BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Klasifikasi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi Tanaman
Indonesia Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka
tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Masyarakat
Indonesia sejak jaman dahulu telah mengenal dan memanfaatkan tanaman
yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan penyakit. Tanaman
tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional atau obat herbal.
Salah satu tanaman tersebut adalah daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) (Dalimartha, 2009).
Klasifikasi pandan wangi menurut Van steenis (1997) adalah sebagai
berikut:
Regnum : Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Classis
: Monocotyledonae
Ordo
: Pandanales
Familia
: Pandanaceae
Genus
: Pandanus
Species
: Pandanus amaryllifolius Roxb.
4
5
2. Deskripsi Tanaman
Gambar I. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Nama ilmiah pandan wangi adalah Pandanus amaryllifolius Roxb.
Sinonim dengan Pandanus odorus Ridl., Pandanus latifolius Hassk.,
Pandanus hasskarlii Merr..
Nama daerah pandan wangi adalah pandan harum, pandan rempai,
pandan wangi (Sumatera); pandan rampe (Sunda); pandan wangi (Jawa);
pondang, pondago (Sulawesi); kelamoni, pondaki (Maluku); pandan arum
(Bali); bonak (Nusa tenggara).
Pandan wangi tumbuh dengan tinggi antara 0,5 – 1 m, tetapi dapat
meninggi hingga 2 m. Batang berbentuk bulat dengan bekas duduk daun,
bercabang, menjalar, serta akar tunggang keluar di sekitar pangkal batang dan
cabang. Daun tunggal, duduk dengan pangkal memeluk batang, dan tersusun
berbaris tiga dalam garis spiral. Daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung
runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 – 80 cm, lebar 3 – 5 cm,
berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujungujungnya, dan berwarna hijau. Buah batu, berbentuk bola, menggantung dan
6
berwarna jingga, diameter 4 – 7,5 cm. Beberapa varietas memiliki daun
bergerigi. Pandan wangi dipercaya berasal dari pulau Maluku di Indonesia.
Selanjutnya banyak ditanam di negara-negara subtropis dan tropis lainnya,
paling banyak di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tumbuhan ini banyak
ditanam di halaman atau di kebun- kebun, terkadang tumbuh liar di tepi
sungai, tepi rawa, atau di tempat-tempat yang agak lembap. Saat ini, pandan
wangi tumbuh tersebar hingga daerah India Selatan, Sri Lanka, semenanjung
Asia Tenggara, Indonesia dan New Guinea Barat (Nonato et al, 2008).
3. Kandungan Tanaman dan Khasiat
Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam pandan wangi
diantaranya alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna
(Margaretta dkk, 2011).
Salah satu kandungan senyawa daun pandan wangi yang mempunyai
khasiat antibakteri adalah saponin. Hal ini didasarkan pada sifat sitotoksik
dari saponin dan kemampuannya dalam mempengaruhi permeabilitas
membran sitoplasma sehingga sel mikroba menjadi lisis (Setiorini, 2011).
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid
atau triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas
diantaranya immunomodulator, antitumor, antiinflamasi, antivirus, antijamur,
dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hipokolesterol.
Saponin mempunyai sifat bermacam-macam, yaitu memiliki rasa manis atau
pahit, dapat membentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dan dapat
menyebabkan hemolisis (Soekamto, 2011).
7
4. Antibakteri
Zat antibakteri pada tumbuhan merupakan zat-zat aktif pada
tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri. Zat aktif dalam pandan wangi
yang berpotensi sebagai antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, saponin,
fenolik, steroid, dan terpenoid (Margaretta dkk, 2011; Mardianingsih dan
Aini, 2014). Zat-zat aktif ini pada tumbuhan bekerja sebagai zat antibakteri
dengan mekanisme kerja yang belum diketahui secara pasti. Secara umum,
mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh senyawa
antimikroba dapat berlangsung dalam beberapa cara, yaitu (Pratiwi, 2008):
a. Mengganggu pembentukan dinding sel, dengan adanya akumulasi
komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel akan
menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel.
b. Penghambatan fungsi membran plasma. Beberapa antimikroba merusak
permeabilitas
membran,
akibatnya
terjadinya
kebocoran
materi
intraseluler, seperti senyawa fenol yang dapat mengakibatkan lisis sel
dan denaturasi protein, serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran
sel.
Penghambatan sintesa protein, asam nukleat dan aktivitas enzim.
Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika senyawa
antimikroba mempunyai spesifitas yang sama dengan ikatan kompleks yang
menyusun
struktur
enzim.
