Analisis Dampak Industri K-Pop Korea Selatan terhadap Perekonomian Indonesia Disusun oleh: Galang Anggriawan BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman budaya atau multi kultur. Dengan adanya multi kultur, Indonesia tetap damai dan menghargai akan nilainilai yang terkandung didalam budaya tersebut, meskipun sesekali terjadi sebuah konflik karena sifat etnosentris dari setiap orang pemegang kultur tersebut, tetapi Indonesia tetap mempertahankan budaya yang dimiliki.Namun beberapa tahun belakangan ini, kita sedang diguyur demam korea (Korean Wife), dimulai dengan adanya penayangan film-film korea di Indonesia oleh beberapa stasiun televisi (Tv) swasta ternama, serta kedatangan artis-artis korea di Indonesia yang sedang gencargencarnya di tahun 2012 dan 2013 lalu. Tema yang disajikan pun beragam, mereka mengenalkan budayanya untuk dijadikan bentuk soft power. Mengacu pada banyaknya jumlah penggemar Korea saat ini, maka terbentuklah basis penggemar Korea yang dikenal dengan sebutan KoreaLovers. Mereka secara rutin saling bertemu dan berkomunikasi, saling tukar menukar informasi. Bahkan mengganti nama-nama panggilan mereka dengan nama-nama Korea. Cara bicara mereka juga unik, yaitu dengan menyelipkan istilah-istilah dalam bahasa Korea. Tidak sampai disitu saja, mereka juga terobsesi untuk mempelajari bahasa Korea. Efeknya, saat ini tempat kursus bahasa Korea semakin menjamur. Tak ketinggalan pula segala atribut yang berlabel Korea menarik minat mereka, mulai dari produk-produk elektronik, alat make-up, fashion, restoran makanan khas Korea, festival budaya Korea menjadi incaran fandom. Mereka berusaha untuk menunjukkan identitas ke-Korea-an mereka lewat produk-produk yang mereka gunakan. Korean Wave mampu mempengaruhi pola hidup dan cara berpikir masyarakat indonesia. Hal ini lah yang disadari pemerintah Korea, bahwa dengan merebaknya Korean Wave, akan membuka jalan bagi kemajuan ekonomi Korea. Pemerintah Korea menyadari betul potensi Korean Wave sehingga rela mengucurkan dana untuk membiayai produksi hiburan mulai dari film, sinetron hingga musik. Biaya besar yang dikucurkan pemerintah Korea memang tidak sia-sia. Terbukti, setelah merebaknya Korean Wave, pendapatan Negara meningkat dari sektor pariwisata. Menurut situs http://www.kbs.co.kr, sekitar 8,5juta wisatawan asing berkunjung ke Korea di akhir tahun 2010. Jumlah inisangat jauh berbeda dibandingkan tahun 2000 saat Korean Wave belum setenar sekarang, yaitu sekitar 1,5 juta wisatawan asing saja. Belum lagi dari sektor industri. Peningkatan penjualan juga terjadi pada produk- produk korea yang sering digunakan para artis Korea. Selain itu, secara tidak langsung hal ini tentunya dapat meningkatkan citra nasional Korea. Penyebaran pengaruh Korean Wave bukan hanya meningkatkan peluang untuk melaksanakan pertukaran budaya, meningkatkan interaksi budaya tetapi juga menjadi sarana untuk melegalkan ideologi Korea agar mudah diterima dunia Internasional.[1] Dengan adanya penyebaran K-Pop di Indonesia memberi dampak negatif maupun positif yang berkorelasi terhadap perekonomian Indonesia tersendiri. Secara tidak langsung Indonesia sebagai masyarakat yang konsumtif merupakan pasar terbesar sebagai target market Korean Wafe. 1. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, dapat ditarik sebuah kerangka rumusan masalah yakni bagaimana dampak industri K-Pop dapat memengaruhi Indonesia serta relevansinya dengan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan? 1. C. Landasan Konseptual Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori dan konsep untuk menganalisa bagaimana industri K-Pop dapat memengaruhi keadaan pasar ekonomi Indonesia serta relevansinya dengan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan. Adapun teori yang kami pakai adalah liberalisasi ekonomi dan soft power, sedangkan konsepnya kami memakai multi track diplomacy (track 1 dan track 2). 