INDUSTRI MANUFAKTUR AMERIKA, JEPANG KOREA & MENGGAGAS PENGEMBANGAN INDUSTRI & TEKNOLOGI INDONESIA Dr. Ir. Sutrisno, MSME Abstrak Problem utama perekonomian Indonesia, yaitu pengangguran dan rendahnya daya beli masyarakat, memerlukan pengembangan industri manufaktur dan usaha peningkatan ekspor. Akan tetapi belakangan ini Indonesia mengalami kesulitan untuk bangkit kembali dari krisis. Hal tersebut diperkirakan akibat dari kurang kesadaran tentang krisis manajemen yang ada di Indonesia dan pengabaian peran penting interaksi nonlinier antar-manusia dalam proses pengembangan teknologi industri. X Dalam makalah ini dituturkan betapa Amerika, Jepang dan Korea Selatan berhasil mengembangkan industrinya dengan menyadari kontribusi istimewa pengembangan manajemen, pemilihan teknologi dan industri yang berlatar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumberdaya alam yang unik. Dibandingkan pula secara kontras perkembangan manajemen industri Amerika dan Jepang, yang diikuti dengan strategi perkembangan industri Korea Selatan dan kebangkitan kembali manajemen industri Amerika. Akhirnya ditinjau transfer teknologi di Indonesia yang diikuti proposal pengembangan manajemen teori U dan teori V, serta usulan pedoman pengembangan teknologi pilihan Indonesia sendiri dan saran-saran dukungan kebijakan non-teknologi yang diperlukan. PENDAHULUAN Seperti tersebut dalam buku teks, tahun 1776, Adam Smith mengemukakan dalam the Wealth of Nation peran penting spesialisasi tenaga kerja dalam peningkatan produktivitas perusahaan. Bila mengerjakan semuanya sendiri, seorang karyawan mampu menghasilkan 1000 biji pin sehari, sedangkan bila 10 karyawan dipekerjakan secara spesialisasi, mereka akan dapat menghasilkan 48.000 biji. Jadi spesialisasi meningkatkan produktivitas hampir lima kali lipat (Hicks, 1994). Akan tetapi perihal yang berlaku di tahun 1776, mungkin tidak berlaku lagi dalam industri manufaktur dua abad kemudian, atau bahkan mungkin berlaku sebaliknya. Sebagai contoh misalnya konsep manufacturing cells, yang merupakan proses integrasi dari keseluruhan material dan mesin dalam menghasilkan suatu produk di satu area, ternyata dapat menurunkan biaya material handling, biaya inventory, menurunkan lead time dan juga membentuk rasa kepemilikan bagi pekerja. Konsep spesialisasi memang perlu ditinjau kembali untuk lebih dikenali batas-batas berlakunya (Prigogine & Stengers, 1984). Asumsi spesialisasi sejalan dengan asumsi ceteris paribus. Kedua asumsi ini telah banyak membantu perkembangan ekonomi dan industri hingga akhir abad pertanian. Akan tetapi pada abad industri, persoalan ekonomi dan industri telah menjadi sedemikian rumit sehingga hanya dengan tinjauan makro saja, resep-resep ekonomi makin diperdebatkan kemanjurannya. Dengan berawalnya abad informasi ini maka persoalan perkembangan industri makin rumit dan lebih mendasar lagi. Setelah memahami peran modal, fasilitas, pasar dan bahan baku, dirasa kurang bijak untuk mensejajarkan karakter manusia pekerja dan teknologi dengan sumber daya-sumber daya lain. Manusia adalah makhluk individu yang sekaligus juga makhluk sosial tidak bisa disamakan dengan benda mati. Peran psikologisnya sangat penting, sehingga ciri otak kiri sebagai makhluk individual-rasional dan ciri otak kanan yang memberi watak makhluk sosial-emosional-kreatif memegang peran penting pada pembentukan budaya industri dalam mengadopsi, mengembangkan dan mencipta teknologi. Dalam tulisan ini manajemen industri Amerika dan Jepang diperbandingkan secara kontras. Manajemen Timur yang bercorak verbal, yang dituturkan secara lesan mengesampingkan penulisan, biasanya akan cepat dilupakan, sebaliknya manajemen Barat yang mengedepankan budaya tulis akan mudah dipertahankan, dikembangkan dan dianut di segala penjuru dunia. Itulah sebabnya maka disini manajemen Barat menjadi sangat dominan. Di bawah akan dituturkan pelajaran utama yang dapat digali dari negara maju. Jika yang dicermati dan ditiru ciri-ciri fenomena-fenomena luar saja dari negara maju, seperti pendapatan per kapita, dan volume perdagangan, maka kita akan selalu gagal lagi. Negara maju berbeda dengan negara-negara lain. Ciri-ciri negara maju adalah mampu memanfaatkan warisan-warisan budaya, kondisi geografis, watak masyarakat, dan sumber daya alam semaksimal mungkin. Negara maju memiliki kreativitas, memiliki teknologi yang unik dan perusahaan-perusahaan terbaik dunia, sehingga mereka semakin menguasai pasar dan monopoli. A. Perkembangan Industri Barat Industri Barat maju pesat sejak revolusi industri, kualitas hidup makin membaik dengan munculnya jasa pelayanan kereta api, listrik, kapal api, pabrik gula dan sebagainya. Kemajuan industri makin cepat dengan revolusi mekanisasi ini. Konsep manajemen perbengkelan dari F.W. Taylor (1895), salah seorang anggota American Society of Mechanical Engineers, menandai munculnya metoda Scientific Management yang kemudian aplikasinya diperluas, me-rasionalisasi berbagai dasar pemikiran manajemen, menjadi sistem manajemen ilmiah rasional Taylor yang dikenal di industri dan dunia birokrasi sampai saat ini. 1. Perkembangan Manajemen Industri Amerika sebelum 1970-an Pengembangan dasar pemikiran manajemen itu lebih didasari oleh budaya Barat yang berciri menonjol dalam kompetisi, sifat individu dan peran rasional otak kiri 1 manusia. Perkembangan itu demikian sukses sehingga industri-industri Barat maju cepat, makin canggih dan membesar skalanya. Puncak industri mobil di Amerika misalnya, ditandai dengan penerapan konsep assembly line atau lini perakitan dari Ford. Dalam hal ini ciri-ciri pengembangan atas dasar karakter individual-rasional otak kiri dalam industri manufaktur sangat menonjol. a). Teori X dan Teori Y Teori X beranggapan bahwa sikap manusia terhadap pekerjaan sangat pasif, oleh karena itu perlu penerapan standarisasi pekerjaan, pengawasan, serta sistem penggajian berdasarkan prestasi. Sedangkan teori Y beranggapan bahwa jika manusia diberi motivasi yang cukup, mereka cenderung menikmati pekerjaan mereka secara aktif dan kreatif. Oleh karena itu manajer cukup memberi motivasi dan menciptakan suasana lingkungan kerja yang baik serta otonomi kepada karyawan maka produktivitas akan meningkat. Teori Y merupakan motor pendorong dalam perencanaan program ruang angkasa pada tahun 1970 dan komunikasi komputer pada tahun 1980 di Amerika. b). Design Based Industry Menjadi ciri industri Barat, sebelum suatu industri didirikan, perancangan dan perencanaan telah dilakukan secara rinci, layout pabrik, fasilitas, mesin, aliran produk dan bahan, hubungan aktivitas, serta prosedur kerja standar telah ditulis dan didokumentasikan dengan lengkap. Tidak mengherankan bila 25 tahun kemudian industri tersebut cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti. Memang manajemen industri Barat ini terstruktur rapi dan rinci sehingga pengelolaannya terkesan sistematis, akan tetapi struktur ini cenderung kaku, karena memang tidak dirancang untuk mengadaptasi dan mengakomodasi perubahan lingkungan yang mungkin akan timbul. c). Dari MRP hingga CIM Dalam merancang sistem produksi, suplai komponen dan bahan memerlukan kecanggihan teknologi, yang mencakup sebagian besar hingga keseluruhan aspek industri. Dengan sesedikit mungkin intervensi manusia, kecanggihan komputer diperlukan untuk perancangan ini, mulai dari MRP (Material Requirement Planning), MRP II (Manufacturing Resource Planning) hingga CIM (Computer Integrated Manufacturing). Biaya investasi yang cukup besar diperlukan untuk mendirikan perusahaan yang akan menuntut komitmen jangka panjang ini. d). Assembly Line dari Ford Sistem Ford adalah suatu sistem produksi masal yang didasarkan pada aliran kerja, yang kadang-kadang disebut sistem otomasi. Ini adalah sistern produksi masal sejati di mana bahan mentah diolah dengan mesin dan dibawa di sepanjang ban berjalan untuk diubah menjadi suku cadang rakitan. Dengan lini rakit yang bergerak dengan kecepatan tetap, komponen dari berbagai jenis kemudian dipasok ke setiap proses perakitan akhir, sehingga akhirnya menjadi mobil rakitan lengkap yang keluar satu persatu dari lini. Metode produksi ini mencerminkan falsafah manajemen bisnis, individualitas orang yang memimpin pabrik dan membentuk budaya hidup karyawan industri. Sistem assembly line ini sekarang sudah diadopsi di berbagai sistem produksi pada umumnya. e). Spesialisasi Spesialisasi merupakan inti pembagian kerja manajemen industri Barat. Keunggulan spesialisasi antara lain bahwa tenaga kerja yang memenuhi syarat mudah didapatkan karena hanya dipersyaratkan memiliki ketrampilan terbatas saja, untuk itu keperluan training yang dibutuhkan bisa lebih cepat. Upah karyawan tentunya bisa lebih rendah dan untuk instruksi maupun kendalinya lebih sederhana. Dengan demikian tingkat mekanisasi dan otomatisasinya bisa menjadi tinggi. f). Manajemen Birokrasi dan Kebangkrutan Birokrasi Amerika. Dalam penyusunan organisasi yang makin lama makin membesar diperlukan pemikiran rasional untuk pengelolaannya, diperlukan manajemen. Muncul struktur organisasi dengan garis-garis komando, lengkap dengan peraturan-peraturan dan job description. Dengan konsep birokrasi inilah negara-negara Barat berkembang pesat. Meskipun sistem manajemen birokrasi telah sedemikian tua, kebangkrutan birokrasi Amerika Serikat pada tahun 1990 masih merupakan peristiwa yang mengejutkan. Tiap negara bagian defisit anggaran besar-besaran dan banyak pemutusan hubungan kerja, sedangkan pemerintah Federal menderita defisit anggaran sampai US$ 350 milyar (Osborne & Gaebler, 1999). Krisis manajemen ini kemudian diikuti Rusia, Eropa Timur dan Jerman. Memang tugas manajemen birokrasi lembaga pemerintah adalah untuk menopang misi kebaikan, demokrasi terbuka, adil tanpa perbedaan, tetapi karena konsep ini dikendalikan secara terpusat, terikat erat pada ketentuan & peraturan yang kaku, dan rantai panjang hierarki komando yang harus diikuti, maka timbul kelambanan (timedelay), operation cost yang mahal dan pemborosan. Bahkan tidak ada perbedaan reward bagi mereka yang rajin dan kreatif dari mereka yang malas. Dengan demikian sulit sekali bagi manajemen mencapai efisiensi pasar. Problem yang sama dihadapi oleh industri-industri manufaktur pada tahun 1980an, ketika mereka harus menghadapi persaingan ketat dengan perusahaan-perusahaan Asia Timur. 