi selektif adalah kecenderungan seseorang untuk mengubah suatu
informasi ke dalam pengertian pribadi dan dalam menginterprestasikan informasi
dengan cara yang akan mendukung pra-konsepsi mereka masing-masing,
bukannya yang akan menentang prakonsepsi tersebut. Bahkan suatu rangsangan
yang telah mendapatkan perhatian konsumen, belum tentu rangsangan tersebut
berada di jalur yang diinginkan.
3. Ingatan Selektif
Ingatan selektif menjelaskan mengapa para pemasar menggunakan drama
dan pengulangan dalam mengirimkan pesan pada pasar sasaran mereka. Karena
orang akan melupakan banyak hal yang mereka pelajari namun cenderung akan
mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka.
Kombinasi kedua tipe masukan yang berbeda yaitu dari dalam dan dari luar
menghasilkan gambaran yang sangat pribadi dan sangat khusus mengenai
berbagai hal. Setiap orang merupakan individu yang unik dengan pengalaman,
kebutuhan, keinginan dan harapan yang unik, sehingga persepsi setiap individu
juga unik. Hal ini menjelaskan mengapa tidak ada dua orang yang melihat dunia
dengan cara yang persis sama.
2.1.4.4 Karakteristik Konsumen yang Mempengaruhi Persepsi
Dalam Setiadi (2010:92) menjelaskan bahwa persepsi seorang konsumen
atas berbagai stimulus yang diterimanya dipengaruhi oleh karakteristik yang
dimilikinya, beberapa karakteristik konsumen yang mempengaruhi persepsi
sebagai berikut:
1) Membedakan stimulus
Satu hal yang sangat penting bagi pemasar adalah mengetahui bagaimana
konsumen bisa membedakan perbedaan antara dua stimuli atau lebih. Apakah
konsumen merasakan pebedaan merek berdasarkan rasa, perabaan, harga, dan
bentuk kemasan, karena menyangkut bagaimana suatu merek produk bisa
dibedakan dengan merek produk lainnya. Pada kenyataannya, terdapat banyak
konsumen yang bisa membedakan merek produk berdasarkan rasa. Tetapi terdapat
juga konsumen yang agak sulit membedakan merek berdasarkan rasa atau bau.
Oleh karena itu, pemasar sering menggunakan iklan sebagai cara agar konsumen
mampu membedakan merek. Mereka berusaha menciptakan citra merek yang satu
atau lebih baik dari yang lain.
Terdapat hasil penelitian klasik yang masih layak ntuk dijadikan contoh
bagaimana sebenarnya konsumen memersepsi terhadap merek produk. Hasil
penelitian Alison dan Uhl yang dikutip Assel (dalam Setiadi, 2010:92)
menemukan bahwa citra merek lebih bisa dijadikan kriteria dibandingkan rasa
untuk membedakannya. Oleh karena itu, iklan akan sangat membantu dalam
menciptakan perbedaan antar merek.
2) Tingkat ambang batas (threshold level)
Kemampuan konsumen untuk mendeteksi perbedaan dalam suara, cahaya,
bau, atau stimuli yang lainnya ditentukan oleh tingkat ambang batas. Ada dua
jenis ambang batas (threshold level) yaitu absolute threshold merupakan jumlah
rangsangan minimum yang dapat dideteksi oleh channel indriawi. Sedangkan
differential threshold menentukan tingkat ambang batas dua stimuli yang bisa
ditangkap oleh konsumen.
3) Persepsi bawah sadar (subliminal perception)
Para pemasar saat ini slalu menekankan pada penciptaan iklan atau pesan
yang bisa dideteksi atau bisa disadari konsumen. Artinya, pemasar selalu berusaha
menciptakan iklan atau pesan diatas tingkat ambang batas kesadaran konsumen.
Hal itu bisa dimengerti karena para pemasar tidak ingin berspekulasi dengan biaya
yang dikeluarkannya. Namun demikian, para ahli menemukan bahwa konsumen
sebenarnya mampu memberikan respon atas informasi atau pesan yang datang
pada bawah sadarnya. Artinya ketika konsumen dirangsang oleh iklan atau pesan,
sebenarnya konsumen tidak menyadari akan keberadaan iklan atau pesan itu,
namun alam bawah sadarnya mampu menangkap iklan atau pesan tersebut.
Dengan demikian, stimulus tersebut berada dibawah tingkat ambang batas
kesadaran konsumen. Kemampuan konsumen memberikan tanggapan terhadap
stimulus yang berada dibawah kesadaran atau berada dibawah ambang batas
kesadarannya disebut persepsi subliminal.
4) Tingkat adaptasi
Tingkat adaptasi ini merupakan salah satu konsep yang berkaitan erat
dengan ambang batas absolut (absolute threshold). Dimana konsumen sudah
merasa terbiasa dan tidak lagi mampu meperhatikan stimulus, maka ketika itu
pula absolute threshold-nya berubah. Tingkat adaptasi terjadi ketika konsumen
tidak lagi memerhatikan stimulus yang berulang-ulang. Misalnya, ketika
konsumen melihat iklan produk dengan potongan harga 20%, pada pertama kali
konsumen akan merasa tertarik. Tetapi ketika iklan itu ditayangkan terus menerus
dan tidak ada perubahan tingkat potongan harga, konsumen sudah merasa terbiasa
dan tidak memerhatikan iklan tersebut. Pada saat itu sebenernya tingkat ambang
batas absolut konsumen telah berubah. Tingkat adaptasi terjadi ketika konsumen
tidak lagi memerhatikan stimulus yang berulang-ulang. Jadi, suatu stimulus yang
diulang-ulang (misalnya iklan) akan membuat konsumen merasa bosan dan tidak
memerhatikan lagi. Implikasi tingkat adaptasi terhadap iklan yang ditayangkan
ialah hendak pemasar (pemasang iklan) senantiasa menyegarkan iklannya dengan
cara mengganti iklan dengan tema-tema baru atau tema yang sama dengan
suasana baru yang mampu membangkitkan minat konsumen untuk memerhatikan
iklan.
5) Generalisasi stimulus
Proses persepsi yang terjadi pada konsumen sebenarnya tidak hanya
membedakan satu stimulus dengan stimulus yang lainnya, tetapi konsumen juga
berusaha menggeneralisasi stimulus. Konsumen yang berusaha melihat kesamaankesamaan dari stimulus yang diterima berarti konsumen sedang melakukan
generalisasi. Jadi, generalisasi terjadi ketika konsumen melihat dua stimulus atau
lebih mempunyai kesamaan dan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya,
oleh karena itu dapat disubstitusikan. Proses generalisasi stimulus yang dilakukan
oleh konsumen, oleh sebagian pemasar dihindari. Hal ini terjadi karena pemasar
berusaha mendeferensiasikan mereknya dengan merek yang lainnya. Namun di
pihak lain, generalisasi sebenarnya sangat diharapkan oleh pemasar. Ini biasanya
terjadi ketika perusahaan sudah mempunyai merek yang terkenal, kemudian ingin
memperkenalkan kategori produk baru.