1. Liberalisasi Ekonomi Suatu teori yang menjelaskan fenomana sosial ekonomi masyarakat baik dinegara berkembang maupun Negara maju. Efektivitas yang terjadi di suatu Negara yang memiliki modal (baik Negara maju maupn Negara berkembang) untuk bias meningkatkan kapabilitas ekonomi. Meskipun, Negara maju mempunyai tingkat pendapatan ataupun investasi kekayaan yang bisa dikatakan lebih besar dari Negara berkembang.Sehingga,polarisasi ekonomi Negara maju bisa berefek ayaupun berpengaruh terhadap efektivitas perekonomian di Negara berkembang (modal). Namun, hal yang dihadapi oleh negara berkembang adalah dampak dari investasiinvestasi yang menjamur (sebut Indonesia) tidak bisa mengimbangi lapangan pekerjaan ekonomi yang ada, sehingga faktor untuk menumbuhkan budaya sendiri masih dibilang dini dikarenakan SDM yang harus diperhatikan terlebih dahulu. Ketimpangan ekonomi disini bisa dilihat dari banyaknya produk korea yang telah merambah di sektor pasar di Indonesia. Adanya liberalisasi ekonomi bisa mengakibatkan tertutupnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dibutuhkan pemfilteran pada produk-produk asing, bukan hanya di dalam produk tapi bargaining dari pembuat kebijakan atau pemerintah sendiri harus waspada untuk mengimbangi demam budaya negara gingseng tersebut. Sehingga cost-benefit yang didapatkan oleh indonesia maupun negara yang bekerjasama mendapatkan manfaat yang berimbang tanpa mengesampingkan dan mereduksi budaya Indonesia yang jauh lebih beragam jika para memegang kekuasaan pintar mengolah maupun mengaktualisasikan serta mempromosikan salah satu budaya (hiburan seperti: tari tradisional, topeng, wayang kulit, dll) dikancah internasional maupun membumikannya ditanah air pertiwi. 1. Soft Power Sebagaimana penjelasan Joseph Nye mengenai soft power dalam bukunya Soft Power: The Means to Success in World Politics, dimana ia mendefinisikan dimensi ketiga kuasa ini sebagai kemampuan menciptakan pilihan-pilihan bagi orang lain, yakni kemampuan memikat dan mengooptasi pihak lain agar rela memilih melakukan suatu hal yang kita kehendaki tanpa kita perlu untuk memintanya. Nye menyebutkan bahwa soft power suatu negara terdapat terutama dalam tiga sumber, yakni kebudayaan, nilai-nilai politik dan kebijakan luar negerinya. Joseph Nye berargumen bahwa disamping sisi nilai tradisi dan bangunan politik serta kebijakan luar negeri sebuah negara, budaya merupakan salah satu elemen soft power yang mampu memberikan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain. Bentuk daya tarik yang sangat bersifat emosial dan psikologis ini menjadi modal besar bagi sebuah bangsa untuk dapat menjalin hubungan kerjasama lebih jauh dengan negara lain. Bahkan lebih dari itu, dengan adanya bentuk persuasi dari pendekatan budaya, dapat menjadi acuan dan sandaran keberlangsungan hubungan harmonis antar bangsa. Lebih jelasnya Nye mengatakan sebagai berikut: It arises from the attractiveness of country’s culture, political side, and policies. When you get others to admire your ideas and to want what you want, you do not have to spend so much on sticks and carrots tomove them on your direction. seduction is always more effective than coercion and many values like democracy, human rights, and individual opportunities are deeply seductive.[2] Lebih jauh lagi, budaya dapat menjadi sebuah bekal dalam rangka membangun kekuatan bargaining sebuah negara. Hal ini dapat ditelusuri kemudian dengan adanya fakta lapangan bahwa hubungan luar negeri yang memiliki jangkauan lebih luas dibanding kebijakan luar negeri yang dikendalikan secara prosedural oleh pemerintahan paling tidak, memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung akan tingkat keterterimaan sebuah negara oleh negara lain. 1. Track 1 (State) dan Track 2 (kelompok kepentingan) 1. Multi-track diplomacy adalah konsep yang dikembangkan oleh Louise Diamond dan John W. McDonald. Kami menggunakan track 1 dan 2 untuk penelitian tersebut,yakni: 2. Track one diplomacy adalah diplomasi yang dilakukan oleh aktor negara yakni pemerintah (government-to-government) dan merupakan elemen penting dalam diplomasi. Track one diplomacy dilakukan dengan mempertimbangkan aspek formal dalam proses pemerintahan karena dilakukan oleh kepala negara ataupun diplomat professional serta wakil-wakil yang telah diberi instruksi oleh negara yang berdaulat.[3] 3. Track two diplomacy adalah bentuk diplomasi yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara dalam situasi informal untuk dapat menangani konflik-konflik antar kelompok masyarakat yang tujuannya menurunkan ketegangan dengan cara meningkatkan komunikasi dan saling pengertian untuk menciptakan perdamaian dunia. Menurut McDonald, diplomasi jalur kedua ini adalah sebagai pendukung diplomasi jalur pertama dalam membuka jalan bagi negosiasi-negosiasi dan kesepakatan yang dilakukan oleh Pemerintah. 