2. Kelemahan Manajemen Rasional Linier Barat Industri Barat maju dengan cepat sejak saat itu, hingga saat-saat Amerika merajai ekspor mobil ke seluruh dunia, memanfaatkan kecanggihan ide assembly line dari Ford. Di balik kemajuan itu, ternyata diam-diam industri Barat memiliki banyak kelemahan misalnya produk-produk Barat itu dikenal mahal, boros, dan rumit hingga selalu menimbulkan banyak complaint. Problem yang lebih berat lagi, yang membuat banyak industri bangkrut adalah problem SDM. Kebijakan-kebijakan yang makin menghimpit kesejahteraan buruh membidani cepatnya pertumbuhan serikat pekerja. Makin hari serikat buruh menjadi semakin kuat, sehingga, meskipun produktivitas buruh sedang-sedang saja, gaji buruh di Barat menjadi makin meroket 2 dengan benefit yang kian kelewatan, akibat ancaman mogok dari karyawan. Itulah salah satu sebab mengapa hanya industri kuat saja yang dapat bertahan hidup di sana. Hal ini berlangsung terus hingga saat ini. Dunia industri bukan dunia linier. Permasalahan yang makin nonlinier ini, sering kali sulit diprediksi, sukar diantisipasi. Pengembangan konsep dasar pemikiran manajemen ilmiah F.W. Taylor terpaksa harus mengalami stagnasi kalau sudah menyangkut hubungan antar manusia apalagi dalam ukuran yang sudah tereskalasi. Perkembangan yang lebih diwarnai oleh dorongan kompetisi, sifat individu dan pengembangan penalaran otak kiri itu terpaksa harus menghadapi perenungan ulang setelah terjadinya kebangkrutan industri-industri Amerika, bahkan kebangkrutan birokrasi Amerika di tahun 1990 ini. Sulitnya memahami kenyataan baru seperti ini, sama sulitnya memahami bentuk bola dari bumi kita di era pengetahuan yang masih menganggap bumi datar. Itulah sebabnya sulit pula bagi sementara orang untuk menyadari kenyataan bahwa landasan pengembangan yang hanya bertumpu pada konsep kompetisi dalam masyarakat yang cenderung makin bersifat patembayan murni sebenarnya mengandung bahaya, seperti kebangkrutan industri-industri dan birokrasi Amerika yang dialami beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu, dengan serta merta wakil presiden Amerika memulai proyek Algor yang mencoba melirik kemajuan saudara tua di belahan bumi lain yang perkembangannya menakjubkan saat itu. B. Perkembangan Industri Jepang 1950 - 1995 Sesudah perang dunia II usai, saat akhir masa pendudukan tentara, tahun 1950-an, produksi pertanian, produktivitas tenaga kerja dan perkembangan ekonomi Jepang sudah sehat kembali. Akan tetapi sektor perdagangan sangat sulit untuk pulih. Ekspor tekstil, yang semula merupakan andalan, tidak bisa diharapkan lagi. Dengan modal industri yang ada pemerintah Jepang memilih mensubsidi industri berat bekas keperluan militer untuk dikembangkan, salah satunya industri mobil yang saat itu masih dalam skala kecil dan hanya untuk melayani kebutuhan lokal saja. Pada waktu itu muncul persoalan mendasar, yaitu bagaimana mendapatkan teknologi asing tanpa kehilangan kontrol nasional. Jepang menyadari bahwa memajukan teknologi berarti menciptakan ketergantungan terhadap asing. Jepang sangat hati-hati dalam pertimbangan ini. Oleh karena itu, kebijakan mereka kemudian lebih mengandalkan pada kemampuan industri lokal yang ada. Tahun 1952, Jepang memilih mengembangkan industri mobil yang memiliki industri pendukung kuat. Dalam 8 tahun, kemampuan meniru telah dikuasai sehingga produksi telah 100% menggunakan komponen lokal. Produk-produk baru segera muncul tanpa campur tangan perusahaan induk (Chalmers, 1996). Kemajuan industri Jepang tidak lepas dari jasa Japan Productivity Center, lembaga pengamatan industri Jepang di Washington yang bertugas melayani profesor dan pengusaha Jepang dalam mempelajari rahasia sukses Amerika. Salah satu rahasia kemajuan Amerika adalah penerapan sistem manajemen rasional-ilmiah dari Taylor yang telah membawa Amerika ke jenjang sukses memimpin industri dunia (Imai, 1994). Pada saat itulah Jepang melihat titik-lemah industri Amerika yang belum disadari dan digarap oleh Amerika, yang menurut kacamata Timur bersumber pada “kekakuan birokrasi rasional ilmiah” itu sendiri. Pada perusahaan Amerika, begitu sistem sudah berjalan, tidak pernah diperbaiki lagi. Peluang inilah yang menumbuhkan ide keunggulan Jepang. Konsep modern Amerika itu diterapkan di Jepang dengan cermat, tetapi penerapannya bertahap, sangat disesuaikan dengan kondisi pekerja dan perusahaan Jepang yang ada. Mereka tidak gegabah untuk semena-mena melakukan perombakan, terutama terhadap budaya dan tradisi (Sutrisno, 2000). Malahan, industri Jepang menyadari nilai positif dari kebiasaan interaksi sosial ketimuran yang berupa jagongan, gemar berkelompok dan keengganan menonjolkan diri. Tradisi keseharian ini, ternyata sangat sesuai untuk mengatasi kelemahan kekakuan birokrasi rasional-ilmiah Barat itu. Budaya rembugan bersama ini kemudian digunakan secara rutin dan terjadwal untuk mencari “usaha-usaha kearah penyempurnaan yang berkesinambungan dengan melibatkan semua orang”. 1. Kebangkitan Manajemen Industri Jepang Pasca Perang Dunia II Pada akhir Perang Dunia II Jepang harus terikat berbagai pembatasan dalam kegiatan industrinya. Pukulan ini menyebabkan peran utama manusia makin dominan dalam konsep pengembangan industri Jepang, dimulai dengan motivasi harga diri dan semangat mempertahankan hidup. Dengan mengundang pakar-pakar industri Amerika seperti J.M. Juran dan W.E. Deming, untuk menerangkan Quality Control dan resepresep keunggulan industri Barat lainnya, bangkitlah industri Jepang yang ingin membalas kekalahan dalam perang militer dengan kemenangan perang industri. Mulai tahun 1952-1953 beberapa industri Jepang yaitu Nissan, Isuzu, Hino dan Mitsubishi bekerja sama memproduksi kendaraan di bawah lisensi Austin, Rootes, Renault dan Willys. Komponen lokal mulai dimasukkan. Pada tahun 1960 industri tersebut telah menggunakan 100% komponen lokal (Chalmers,1996). Dengan kunci rahasia sukses industri Amerika, yang didapat melalui Japan Productivity Center itu, digabungkan dengan konsep budaya timur Jepang, maka 40 tahun kemudian muncullah Jepang sebagai raja industri baru, yang mengalahkan industri Barat dengan jurus mereka sendiri, yaitu manajemen Barat, yang telah dipoles dengan budaya dan nilai-nilai tradisi Jepang, dalam bentuk pola kerja Kaizen. 2. Sintesa Manajemen Industri Barat dengan Budaya Timur Blessing in disguise, karena banyak keterbatasan yang dihadapi dalam pengembangan industri Jepang sehingga konsep rahasia sukses Barat yang diterapkan Jepang harus bertahap, sangat disesuaikan dengan kondisi pekerja dan perusahaan yang ada. Kalau keadaan memaksa konsep industrialisasinyalah yang disesuaikan. Konsep dasarnyapun akhirnya berubah. Sistem industri yang di Barat berupa designbased industry, yaitu industri yang operasinya mengikuti pedoman desain awal, maka 3 yang teraplikasi di Jepang terubah menjadi continually-improved-based industry, industri yang pelaksanaannya secara kontinyu diperbaiki tahap demi tahap dengan melibatkan semua unsur manusia di dalamnya. Memang, konsep akumulasi sangat diabaikan oleh dunia industri Barat. Padahal proses akumulasi ini dalam jangka panjang bisa berdampak sangat dramatis. Dalam dunia ilmu pengetahuan modern sebetulnya sudah sangat dikenal bahwa akumulasi adalah sifat alami akibat interaksi dari sistem nonlinier. Akumulasi alamiah hasil interaksi manusia inilah yang nantinya bisa menimbulkan dampak perubahan industri Jepang yang menakjubkan (Sutrisno, 2002). Usaha Jepang menyaingi industri Barat pun dimulai dengan menggunakan jurus mereka sendiri, yaitu manajemen Barat yang telah dipoles dengan budaya dan nilainilai tradisi Timur. Dalam praktek di industri, usaha tersebut meski teraplikasi dengan prinsip yang sama, tetapi muncul dengan nama berbeda seperti Kaizen, Just-in-Time, Total Quality Control dan sebagainya. Kesemuanya secara prinsip lebih nguwongake karyawan, tetapi dengan benchmarking yang makin meningkat ketat terhadap kinerja setiap elemen sistem. Tabel 1 Perbedaan Ciri Manajemen Kaizen, Jepang dengan ciri Manajemen Inovasi Barat Dampak Kecepatan Kerangka waktu Perubahan Keterlibatan Ancangan Cara Pendorong Persyaratan praktis Orientasi usaha Kriteria evaluasi Keuntungan Ciri Manajemen Kaizen Jangka panjang dan berlangsung lama, tetapi tidak dramatis Langkah pendek Terus menerus dan meningkat Berangsur angsur dan tetap Setiap orang Kolektivisme, Kerja Tim, ancangan system Pemeliharaan dan penyempurnaan Pengetahuan dan keahlian konvensional Memerlukan investasi kecil, tetapi usaha besar untuk memeliharanya Manusia dengan Teknologi yang ada Proses dan usaha untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Berjalan baik dalam ekonomi dengan pertumbuhan lambat Ciri Manajemen Inovasi Barat Jangka pendek, tetapi dramatis Langkah panjang Sebentar-sebentar dan tidak meningkat Mendadak dan mudah berubah Memilih beberapa juara Individualisme murni, ide dan usaha individual Membongkar dan membangun kembali Terobosan teknologi, teori baru, penemuan baru Memerlukan investasi besar, tetapi sedikit usaha untuk memeliharanya Teknologi Hasil keuntungan Lebih sesuai untuk ekonomi dengan pertumbuhan cepat Sumber : Imai, 1994 Usaha-usaha penyempurnaan dipikirkan dan dilakukan secara berkelompok. Dari konsep ini, muncullah berbagai keunggulan produk hasil pemikiran tim. Produk Barat menjadi gonjang ganjing digoncang produk Jepang yang dikenal makin lama makin baik dan makin murah. Di awal tahun 1970-an, masyarakat Indonesia dibuat terpana oleh perawatan dan tune-up Honda yang jauh lebih mudah dibanding dengan sepeda motor populer waktu itu, seperti BSA, DKW Hummel dan Sparta. Tahun-tahun berikutnya, makin dikejutkan oleh pemakaian bahan plastik pada sepeda motor, dan selanjutnya makin banyak plastik dan plat tipis press yang digunakan. Dalam 10 tahun, volume ekspor Jepang telah kembali tinggi dalam bentuk mobil, serat sintetis dan elektronik, dan 13 tahun berikutnya, meningkat menjadi tujuh kali lipat. Tahun 1972, Jepang telah menjadi produsen serat sintetis, karet, besi dan mobil terbesar di dunia. Jepang tidak menciptakan teknologi tandingan dalam menghadapi teknologi Barat. Sukses Jepang lebih tergantung pada keberhasilannya mempersenjatai diri dengan budaya Timur untuk meningkatkan daya penetrasinya ke pasar dunia. Menyadari hal ini, Jepang merasa perlu memelihara nilai-nilai dan lembaga-lembaga tradisional tertentu. 