Produsen menginginkan agar konsumen melakukan generalisasi terhadap
merek produk yang baru dengan merek produk yang lama yang sudah terkenal.
Disamping itu generalisasi juga bisa menggunakan brand positioning dalam
persaingan dengan pemimpin pasar. Misalnya merek baru dengan kategori produk
yang sama seperti produk pemimpin pasar diperkenalkan. Merek baru yang
diperkenalkan menampilkan manfaat dasar yang sama seperti produk pemimpin
pasar, namun dengan harga yang lebih murah atau dengan kemasan yang lebih
besar. Harapan produsen merek baru itu ialah konsumen melakukan generalisasi
terhadap manfaat dasar produk pemimpin pasar, sehingga konsumen bisa
menerima merek baru.
2.1.4.5 Indikator Persepsi Dalam Membeli
Berdasarkan definisi persepsi menurut Supranto dan Limakrisna
(2011:165), maka dalam penelitian ini indikator persepsi konsumen dalam
menggunakan jasa medical check up pada Laboratorium Trans Indo Medical
sebagai berikut:
a. Persepsi selektif
b. Mengorganisasi persepsi
c. Interpretasi persepsi
2.1.5
Konsep Pembelajaran Dalam Membeli
1.
Pengertian Pembelajaran
Assael (dalam Setiadi, 2010:111) menyatakan bahwa pembelajaran dapat
dipandang sebagai proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam
pengetahuan, sikap atau perilaku. Sedangan menurut Sumarwan (2011:31) belajar
adalah suatu
proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman,
pengetahuan dan pengalaman ini akan mengakibatkan perubahan sikap dan
perilaku yang relatif permanen. Dapat disimpulkan bahwa semua informasi yang
dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa tersebut dan
informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pembelajaran
konsumen adalah suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari
pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalamannya
dalam pembelian produk dan merek produk apa yang disukainya. Konsumen akan
menyesuaikan periakunya dengan pengalamanya di masa lalu.
2.1.5.2 Elemen Dasar dalam Pembelajaran
Menurut Setiadi (2010:112) terdapat beberapa elemen dasar dalam
pembelajaran, yaitu:
1. Motivasi, keadaan motivasional seseorang pada waktu dihadapkan pada
informasi baru akan menimbulkan pengaruh besar sekali pada apa yang
diingat. Sebagai contoh, pertimbangkanlah sebuah iklan mobil yang dilihat
oleh dua orang konsumen, salah satunya memang sedang mencari mobil baru.
Ia akan lebih aktif memproses iklan tersebut, yang mengakibatkan elaborasi
yang lebih besar. Perbedaan dalam pembelajaran ini yang bergantung pada
tingkat motivasi ditunjuk sebagai pembelajaran terarah versus pembelajaran
insidental. Pembelajaran terarah terjadi sewaktu pembelajaran menjadi sasaran
utama selama pemrosesan informasi. Sebaliknya pada pembelajaran insidental
menggambarkan pembelajaran yang terjadi bahkan ketika pembelajaran bukan
merupakan sasaran pemrosesan.
2. Reinforcement (penguatan), Istilah penguatan muncul ketika konsumen
berperilaku
yang sama seperti
sebelumnya,
karena sebelumnya
dia
mendapatkan respons yang positif atas tindakannya. Penguatan bisa
diindikasikan dengan pemelian yang berulang kali terhadap merek produk
tertentu. Penguatan terjadi ketika konsumen memperoleh respons positif atas
tindakannya di masa lalu. Misal seorang konsumen mengalami hal yang
memuaskan ketika membeli dan mengonsumsi obat sakit kepala merek x,
ketika kosumen merasa sakit kepala lagi konsumen akan mencari obat kepala
tersebut karena pengalaman yang dulu sangat memuaskan.respons positif yang
diterima oleh konsumen akan meningkatkan probabilitas pembelian kembali
dimasa datang. Sementara itu, konsumen akan memberikan respons negatif jika
respon atas tindakannya itu tidak memuaskan. Misal, ketika konsumen
membeli produk tertentu, dan konsumen merasa bahwa produk yang dibelinya
tidak seperti yang di iklankan, maka konsumen akan memberikan respon
negatif dengan cara tidak membeli produk tersebut.
1. Beberapa Hal Penting Dari Pembelajaran
Pertama, belajar adalah suatu proses yang berkelanjutan. Konsumen tidak
pernah berhenti belajar. Ia akan menerima informasi setiap saat dan dimanapun,
karena itu ia akan selalu memperoleh pengetahuan baru dari membaca, melihat,
mendengar, dan berfikir dan bahkan dari pengalamannya. Semua proses belajar
ini akan mempengaruhi apa yang diputuskan, apa yang dibeli dan apa yang
dikonsumsinya. Yang kedua, pengalaman memainkan peranan dalam proses
belajar. Belajar tidak selalu terjadi karena disengaja, dimana belajar adalah proses
mencari informasi yang secara sungguh-sungguh dan sengaja dilakukan oleh
konsumen (intentional learning).
Belajar konsumen bisa juga terjadi secara tidak sengaja (incidental
learning). Suatu saat mungkin anda pernah dipersilahkan untuk mencicipi suatu
produk makanan baru, anda mencicipi makanan tersebut tanpa diniatkan
sebelumnya bahwa anda akan mencicipi produk tersebut. Setelah anda mencoba
produk tersebut, anda merasakan produk tersebut enak dan cocok dengan lidah
anda. Ini artinya secara tidak sengaja anda memperoleh pengalaman baru,
mengenal, dan mengkonsumsi produk baru. Proses belajar telah terjadi tidak
sengaja. Karena pengalaman positif tersebut, berikutnya mungkin anda aka datang
ke swalayan membeli produk terseut. Ketiga, terminologi belajar memiliki makna
yang luas. Belajar bisa memiliki makna yang sederhana, misalnya membuat
asosiasi antara sebuah logo produk dan sebuah respon konsumen. Belajar juga
bisa berarti sesuatu yang lebih rumit, yaitu kepada pemahaman konsep yang
abstrak dan pemecahan masalah yang rumit.
2.1.5.4 Syarat Proses Belajar Dalam Pembelian
Proses belajar bisa terjadi karena adanya unsur yang mendorong proses
belajar tersebut, unsur-unsur tesebut adalah:
1. Motivasi atau stimulus
Motivasi atau stimulus adalah daya dorong dari dalam diri konsumen.