1. D. Metode Penelitian Kami menggunakan unit analisa dampak koren wafe (K-Pop) korea selatan sebagai inti pembahasan, sedangkan perekonomian dan hubungan diplomasi Indonesia sebagai unit eksplanasinya. BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. A. Pengertian K-Pop atau Korean Wafe Korean wave adalah sebuah istilah yang merujuk pada popularitas budaya pop Korea di luar negeri.GenreKorean wave berkisar dari film, drama televisi, dan musik pop (K-pop).Perkembangan yang sangat pesat dialami oleh industri budaya Korea melalui produk tayangan drama televisi, film, dan musik menjadikannya suatu fenomena yang menarik untuk diimplementasikan sebagai sebuah bagian dalam pelaksanaan soft diplomacy yang mampu membangun citra Korea Selatan dan mendukung peningkatan posisi Korea Selatan di forum internasional secara umum dan Indonesia secara khusus.[4] Dewasa ini, Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu negara paling makmur di Asia yang ditandai dengan perekonomian Korea Selatan kini terbesar ketiga di Asia dan ke-13 di dunia.[5] Hal penunjang kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak lain karena sektor industri teknologi transportasi dan teknologi komunikasi yang juga didukung oleh sektor kebudayaannya melalui Korean wave. Pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama dengan pariwisata dan produk K-Pop menghasilkan pendapatan total hampir US$2 miliar.[6] Selain itu, menurut statistik Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri musik K-pop telah menghasilkan US$794 juta tahun 2011 dan mengalami peningkatan 25% dari US$637 juta di tahun 2010 seiring K-pop semakin diminati oleh masyarakat internasional.[7] 1. B. Hubungan Bilateral Indonesia-Korea Selatan Interaksi ataupun perjanjian dalam melakukan hubungan kerjasama yang dilakukan oleh dua negara merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Negara satu sama lain berhubungan dalam banyak kesempatan dan permasalahan, namun banyak kegiatan diplomatik dilakukan secara bilateral. Dewasa ini, hubungan internasional yang dicirikan oleh interdependensi yang semakin intens dimana tidak ada satu negarapun di dunia ini yang dapat memenuhi kebutuhan di dalam negerinya sendiri, maka menjalin kerjasama bilateral menjadi salah satu instrumen untuk memanfaatkan setiap peluang mencapai kepentingan nasional.Ruang lingkup hubungan internasional mulai dari politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosialbudaya, lingkungan hidup dan hak asasi tentunya juga menjadi salah satu atau lebih dari sebuah isu dalam hubungan bilateral. Dalam hubungan kerjasama yang dijalin antar dua negara diharapakan merupakan hubungan yang saling mengisi kepentingan masing-masing.Adapun upaya kerjasama tersebut tidak mengabaikan hak kedaulatan suatu negara. Hal tersebut sejalan dengan definisi hubungan bilateral menurut Juwondo yakni: Hubungan interaksi antar dua negara yang dikembangkan dan dimajukan dengan menghormati hak-hak kedua negara untuk melakukan berbagai kerjasama pada aspekaspek kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan atau mengucilkan keberadaan negara tersebut serta menunjukkan dan memberikan nilai tambahan yang menguntungkan dari hubungan bilateral itu.[8] Pelaksanaan hubungan bilateral dilakukan guna meraih mutual benefit.Secara ideal kedua negara bekerjasama untuk saling menguntungkan dengan menyelaraskan tujuan nasional dan politik luar negeri masing-masing negara. Hubungan bilateral yang dijalin oleh dua negara tentunya memilki sifat dari sasaran yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan beberapa peluang dan tantangan yang akan dihadapi. Hal tersebut sepatutnya lebih cenderung pada peluang keuntungan yang akan diberikan dalam pelaksanaan kerjasama yang dijalin, karena peluang menjadi salah satu faktor sukses atau gagalnya suatu kerjasama. Pada umumnya hubungan bilateral mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara.[9]Terkait hal tersebut Kusumohamidjojo menyatakan bahwa “kerjasama lebih mudah dijalin melalui bidang kebudayaan daripada di bidang militer”.