Penghambatan
ini
dapat
mengakibatkan
terganggunya metabolisme sel, seperti sintesa protein dan asam nukleat.
8
5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat/ senyawa kimia dari bagian/organ
tumbuhan (simplisia). Ekstraksi kandungan kimia pada tumbuhan dilakukan
dengan tujuan menarik zat-zat kimia yang terdapat dalam simplisia.
Tumbuhan pandan wangi mengandung beberapa zat aktif yang khasiatnya
bergantung pada jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi daunnya.
Pandan wangi memiliki aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol dan etil
asetat. Etanol dapat melarutkan senyawa alkaloid, flavonoid, diglikosida,
flavonoid, dan sedikit minyak atsiri. Sedangkan etil asetat dapat melarutkan
senyawa golongan alkaloid, aglikon, monoglikosida, terpenoid, dan steroid
(Tasia dan Widyaningsih, 2014)
Metode ekstraksi secara maserasi merupakan metode pemisahan zat
aktif secara pengadukan dan penyaringan. Metode maserasi digunakan untuk
membuat ekstrak tumbuhan. Cairan pelarut masuk ke dalam sel menciptakan
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Larutan
konsentrasi rendah berada di dalam sel sedangkan larutan konsentrasi tinggi
terdesak keluar sel (Depkes RI, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa
yang yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2000).
9
6. Gel
Gel merupakan merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI,1995).
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri
dari suatu dispers yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil
atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989).
Formulasi gel membutuhkan senyawa gelling agent sebagai bahan
pembentuk gel. Gelling agent bermacam-macam jenisnya, diantaranya adalah
CMC Na, karbopol dan tragakan. CMC Na merupakan basis gel golongan
polimer semi sintetik, karbopol termasuk basis golongan sintetik sedangkan
tragakan termasuk basis gel golongan gom alam (Swarbrick dan Boylan,
1989).
Suatu basis atau pembawa diperlukan di dalam pembuatan sediaan
gel, dimana basis tersebut akan mempengaruhi waktu kontak dan kecepatan
pelepasan zat aktif untuk dapat memberikan efek. Idealnya, suatu basis gel
harus dapat diaplikasikan dengan mudah, tidak mengiritasi kulit dan nyaman
saat digunakan, serta dapat melepaskan zat aktif yang terkandung di
dalamnya (Wyatt et al., 2001).
7. Gelling agent
Gelling agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk
mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat, dan sediaan
10
kosmetik. Beberapa bahan penstabil dan pengental juga termasuk dalam
kelompok bahan pembentuk gel. Jenis-jenis bahan pembentuk gel biasanya
merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein. Contoh dari gelling
agent antara lain Na CMC, metil selulosa, asam alginat, sodium alginat,
kalium alginat, kalsium alginat, agar, karagenan, locust bean gum, pektin dan
gelatin (Raton and Smoley, 1993).
Gelling agent merupakan komponen polimer dengan bobot molekul
tinggi yang merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-lilitan dari
molekul polimer yang akan memberikan sifat kental dan gel yang diinginkan.
Molekul polimer berikatan melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan
tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam jaringan (Clegg,
1995).
Pemilihan gelling agent dalam sediaan farmasi dan kosmetik harus
inert, aman, tidak bereaksi dengan komponen lain. Penambahan gelling agent
dalam formula perlu dipertimbangkan yaitu tahan selama penyimpanan dan
tekanan tube selama pemakaian topikal. Beberapa gel, terutama polisakarida
alami peka terhadap penurunan derajat mikrobial. Penambahan bahan
pengawet perlu untuk mencegah kontaminasi dan hilangnya karakter gel
dalam kaitannya dengan mikrobial (Lieberman dkk., 1996).
Macam-macam gelling agent antara lain:
a. Karbopol
Karbopol berwarna putih berbentuk serbuk halus, bersifat asam,
higroskopik, dengan sedikit karakteristik bau. Karbopol dapat larut di
11
dalam air, di dalam etanol (95%) dan gliserin, dapat terdispersi di dalam
air untuk membentuk larutan koloidal bersifat asam, sifat merekatnya
rendah. Karbopol bersifat stabil dan higroskopik, penambahan temperatur
berlebih dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi
stabilitas. Karbopol mempunyai viskositas antara 40.000 – 60.000 cP
digunakan sebagai bahan pengental yang baik memiliki viskositasnya
tinggi, menghasilkan gel yang bening. Karbopol digunakan untuk bahan
pengemulsi pada konsentrasi 0,1 - 0,5 % B, bahan pembentuk gel pada
konsentrasi 0,5 - 2,0 % B, bahan pensuspensi pada konsentrasi 0.5–1.0 %
dan bahan perekat sediaan tablet pada konsentrasi 5 – 10 % (Rowe et.
al.,2009).