Motivasi muncul karena adanya kebutuhan. Konsumen yang ingin membeli
rumah baru akan terdorong untuk mencari informasi apapun mengenai berbagai
hal yang berkaitan dengan rumah. Sedangkan seseorang yang berkeinginan untuk
bisa berbicara bahasa inggris akan termotivasi untuk belajar bagaimana caranya
bisa berbicara bahasa inggris. Ia pun akan belajar bahwa mengikuti program kelas
bahasa merupakan syarat agar ia mampu berbicara dengan baik. Peran pemasar
adalah menginformasikan dengan persuasif berbagai produk yang bisa memenuhi
kebutuhan konsumen, sehingga konsumen termotivasi untuk memenuhi
kebutuhannya dengan membeli produk-produk yang dipasarkan tersebut.
2. Isyarat
Isyarat adalah stimulus yang mengarahkan motivasi. Isyarat akan
mempengaruhi cara konsumen bereaksi terhadap suatu motivasi. Iklan, kemasan
produk, harga dan produk displai adalah stimulus atau isyarat yang akan
mempengaruhi konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Seseorang yang ingin
bisa berbicara bahasa asing, kemudian ia melihat brosur dan spanduk mengenai
program bahasa inggris, ia akan termotivasi untuk membacanya dan jika
informasinya bisa dipercaya dan dapat memenuhi kebutuhannya, konsumen
tersebut akan memilih belajar bahasa inggris diprogram tersebut. Inilah yang
disebut sebagai “isyarat yang mengarahkan motivasi untuk memilih program
tersebut”.
3. Respon
Respon adalah reaksi konsumen terhadap isyarat. Dalam kasus bahasa
inggris di unsur sebelumnya maka respon menunjukan bagaimana reaksi
konsumen setelah membaca brosur dan spanduk program bahasa tersebut. Belajar
terjadi ketika konsumen bereaksi terhadap isyarat tersebut. Bagaimana respons
konsumen terhadap isyarat tersebut akan dipengaruhi oleh proses belajar masa
lalunya.
4. Pendorong atau penguatan
Adalah suatu yang meningkatkan kecenderungan seseorang konsumen
untuk berperilaku di masa datang karena adanya isyarat atau stimulus. Penilaian
baik dari kerabat konsumen terhadap program bahasa inggris tersebut merupakan
suatu isyarat yang bisa berfungsi sebagai pendorong konsumen untuk memilih
program tersebut sebagai tempat belajarnya.
2.1.5.5 Teori Pembelajaran
1) Classical conditioning
Menurut Setiadi (2010:113), Classical conditioning memandang bahwa
perilaku merupakan hasil dari asosiasi yang dekat antara perangsang utama
(primary stimulus) dan perangsang kedua (secondary stimulus). Dengan classical
conditioning, produk yang ditawarkan dalam iklan biasanya merupakan
perangsang kedua yang diharapkan akan diasosiasikan dengan perangsang utama.
Jadi perangsang utama dijadikan rujukan oleh konsumen dalam membeli suatu
merek produk. Perangsang utama yang diharapkan akan dijadikan asosiasi oleh
konsumen biasanya bermacam-macam mulai dari citra kesuksesan, selera,
keamanan dan lain-lain, yang sifatnya akan membangkitkan perasaan positif pada
konsumen. Sedangkan primary stimulus juga disebut stimulus yang tidak
dikondisikan dan akan dijadikan acuan bagi stimulus yang dikondisikan, artinya
konsumen akan dikondisikan untuk mengasosiasikan produk yang diiklankan
dengan stimulus utama. Keberhasilan iklan yang menggunakan classical
conditioning bergantung apakah konsumen merasa bahwa primary stimulus
mampu menimbulkan perasan positif atau tidak pada diri konsumen. Jika misal
primary
stimulus
tidak
membangkitkan
perasaan
yang
positif
bahkan
menimbulkan perasaan negatif, maka pengkondisisan produk dengan primary
stimulus tidak akan berhasil.
2) Aplikasi proses belajar classical conditioning dalam pemasaran
Menurut Sumarwan (2011:123) ada tiga konsep utama yang diturunkan
dari proses belajar classical conditioning, yaitu : 1. pengulangan (repetition),
adalah proses menyampaikan pesan kepada konsumen berulang kali. Produsen
berusaha untuk melakukan pengulangan stimulus yang disampaikan kepada
konsumen. Hal ini dilakukan karena iklan yang ditayangkan berulang-ulang akan
meningkatkan daya ingat konsumen terhadap produk yang diiklankan tersebut.
Pengulangan iklan akan meingkatkan hubungan yang erat antara conditional
stimulus dan unconditional stimulus, sehingga konsumen lebih mudah membuat
asosiasi antara antara stimulus yang disampaikan dalam iklan tersebut. Namun
menurut Solomon (dalam Sumarwan, 2011:123) menyatakan bahwa pengaruh
conditioning akan cepat muncul setelah conditional stimulus dan unconditioned
stimulus dipasangkan berulang-ulang kali. Ia juga mengemukakan pendapat dari
peneliti periklanan bahwa penayangan iklan lebih dari tiga kali akan sia-sia.
Penayangan pertama berfungsi untuk menciptakan kesadaran/perhatian
konsumen terhadap merek. Penayangan kedua untuk memperlihatkan relevansi
produk yang diiklankan dengan kebutuhan konsumen. Penayangan ketiga
bertujuan untuk mengingatkan konsumen terhadap manfaat produk. Para pemasar
dan pengiklan harus memperhatikan pengaruh advertising wearout (iklan telah
menjadi usang) terhadap konsumen. Salah satunya strategi yang bisa dilakukan
untuk mengurangi pengaruh advertising wearout adalah dengan membuat variasi
iklan yang kreatif, yaitu menyampaikan pesan yang sama dengan cara yang
berbeda. 2. Diskriminasi stimulus, pada diskriminasi stimuluskonsumen
diharapkan bisa mengambil kesimpulan berbeda terhadap beberapa stimulus yang
mirip satu dengan yang lainnya. Ketika konsumen mampu membedakan
(mendiskriminasikan) berbagai stimulus yang mirip, maka konsumen tersebut
telah melakukan proses belajar classical conditioning. Pemimpin pasar biasanya
ingin agar produknya dilihat berbeda dengan pesaing oleh konsumen, sebaliknya
pesaing ingin produknya dianggap mirip dengan produk pemimpin pasar oleh
konsumen. Karena itu, diskriminasi stimulus biasanya dipakai untuk melakukan
positioning dan deferensiasi produk oleh pemimpin pasar atau produsen pada
umumnya. 3. Instrumental conditioning, dalam Instrumental conditioning
memandang bahwa perilaku sebagai fungsi dari tindakan konsumen (perilaku
pembelian) dan penilaian konsumen terhadap derajat kepuasan yang diperoleh
dari tindakan kepuasan yang dialami oleh konsumen akan menyebabkan
penguatan dan akan meningkatkan kemungkinan pembelian kembali. Dalam
instrumental conditioning juga diperlukan adanya hubungan antara rangsangan
dan tanggapan. Individu akan menentukan tanggapan kepada stimulus yang
memberikan kepuasaan yang paling tinggi terhadapnya (Setiadi, 2010:113).