[10] Korea Selatan memiliki suatu peluang besar dengan mengimplementasikan budaya pop melalui musik sebagai salah satu objek dalam menjalin hubungan kerjasama dengan Indonesia, sehingga dapat menciptakan hubungan yang harmonis melalui kebudayaan dan bisa memperkenalkan negaranya ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hubungan diplomatik Korea Selatan dengan Indonesia secara resmi dijalin September 1973 dan intensitas hubungan kerjasama meningkat dalam lima tahun terakhir yang tercermin dari semakin bertambahnya ikatan kerjasama antara kedua negara di berbagai bidang mencakup politik, keamanan, ekonomi, perdagangan dan sosial budaya. Korea Selatan menjalin hubungan diplomatik di bidang kebudayaan dengan Indonesia sangat membantu menopang pemasukan sektor ekonomi-perdagangan sekaligus dapat meningkatkan kekuatan politiknya karena Indonesia merupakan bangsa pasar dan negara demokrasi yang besar. 1. C. Kenaikan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan dari tahun 2005 sampai tahun 2012 Tingkat pertumbuhan ekonomi Korea Selatan tetap 4 % tahun lalu, karena adanya kekhawatiran berlanjutnya kemacetan ekonomi.Sebenarnya keadaan ekonomi Korea lebih baik dari pada yang diperkirakan, dengan mencatat pertumbuhan mendekati 5 % pada triwulan ke 4 yang memberikan harapan cerah.Meskipun demikian, pendapat yang mengatakan perekonomian telah benar-benar pulih masih dianggap dini, atau belum mempunyai alasan yang kuat.Konsumsi dalam negeri mungkin meningkat, namun ekspor yang merupakan mesin utama kemajuan ekonomi Korea, masih mengalami banyak masalah sebagai akibat dari memburuknya kondisi perdagangan. Penghitungan nasional yang diumumkan oleh Bank Sentral Korea ( BOK ), hari Rabu, memperlihatkan keadaan ekonomi tahun lalu. Produk domestik bruto GDP tahun 2005 hanya naik 4 %, dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan berada dibawah potensi pertumbuhan 5 % untuk 3 tahun berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi, mengalami hambatan yang serius semenjak tercapainya pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat pada tahun 2002, yakni 7 %. Kemudian dengan anjloknya eksport, pertumbuhan ekonomi jatuh hingga 3.1 % pada tahun 2003, dan diperkirakan pertumbuhan itu hanya 4,7 % pada tahun berikutnya. Pertumbuhan triwulan ke tiga tahun lalu tercatat 4,5 %, diikuti oleh peningkatan terus menerus hingga mencapai 5.3 % pada triwulan ke 4. Namun GNI perkapita nasional yang menunjukan daya beli masyarakat, tidak cukup memberikan harapan. Pendapatan Nasional secara menyeluruh GNI pada tahun lalu hanya mengalami pertumbuhan 0.5%, yang merupakan terendah semenjakterjadinya krisis keuangan pada tahun 1998 dan juga lebih buruk dari pada saat trerjadinya kemerosotan konsumsi domestic pada tahun 2003 dan 2004. Melonjaknya harga minyak internasional dan menguatnya nilai tukar uang Won Korea terhadap dolar Amerika berpengaruh negatif pada perdagangan luar negeri Korea, yang pada gilirannya menrunkan semangat atau menimbulkan kelesuan ekonomi.Yang mengkhawatirkan adalah kecendrungan seperti itu belum mereda. Bank Sentral Korea (BOK) menargetkan bahwa Korea akan tetap mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5 % tahun ini.Beberapa pihak barangkali akan mengajukan argumentasi meskipun hal itu terjadi, namun Korea terus maju menuju negara yang tingkat pendapatan nasional sebanyak 20.000 dolar. Sebenarnya GNI perkapita Korea bila diukur dengan dolar menempati posisi pertumbuhan 14.8 % yakni sebanyak 16.291 dolar. Bagiamanapun dengan menguatnya nilai tukar Won terhadap dolar Amerika maka tingkat pertumbuhan itu diartikan hanya 2.7 % bila dirubah menjadi Won Korea. Bank Setral Korea memperkirakan penguatan nilai tukar Won terhadap dolar masih akan berlanjut tahun ini. 1. D. Kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan serta korelasinya dengan pertumbuhan ekonomi kedua Negara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea (Korea Selatan) telah menyepakati 8 (delapan) proyek kerjasama hasil inisiatif kedua negara. Proyekproyek itu di antaranya adalah Jembatan Selat Sunda, pembangunan real kerata api di Bengkulu – Muara Enim, dan pembangunan pembangkit batubara di Sumatera Selatan. Kesepakatan untuk melaksanakan kerjasama hasil inisiatif kedua negara itu merupakan hasil pertemuan delegasi pemerintah RI yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa dengan delegasi pejabat Korsel dalam Korea-Indonesia Jeju Initiative, di Halla Hall, International Conventiton Center, Jeju, Korsel, Kami – Jumat (11-12 Oktober) lalu.