3. Keajaiban Solusi Common-Sense dengan Minimalisasi Kecanggihan Teknologi Akibat semangat kerja masyarakat industri Jepang, hasil kerja paguyuban yang secara rajin dan rutin setiap hari berkumpul dan rembugan, meskipun tanpa andalan teknologi canggih, dapat menghasilkan konsep-konsep baru yang akhirnya mampu menggulingkan dominasi industri Amerika (Sutrisno, 2000). Industri Jepang memiliki ciri khas yaitu nguwongake karyawan. Konsep Total Quality Control (TQC) dan Total Quality Management (TQM) yang penerapannya kurang berhasil di industri Barat akibat resistansi karyawan, sebaliknya di Jepang menjadi dorongan semangat kerja yang menyala-nyala. Tidak kalah pentingnya pula konsep manajemen yang fleksibel dan tim fungsional silang yang dikembangkan, akhirnya makin meningkatkan kemampuan industri menangani interaksi rumit di dalam sistem. a). Perubahan Proses Berpikir Kekalahan Jepang dalam perang menandai permulaan baru bagi industri Jepang. Toyoda Kichiro, presiden Toyota Motor Company, berkata, "Kejar Amerika dalam tiga tahun. Kalau tidak, industri mobil Jepang tidak akan bertahan. Untuk itu, kita harus mengenal dan mempelajari cara-cara Amerika". Diketahui di Jepang bahwa satu pekerja Jerman dapat memproduksi tiga kali lebih banyak dari satu pekerja Jepang. Padahal rasio antara kemampuan pekerja Jerman dan Amerika adalah satu banding tiga. Jadi rasio antara Jepang dan Amerika adalah satu banding sembilan. Karyawan keheranan mendengar bahwa untuk mengerjakan pekerjaan satu orang Amerika dibutuhkan sembilan orang Jepang. Tetapi apakah benar orang Amerika dapat mengerahkan usaha fisik sepuluh kali lipat? Jepang menyadari bahwa mereka telah melakukan pemborosan. Bila pemborosan itu bisa disingkirkan, produktivitas pasti naik hingga sepuluh kali. Gagasan inilah yang menandai awal Sistem Produksi Toyota (Ohno,1995). Perubahan proses berpikir perusahaan MK Electronics yang terletak 70 km di luar kota Tokyo merupakan contoh yang ideal. Perusahaan yang memproduksi PCB ini mempekerjakan 17 karyawan ibu rumah tangga di sekitar tanah pertanian tersebut. Empat tahun setelah karyawan bekerja dengan cara berpikir yang baru, Agustus 1994, perusahaan ini berhasil menyerahkan 80.000 PCB rakitan tanpa cacat. Untuk pencapaian itu, tidak ada perubahan karyawan ataupun investasi penambahan mesin 4 dan peralatan, satu-satunya yang berubah adalah pola pikir karyawan dalam cara melakukan tugas mereka (Imai, 1997). Produksi tanpa cacat inilah yang nantinya mengguncang industri Amerika, sehingga agar kompetitif harus mengubah konsep manajemennya. b). Total Productive Maintenance atau TPM Banyak yang tidak menyadari betapa rendah waktu produktif yang sebenarnya terjadi di tempat kerja. Banyak waktu terbuang untuk mencari peralatan yang salah simpan, arsip harus dicari diantara tumpukan yang menggunung dan kondisi ruang kerja yang dipenuhi dengan barang-barang yang hampir semuanya dianggap penting untuk berada di sana. Di dalam praktek industri pada umumnya prosentase waktu produktif sangat rendah. Tabel 2 Prosentase waktu produktif di tempat kerja Kegiatan Waktu produktif Kegiatan Industri praktek Administrasi 5% 30 % Sumber : Imai, 1994 Untuk meningkatkan produktivitas, langkah pertama yang paling nalar dan sederhana adalah penerapan prinsip Lima R (5R) yaitu ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin, yaitu prinsip penataan tempat kerja yang baik, yang diterapkan dalam rangka mencapai ketertiban, efisiensi maupun disiplin di tempat kerja. Banyak yang memandang sepele terhadap langkah ini, tetapi kemudian akan terkejut bila merasakan hasilnya bisa melaksanakannya secara konsisten dan menjadi disiplin diri. Ringkas berarti menyingkirkan yang tidak terpakai, kelebihan suplai, bahan dan hasil, dan menentukan yang diperlukan saja. Rapi bermakna menata semua barang secara teratur dan tertib, yang berarti pula bahwa semua barang harus memiliki nama tertentu, alamat tertentu dan volume tertentu. Dinding berkode, garis batas bercat, lorong harus jelas sehingga aliran bahan, proses dan produk menjadi lancar. Resik berarti menjaga kondisi fasilitas dan mesin, yang bermakna pula memeriksa cacat dan menemukan ketidakberesan. Semua hal diatas perlu dirawat dan dipertahankan sebagai prosedur standar dan kemudian didukung pembinaan sifat rajin dan disiplin diri. Industri Jepang ternama dalam merawat peralatan tua dengan baik. Konsep kurakura dan kelinci merupakan cerita khas dalam prinsip kerja karyawan. Kura-kura yang lebih lambat tetapi konsisten menyebabkan lebih sedikit pemborosan dan jauh lebih diperlukan ketimbang kelinci yang berpacu cepat namun kemudian berhenti berulang kali untuk tiduran. Taichi Ohno berkata bahwa Sistem Produksi Toyota hanya dapat dicapai bila semua pekerja menjadi kura-kura. c). TQC dan TQM untuk Mengejar Amerika Konsep Mutu diterjemahkan menjadi Quality yang unggul, Cost yang serendahrendahnya dan Delivery time atau waktu produksi yang sependek mungkin. Dengan demikian consumer akan mendapatkan kepuasan secara maksimal. Untuk mengejar ketinggalan Jepang dalam hal kendali mutu dari industri Amerika, tahun 1950, Dr. Deming didatangkan untuk memberikan kuliah tentang keajaiban industri Amerika dari Quality Control, penggunaan statistik, kendali proses, siklus PDCA, 7 alat kendali mutu dan rumusan keluar dari krisis industri. d). Sistem Saran dan Gugus Kendali Mutu Semua usaha penyempurnaan produk dipikirkan dan dilakukan sebagai usaha kelompok yang melibatkan semua orang. Semua ide pemikiran akan dipertimbangkan oleh manajemen asalkan bisa membuat proses atau produk a) lebih murah, b) lebih mudah, c) lebih cepat, d) lebih baik, e) lebih presisi, f) lebih praktis, g) lebih sederhana, h) lebih kompak, i) lebih indah, j) lebih kuat dan sebagainya. Setiap saran yang menghemat waktu minimal 0,6 detik diperhitungkan secara serius oleh manajemen. Tidaklah mengejutkan bila produk Jepang yang pada awalnya agak mahal, setiap 3 bulan akan muncul produk baru dengan kualitas lebih baik tetapi harganya lebih murah. Industri Barat kewalahan menghadapi kenyataan ini. Menurut laporan Nomura Research Institute (Imai, 1994), pada pengembangan laser semikonduktor di sebuah perusahaan elektronik terkenal Jepang, penggunaan kosep ini makin menurunkan harga dan meningkatkan kualitas (Tabel 3). Tabel 3 Penurunan Harga dan Peningkatan Kualitas dari Pengembangan Laser Semikonduktor Tabel 4 Perbaikan prosedur, penghematan energi, perbaikan & pengeluaran akibat sistem saran Kegiatan Harga 1978 500.000 1980 50.000 1981 10.000 1982 5.000 1984 2.000 Sumber : Imai, 1994 Umum 100 jam 50.000 jam Penghematan energi & sumber daya Perbaikan prosedur & efisiensi kerja Penghematan perbaikan & pengeluaran Sumber : Imai, 1994 Peningkatan 48 % 25 % 27 % Sedangkan sistem saran yang digunakan di Nissan Chemical (Imai,1994), seperti ditampilkan pada Tabel 4 di atas memberikan peningkatan penghematan energi, perbaikan efisiensi kerja dan penghematan pengeluaran. Dilaporkan pula bahwa penghematan biaya yang cukup signifikan seperti nampak pada Tabel 5. Jumlah terbesar saran yang diterima perusahaan adalah rerata hampir satu juta saran per tahun dicapai oleh Toyota Motor Corporation, dimana sekitar 90% dari saran tersebut direalisasikan. Tabel 5 Penghematan Biaya akibat Sistem Saran di Nissan Chemical Tahun Jumlah saran Penghematan Biaya dikeluarkan 1978-1980 1981 928 987 2,4 juta USD 2,5 juta USD 0,5 juta USD 0,64 juta USD Sumber : Imai, 1994 e). JIT, Filosofi Orijinal Industri Jepang Sistem just-in-time (JIT) adalah sistem yang menyatukan arus proses keseluruhan, supaya mengurangi pemborosan yang tidak diperlukan, mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas dalam berbagai aktivitas termasuk permintaan suku 5 cadang, sistem inventori, dan manajemen dana. Sistem ini diyakini sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan hasil produksi Jepang unggul dalam pasar dunia. Dalam sistem produksi JIT harus diikuti aturan tepat waktu, tepat jumlah dan tepat jenis. Kedatangan terlalu awal atau terlambat, kelebihan atau kekurangan, apalagi salah jenisnya akan meningkatkan biaya, yang berarti pemborosan. Semua bentuk pemborosan harus dihilangkan, pemborosan produk lebih, persediaan, pengerjaan ulang, gerak kerja, proses, waktu tunda dan transpor. Kemudian muncul konsep produksi tarik yang diikuti dengan penerapan sistem Kanban. f). KAIZEN dan Teknologi yang ada Kaizen adalah filosofi kerja yang diturunkan dari hasil sistem pendidikan dan interaksi sosial budaya Jepang yang mengutamakan keharmonisan dan kegiatan bersama. Dampak langsung dari Kaizen adalah produk Jepang yang mencirikan, yang disempurnakan secara berkesinambungan sehingga produk makin lama makin baik kualitasnya dan makin murah harganya. Kalau terobosan di Barat umumnya diakibatkan oleh orang yang bergelar Ph.D, maka dalam industri Jepang terobosan teknologi sangat terbatas karena peran Kaizen lebih dominan dari inovasi teknologi. Itulah sebabnya Honda Motor Corporation hanya memiliki 3 orang Ph.D pada awalnya. Yang dua orang tidak aktif lagi, jadi tinggal seorang, yaitu pendiri perusahaan Honda, yaitu Soichiro Honda, dengan gelar doktor kehormatan. Jadi, penyempurnaan teknologi di Honda tidak memerlukan seseorangpun dengan gelar doktor. Pekerja Jepang lebih menekankan pentingnya kebutuhan sosial, hubungan yang stabil, dan kepentingan jangka panjang. Mereka tidak mau hubungan dengan para majikan sebagai hubungan moneter semata, tetapi juga menginginkan kebutuhan sosial dipenuhi. Selama kebutuhan ekonomi dipenuhi dengan wajar, mereka tidak ingin berpindah dari lingkungan sosial yang satu ke lingkungan yang lain. (Kunio, 1992) g). Produksi Berorientasi Proses Kegagalan hasil adalah kegagalan proses, oleh sebab itu kesalahan dalam proses harus ditemukan, dikenali dan diperbaiki. Berbeda dengan manajemen Barat yang semula hanya berorientasi pada hasil saja, manajemen industri Jepang