3) Proses belajar instrumental conditioning
Banyak konsumen yang tidak mengikuti proses belajar classical
conditioning ketika mengambil keputusan untuk membeli suatu produk.
Konsumen sering kali membeli suatu produk bukan karena branded product
(produk bermerek), bahkan ia tetap membeli sesuatu produk yang tidak terkenal
karena alasan kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi produk tersebut
sebelumnya.
Alasan
kepuasan
atau
ketidakpuasan
sering
kali
sangat
mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian ulang suatu produk.
Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu produk merupakan suatu
pengalaman akibat membeli dan mengkonsumsi suatu produk, yaitu dianggap
sebagai suatu imbalan bagi konsumen (reward). Ketika konsumen memutuskan
untuk membeli suatu produk karena adanya rewards, maka ia telah belajar, yaitu
merupakan proses belajar instrumental conditioning (Sumarwan, 2011:130).
2.1.5.6 Pembelajaran Kognitif Sebagai Tanggapan Psikologis
Menurut Setiadi (2010:115) Pembelajaran kognitif sebagai tanggapan
psikologis yang dimaksudkan adalah bahwa pembelajaran kognitif muncul ketika
seseorang menerjemahkan informasi yang ada di lingkungan dan menciptakan
pengetahuan atau arti yang baru. Sering kali arti baru tersebut memodifikasi
struktur pengetahuan yang ada dalam ingatan mereka. Pada dasarnya, konsumen
berhubungan dengan informasi produk atau jasa melalui tiga cara: 1. Konsumen
dapat belajar tentang produk atau jasa melalui pengalaman penggunaan pribadi
secara langsung. 2. Pemasar menggunakan berbagai macam strategi seperti uji
coba di toko atau contoh gratis agar konsumen mendapat kesempatan mengalami
sendiri penggunaan suatu produk. 3. Pembelajaran kognitif juga dapat muncul
melalui pencerminan pengalaman penggunaan produk. Yaitu konsumen
mendapatkan suatu pengetahuan secara tidak langsung melalui pengamatan
terhadap orang lain yang telah menggunakan produk tersebut.
Menerjemahkan informasi produk dan jasa dapat berakhir pada tiga
macam tingkatan pembelajaran kognitif, yang pertama adalah pertumbuhan,
sebagian besar pembelajaran kognitif muncul dalam bentuk pertumbuhan. Pada
saat konsumen mengintrepetasikan informasi produk dan jasa, mereka menambah
pengetahuan yang ada saat ini. Banyak riset tentang pembelajaran berfokus pada
bagaimana seseorang membentuk kognitif yang lebih rumit yang dapat
mengakibatkan perubahan pada struktur jaringan pengetahuan asosiatif juga dapat
terjadi. Sedangkan yang kedua adalah penyelarasan, sejalan dengan bertambahnya
pengalaman konsumen atas suatu produk melalui proses pertumbuhan, struktur
pengetahuan cenderung menjadi menjadi lebih besar dan lebih rumit. Pada titik
tertentu, konsumen dapat menyesuaikan struktur pengetahuannya untuk
membuatnya lebih akurat dan lebih digeneralisasi. Sebagaian besar struktur
pengetahuan mengalami perubahan arti yang kecil sejalan dengan pemrosesan
informasi dari lingkungan yang terus dilakukan oleh konsumen.
Penyelarasan dapat terjadi ketika sebagian dari struktur pengetahuan
dikombinasikan dan memberikan arti baru secara menyeluruh. Dan yang ketiga
adalah restrukturisasi, melibatkan revisi atas keseluruhan jaringan asosiatif
pengetahuan, yang mungkin dapat menciptakan suatu struktur arti yang benarbenar baru dan reorganisasi struktur pengetahuan lama. Pertumbuhan dan kadang
kala penyelarasan, dapat muncul tanpa membutuhkan upaya kognitif atau
kesadaran yang tinggi (biasanya secara otomatis). Sebaliknya restrukturisasi
biasanya melibatkan upaya kognitif yang besar serta proses berpikir dan
penetapan alasan yang substansial.
2.1.5.7 Indikator Pembelajaran Dalam Membeli
Berdasarkan definisi pembelajaran menurut Sumarwan (2011:119), maka
dalam penelitian ini indikator pembelajaran konsumen dalam menggunakan jasa
medical check up pada Laboratorium Trans Indo Medical sebagai berikut:
1. Stimulus
2. Kognitif
3. lingkungan
2.1.6
Konsep Sikap dan Keyakinan Dalam Pembelian
2.1.6.1 Pengertian Sikap dan Keyakinan
Sikap konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi
keputusan konsumen, konsep sikap sangat terkait dengan konsep keyakinan.
Menurut Mowen dan minor (dalam Sumarwan 2011:165) menyebutkan bahwa
istilah pembentukan sikap konsumen seringkali menggambarkan hubungan antara
keyakinan, sikap dan perilaku. Tiga konsep tersebut juga terkait dengan konsep
atribut produk. Atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk. Konsumen
biasanya memiliki kepercayaan terhadap atribut suatu produk.
Namun menurut Setiadi (2010:139) sikap disebut juga sebagai konsep
yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer.
Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan
pemasar untuk memahami konsumen. Sedangkan menurut Sumarwan (2011:166)
sendiri menyatakan sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu
objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan keyakinan
konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut.
2.1.6.2 Karakteristik Sikap
Menurut Sumarwan (2011:166) terdapat tujuh karakteristik sikap, sebagai
berikut: 1. Sikap memiliki objek, di dalam konteks pemasaran, sikap konsumen
harus terkait dengan objek, objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsep
konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek iklan, harga, kemasan
penggunaan, media dan sebagainya. 2. Konsistensi sikap, sikap adalah gambaran
perasaan dari seorang konsumen, dan perasaan tersebut akan direflesikan oleh
perilakunya. Karena itu, sikap memiliki konsistensi dengan perilaku. Perilaku
seorang konsumen merupakan gambaran dari sikapnya. 3. Sikap positif, negatif,
dan netral, seseorang mungkin menyukai makanan rendang (sikap positif) atau
tidak menyukai minuman alkohol (sikap negatif), atau bahkan ia tidak memiliki
sikap (sikap netral). Sikap yang memiliki dimensi positif, negatif, dan netral
disebut sebagai karakteristik valance dari sikap. 4. Intensitas sikap, sikap seorang
konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang
sangat menyukainya atau bahkan ada yang begitu sangat tidak menyukainya.