[11] “Pertemuan ini diarahkan pada rencana investasi Korea Selatan dalam beberapa proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),” jelas Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Adapun 8 (delapan) proyak yang disepakati dalam Korea-Indonesia Jeju Initiative itu adalah jembatan Selat Sunda, proyek gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG), pembangunan rel kereta api Bengkulu-Muara Enim, restorasi Sungai Ciliwung, pembangunan kluster industri berbasis pertanian, pembangunan jembatan Batam-Bintan, pembangunan pembangkit batubara di Sumatera Selatan, dan pembangunan kantor cabang perusahaan kapal asal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Total nilai delapan proyek itu sebesar 50 miliar dollar AS. Menko Perekonomian berharap agar hubungan Indonesia dan Korea Selatan semakin erat dari waktu ke waktu. “Joint commision dan working group semacam ini sangat penting untuk mempererat hubungan kedua negara. Hubungan Indonesia dan Korea Selatan yang telah berlangsung hampir 40 tahun, merupakan sebuah hubungan saling menguntungkan, terutama di bidang ekonomi. Dalam kaitan itu, ia menginginkan agar kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan terus meningkat. Selain mempererat hubungan kedua negara, joint commision dan working group juga penting untuk merealisasikan target volume perdagangan Indonesia dan Korea Selatan menjadi 100 miliar dollar AS pada tahun 2020, dan meningkatkan arus invetasi Korea Selatan di Indonesia. Kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan telah mengalami peningkatan pesat selama beberapa tahun terakhir. Total perdagangan Indonesia-Korea Selatan pada tahun 2011 mencapai 29,4 miliar dollar AS, dengan nilai ekspor 16,4 miliar dollar AS dan impor 12,9 miliar dollar AS. Angka itu mengalami peningkatan 44,8 persen dibandingkan dengan total perdagangan pada tahun 2010 sebesar 20,3 miliar dollar AS. Selama periode Januari-April 2012, total perdagangan kedua negara mencapai 9,8 miliar dollar AS atau naik 12,17 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2011, yaitu 8,8 miliar dollar AS. Trend total perdagangan kedua negara selama tahun 2007-2011 positif sebesar 25,11 persen. Selain itu, Korea Selatan juga dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki minat serius untuk melakukan investasi di Indonesia. Dua perusahaan besar dan ternama Korea Selatan, Pohang Iron and Steel Company dan Honam Petrochemical Corporation, berencana membangun pabrik di Indonesia. Pembangunan pabrik Pohan Iron and Steel Company memiliki arti penting bagi Indonesia untuk memenuhi permintaan besi baja. Sedangkan pembangunan pabrik Honam Petrochemical Corporation di Indonesia diharapkan akan memperkuat industri petrokimia dalam negeri. 1. E. Soft Diplomacy korea Selatan Salah satu bentuk penerapan hubungan bilateral adalah melalui diplomasi.Diplomasi dapat dilakukan dalam berbagai dimensi baik bilateral, regional maupun internasional.Unsur kekuatan diplomasi sangat diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan suatu negara merdeka.Diplomasi telah menjadi bagian integral setiap negara dalam menjalankan hubungan internasional. Kekuatan diplomatik akan sangat bermanfaat bagi suatu negara untuk menjaga pertahanan nasional serta mencari kesempatan baru dalam menjalin hubungan persahabatan dengan negara lain.[12] Pengertian diplomasi menurut Sumaryo Suryokusumo adalah: Cara-cara di mana negara melalui wakil-wakil resmi maupun wakil-wakil lainnya termasuk juga para pelaku lainnya, membicarakan dengan baik, mengkoordinasikan dan menjamin kepentingan-kepentingan tertentu atau yang lebih luas dengan mengadakan pertukaran pandangan, pendekatan, kunjungan-kunjungan dan bahkan sering dengan ancaman-ancaman dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan lainnya. Diplomasi sebagai upaya suatu bangsa untuk mencapai kepentingan nasional dan instrumen dalam pelaksanaan kebijakan politik luar negeri, tentunya ditunjang oleh power yang dimiliki suatu negara.Tujuan diplomasi yang diharapkan suatu bangsa adalah terciptanya landasan persahabatan yang membimbing bangsa-bangsa menuju kerjasama dan perdamaian. Dengan demikian, diplomasi yang merupakan seni, cara atau teknik atau strategi dalam menyampaikan kebijakan dengan wakil-wakil negara lain demi memperjuangkan suatu kepentingan mengalami perkembangan dari bentuk yang tradisional dengan menggunakan ancaman-ancaman menjadi diplomasi yang lebih modern dengan pendekatan yang lebih lembut dan bersifat persuasif yakni dengan menggunakan soft power. Joseph Nye menyatakan pengertian Soft power adalah “getting others to want the outcomes that you want without inducements (“carrots”) or threats (“sticks”).