berorientasi pada proses. Menemukan kesalahan itu sangat penting, karena hal ini berarti pula menemukan peluang untuk perbaikan. Penemuan itu akan ditindaklanjuti dengan perbaikan standar, sehingga diikuti siklus SDCA, Standardize-Do-Check-Action, yang makin lama standar tersebut makin meningkat dan makin sempurna. Dalam manajemen dikenal pula siklus PDCA, yaitu Plan-Do-Check-Action. h). Berbicara dengan Data. Konsep ini merupakan revolusi budaya yang dilakukan manajemen industri Jepang. Budaya Timur yang lebih cenderung verbal telah merombak diri sehingga memiliki berkebiasaan mengumpulkan data. Jadi, ciri menonjol dari industri Jepang adalah mengidentifikasi masalah, mengumpulkan, menganalisis data, dan diikuti dengan rekomendasi penyelesaiannya. Bila disetujui, rekomendasi itu kemudian dilaksanakan. Sehingga dalam industri ini dikenal misalnya 7 alat pemecah masalah (diagram Pareto, Ishikawa, sebar, histogram, peta kendali, grafik dan formulir pemeriksaan), 7 alat kendali mutu, Daftar Pemeriksaan 3-M dan sebagainya. i). Proses Berikut adalah Konsumen Semua pekerjaan pada dasarnya terselenggara melalui serangkaian proses, dan masing-masing proses memiliki pemasok maupun konsumen. Proses berikut harus selalu diperlakukan sebagai konsumen. Aksioma ini merujuk pada dua macam konsumen, yaitu konsumen internal dan pelanggan eksternal yang berada di pasar. Bila hal ini dapat dipakai sebagai dasar komitmen untuk tidak boleh menerima cacat, membuat cacat dan meneruskan cacat kepada proses berikutnya, dan bila semua orang di dalam perusahaan mempraktekkan aksioma ini secara konsisten maka konsumen yang sesungguhnya dapat dipastikan akan menerima produk atau jasa layanan berkualitas tinggi, tanpa cacat. 4. Konsep kekeluargaan, Percaya Masa Depan & Harga Diri Dorongan suburnya semangat paguyuban di dalam industri Jepang memang didukung oleh manajemen puncak. Akoi Morita presiden direktur Sony misalnya, mengemukakan bahwa: " Misi penting dari manajer Jepang adalah membentuk hubungan sehat dengan pegawai, membina rasa seperti keluarga dalam perusahaan, suatu "rasa" bahwa pekerja dan manajer merasa satu nasib …. Betapapun bagus dan suksesnya anda, bisnis dan masa depan anda akan berada di tangan orang-orang yang bekerja pada anda" (Marshall,1998). Rasa sekeluarga inilah yang mendorong semangat kerja karyawan yang demikian kuat. Tidak mengherankan akumulasi konsep perbaikan kontinyu tahap demi tahap dengan melibatkan semua unsur manusia di dalamnya akhirnya berakibat mengejutkan masyarakat dunia. Usaha yang dimulai tahun 50-an itu, dalam 23 tahun telah mampu mempecundangi kejayaan Amerika. Betapa tidak, sangat terkenal bahwa kualitas produk Jepang yang makin lama makin meningkat itu, harganya justru makin murah. Kepercayaan kepada masa depan terlihat kokoh dalam budaya Jepang. Bangsa Jepang dikenal memiliki rasio tabungan masyarakat terbesar di dunia. Kepercayan yang tinggi kepada masa depan ini merupakan unsur pokok dari motivasi pekerja Jepang, yang juga merupakan fondasi dasar positif bagi perkembangan industri (Kunio, 1992). Kelebihan lagi dari bangsa Jepang dalam mendukung pertumbuhan industri adalah kenyataan bahwa lebih dari 90 % orang Jepang merasa kelas menengah (Hicks,1994). Dampak tidak langsungnya menyebabkan bangsa Jepang berhati-hati dalam bertindak, enggan melanggar norma, aturan dan kesepakatan bersama. a). Teori X dan Y diganti Teori Z. Falsafah manajemen yang telah menyebabkan perindustrian di Amerika maju cepat adalah teori X dan Y. Menurut William Ouchi (Hicks, 1994) falsafah manajemen 6 yang menyebabkan Jepang unggul dalam pasar dunia adalah teori Z. Teori Z yang memanfaatkan keunggulan interaksi sosial positif karyawan-manajer di Jepang menekankan efisiensi teknologi dengan menyesuaikan teknologi negara maju sesuai budaya Jepang dan menguasai pasar dunia melalui gerakan QC (Quality Control), pengurangan biaya dan Just-InTime setelah Olimpiade Tokyo. Memang teori Z sangat sesuai dalam usaha percepatan pertumbuhan industri Jepang, tetapi tak ada jaminan hal ini berlaku bila dilaksanakan apa adanya di tempat lain. b). Manajemen Otot Berbeda dengan manajemen industri Barat yang lebih menekankan pada kerja otak pada saat perancangannya, manajemen industri Jepang lebih mengandalkan kerja otot atau kerja keras. Setiap ditemukan dan diidentifikasi permasalahan baru, yang selalu dianggap sebagai peluang untuk perbaikan, dikumpulkan data-data, kemudian dilakukan analisis dan kemudian memberikan rekomendasi tindakan perbaikan. Sangatlah masuk akal kalau produk-produk baru Jepang seperti sepeda motor misalnya, begitu mudah diterima pasar, karena selain memenuhi tuntutan fungsional, juga memuaskan tuntutan estetika, indah, anggun, praktis serta handal akan tetapi tetap ekonomis. Inilah hasil kerja keras manajemen otot, interaksi sosial dan pengaruh dari ketinggian rasa memiliki perusahaan. c). Mendefinisikan Saingan Dalam interaksi antar industri Jepang, persaingan dipahami ibarat pergulatan di antara anak harimau. Mereka bergulat agar dalam perburuan nantinya terampil dalam menangkap mangsa, bukan untuk saling melukai apalagi saling membunuh. Industri Jepang pun tumbuh dan tetap rukun hingga saat ini. Lebih dari 20 tahun, 15 perusahaan hard-disk Jepang berkongsi mengumpulkan dana untuk pengembangan. Dana tersebut digunakan oleh 50 profesor Jepang dari berbagai universitas untuk meningkatkan kualitas dalam persaingannya menghadapi produk hard-disk Amerika. Nampak di sini bahwa nasionalisme dan Imperialisme teknologi merupakan ciri dari masa transisi memasuki abad informasi di penghujung abad dua puluh. 5. Penyelesaian Manajemen Nonlinier Memang pada awalnya sifat industri masyarakat paguyuban, yang lebih mementingkan nilai-nilai sosial dan mengunggulkan peran otak kanan untuk berpikir holistis-empiris dengan ciri emosional menonjol, dengan mudah terbabat habis diungguli oleh sifat industri masyarakat patembayan yang kompetitif, mengutamakan sifat individu dan memuja keunggulan kerja otak kiri. Hal ini banyak dilukiskan dalam film koboi Amerika. Akan tetapi kemudian, dengan menakjubkan industri Jepang membuktikan bahwa, setelah akumulasi waktu, penggabungan konsep patembayan ke dalam konsep paguyuban ternyata menghasilkan sistem yang jauh lebih unggul. Menerapkan "manajemen rasional" tetapi dengan lebih dahulu melalui proses asimilasi, baru kemudian perkawinan dengan budaya lokal, ternyata lebih berhasil, bahkan hanya perlu pengorbanan minimal. Kelambatan proses difusi yang dirasakan pada awalnya akan dibayar dengan pesatnya laju perkembangan di kemudian hari. Harus disadari bahwa sifat ketertundaan atau lagging itu merupakan sifat intrinsik dari sistem non-linier interaksi antar manusia. Penerapan yang bersifat memaksa akan menimbulkan penolakan atau penderitaan, sehingga tumbuh serikat buruh yang makin menguat. Dengan pendekatan budaya dan nguwongke karyawan ini menyebabkan Jepang tidak memiliki serikat buruh. Bahkan motivasi kerja buruh makin tinggi. Dengan demikian terbukti pulalah bahwa dengan pengelolaan yang benar, SDM itu adalah aset bukan merupakan beban. Selanjutnya, sistem nilai yang dimilikipun akan menjadi lebih kaya, tidak hanya yang bersifat terukur, material, jangka pendek, tetapi juga yang bisa dirasakan, dibayangkan dan direnungkan (Sutrisno, 2002). a). Memanusiakan Manusia Perlu dipahami bahwa standar ganda adalah ciri asli yang dimiliki manusia sebagai hasil kreasi kecerdasan otak kanannya. Memahami budaya Timur memang tidak mudah, tetapi tidak berarti harus disederhanakan atau dimaknai paksa dengan menggunakan kacamata budaya lain. Pemaksaan nilai dan norma dapat berakibat pada penolakan, resistansi atau bahkan kekacauan. Pelibatan unsur emosional bisa dibudayakan di industri. Penerapan konsep manufacturing cell pada proses manufaktur suatu benda misalnya, justru akan menyebabkan karyawan menjadi lebih terlibat secara emosional dan meningkat rasa kepemilikannya pada perusahaan. Pelibatan semua orang dalam bentuk sistem saran akan membuat setiap orang merasa diakui eksistensinya, meningkat motivasi kerja karena lebih merasa memiliki sistem industri itu. b). Kohesi Sosial. Tenggang rasa, jiwa sosial dan rasa kebersamaan memiliki banyak manfaat positif dalam sistem manajemen industri. Dalam kondisi krisis misalnya, kelangsungan hidup perusahaan dalam bahaya. Rasa kebersamaan di sini berfungsi bagaikan pegas dari sebuah truk yang sedang merangsak lubang jalanan. Tanpa pegas poros akan hancur. Pegas ini akan mendukung sebagian beban hentakan, sehingga hanya sebagian beban saat itu saja yang langsung harus ditahan poros sehingga tidak putus. Setelah lubang terlewati, barulah kemudian tenaga tersimpan dalam pegas dilepaskan, tertunda beberapa saat. Demikian yang terjadi di Jerman sesudah Perang Dunia II, buruh dan manajer mengadakan pembagian hak dan kewajiban. Pada saat terjadi krisis akibat embargo minyak, kalau di Amerika dan Inggris terjadi keributan buruh-manajer, buruh Jerman tidak memberikan masalah. Demikian juga halnya yang terjadi di Jepang, dalam industrinya tidak pernah terjadi pemogokan. c). Membangun Sistem Nilai. Di Toyota Motor, imbalan yang paling didambakan ialah Hadiah Presiden yang bukan berupa uang tetapi sebuah pulpen yang diberikan kepada penerima hadiah oleh presiden sendiri. Hadiah ini meningkatkan prestasi karena manajemen telah 7 melaksanakan program yang direncanakan dengan teliti sebagai petunjuk kepada karyawan bahwa kerja sama mereka dalam proyek kendali mutu penting untuk suksesnya perusahaan. Tambahan pula, eksekutif puncak menghadiri pertemuan tersebut. yang menunjukkan keterlibatan dan dukungan aktif mereka dalam program itu. Demonstrasi keterlibatan yang terus-terang seperti itu jauh melebihi imbalan uang demi mempersatukan manajemen dan karyawan dalam program (Imai, 1994). C. Perkembangan Industri Korea 1. Pengembangan Manajemen Industri Harus Berbasis Budaya Keadaan negara Korea Selatan pada awal 1970-an amat berbeda dengan keadaan negara maju di Eropa dan Amerika. Kondisi historis, situasi dan budaya Korea berlainan. Perbedaan nyata ini bisa menyebabkan penerapkan teori negara maju tidak cocok dengan situasi dan kondisi Korea. Pemecahan permasalahan yang sangat mendasar ini memaksa Korea harus memiliki teori sendiri, yaitu teori dan falsafah selaku sokoguru dan jiwa perindustrian Korea Selatan. Pengalaman Korea membagi penelitian dasar untuk universitas, penelitian terapan bagi lembaga penelitian pemerintah dan penelitian pengembangan bagi industri swasta ternyata merupakan pengalaman pahit yang gagal, karena kebijakan telah dimanfaatkan sekelompok orang bagi kepentingannya sendiri untuk mendapatkan prioritas dalam pembagian dana penelitian. Secara faktual realistis, riset dan pengembangan diri dunia swasta dilakukan sendiri. Sedang yang lain dilakukan menurut interest penelitian masing-masing. Sementara ahli berpendapat bahwa pemerintah membiarkan kebijakan IPTEK diputuskan oleh orang-orang yang tidak ahli (Lee, 1996). Dari pengalaman 30 tahun ini disadari bahwa pemerintah Korea harus memiliki kebijakan IPTEK yang baik. Diperlukan persamaan persepsi dan inspirasi yang diperlukan untuk bekerjasama bagi perguruan tinggi, lembaga penelitian pemerintah dan industri swasta. Dan satu-satunya jalan untuk mengembangkan teknologi diperlukan kiat, insentif dana dan ancaman hukuman dari pemerintah dalam rangka menggairahkan kerjasama universitas, dunia usaha, lembaga penelitian dan pemerintah. Maka di Korea dibentuklah Dewan Perencanaan Teknologi atau Technology Planning Board yang setingkat dengan Economy Planning Board, semacam BAPPENAS. 