Ketika konsumen menyatakan derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk,
maka ia mengungkapkan intensitas sikapnya. 5. Resistensi sikap, resistensi adalah
seberapa besar sikap seorang konsumen bisa berubah. Sikap seorang konsumen
yang tidak menyukai tomat karena alasan kesehatan, mungkin sikapnya akan
mudah berubah. Pemasar penting memahami bagaimana resistensi konsumen agar
bisa menerapkan strategi pemasaran yang tepat. 6. Persistensi sikap, persistensi
adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap akan berubah karena
berlalunya waktu. 7. Keyakinan sikap, Keyakinan adalah kepercayaan konsumen
mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya. Sikap seorang konsumen terhadap
agama yang dianutnya akan memiliki tingkat keyakinan yang sangat tinggi,
sebaliknya sikap seorang terhadap adat kebiasaan mungkin akan memiliki tingkat
keyakinan yang lebih kecil.
2.1.6.3 Fungsi Sikap Dalam Pembelian
Schiffman dan kanuk (dalam sumarwan 2011:168) mengemukakan empat
fungsi dari sikap, yaitu: a. Fungsi utilitarian, adalah saat seseorang menyatakan
sikapnya terhadap suatu objek atau produk karena ingin memperoleh manfaat dari
produk tersebut atau menghindari risiko dari produk. Sikap berfungsi
mengarahkan perilaku untuk mendapatkan penguatan positif atau menghindari
risiko. Karena itu, sikap berperan seperti operant conditioning. Manfaat produk
bagi konsumenlah yang menyebabkan seseorang menyukai produk tersebut. b.
Fungsi mempertahankan ego, sikap tersebut berfungsi untuk melindungi
seseorang dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor
luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya. Sikap ini berfungsi untuk
meningkatkan rasa aman dari ancaman yang akan datang dan menghilangkan
keragukan yang ada dalam diri konsumen. Misal sebuah iklan susu dengan konsep
fungsi mempertahankan ego, konsumen memiliki rasa khawatir menjadi tua, dia
harus mempertahankan rasa egonya, susu tersebut memberi solusi agar konsumen
terhindar dari rasa takut dua dengan mengkonsumsinya. c. Fungsi ekspresi nilai,
sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari
seseorang. Sikap akan menggambarkan minat atau hobi dari seorang konsumen.
Misal seorang konsumen selalu membeli pakaian di butik dan tidak suka membeli
di toko ini adalah salah satu gambaran ekspresi kelas sosial seseorang. d. Fungsi
pengetahuan, keingintahuan adalah salah satu karakter konsumen yang sangat
penting. Ia selalu ingin tahu banyak hal, merupakan kebutuhan konsumen. Sering
kali konsumen perlu tahu mengenai produk tersebut terlebih dahulu sebelum ia
menyukai kemudian membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai
suatu produk sering kali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut.
Karena itu, sikap positif terhadap suatu produk sering kali mencerminkan
pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.
2.1.6.4 Strategi Mengubah Sikap Konsumen
Didalam strategi mengubah sikap konsumen terdapat beberapa unsur yang
mempengaruhinya, diantaranya adalah (Sumarwan, 2011:170):
1. Kombinasi beberapa fungsi
Strategi mengubah sikap sering dilakukan dengan cara memaparkan
beberapa fungsi sikap untuk menarik perhatian konsumen, sehingga mereka
terdorong untuk mengubah sikapnya. Hal tersebut dilandasi oleh beragam faktor
yang menyebabkan seseorang konsumen menyukai atau tidak menyukai produk.
Misalnya, ada tiga orang konsumen memiliki sikap positif terhadap salah satu
merek mobil mewah, namun dengan alasan yang berbeda. Konsumen pertama
menyukai mobil tersebut karena faktor kenyamanan saat dikendarai (fungsi
utilitarian), konsumen kedua menyukai mobil tersebut karena merasa merek
tersebut akan meningkatkan rasa percaya dirinya sebagai orang yang sukses
(fungsi mempertahankan diri), sedangkan konsumen ketiga menyukai mobil
tersebut karena merek tersebut telah terbukti sebagai kendaraan yang lebih baik
dari berbagai segi dibandingkan dengan merek lain (fungsi pengetahuan).
2. Mengasosiasikan produk dengan sebuah kelompok atau perisiwa
Berbagai kelompok atau peristiwa nasional dan internasional sering kali
menumbuhkan sikap positif konsumen terhadap kelompok atau peristiwa tersebut.
Peristiwa penting ini sering dimanfaatkan oleh para produsen untuk membangun
sikap positif terhadap produknya. Produsen ingin membangun asosiasi sikap
antara produk yang dihasilkan dengan peristiwa penting yang sedang berlangsung,
maka dengan cara menghubungkan antara peristiwa penting tersebut dengan
produknya.
3. Memecah konflik dua sikap yang berlawanan
Konsumen sering kali memiliki dua sikap yang berlawanan terhadap suatu
produk. Konsumen akan memandang positif terhadap suatu produk apabila
produk tersebut mempunyai komposisi yang dibutuhkan oleh konsumen. Namun
di sisi lainnya terkadang konsumen akan memiliki sikap yang negatif terhadap
produk tersebut. Inilah yang disebut sebagai dua sikap berlawanan yang dimiliki
konsumen. Pemasar harus membuat strategi komunikasi yang tepat untuk
memecahkan konflik yang dihadapi konsumen tersebut. Strategi tersebut
dinamakan memecahkan konflik dua sikap yang berlawanan.
4. Mengubah evaluasi relatif terhadap atribut
Suatu produk sering kali dikenal oleh konsumen karena popularitas
atributnya yang memiliki fungsi yang spesifik atau dikenal karena situasi
pemakainnya yang kahs. Misalnya produk minuman teh, dikenal sebagai
minuman penyegar yang bisa diminum oleh kosumen setiap saat dan konsumen
mengenal teh sebagai minuman yang biasa dan bisa di konsumsi setiap saat.
Namun produsen teh berusaha membuat konsumen untuk mengubah citra
minuman yang bukan biasa. Suatu merek minuman teh membuat positioning
untuk mengubah citra atribut teh yang selama ini dikenal sebagai minuman biasa
menjadi minuman kesehatan dan kecantikan.