[13]Soft power ini sendiri melengkapai dua dimensi hard power suatu negara yakni militer (”carrots”) dan tekanan ekonomi (“sticks”) dimana soft power menjadi cara ataupun perilaku ketiga untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hard power dan soft power hakikatnya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tindakan pihak lain namun perbedaannya terletak pada perilaku dan sumber daya yang digunakan. Bentuk soft power merupakan bentuk power yang mudah menarik perhatian negara lain dengan melalui pendekatan lebih lembut dan tanpa ancaman untuk mencapai apa yang diinginkan oleh suatu negara, seperti melalui sumber daya budaya. Adapun tiga sumber utama dalam soft power yakni, daya tarik budayanya, nilai politik dan kebijakan luar negerinya.Budaya adalah seperangkat nilai dan bentuk praktik dalam menciptakan makna terhadap suatu masyarakat yang mana bentuk budaya itu sendiri dapat berupa seni artistik, pendidikan, bahasa kesusastraan, hingga budaya pop yang fokus ke bentuk hiburan untuk masyarakat umum (musik, tarian, film). Jika dalam kebudayaan suatu bangsa mengandung nilai-nilai yang universal dan kebijakan mempromosikan nilai-nilainya dan memiliki daya tarik bagi pihak lain maka hal tersebut dapat meningkatkan popularitas suatu negara karena daya tarik yang dibentuk melalui budaya tersebut.[14]kekuatan diplomatik itu dapat dijalankan tanpa menggunakan biaya politik dan kekuatan militer yang cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa ada kekuatan ataupun instrumen lain dalam penentuan kebijakan luar negeri. Soft diplomacy merupakan pelaksanaan kebijakan pemerintah sebagai bentuk nyata dari penggunaaan instrumen selain politik dan militer dalam hubungan internasional yang membawa unsur soft power dalam pengaplikasiannya.Disamping itu, dalam memainkan peran penting di era globalisasi ini dimana pelaksanaan diplomasi dimudahkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga mengharuskan pemanfaatan soft power yang dimiliki suatu negara dilakukan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan nasional suatu negara melalui soft diplomacy.[15] Sebagai jawaban praktik hard diplomacy yang mewakili aktivitas terkait dengan kekerasan, agresifitas, tindakan koersif, pemakaian perangkat militer dan embargo ekonomi, soft diplomacy terkait aktivitas-aktivitas diplomasi publik, image building, dan diplomasi kebudayaan.[16]Adapun pernyataan salah satu diplomat bagian diplomasi publik Kemenlu RI, Fransiska Monika mengutarakan pengertian soft diplomacy, yakni sebagai berikut: Soft diplomacy lebih menekankan kepada tata laksana dari diplomasi yang menggunakan kekuatan seperti kebijakan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat maupun kebijakan yang diambil oleh Pemerintah suatu negara demi memenangkan hati negara lain.[17] Melalui soft diplomacy, negara berusaha sedapat mungkin untuk memikat negara lain sekaligus masyarakat yang ada di dalamnya dengan kebudayaan yang dimiliki dan nilai-nilai yang dianutnya. Oleh karena itu soft diplomacy yang berwujud budaya lebih menghasilkan diplomasi yang kuat, seperti apa yang telah diutarakan oleh Susanto Pudjomartono seorang mantan Dubes Indonesia untuk Rusia bahwa soft diplomacy ini diartikan sebagai pertukaran gagasan, informasi, seni dan aspek-aspek kebudayaan lain antara negara dan bangsa, dengan harapan bisa menciptakan pengertian bersama.[18] Aktifitas soft power dapat mengarahkan berbagai kedekatan politik menjadi kemanfaatan ekonomi seperti melalui promosi perdagangan dan membantu tugas promosi pariwisata.Maka dari itu, adapun senjata utama dalam pelaksanaan soft diplomacy yakni dengan menggunakan media dalam suatu event untuk berhubungan dan berinteraksi dalam memberi informasi baik itu untuk mendidik ataupun untuk menghibur dengan menempatkan budaya, nilai dan kebijakan suatu bangsa. Kita dapat mengenal suatu masyarakat dari budayanya sehingga Korea Selatan berupaya untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat internasional melalui berbagai event seni dan budaya.Melalui penggunaan seni dan budaya popular sebagai soft diplomacy, Korea Selatan dapat menggunakan hal tersebut untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya sekaligus mengukuhkan perannya dalam dunia internasional secara umum dan Indonesia secara khusus.Aset soft diplomacy yang digunakan Korea Selatan saat ini adalah melalui budaya pop yang dikenal dengan istilah Korean wave.Korean wave dijadikan sebagai salah satu bentuk diplomasi budaya Korea Selatan dalam era globalisasi informasi dan sosiologis.