2. Teknologi harus Dicari atau Direbut. Kecanggihan dan kemajuan teknologi adalah senjata andalan dan sekaligus kunci daya saing negara maju. Sangatlah tidak masuk akal bila negara-negara maju dengan suka rela akan menyerahkan senjata andalan kepada negara berkembang untuk menyaingi dan berhadapan dengannya. Teknologi tentu saja harus dicari sendiri atau direbut. Menyadari hal ini, sejak tahun 1987 Korea mendorong tim peneliti universitasuniversitas mendorong riset pengembangan produk Hi-Touch. Hi-Touch merupakan salah satu pendekatan penelitian untuk membentuk pasar monopoli dengan memproduksi produk baru yang mencerminkan teknologi domestik serta kreativitas untuk memuaskan keinginan potensial di seluruh dunia. Tim peneliti ini adalah peneliti pertama pada proyek kerjasama perusahaan-universitas yang terdiri atas 25 orang teknisi yang dipilih dari berbagai perusahaan. Para peneliti dalam tim ini wataknya begitu unik dan keras, sehingga banyak yang menyangsikan keberhasilan program (Lee, 1996). 3. Menggunakan Teknologi dan Budaya sebagai Daya Saing Tim ini merupakan tim pertama di dunia yang dalam waktu 2 tahun dapat mengembangkan 12 macam produk yang nilai tambahnya begitu tinggi, serta meraih 180 hak paten. New York Times, BBC, serta berbagai jurnal di Jepang, Perancis, Australia memberi respon yang luar biasa. Penyebab hasil penelitian tim ini sukses di luar dugaan adalah karena para peneliti saling membantu dalam pemecahan permasalahan tanpa pandang bulu itu tugasnya atau tidak. Semua tugas dianggap tugas seluruh anggota tim. 4. Teori W Demikianlah, suatu negara dapat berkembang dan tumbuh terus menerus bila negara itu harus memiliki falsafah manajemen industri sendiri dalam mengembangkan teknologi. Tanpa memiliki falsafah manajemen industri sendiri, dan terus berharap menjadi negara maju, maka harapan tersebut adalah harapan yang tidak masuk akal. Pertumbuhan perekonomian Amerika dan Jepang telah mengembangkan falsafah manajemen mereka sendiri sehingga menumbuhkan perkembangan industrinya. Industri di Amerika maju karena teori X dan Y, dan Jepang unggul dalam pasar dunia karena teori Z. Teori Z di Jepang menekankan efisiensi teknologi dengan menyesuaikan teknologi negara maju dengan budaya Jepang dan akhirnya dapat menguasai pasar dunia melalui gerakan Quality Control, pengurangan biaya dan sistem produksi Just-In-Time setelah pelaksanaan Olimpiade Tokyo. Korea berpendapat, jika Korea tidak memiliki teori dan falsafah manajemen yang unik maka mereka akan terombang-ambing di antara teori perekonomian Amerika dan gaya manajemen Jepang. Walaupun Korea berusaha ekstra keras, hasilnya hanya akan memboroskan tenaga saja. Prof. Myun W. Lee (Lee, 1996), bapak industri Korea, menerangkan Teori W, yang menyatakan bahwa agar suatu negara dapat berkembang dan tumbuh terus menerus, maka negara tersebut karus memiliki falsafah manajemen sendiri dan memiliki pola pikir yang dapat bersaing dengan negara maju. Negara tersebut harus menentukan pula pola perkembangan industri yang berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumberdaya alam yang unik supaya bisa diakui sebagai negara yang mandiri. 8 Amerika Serikat dan Jepang, serta akhirnya Korea Selatan telah melakukan perkembangan pola industri yang berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumberdaya alam yang unik mereka. Kejayaan industri Amerika diperoleh akibat pengembangan budaya kerja masyarakat Barat, kejayaan industri Jepang didapatkan akibat pengembangan budaya Timur yang diperkaya dengan manajemen Barat. Demikian pula strategi pengembangan industri Korea Selatan, yang oleh Myun W. Lee dilukiskan secara simbolik dalam cerita a) Perlombaan kelinci dan kura-kura dan b) Perlombaan sapi, tikus dan lebah. a). Perlombaan antara Kelinci dan Kura-Kura Kalau di Indonesia dikenal cerita perlombaan antara kancil dan siput, Jepang mengenal perlombaan antara kelinci dan kura-kura, yang akhirnya dimenangkan kurakura karena kelinci walau cepat tetapi banyak tidur untuk beristirahat. Begitulah Taichi Ohno, wakil presiden Toyota Motor Company berpendapat bahwa Sistern Produksi Toyota hanya dapat dicapai bila semua pekerja menjadi kura-kura (Ohno, 1995). Di lain pihak, kebijakan industri Korea meyakini kecenderungan lain yang berkembang akhir-akhir ini, bahwa kelinci tidak mau tidur lagi, tapi selain berlari cepat, juga menggali lubang dan memasang kawat berduri supaya kura-kura tidak bisa mengejarnya. Seperti yang dilakukan negara maju dengan dalih perlindungan ozon, pembatasan emisi karbon dioksida pada perjanjian Rio de Janeiro, Korea Selatan menderita krisis energi dan krisis industri elektronika. Agar kura-kura bisa menang, maka kura-kura harus mau memasukkan kaki dan tangan ke dalam kerangnya dan berani menjatuhkan diri berguling sampai ke jurang di bawah yang nanti akan dilalui kelinci. Demikian pula industri Korea bisa menang, bila mau mengumpulkan kemampuan dan meramalkan gerakan arah perkembangan teknologi di luar negeri, melakukan usaha-usaha kreatif dan membuat strategi efektif untuk mendorong usaha itu, yang salah satu usahanya diawali dengan pengembangan proyek HiTouch.. dengan menambah kreativitas dan ciri khas budaya bangsa Korea pada produk teknologi tinggi itu. Memang Amerika berhasil menemukan super-conductor pendinginan nitrogen cair, tetapi tidak berhasil dalam praktek menerapkannya pada model kereta api bantalan udara dengan levitasi magnetis (magnetic levitation). Jepang mengambil teknologi levitasi tersebut dan jadilah kereta api magnetic levitation pertama dunia. Sebaliknya, Korea tidak mengembangkan super conductor, tetapi mengembangkan kompor electronik yang dilengkapi dengan sensor suara, atau remote control dengan kecerdasan buatan yang bisa mengoperasikan 4 alat elektronik sekaligus, atau telepon teknologi tinggi berkomputer untuk meningkatkan efisiensi kerja kantor. Permintaan produk-produk kreatif bercirikan budaya Korea pada industri-industri sangat potensial. D. Kebangkitan Manajemen Industri Amerika. Pukulan balasan dari kemajuan industri Jepang yang mendasari diri dengan filosofi industri Just-In-Time sangat berat dirasakan oleh industri Amerika pada tahun 1980-an. Harley Davidson yang telah memasuki usia 80 tahun, antara tahun 1981-82 menderita rugi demikian parah karena datangnya empat pesaing industri Jepang, yaitu Honda, Yamaha, Suzuki dan Kawasaki. Kerugian ini akibat dari kekecewaan pelanggan sebelumnya pada produk Harley Davidson yang dianggap terlalu mahal, dan juga pelayanan purna jual yang dikenal tidak memuaskan. Penerapan JIT membuat perusahaan ini sehat kembali. Antara tahun 1982-86 terjadi perbaikan kinerja, produktivitas karyawan naik 50 %, pengerjaan ulang turun 80 %, biaya garansi turun 46 %. Perusahaan sepeda motor ini mulai untung kembali sejak 1983 (Dilworth, 1989). Pada perusahaan-perusahaan yang lain terjadi pula perubahan yang spektakuler. Rangkuman dari lima perusahaan Amerika ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Perbaikan spektakuler karena JIT di Amerika Average lead time reduction 90 % Inventory turun 35 - 79 % Change-over time turun 75-94 % Harga material yang dibeli turun 6-11 % Cost of quality turun 26-63 % b). Perlombaan antara Sapi, Tikus dan Lebah Menurut Lee, pengembangan teknologi tinggi Amerika bisa diumpamakan bagaikan sapi yang berlomba lari dengan tenaga besar, sedangkan teknologi Jepang, yang dalam pengembangan produknya sering menerapkan teknologi tinggi yang dikembangkan Amerika tersebut, diumpamakan seperti tikus yang selama perlombaan duduk di atas kepala sapi. Ketika mendekati garis finish, tikus langsung lompat ke depan dan tiba di garis finish lebih dahulu dan memenangkan perlombaan. Korea harus menciptakan strategi pembangunan industri sendiri, yaitu, Korea Selatan harus menjadi lebah yang duduk di kepala tikus, yaitu tikus yang duduk di kepala sapi itu, dan memiliki hubungan baik dengan sapi dan juga tikus. Sejalan dengan Teori W, Korea Selatan membiarkan Jepang mengembangkan produk dengan teknologi tinggi hasil pengembangan Amerika, tetapi kemudian Korea Selatan mengembangkan produk Hi-Touch yang memenuhi permintaan potensial konsumen Sumber : Dilworth, 1989. Antara tahun 1993-1995, pada kebanyakan industri Amerika Serikat, penurunan pemborosan waktu disampaikan pada Tabel 7 (Imai, 1997). Tabel 7 Kegiatan Waktu setup Waktu tempuh produksi Waktu siklus kerja Penghentian jalur produksi Penurunan Pemborosan Waktu Karena JIT Penurunan 66,4 55,7 17,9 52,1 Kegiatan Jarak lintasan gerak benda kerja Luas tempat kerja Jumlah komponen per unit Biaya cacat produksi Penurunan 54,1 29,4 57,0 95,0 9 Kebutuhan tenaga kerja Barang dalam proses Persediaan barang jadi 32,0 59,3 43,5 Pengerjaan ulang Gagal produksi Kebutuhan jumlah mesin 71,7 45,9 34,0 Sumber : Imai, 1977. 