5. Mengubah kepercayaan merek
Para produsen berkewajiban untuk selalu mengingatkan konsumen bahwa
produknya adalah produk yang lebih baik atau terbaik, sehingga konsumen
memiliki sikap positif yang permanen dan konsisten terhadap produk
tersebut.salah satu cara untuk mengingatkan konsumen tersebut adalah dengan
mengubah persepsi atau sikap konsumen terhadap merek produknya.
6. Menambah sebuah atribut pada produk
Strategi mengubah sikap konsumen bisa dilakukan dengan cara
memberikan atribut baru kepada sebuah produk. Atribut baru yang ada pada
sebuah produk akan memberikan citra positif kepada konsumen bahwa produk
tersebut selalu inovatif. Atribut baru juga bisa berfungsi sebagai manfaat
utilitarian yang baru atau manfaat psikologis yang baru bagi konsumen, sehingga
konsumen memperoleh manfaat tambahan ketika mengetahui dan kemudian
mengkonsumsi produk tersebut. Atribut baru juga akan berfungsi sebagai
diferensiasi dengan merek lainnya. Tidaklah mengherankan bahwa strategi
menambah atribut baru selalu dipakai oleh produsen sebagai cara untuk mengubah
sikap konsumen terhadap produknya.
7. Mengubah penilaian merek secara menyeluruh
Salah satu cara lain untuk mengubah sikap konsumen terhadap produk atau
merek adalah dengan membangun sikap positif secara keseluruhan terhadap suatu
merek. Yang dimaksud dengan keseluruhan tersebut adalah produsen tidak secara
khusus menyebutkan perubahan suatu atribut. Produsen tidak berusaha mengubah
sikap konsumen kepada suatu atribut yang dimiliki produk atau merek tersebut.
8. Mengubah kepercayaan terhadap merek pesaing
Strategi lain untuk mengubah sikap adalah dengan cara mengubah sikap
atau kepercayaan konsumen terhadap merek pesaing. Produsen sering
menggunakan metode iklan perbandingan untuk menyatakan bahwa mereknya
lebih baik dari produsen pesaing.
2.1.6.5 Model Sikap Multiatribut Fishbein
Menurut Fishbein (dalam Sumarwan 2011:178) terdapat beberapa unsur
yang mempengaruhi dalam model sikap: 1. Atribut (salient belief) adalah
karakteristik dari objek sikap. Salient belief adalah kepercayaan konsumen bahwa
produk memiliki berbagai atribut, sering disebut sebagai attribute-object beliefs.
Para peneliti sikap harus mengidentifikasikan berbagai atribut yang akan
dipertimbangkan konsumen ketika mengevaluasi suatu objek sikap. 2.
Kepercayaan (belief) adalah kekuatan kepercayaan bahwa suatu produk memiliki
atribut tertentu. Konsumen akan mengungkapkan kepercayaan terhadap berbagai
atribut yang dimiliki suatu merek dan produk yang dievaluasinya (Sumarwan,
2011:178). Konsumen harus memperhatikan merek dari suatu produk ketika
mengevaluasi atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek tersebut.
Kepercayaan tersebut sering disebut sebagai object-atribute linkages, yaitu
kepercayaan konsumen tentang kemungkinan adanya hubungan antara sebuah
objek dengan atributnya yang relevan. 3. Evaluasi atribut adalah evaluasi baik
buruknya suatu atribut, yaitu menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi
konsumen. Konsumen akan mengidentifikasi atribut-atribut atau karakteristik
yang dimiliki oleh objek yang akan dievaluasi. Konsumen akan menganggap
atribut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Kemudian, konsumen
akan mengevaluasi kepentingan atribut tersebut.
2.1.6.6 Hubungan antara kepercayaan dan sikap
Bagaimana kepercayaan mempengaruhi sikap terhadap merek dan
bagaimana sikap terhadap merek memengaruhi perilaku, akan menjadi perhatian
utama pemasar. Hubungan antara ketiga hal itu sangat penting bagi pemasar
karena akan menentukan strategi pemasaran yang berhasil. Jika iklan yang
ditampilan mampu menciptakan kepercayaan positif terhadap merek, konsumen
akan lebih mungkin untuk mempunyai sikap positif dan membeli produk itu.
Kepuasan atas penggunaan produk akan memperkuat sikap dan mempertinggi
probabilitas pembelian kembali.
Hubungan antara kepercayaan dan sikap disebutkan oleh beberapa teori,
antara lain:
1. Teori keseimbangan Heider, dalam teori ini, seseorang dianggap selalu
menjaga keseimbangan antara kepercayaan yang ada pada dirinya dan evaluasi.
Artinya orang akan mencari keseimbangan jika misalnya informasi baru yang
diterimanya tidak sesuai dengan kepercayaan yang selama ini diyakininya.
Maka seseorang akan berusaha mengevaluasi informasi baru tersebut hingga
dapat mempercayainya. Dalam teori ini ada tiga elemen yang harus ada agar
proses keseimbangan bisa tercapai. Tiga elemen tersebut, yaitu: orang yang
merasakan, sikap terhadap suatu objek, objek lain yang berhubungan dengan
objek pertama.
2. Teori ekspektansi dari Rosenberg, secara umum teori ini mengacu pada
pengharapan nilai karena menyatakan bahwa perilaku pada umumnya lebih
dipengaruhi oleh penghargaan untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan
daripada oleh dorongan dari dalam diri. Dalam teori Rosenberg (dikutip oleh
loudon dan della-betta,1993), penghargaan nilai didasarkan pada keseimbangan
antara kepercayaan yang tidak seimbang, seperti terjadinya inkonsistensi
afektif-kognitif, ketidakkonsistenan itu akan dikurangi atau dihilangkan
melalui penataan kembali (reorganisasi) sikap secara keseluruhan. Reorganisasi
terjadi ketika perubahan dalam kepercayaan menimbulkan perubahan
kepercayaan terhadap merek.
3. Teori multiatribut dari Fishbein, teori ini lebih tepat dan dapat diaplikasikan
dibandingkan dengan teori Rosenberg, karena teori Fishbein menjelaskan
pembentukan sikap sebagai suatu tanggapan atas atribut-atribut. Adapun teori
rosberg menjelaskan pembentukan sikap sebagai tanggapan atas nilai. Atribut
bersifat lebih operasional dibandingkan nilai, karena nilai cenderung lebih
bersifat abstrak dan susah diderivasi kedalam bentuk yang lebih kongkrit.
Model Fishbein memungkinkan para pemasar mendiagnosis kelemahan dan
kekuatan merek pada produk-produk mereka secara relatif dibandingkan
dengan merek produk pesaing.