[19] Di lain pihak, Menurut Hans J. Morgenthau, dalam pencapaian kepentingan nasional ditunjang oleh sembilan unsur kekuatan nasional yang mana salah satunya adalah kualitas diplomasi. Kualitas diplomasi berarti sejauh mana diplomasi tersebut mendapati kesepakatan yang menguntungkan bagi negara, setidaknya tidak mengalami kerugian dari kesepakatan yang dicapai.[20]Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Soft diplomacy memiliki kualitas diplomasi sebagai upaya dalam pencapaian kepentingan nasional. 1. F. pencitraan Korea Selatan ke Indonesia dan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Citra yang ingin dibangun Korea Selatan merupakan produk dari konstruksi sosial yang dibangun dari pandangan dunia, karakter bangsa dan pandangan personal tanpa ditentukan oleh ideologi negara. Pencitraan juga sangat penting dilakukan oleh sebuah negara untuk memasarkan produknya ke seluruh dunia, mengundang investor dari negara lain agar menanamkan modalnya sehingga menunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara.[21] Dengan demikian, Korean wave adalah sebagai sikap dan tindakan nyata Pemerintah dan rakyat Korea Selatan untuk membangun citra bangsa dalam memperkenalkan identitas politik, ekonomi, dan budayanya sekaligus mencapai kepentingan nasional dalam berbagai bidang kerjasama dengan Indonesia. Indonesia dan korea menjalin hubungan kerja sama yang erat di bidang ekonomi, hubungan ini sangat mengesankan karena pada tahun 2005, volume perdagangan kedua negara ini mencapai 13,2 milyar dolar Amerika, meningkat 32% bila dibandingkan dengan volume perdagangan tahun 2004. Saat ini Korea merupakan salah satu mitra perdagangan terbesar bagi Indonesia, bersama dengan Jepang, Amerika Serikat, China dan Singapura. Korea juga menginfestasikan dana sebesar 4,5 milyar dolar Amerika di Indonesia dan jumlah itu mencakup 5% dari infestasi luar negeri Korea. Ini berarti bahwa Indonesia merupakan salah satu mitra penanaman modal terbesar Korea, dan diikuti oleh Cina dan Amerika Serikat. 1. G. Beberapa dampak yang ditimbulkan masuknya budaya K-Pop ke indonesia. K-pop sangat poluler di Indonesia sejak sering tampilnya di televise Indonesia. Dengan hal itu menyebabkan berbagai dampak yang ditimbulkan. Dibawah ini beberapa faktor mudahnya Kpop dan Hallyu berkembang pesat di kalangan remaja di Indonesia [22]: 1. Musik Korea menawarkan aliran musik yang baru. Selain itu setiap beberapa bulan, perusahaan yang menangani boy band mengubah konsep bermusik dalam setiap album baru yang akan dikeluarkan. Hal ini juga menginspirasi produser di dalam negeri (Indonesia)untuk membuat aliran musik yang hampir sama dengan Kpop sehingga dengan mewabahnya kpop, musisi dalam negeri berlomba-lomba untuk membuat boyband atau girlband yang berkiblat pada boyband korea. Misalnya seperti Smash, Dragon boys, XOIX, 7Icons, Cherry belle, Princess dan masi banyak lagi. 2. Musik yang telah diusung boy/girl band Korea di awal pengenalannya, juga bisa diubah tiba-tiba. Musik K-pop cenderung berani mengubah jenis musik pada debut album berikutnya tanpa banyak melewati hal yang rumit. Salah satu contohnya adalah boy band Super Junior yang meraih sukses besar saat mengadakan konser di Jakarta. Dari kelima album yang dikeluarkan semuanya mempunyai ciri khas tersendiri sehingga para fans Super Junior yang biasanya disebut ELF (Everylasting Friends) tetap menyukai hasil karya mereka. Dampak dari budaya Korea terhadap Budaya Indonesia. Dibawah ini beberapa dampak positif masuknya budaya Korea terhadap Budaya Indonesia : 1. Menginspirasi dunia musik Indonesia menjadi lebih berwarna. Hal ini terbukti dengan adanya korean wave di Indonesia dengan adanya boyband atau girlband indonesia yang baru bermunculan setelah adanya wabah kpop. 2. Kecitaan terhadap musik semakin tinggi. 3. Style berpakaian yang modis , gaya rambut, aksesoris yang lebih bervarisasi dan beraneka ragam. 4. Menambah devisa negara. Dengan banyaknya artis korea yang datang ke Jakarta untuk menggelar Konser seperti Super Junior yang secara tidak langsung mempromosikan indonesia sebagai tujuan menarik para wisatawan asing yang berasal dari korea. 5. Memeperat hubungan kerjasama dimplomatik dengan negara korea tersebut. 