1. Reliability Beyonds Quality Control Tahun 1980-an industri Amerika banyak menderita kerugian karena produkproduk Jepang banyak merebut pasar industri Amerika. Meskipun sebagian industri kembali sehat setelah menerapkan filosofi JIT kedalam sistem produksinya, tetapi tentu saja konsep manajemen JIT yang bercorak budaya Timur ini tidak dengan mudah diterima masyarakat Barat. Oleh karenanya konsep nilai atau corak manajemen yang lebih sesuai dengan budaya Amerika perlu dicari. Sejarah perkembangan industri Amerika terkait dengan politik luar negeri negara adi daya ini. Dari perkembangan industri teknologi tinggi yang dimotori oleh ancaman perang nuklir antar benua tahun 1960-an, yang setelah memasuki abad ruang angkasa bergeser menjadi perlombaan pendaratan manusia di bulan, muncullah Amerika dengan teknologi-teknologi yang berisiko tinggi. Kegagalan misi Apollo-13 dan kecelakaan pesawat ulang alik Chalenger memberikan pelajaran yang sangat pahit bagi sejarah pengembangan teknologi Amerika. Dari pengalaman ini kemudian muncul konsep tentang kehandalan atau reliability (Cox dan Tait, 1993). Konsep kehandalan ini melengkapi konsep Quality Control Amerika. Memang waktu itu produk Amerika, yang hanya lolos Quality Control, kurang bisa berkompetisi menghadapi produk Jepang yang menggunakan label TQC, yang memang benar-benar terbebas dari cacat. Dengan pengembangan konsep kehandalan ini, yang menuntut penelusuran langkah-langkah proses dan menekan tingkat probabilitas cacat sampai tingkat yang dikehendaki, akhirnya kualitas produk Amerika mulai diyakini pelanggan dan costumer satisfaction pun meningkat. Konsep ini sebenarnya hanyalah bentuk lain dari TQC dan Quality Circles industri Jepang. 2. Manajemen Six Sigma dari Motorola. Pelajaran saat Motorola diambil alih oleh industri Jepang meripakan pengalaman berharga. Perusahaan Motorola dibawah manajemen Jepang, segera memproduksi televisi dengan jumlah kerusakan satu dibanding dua puluh dari yang pernah diproduksi di bawah manajemen Motorola. Sejak saat itu Motorola memutuskan untuk menekuni kualitas dengan serius. Kualitas itu dipandang identik dengan kepuasan pelanggan. Untuk pencapaian kualitas dan pemenuhan kepuasan pelanggan, Motorola berkonsentrasi pada beberapa inisiatif operasional kunci. Pertama "Kualitas Six Sigma", yaitu suatu pengukuran statistik variasi hasil yang diharapkan Six Sigma, berupa penurunan cacat tidak lebih dari 3,4 per juta produk, termasuk pelayanan pelanggan. Kedua, pengurangan siklus waktu total atau delivery time, yaitu mulai dari saat pelanggan menempatkan pesanan sampai barang dikirim. Hal ini memerlukan pemeriksaan sistem total, termasuk desain, produksi, pemasaran, dan administrasi. Dengan JIT, yang diterapkan sebelumnya guna pengurangan pemborosan, lengkap sudah konsep QCD sebagai definisi dari kualitas. Karyawan seluruh tingkat terlibat. Karyawan yang bukan eksekutif berpartisipasi melalui Participative Management Program Motorola. Tim sering bertemu untuk menilai kemajuan pemenuhan tujuan kualitas, identifikasi inisiatif baru dan penyelesaian permasalahan. Imbalan bagi pekerjaan kualitas tinggi diperoleh dari pembagian hasil penghematan rekomendasi tim. Motorola selalu mengukur tingkat kualitas untuk dapat konsisten melebihi pesaingnya. Setiap enam kelompok utama memiliki program patokan yang menganalisis semua aspek dari produk pesaing untuk menilai kemampuan produksi, kehandalan, biaya produksi dan kinerja. Kesadaran baru dari konsep ini adalah berlakunya Paradoks Manajemen. Artinya, untuk mencapai tingkat kinerja Six Sigma, harus dikurangi ketidakpastian (variasi) dengan cara membangun kemampuan fleksibilitas, yaitu mampu mengakomodasi ketidakpastian. Revolusi penting dari manajemen baru ini salah satunya adalah diperbolehkannya tim dan individu untuk mencoba hal baru. Hal ini berarti bahwa manajemen Motorola mulai memahami nonlinieritas hubungan antar-manusia dan pengembangan teknologi. Pemborosan harus dikurangi untuk mendapatkan kinerja optimum, untuk itu diperlukan proses mencoba hal-hal baru meskipun itu juga sebuah pemborosan. Pemimpin harus waspada untuk meyakinkan bahwa paradoks ini dimengerti. Dengan tuntutan kualitas seperti diatas, diperlukan kemampuan tim dan individual yang memahami gabungan konsep manajemen otak kiri dan otak kanan yang tergabung secara sinerji. Dengan demikian manajemen Six Sigma ini dalam banyak sudut memiliki kemiripan dengan kerangka dasar manajemen industri Jepang, hanya saja hubungan sebab-akibatnya agak terbalik. Manajemen ini berawal dari tujuan memuaskan pelanggan, sehingga diperlukan penekanan cacat dan kegagalan yang terukur agar tetap rendah. Untuk itu diperlukan kerja tim yang sangat sinergi, banyak berkomunikasi, selalu rajin mencari peluang perbaikan dan berani mencoba hal-hal baru. Melalui produksi massal khusus, perusahaan dapat memenuhi pesanan pager atau seluler yang tepat dalam beberapa menit setelah pesanan diterima. Motorola kini dapat membangun pager dan telepon seluler dalam satuan berkisar dari satu unit sampai 100.000(Pyzdek, 2002). E. Keterpurukan Indonesia adalah Krisis Manajemen Dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan teknologi tidak mesti harus teknologi tinggi. Teknologi bisa berupa teknologi budidaya ulat sutera, pengeringan gabah, penggorengan emping melinjo, produksi tahu, kerajinan gerabah dan bambu, hingga produksi mobil, kereta api, kapal laut, peluru kendali, helikopter dan pesawat terbang. Sebagai negara yang dalam proses pertumbuhan, informasi yang diperoleh 10 sangat terbatas sehingga kasus-kasus yang dibahas di sini umumnya kasus teknologi tinggi dan menengah saja. Marilah kita tinjau kasus Indonesia. 1. Perkembangan Industri oleh Pedagang Pada industri otomotif, perkembangan Indonesia dalam era kemerdekaan terbagi dalam 4 perioda. Tahun 1945-1970 adalah saat peta bisnis otomotif Indonesia diwarnai trend mobil Amerika dan Eropa. Tahun 1970-1975 terjadi transisi menuju dominasi produk Jepang. Dominasi ini dipercepat oleh pengaruh krisis energi dunia, dengan keunggulan produk Jepang yang hemat bahan bakar. Tahun 1975-1995 trend mobil Jepang dan kebijakan penciutan merek telah membangkitkan konglomerasi industri mobil Indonesia dengan munculnya Astra Group, Kramayudha Tiga Berlian dan Indomobil Group (Chalmers, 1996). Perioda tahun 1995 hingga kini, karena kegagalan membangun industri mobil milik nasional, telah terjadi perubahan besar-besaran di bidang industri otomotif Indonesia dengan munculnya diregulasi dan entry baru mobil Korea, Eropa dan Malaysia ditengah come-back-nya berbagai merek dari seluruh penjuru dunia. Ketergantungan Agen Tunggal Pemegang Merk terhadap prinsipal, baik dalam hal pengadaan bahan baku, sumber pengadaan, serta aturan mengekspor mobil yang dibuat di Indonesia, menyebabkan industri otomotif dalam negeri tidak dapat berunding dengan vendor asing dan menyebabkan industri otomotif pun tidak berkembang. Investasi tidak dilakukan sepenuhnya. Sementara harga mobil sangat tinggi, dan yang lebih memprihatinkan adalah terjadinya ketidakseimbangan neraca perdagangan di sektor ini setiap tahun, akibatnya proses alih teknologi dan keahlian pembuatan mobil di Indonesia berjalan sangat lambat. Pemberian fasilitas kebijakan selama 25 tahun, dengan berbagai perlindungan dan rangsangan, kemandirian industri otomotif Indonesia belum juga nampak. Dalam industri mobil ini, learning-process dari transfer teknologi memerlukan waktu lama dan dibayar mahal. Hal ini lebih disebabkan oleh kepercayaan pengambil keputusan yang banyak bersandar pada mekanisme pasar. Kebijakan pengembangan teknologi lebih bertumpu pada indikator-indikator ekonomi makro, dan keyakianan bahwa teknologi mobil pada saatnya secara menyeluruh akan kita miliki. Banyak yang tidak menduga bahwa industri mobil mulai tahun 1970-an bukan relokasi fasilitas secara lengkap, melainkan lebih sebagai pembagian industri komponen tertentu saja, semacam pembagian kerja internasional. Konsep Kaname Akamatsu, 1930, tentang strategi pengembangan industri Jepang mengikuti formasi angsa terbang atau the flying geese formation ini sebenarnya lebih merupakan mekanisme negara maju memasok barang modal sementara negara berkembang memasok sumber alam atau tenaga kerja murah. Belajar dari kegagalan alih-teknologi tersebut, akhir-akhir ini banyak pihak menumpukan harapannya pada pengembangan industri manufaktur swasta seperti Texmaco dan beberapa usaha awal BUMN. 2. Kegagalan dan Usulan Membangkitkan Pengembangan Teknologi Industri Perkembangan industri paling menarik di Indonesia adalah industri kedirgantaraan. Industri ini berkembang diawali dengan penggunaan teknologi pesawat Casa, Spanyol dengan mengikuti 4 tahapan, yaitu lisensi menghasilkan pesawat NC212, codesign pesawat CN235, design pesawat N250 dan saat dilanda krisis sedang menuju tingkat advancement. Dari tinjauan technological-learning, industri ini cukup sukses dengan pencapaian kemampuan desain N250. Sedangkan dari tingkat kesuksesan usaha industri dalam jangka panjang, tetap menjadi bahan perdebatan. Hingga saat ini, tahapan sertifikasi N250 masih belum kunjung selesai. Dari kasus ini, yang jelas teknologi bukan hal yang didapatkan dengan cuma-cuma, tetapi harus dicari sendiri dan dikembangkan atau harus direbut. Kelemahan pertumbuhan industri Indonesia baik di BUMN, BUMNIS maupun swasta lebih disebabkan oleh problem manajemen, kurang serius dalam manajemen kualitas, kinerja manajemen, performance rating karyawan dan tolok ukur keberhasilan kurang diperhatikan. Metoda-metoda peningkatan kinerja manajemen dan pemacu laju pengembangan teknologi, seperti yang dilakukan industri Jepang maupun negara maju lainnya, kurang diprioritaskan. Rendahnya tingkat perkembangan teknologi Indonesia lebih banyak disebabkan oleh pemisahan tugas pengembangan riset ilmu dasar di perguruan tinggi, riset terapan di lembaga penelitian pemerintah dan riset pengembangan di industri. Kegagalan di Indonesia ini serupa dengan kegagalan Korea Selatan dalam 30 tahun usahanya menjadi negara maju, terutama, karena pemerintah kurang tegas dalam menentukan strategi dan pola pengembangan industri jangka pendek dan panjang yang berlatar belakang