2.1.6.7 Indikator sikap dan keyakinan dalam membeli
Berdasarkan definisi keyakinan dan sikap menurut Sumarwan (2011:178),
maka dalam penelitian ini indikator keyakinan dan sikap konsumen dalam
menggunakan jasa pada Laboratorium Trans Indo Medical sebagai berikut:
1. Atribut
2. Perasaan
3. Keyakinan
2.1.7
Hubungan Antara Motivasi Dengan Keputusan Konsumen Dalam
Melakukan Pembelian
Setiap orang mempunyai beberapa kebutuhan yang ingin dipenuhi. Suatu
kebutuhan yang menjadi dorongan atau motif apabila kebutuan itu muncul hingga
mencapai taraf inensitas tertentu. Motif itulah membentuk perilaku konsumen
dimulai, konsumen akan selalu berusaha untuk memenuhi dan memuaskan
kebutuhannya. Motivasi yang ada pada seseorang (konsumen) akan mewujudkan
suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Jadi
motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat
disimpulkan. Tiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh
sesuatu kekuatan dalam diri orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang kita
sebut motivasi. Jadi seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek
tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut.
Sebaliknya jika seseorang mempunya motivasi rendah terhadap obyek tertentu,
maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan.
Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk melihat kemungkinan orang tersebut
berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau
tidak. Dalam motivasi terdapat hubungan saling berkaitan dengan faktor-faktor
kebudayaan, sosial, dan pribadi. Faktor-faktor tersebut membangun atau
mempengaruhi motivasi pembeli untuk melakukan suatu tindakan. Selanjutnya,
faktor-faktor tersebut berperan sangat besar pula dalam melatarbelakangi dan
menentukan motivasinya untuk melakukan keputusan pembelian.
2.1.8
Hubungan Antara Persepsi Dengan Keputusan Konsumen Dalam
Melakukan Pembelian
Menurut Ferrinadewi (2008:42) persepsi merupakan suatu proses dengan
mana berbagai stimuli dipilih, diorganisir dan diinterpretasikan menjadi informasi
yang bermakna. Jika persepsi konsumen atas suatu produk baik, akan mendorong
keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut.Menurut
Kotler dan Armstrong (2009:224) tahap pertama yang dilakukan oleh konsumen
dalam membeli adalah dengan pengenalan kebutuhan, pengenalan kebutuhan
dalam persepsi terjadi ketika suatu rangsangan (stimulus) datang dalam kisaran
syaraf penerima panca indra. Tahap kedua adalah pencarian infomasi jika
Konsumen yang tergerak akan mencari informasi tentang produk tersebut,
biasanya akan diawali dengan adanya perhatian secara selektif. Pada dasarnya
orang akan terlibat banyak rangsangan harian, sebagian besar rangsangan akan
disaring, karena seseorang tidak mungkin dapat menanggapi rangsanganrangsangan tersebut secara bersamaan. Perhatian selektif membuat pemasar harus
bekerja keras untuk menarik perhatian konsumen. Tahap yang ketiga adalah
evaluasi alternatif dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi
berbagai merek alternatif di dalam serangkaian pilihan. Dan tahap selanjutnya
adalah dimana pemrosesan informasi-informasi yang diterima konsumen
mempengaruhi konsumen secara aktual untuk melakukan pembelian.
2.1.9
Hubungan Antara Pembelajaran Dengan Keputusan Konsumen
Dalam Melakukan Pembelian
Pembelajaran merupakan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul
dari pengalaman. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa
lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat
memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan
membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan proses
pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula. Makin sedikit
pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula luasan interpretasinya.
Konsumen tidak pernah berhenti belajar karna setiap saat dan dimanapun akan
memperoleh informasi atau pengetahuan dari membaca, mendengar dan bahkan
dari pengalamannya. Saat konsumen melakukan pembelajaran atas suatu produk
tertentu, konsumen akan mengevaluasi informasi tersebut dan selanjutnya
melakukan proses keputusan pembelian. Ada dua faktor yang muncul diantara
kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian yaitu faktor pertama adalah
sikap orang lain dan yang kedua adalah situasi yang tak terduga.
2.1.10 Hubungan
Antara Sikap
dan
keyakinan Dengan
Keputusan
Konsumen Dalam Melakukan Pembelian
Keyakinan dan sikap konsumen merupakan komponen psikologis
konsumen baik itu dalam proses pengambilan keputusan pembelian maupun
perilaku dalam hal keputusan untuk tidak lagi menggunakan produk. Secara sadar
maupun tidak tindakan konsumen dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap ketika
konsumen memiliki sikap negatif pada merek tertentu maka secara sadar maupun
tidak sadar konsumen akan cenderung menghindari merek tersebut bahkan merek
tersebut bisa jadi tidak menjadi salah satu alternatif yang dipertimbangkan. Dan
sebaliknya ketika konsumen memiliki sikap positif terhadap suatu merek tertentu
maka secara sadar maupun tidak, konsumen akan cenderung melakukan
pembelian bahkan akan loyal pada merek tersebut.
Sikap memainkan peran penting dalam membentuk perilaku. Sikap
merujuk pada pengetahuan dan perasaan positif atau negatif terhadap obyek atau
kegiatan tertentu. Seseorang individu mempelajari sikap melalui pengalaman dan
berinteraksi dengan orang lain. Menurut Yazid (2008:52) Ada dua faktor yang
dapat mempengaruhi maksud keputusan pembelian. Faktor yang pertama adalah
sikap atau pendirian orang lain, faktor yang kedua adalah situasi yang tidak
diantisipasi. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain tersebut akan
semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar
kemungkinan konsumen akan menyelesaikan tujuan pembeliannnya. Sikap
sebagai suatu evaluasi yang menyeluruh dan sangat memungkinkan seseorang
untuk merespon dengan cara yang menguntungkan ataupun tidak terhadap obyek
yang dinilai. Menurut Robbins (2006:169) sikap bisa diartikan sebagai
pernyataan-pernyataan atau penilaian evaluatif seseorang yang berkaitan dengan
obyek, benda atau suatu peristiwa.
2.1.11 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan penulis untuk menentukan
beberapa hal yang berhubungan dengan teori dan sistematika penelitian
ini.dibawah ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yaitu:
1. Rico Saputra, (2013), dalam penelitian yang berjudul “ Analisis Pengaruh
Motivasi, Persepsi, Sikap Konsumen terhadap keputusan pembelian mobil
Daihatsu Xenia di Sidoarjo”. Variabel yang digunakan adalah motivasi (X1),
persepsi (X2), sikap (X3), keputusan pembelian (Y). Teknis analisis data yang
digunakan adalah uji validitas dan reliabilitas, persamaan regresi linier
berganda, uji penyimpangan asumsi klasik, pengujian hipotesis. Berdasarkan
hasil uji F diperoleh nilai signifikansi = 0.000 < 0.05, maka disimpulkan bahwa
motivasi, persepsi, dan sikap konsumen secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian mobil Daihatsu Xenia di Sidoarjo.