Gambar 2. struktur formula karbopol (Rowe et al, 2009)
b. TEA
Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina
dan monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak
lebih dari 107,4 % dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina.
12
Penggunaan Trietanolamina sebagai penghalus gel adalah 2 - 4% (Rowe et
al., 2009).
Trietanolamina berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning
pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik. Trietanolamina mudah larut
dalam air dan etanol 95 % P, larut dalam kloroform (Depkes RI, 1979).
Gambar 3. struktur formula TEA (Rowe et al, 2009)
c. CMC-Na
Natrium CMC adalah garam natrium polikarboksimetil eter selulosa,
mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak lebih dari 9,5 % Na
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kekentalan larutan 2 gr
dalam 100 mL air, untuk zat yang mempunyai kekentalan 100 centipoise
(cP) atau kurang, tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 120% dari
ketentuan yang tertera pada etiket, untuk zat yang mempunyai kekentalan
lebih dari 100 cP, dan tidak kurang dari 75 % dan tidak lebih dari 140 %
dari ketentuan yang tertera dietiket. Natrium CMC berupa serbuk atau
butiran, putih atau putih gading, tidak berbau, higroskopik. Natrium CMC
mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut
13
dalam etanol 95 % P, dalam eter P, dan pelarut organik lain. Khasiat dan
kegunaan sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979). Penggunaan Na CMC
sebagai gelling agent adalah 4 – 6 % (Rowe et al.,2009).
Gambar 4. struktur formula CMC-Na (Rowe et al, 2009)
d. Tragakan
Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan
penorehan batang Astrogalus gummifer Labill dan spesies Astragalus lain.
Tidak berbau dan hampir tidak berasa, kelarutan dalam air agak sukar
larut, tetapi mengembang menjadi masa homogen, lengket, dan seperti
gelatin (Depkes RI, 1979).
B. Kerangka Pemikiran
Kandungan daun pandan wangi yang meliputi flavonoid, alkaloid,
saponin, tanin, polifenol, dan zat warna, memiliki kontribusi terhadap
aktivitas antibakteri (Arisandi dan Andriani, 2008).
Salah satu bentuk sediaan yang efektif untuk terapi topikal adalah
gel. Gel lebih disukai karena pada pemakaian meninggalkan lapisan tembus
pandang, elastis, pelepasan obatnya baik dan penampilan sediaan yang
14
menarik. Senyawa-senyawa pembentuk gel yaitu polimer alam (seperti
alginat, tragakan, gom arab, pektin, karagenan, dan lain-lain), polimer akrilik
(seperti karbomer 934 P dan karbopol 934 P), derivat selulosa, polietilen,
padatan koloidal terdispersi, surfaktan dan bahan pen-gel lain seperti beeswax
(Liebarman, 1996).
Suatu basis atau pembawa diperlukan di dalam pembuatan sediaan
gel, dimana basis tersebut akan mempengaruhi waktu kontak dan kecepatan
pelepasan zat aktif untuk dapat memberikan efek. Idealnya, suatu basis gel
harus dapat diaplikasikan dengan mudah, tidak mengiritasi kulit dan nyaman
saat digunakan, serta dapat melepaskan zat aktif yang terkandung di
dalamnya (Wyatt et al., 2001). CMC Na merupakan basis gel golongan
polimer semi sintetik, karbopol termasuk basis golongan sintetik sedangkan
tragakan termasuk basis gel golongan gom alam (Swarbrick dan Boylan,
1989).
Penelitian ini dilakukan dengan membuat gel ekstrak etil daun
pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-TEA, CMC-Na,
dan tragakan. Penyimpanan dilakukan pada suhu kamar selama 4 minggu.
Formulasi sediaan gel dilakukan parameter pengujian yang meliputi
organoleptis (fisik), homogenitas (fisik), daya sebar (fisik), daya lekat (fisik),
viskositas (fisik), dan pH (kimia). Parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh
variasi gelling agent yang digunakan.
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan pendekatan
teoritis dan menggunakan uji Shapiro-wilk dan uji one-way ANOVA dengan
15
taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui pengaruh variasi gelling agent
terhadap sifat fisik dan kimia gel.
C. Hipotesis
1. Ekstrak etil asetat daun pandan wangi diduga dapat diformulasikan
kedalam sediaan gel.
2. Gelling agent diduga mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia
sediaan gel.
Download