kultural, ciri khusus masyarakat dan sumberdaya alam unik Indonesia. Strategi pengembangan teknologi sampai saat ini yang cenderung mengekor negara maju, tanpa menyadari ketergantungan teknologi-teknologi tersebut di masa mendatang. Dengan pembagian wilayah penelitian, maka masing-masing institusi cenderung hanya mengembangkan riset berdasar interest masing-masing, kurang berminat melakukan usaha ekstra untuk memadukan usaha sinergi demi kepentingan perkembangan teknologi nasional. Pemerintah harus segera menentukan strategi dan pola pengembangan teknologi yang sesuai dan berawal dari kondisi saat ini, dan juga pemerintah harus juga tegas akan menghentikan dukungan pada universitas yang mengabaikan pembaharuan pendidikan dan perkembangan industri, perusahaan yang mengabaikan perkembangan teknologi dan lembaga penelitian yang tidak memperhatikan realitas dunia industri 3. Teori Catur Menarik untuk dikaji, kemungkinan adanya peluang bagi pemula untuk mengalahkan grand master catur seperti Karpov. Bila seorang grand master dapat dengan mudah mengalahkan puluhan pemain andalan tanpa memusatkan pikiran, berarti kemampuannya banyak diperoleh dari pengalaman panjang mengikuti 11 permainan-permainan catur. Perlu dibayangkan, bila aturan main sedikit diubah, misalnya bukan hanya kuda yang berjalan L, tetapi juga pion-pionnya, apakah konsekuensinya ? Bila dilakukan cukup latihan dengan menggunakan aturan baru ini, besar kemungkinan grand master Karpov bisa dikalahkan. Jepang telah menggunakan strategi ini, misalnya, untuk dapat masuk supermarket Jepang, produk asing memerlukan usaha kurang lebih setahun, karena persyaratanpersyaratan kebijakan supermarket, karena kepala pembelian (shunin) yang selalu sibuk bersama dengan pelanggan dan budaya Timur yang memiliki banyak praktek prosedural. Itulah sebabnya sedikit produk asing bisa masuk supermarket Jepang, tetapi produk Jepang dengan mudah memenuhi supermarket di seluruh dunia. Demikian juga turis di Bali, aturan yang mengharuskan turis memakai kain sarung dan ikat kepala Bali untuk memasuki pura, menjadikan turis selalu ingin kembali untuk mendapatkan pengalaman itu lagi. Jadi, dengan aturan asing yang tidak ada di negerinya itu, turis menjadikan pengalaman itu sebagai kenikmatan dan mengulangnya kembali, meskipun harus menyewa kain sarung dan ikat kepala. Memang, industri yang berwawasan budaya selalu berdaya saing tinggi. Sulit Karpov dikalahkan dengan aturan catur konvensional. Indonesia ber-bisnis dengan IMF menggunakan logika ekonomi impor dari Amerika, tentu saja kita akan selalu dibawah bayang-bayangnya. Perlu disimak pernyataan pemenang hadiah nobel ekonomi baru-baru ini, bahwa banyak pelaku ekonomi yang justru tidak mengikuti pemikiran ekonomi rasional. Strategi kebijakan yang sangat bertumpu pada aliran klasik dan neo klasik banyak yang menguntungkan pelaku ekonomi atau industri kuat. Mungkin karena ekspektasi rasionalnya, atau industri dan pelaku ekonomi kuat lebih siap untuk mengadaptasikan diri, mengambil keuntungan dari kelemahan aturan dan kelemahan perangkat hukum yang ada. Yang jelas, aliran klasik dan neo-klasik lebih cenderung untuk bersikap statis, mengikuti kaidah equilibrium, atau do-nothing yaitu menyerahkannya pada hukum alam, yang secara pasti Indonesia akan dibuat sebagai sapi perahan negaranegara maju. Untuk pengembangan perekonomian Indonesia nampaknya diperlukan pembaharuan strategi, misalnya pemikiran dari ekonom yang kurang setia pada prinsip ekonomi itu sendiri. Kalau mau menggali, Indonesia sarat dengan ilmu-ilmu ekonomi, ilmu politik dan ilmu-ilmu dasar lainnya yang sebenarnya justru telah dikuasai oleh masyarakat tradisional. Seperti wayang misalnya, di dalamnya terkandung strategistrategi politik dan ekonomi nonlinier yang masyarakat tradisional telah mengenalnya dengan baik. Bahkan di dalam sistem-sistem budaya tradisional tersimpan harta kekayaan budaya yang sangat berharga lainnya seperti sistem-sistem nilai, sistemsistem sosial kemasyarakatan yang 30 tahun terakhir terdevaluasi oleh sistem pemikiran derivasi konsep rasional, yaitu konsep yang sebenarnya telah kandas, dan bahkan stagnasi menghadapi sistem nonlinier budaya manusia yang sebenarnya. 4. Menumbuhkan Industri, Lapangan Kerja dan Daya Beli Masyarakat Krisis ekonomi sebanyak 14 kali di Jepang selama kurun waktu 20 tahun terakhir telah menjadikan jumlah penjualan mesin-mesin dalam industri mobil saja berkembang 40 kali lipat. Hal ini berarti setiap krisis meningkatkan volume penjualan 3 kali lipat (Lee, 1996). Penyebab utama kejadian ini adalah sistem manajemen industri Jepang yang terstruktur rapi tetapi fleksibel. Setiap krisis mengisyaratkan pembenahan sistem menjadi lebih efisien. Sistem manajemen Indonesia tidak demikian halnya. Penerapan setengah paksa manajemen Barat atas anjuran IMF yang tanpa memperhitungkan kesiapan dan kondisi Indonesia telah membuat pegawai negeri Indonesia, terpana pada JUKLAK atau petunjuk pelaksanaan manajemen. Selama 30 tahun berlalu hingga reformasi, manajemen Indonesia malahan mengalami manajemen imitasi, manajemen yang nampaknya teratur rapi tetapi di dalamnya banyak rekayasa yang cenderung mengadung unsur-unsur penipuan, dengan peluang tinggi menyeleweng dari asas keadilan dan kejujuran. Karakter manajemen yang terstruktur rapi tapi cenderung kaku ini banyak ditinggalkan, sedang karakter manajemen yang fleksibel tetapi cenderung praktis dengan peluang besar penyelewengan makin banyak diikuti. Itulah yang terjadi kali ini, Indonesia mengalami krisis manajemen yang sangat hebat. Krisis manajemen Indonesia tidak mampu menahan goncangan nilai tukar rupiah kita terhadap mata uang asing, sehingga krisis ekonomi yang terjadi sulit untuk pulih kembali. Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi ini di Indonesia tetap menjadi tugas utama pemerintah untuk segera menegakkan pelaksanaan pemberantasan korupsi dengan penegakan hukum yang tegas, sebagai syarat pertumbuhan industri. Problematika ekonomi Indonesia sebenarnya adalah pengangguran dan rendahnya daya beli masyarakat. Logika sederhana penyelesaiannya yaitu dengan meningkatkan jumlah industri dan memperkuat ekspor Indonesia. Dengan mengalirnya dolar ke Indonesia, nilai tukar rupiah akan menguat dan daya beli masyarakat akan terus meningkat, di lain pihak lapangan kerja terbuka makin banyak. Di sinilah letak kesalahpahaman tentang karakter nonliner dari sumber daya manusia, yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan industri dan pengembangan teknologi. Kekuatan karakter nonlinier ini memerlukan persyaratan lingkungan yang mempersubur kerjasama atau malahan kalau mungkin paguyuban. Hal ini telah dibuktikan keampuhannya dalam Teori Z Jepang, Teori W Korea Selatan dan yang terakhir kerja tim yang dipersyaratkan oleh Manajemen Six Sigma, perusahaan Motorola, Amerika. Dengan demikian semua pernyataan dan tindakan pemimpin, petinggi negara, pakar politik, ekonomi atau lainnya yang cenderung menghambat dan merusak penggalangan kerjasama, kerukunan dan pembentukan kelompok paguyuban akan mempersulit dan merugikan pertumbuhan industri, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan ketangguhan ekonomi rakyat. Hal ini sangat bijak untuk dicermati bersama. 12 5. Mengembangkan Teori U dan Teori V Mendukung Pertumbuhan Industri Sebagian masyarakat Indonesia masih bersifat paguyuban, sebagian lagi sudah bersifat patembayan. Keduanya perlu mendapatkan konsep pengembangan manajemen yang erat dengan latar belakang kultural masyarakatnya. Kemudian kualitas dan kuantitas kandungan materi secara perlahan ditingkatkan. Untuk masyarakat yang masih kuat karakter paguyuban-nya dikembangkan sebut saja Teori U, yaitu gaya manajemen mirip Teori Z yang makin dilengkapi dengan berbagai senjata andalannya. Bedanya dengan Teori Z, manajemen Teori U lebih diwarnai oleh latar belakang kultural, historis dan ciri khas masyarakat setempat. Sedangkan untuk masyarakat yang karakter patembayan-nya dominan dikembangkan sebutlah Teori V, yaitu gaya manajemen mirip manajemen Six Sigma, yang warna rasionalnya tegas, dengan tambahan warna latar belakang kultural, historis dan ciri khas masyarakat bila dapat diidentifikasi. Pengembangan Teori U dan Teori V diperkirakan makin lama akan makin bertemu atau searah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang makin merata. Yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah pemilihan strategi teknologi untuk dikembangkan yang akan memberikan peluang dapat tumbuh terus bagi Bangsa Indonesia. Tentunya hal ini memerlukan pula pembentukan Dewan Perencanaan Teknologi yang anggotanya memiliki wawasan yang luas dan jauh untuk bisa memilih strategi pengembangan teknologi yang tepat. F. Mengembangkan Manajemen dan Teknologi Sendiri. Dari uraian di atas nampaklah bahwa penyelesaian rasional krisis ekonomi Indonesia menuntut keberanian pemerintah untuk secara tegas mendukung pertumbuhan industri dengan teknologi pilihan bangsa sendiri dan mendukung pengembangan sistem manajemen yang berlatar belakang budaya, historis dan ciri khas masyarakat. 1. Usulan Pedoman Pengembangan Industri Manufaktur Indonesia 1. 2. 3. Dalam pengembangan industri manufaktur diperlukan pedoman Indonesia memerlukan Komitmen Politik Pemerintah untuk secara serius menetapkan kebijakan pengembangan industri manufaktur dan teknologi. Pemerintah harus tegas menentukan sikap bahwa pemerintah akan menghentikan dukungan pada universitas yang mengabaikan pembaharuan pendidikan dan perkembangan industri, perusahaan yang mengabaikan perkembangan teknologi dan lembaga penelitian yang tidak memperhatikan realitas dunia industri. Perlu disadari bahwa Nasionalisme dan Imperialisme teknologi merupakan ciri menonjol dari masa transisi transisi abad informasi ini. Mempelajari teori dan falsafah manajemen negara maju tentu saja dianjurkan, tetapi hanya sebagai acuan dan tidak untuk ditiru. Indonesia harus mengembangkan falsafah manajemen sendiri. Jika Indonesia hanya meniru negara 4. 5. 6. 7. 8. 