Berdasarkan hasil uji t antara motivasi terhadap keputusan pembelian
menghasilkan nilai signifikansi = 0.000 < 0.05. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa motivasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian mobil Daihatsu Xenia di Sidoarjo. Koefisien
regresi motivasi sebesar 0.554 menunjukkan bahwa motivasi mempunyai arah
pengaruh positif terhadap keputusan pembelian mobil Daihatsu Xenia di
Sidoarjo. Hal ini berarti apabila motivasi dari konsumen semakin tinggi, maka
keputusan pembelian mobil Daihatsu Xenia di Sidoarjo juga akan semakin
tinggi dan peningkatannya signifikan.
Adapun persamaan dan yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah: persamaannya, sama-sama menggunakan
variabel motivasi, persepsi dan sikap sebagai variabel bebas dan keputusan
pembelian sebagai variabel terikat, sama-sama menggunakan teknik analisis
data regresi berganda. Sedangkan yang membedakan adalah penelitian
sebelumnya tidak menggunakan variabel pembelajaran sebagai variabel bebas,
disamping itu waktu dan obyek serta jumlah responden penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yang berbeda.
2. Nurul Andini, (2010), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh
persepsi terhadap keputusan orang tua murid memilih jasa pendidikan di SDIT
BINA INSANI Semarang”. Variabel yang digunakan adalah persepsi fasilitas
(X1), persepsi harga (X2), persepsi kualitas (X3), persepsi lokasi (X4) dan
keputusan pembelian jasa pendidikan (Y). Teknik analisis data yang digunakan
adalah uji validitas dan reliabilitas, persamaan regresi linier berganda, uji
penyimpangan asumsi klasik, pengujian hipotesis. Hasil penelitian menunjukan
bahwa dengan nilai signifikansi di bawah 0,05 menunjukkan secara bersamasama fasilitas, harga, kualitas dan lokasi mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian jasa pendidikan. Berdasarkan hasil uji
t diketahui bahwa semua variabel yaitu persepsi fasilitas, persepsi harga,
persepsi kualitas, dan persepsi lokasi memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian jasa pendidikan.
Adapun persamaan dan yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah: persamaannya, sama-sama menggunakan
variabel persepsi sebagai variabel bebas dan keputusan pembelian sebagai
variabel terikat, sama-sama menggunakan jenis penelitian kuantitatif.
Sedangkan
yang
membedakan
adalah
penelitian
sebelumnya
tidak
menggunakan variabel motivasi, pembelajaran, keyakinan dan sikap sebagai
variabel bebas,
disamping itu waktu dan obyek serta jumlah responden
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang berbeda.
3. Dewi Urip Wahyuni, (2008), dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Motivasi, Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian
Sepeda Motor Merek “Honda” di Kawasan Surabaya Barat”. Varibel yang
digunakan adalah motivasi (X1), persepsi (X2), sikap (X3) dan keputusan
pembelian (Y). Teknik analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan
reliabilitas, persamaan regresi linier berganda, uji penyimpangan asumsi klasik,
pengujian hipotesis.Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan
taraf signifikan (α) = 5 % diperoleh F hitung = 730,302 lebih besar dar F tabel
2,427, jadi secara bersama-sama terdapat pengaruh secara signifikan variabel
motivasi, persepsi dan sikap konsumen terhadap keputusan pembelian. Dari
analisis data ternyata secara bersama-sama variabel motivasi, persepsi dan
sikap konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian
hal ini ditandai oleh adanya T hitung lebih besar dari t tabel 730,302 > 2,427
Sig. = 0,000 lebih kecil dari dengan α = 0,05.
Adapun persamaan dan yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah: persamaannya, sama-sama menggunakan
variabel motivasi, persepsi dan sikap konsumen sebagai variabel bebas dan
keputusan pembelian sebagai variabel terikat, sama-sama menggunakan jenis
penelitian kuantitatif. Sedangkan yang membedakan adalah penelitian
sebelumnya tidak menggunakan variabel pembelajaran sebagai variabel bebas,
disamping itu waktu dan obyek serta jumlah responden penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yang berbeda.
4. Heni Supriyatin, (2010), dalam penelitian yang berjudul “pengaruh faktorfaktor psikologis terhadap keputusan konsumen dalam pembelian motor honda
vario di surabaya”. Variabel yang digunakan adalah motivasi (X1), persepsi
(X2), pembelajaran (X3), kepercayaan dan sikap (X4) dan keputusan pembelian
(Y). Teknik analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan reliabilitas,
analisis regresi linier berganda, uji t dan uji f. Hasil penelitian menunjukan
bahwa nilai signifikan uji f < 0,05 yaitu 0,000 < 0,05. Maka Ho ditolak
sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa keseluruhan variabel bebas
motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Karena nilai signifikan
0,008<0,05 maka Ho di tolak, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
variabel bebas keyakinan dan sikap secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian. Dari pengujian parsial dengan uji t dapat
diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap keputusan pembelian (Y)
ditunjukan oleh variabel persepsi (X2), karena mempunyai nilai signifikasi
yang lebih kecil dari pada variabel bebas lainnya.
Adapun persamaan dan yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah: persamaannya, sama-sama menggunakan
variabel motivasi, persepsi, pembelajaran keyakinan dan sikap konsumen
sebagai variabel bebas dan keputusan konsumen sebagai variabel terikat, samasama menggunakan teknik analisis data regresi linier berganda. Sedangkan
yang membedakan adalah waktu, obyek serta jumlah responden penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya yang berbeda.
2.2 Rerangka Konseptual
Berdasarkan tujuan, landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dalam
penelitian ini dapat disusun kerangka konseptual seperti yang tersaji dalam
gambar 2.2 berikut ini:
Motivasi
(MO)
Persepsi
(PRS)
Keputusan
konsumen (KK)
Pembelajaran
(PMB)
Kepercayaan dan sikap
(KS)
(X4)
Gambar 2.2
Konseptual Penelitian
2.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan tinjauan teoritis
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) motivasi (MO) berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen
menggunakan jasa medical check up pada Laboratorium Trans Indo Medical di
Nganjuk.
2) persepsi (PRS) berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen
menggunakan jasa medical check up pada Laboratorium Trans Indo Medical di
Nganjuk.
3) pembelajaran (PMB) berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen
menggunakan jasa medical check up pada Laboratorium Trans Indo Medical di
Nganjuk.
4) kepercayaan dan sikap (KS) berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen menggunakan jasa medical check up pada Laboratorium Trans Indo
Medical di Nganjuk.
Download