9. maju, Indonesia akan mengalami kesulitan seperti yang dialami Korea selama 30 tahun dalam perjuangannya menjadi negara maju. Indonesia harus mempunyai pola pikir yang dapat bersaing dengan negara maju dengan mengusahakan perkembangan industri tanpa henti. Dalam iklim perdagangan bebas, yang dibutuhkan adalah segera tercipta struktur industri negara yang dapat bersaing yang di masa depan mungkin akan memimpin negara-negara maju. Untuk itu Indonesia perlu menentukan pola perkembangan perindustrian berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumber daya alam yang unik supaya Indonesia dapat diakui sebagi negara mandiri dari segi ekonomi. Budayawan harus mulai memasuki dunia pengembangan teknologi, untuk ikut serta menyusun strategi pengembangan SDM dan pengelolaannya baik di daerah dan di kota-kota metropolitan. Hindari pengembangan teknologi, yang investasi dana oleh negara-negara maju besar-besaran dan Jangka Panjang, yang hanya berakibat Indonesia akan selalu mengekor, mengejar burung yang terbang dan menjadi sapi perah bagi negara maju yang diikuti. Kita harus berani mengembangkan teknologi kreatif yang sekarang masih belum kelihatan prospeknya, dengan kondisi yang ada, menuju prospek pasar yang belum ada pemiliknya. Universitas dan konsursium lembaga penelitian harus secara konsisten bekerjasama dengan usaha kecil dan menengah dalam mengembangkan teknologi dan strategi manjemen yang akan meningkatkan pengharapan pertumbuhan mereka. Mengalihkan perhatian dari sekedar melakukan penelitian menjadi mengadakan pemeran, mewujudkan hak paten dan membuat produk uji coba. Kita tidak boleh melupakan penerapan keunggulan manajemen Barat, Jepang dan Korea. Dalam usaha membentuk manajemen masa depan kita, manajemenmanajemen di atas itu bisa digunakan sebagai titik awal dari perbaikan kinerja dan organisasi dalam membentuk manajemen yang memenuhi "paradoks manajemen" yaitu organisasi yang terstruktur cermat, rapi dengan kehandalan tinggi, tetapi cerdas dengan memiliki fleksibilitas tinggi sehingga efisien dan mampu beradaptasi dengan perubahan. 2. Saran Dukungan Kebijakan Non-Teknologis Dukungan kebijakan non-teknologis diperlukan demi kesuksesan pengembangan industri manufaktur, yang selain akan menyerap tenaga kerja, juga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Dukungan tersebut antara lain: 13 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kepercayaan atas masa depan Indonesia yng akan lebih baik, dimulai dari petinggi negara Komitmen nasional untuk mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan Memberikan pinalti bagi pejabat tinggi negara yang mengutamakan ambisi golongan atau individual di atas kepentingan nasional Memutuskan tindakan emerjensi untuk menyusun UU pemberantasan korupsi dan pelaksanaan ketentuan hukum secara tegas dan disiplin. Petinggi negara menahan diri dari pernyataan-pernyataan dan tindakan yang menghambat atu merugikan langkah-langkah penggalangan kerjasama yang sangat kondusif bagi iklim pertumbuhan industri yang sekaligus juga kesempatan kerja. Pernyataan-pernyataan yang bersifat menjurus pada pemecahan kerukunan dan mempertajam konfrontasi mendapatkan sangsi-sangsi normatif. Keberanian untuk menentukan masa depan sendiri tanpa dibayangi oleh pengaruh kekuatan asing, sehingga negeri ini bisa lebih dewasa dan lebih mandiri. Demi kepentingan nasional, perlu mengangkat kembali sistem-sistem nilai berwawasan nasional, oleh karena itu pemerintah harus tegas menentukan sikap bahwa pemerintah akan menghentikan dukungan dan perijinan pada stasiun TV yang kurang aktif dalam program-program pengembangan budaya nasional. DAFTAR PUSTAKA David Marshall (1998) Kisah Sukses Bisnis: Akio Morita dan Sony, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. David Osborne and Peter Plastrik (1997) Banishing Bureaucracy; The Five Strategies for Reinventing Government, Addison-Wesley, Reading MA. David Osborne, Ted Gaebler (1999) Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government): Mentransformasikan semangat wiraisaha ke dalam sektor publik, LPPM, Jakarta Ian Chalmers (1996) KONGLOMERASI: Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ilya Prigogine & Isabelle Stengers (1984) Order Out of Chaos: Man's New Dialogue with Nature, Bantam Books, Toronto. James B. Dilworth (1989) Production and Operations Management: Manufacturing and Nonmanu-facturing, Random House, New York. Masaaki Imai (1994) Kaizen: Kunci sukses Jepang dalam Persaingan, LPPM, Jakarta Masaaki Imai (1997) Gemba Kaizen: Pendekatan akal sehat, biaya rendah pada manajemen, PPM, Jakarta. Myun W. Lee (1996) Teori W: Gaya Manajemen Korea. Penerbit Andi, Yogyakarta. P.M. Senge (1990) The Fifth Discipline: the Art and Prctice of the Learning Organization, Doubleday, New York Philip E. Hicks (1994) Industrial Engineering and Management: A new perspective, McGraw Hill, New York S.J. Cox & N.R.S. Tait (1993) Reliability, Safety and Risk Management: An integrated approach, Butterworth-Heinemann, Oxford. Sutrisno (2000) Mengembangkan Industri dengan Konsep Budaya, Kedaulatan Rakyat, 26-8-2000 Yk. Sutrisno (2002) Keterpurukan Manajemen Amerika dan Indonesia, Kedaulatan Rakyat, 26-2-2002 Yk. Taiichi Ohno (1995) Just-In-Time dalam Sistem Produksi Toyota, PPM, Jakarta. Thomas Pyzdek (2002) The Six Sigma Handbook, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Yoshihara Kunio (1992) Pembangunan Ekonomi Jepang, UI-Press, Jakarta 14 INDUSTRI MANUFAKTUR AMERIKA, JEPANG, KOREA & MENGGAGAS PENGEMBANGAN INDUSTRI TEKNOLOGI INDONESIA b). c). Kohesi Sosial. ................................................................................. 7 Membangun Sistem Nilai. ............................................................... 7 C. PERKEMBANGAN INDUSTRI KOREA ................................................ 8 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 PENGEMBANGAN MANAJEMEN INDUSTRI HARUS BERBASIS BUDAYA .... 8 TEKNOLOGI HARUS DICARI ATAU DIREBUT. ........................................... 8 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DAN BUDAYA SEBAGAI DAYA SAING ....... 8 TEORI W ................................................................................................. 8 a). Perlombaan antara Kelinci dan Kura-Kura .................................. 9 b). Perlombaan antara Sapi, Tikus dan Lebah .................................... 9 A. PERKEMBANGAN INDUSTRI BARAT ................................................ 1 D. KEBANGKITAN MANAJEMEN INDUSTRI AMERIKA. .................. 9 Dr. Ir. Sutrisno, MSME Daftar Isi ABSTRAK ........................................................................................................ 1 1. PERKEMBANGAN MANAJEMEN INDUSTRI AMERIKA SEBELUM 1970-AN ..... 1 a). Teori X dan Teori Y ....................................................................... 2 b). Design Based Industry ................................................................... 2 c). Dari MRP hingga CIM .................................................................. 2 d). Assembly Line dari Ford ................................................................ 2 e). Spesialisasi .................................................................................... 2 f). Manajemen Birokrasi dan Kebangkrutan Birokrasi Amerika. ...... 2 2. KELEMAHAN MANAJEMEN RASIONAL LINIER BARAT ................................ 2 B. PERKEMBANGAN INDUSTRI JEPANG 1950 - 1995 .......................... 3 1. KEBANGKITAN MANAJEMEN INDUSTRI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II . 3 2. SINTESA MANAJEMEN INDUSTRI BARAT DENGAN BUDAYA TIMUR ............ 3 3. KEAJAIBAN SOLUSI COMMON-SENSE DENGAN MINIMALISASI KECANGGIHAN TEKNOLOGI ........................................................................ 4 a). Perubahan Proses Berpikir............................................................ 4 b). Total Productive Maintenance atau TPM ...................................... 5 c). TQC dan TQM untuk Mengejar Amerika ...................................... 5 d). Sistem Saran dan Gugus Kendali Mutu ......................................... 5 e). JIT, Filosofi Orijinal Industri Jepang ............................................ 5 f). KAIZEN dan Teknologi yang ada ................................................. 6 g). Produksi Berorientasi Proses ........................................................ 6 h). Berbicara dengan Data.................................................................. 6 i). Proses Berikut adalah Konsumen .................................................. 6 4. KONSEP KEKELUARGAAN, PERCAYA MASA DEPAN & HARGA DIRI ........... 6 a). Teori X dan Y diganti Teori Z. ....................................................... 6 b). Manajemen Otot ............................................................................ 7 c). Mendefinisikan Saingan ................................................................. 7 5. PENYELESAIAN MANAJEMEN NONLINIER ................................................... 7 a). Memanusiakan Manusia ................................................................ 7 1. 2. 3. 4. 1. 2. RELIABILITY BEYONDS QUALITY CONTROL ......................................... 10 MANAJEMEN SIX SIGMA DARI MOTOROLA. .......................................... 10 E.KETERPURUKAN INDONESIA ADALAH KRISIS MANAJEMEN . 10 1. 2. 3. 4. 5. PERKEMBANGAN INDUSTRI OLEH PEDAGANG ....................................... 11 KEGAGALAN DAN USULAN MEMBANGKITKAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INDUSTRI ........................................................................... 11 TEORI CATUR ........................................................................................ 11 MENUMBUHKAN INDUSTRI, LAPANGAN KERJA DAN DAYA BELI MASYARAKAT....................................................................................... 12 MENGEMBANGKAN TEORI U DAN TEORI V MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI ..................................................................... 13 F. MENGEMBANGKAN MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI SENDIRI 13 1. USULAN PEDOMAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA ............................................................................................ 13 2. SARAN DUKUNGAN KEBIJAKAN NON-TEKNOLOGIS ............................ 13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14 15