6. Menembah referensi tempat-tempat pariwisata yang di indah di negara Korea dengan menonton drama korea. Selain dampak positif ada juga dampak negatif yang ditimbulkan oleh masuknya budaya korea : 1. Acuh tak acuh terhadap budaya tradisional Indonesia 2. Lebih menyukai budaya korea ketimbang budaya asli Indonesia yang bersifat monoton. 3. Terlalu fanatik terhadap boyband atau girlband sehingga melupakan kewajiabannya misalnya seorang pelajar rela bolos sekolah demi melihat artis korea yang datang berkunjung ke Indonesia. 4. Meniru gaya hidup dari artis-artis korea yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. BAB III PENUTUP 1. A. Simpulan a) Soft diplomacy sebagaimana berdasarkan pada tata laksana suatu diplomasi yang lebih atraktif dan persuasif dijalankan dengan menggunakan kekhasan suatu bangsa seperti budaya, memang memerlukan proses yang berjalan lama namun dampak yang ditimbulkannya dapat berlangsung lama karena sasarannya tidak hanya langsung pada negara melainkan pada masyarakat secara umum sehingga terbentuk opini publik yang dapat mempengaruhi keputusan pembuat kebijakan dalam suatu negara. Dengan perkembangan situasi internasional dewasa ini dimana meningkatkan pendekatan yang bersifat people-to-people menjadi salah satu upaya dalam soft diplomacy Korea Selatan yang tidak hanya melibatkan aktor negara (track one diplomacy)dalam pengaktualisasiannya. Soft diplomacy juga dilakukan dalam pertemuan yang tidak resmi tanpa harus melalui protokol formal kenegaraan sehingga terlaksananya soft diplomacy juga didukung oleh pelaksanaan multi-track diplomacy yang melibatkan berbagai aktor non-negara. b) Multi-track Diplomacy Kompleksitas permasalahan internasional yang semakin beragam menjadikan penyelesaian konflik untuk menciptakan dan menjaga perdamaian menjadi lebih rumit. Brian Hocking mengemukakan bahwa bentuk diplomasi kontemporer membutuhkan penyesuaian dengan perkembangan lingkungan internasional yang cepat berubah sehingga Pemerintah perlu menyadari kemunculan aktor non-negara, seperti tokoh masyarakat, perusahaan swasta, partai politik, NGOs, seniman atau budayawan hingga media massa pun menempati peran penting dalam upaya mencapai tujuan diplomasi secara optimal.Disini peran perusahaan Korean wafe sebagai pemotor kerjasama dengan Indonesia. Dengan berbagai acara dan kedatangan mereka ke Indonesia merupakan usaha yang dilakukan state sebagai kebijakan luar negerinya serta dengan bantuan para perusahaan multinasional. Ketika kunjungan itu dilakukan,maka diplomasi akan berlangsung. c) Dengan adanya masuknya K-pop ke Indonesia memberikan banyak manfaat dalam menjalin kerjasama di antara ke dua Negara, baik dari segi industry perfilmean atupun pembangunan, bukan hanya itu saja di ssegi perfilman dan music K-pop berdampak pada semakin berwarnanya music tanah air, dan peningkatan jumlah kenaikan devisa Negara Indonesia hingga 3,2 persen. DAFTAR PUSTAKA Leonardo Ernesto Puimara, Kebijakan Korea Selatan Terhadap Krisis Nuklir Semenanjung Korea, FISIP UI, 2008. (PDF) Joseph S. Nye Jr., Soft Power: The Means of Success in World Politics, New York, Public Affairs. Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Garah Ilmu. http://www.korea.net/Government/Current-Affairs/Korean-Wave?affairId=209. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. BBC News. South Korea Profile.[Online].http://www.bbc.co.uk/news/world-asiapacific-15289563. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. VOA News. 2006. Asia Goes Crazy Over K-Pop. [Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.ht ml. Diakses pada tanggal 11 juni 2013. Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports.[Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/201202070 0892.html. Diakses pada tanggal 11 juni 2013. Juwondo. 1991. Hubungan Bilateral: Definisi dan Teori. Jakarta: Rajawali Press. Hal.21. Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis. Jakarta: Bina Cipta. Yang Seung Yoon.2004. Politik Luar Negeri Korea Selatan. Yogyakarta: UGM Press. Jack Kemp. 2007. Soft diplomacy Is The Best Plan. [Online].http://www.humanevents.com/article.php?id=19791. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. Monika, F (April,2012). Personal Communication Susanto Pudjomartono. 2011. Soft diplomacy. [Online].http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=293039. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. Jeong-Nam Kim dan Lan Ni. 2011. The Nexus between Hallyu and Soft power. Do Kyun Kim dan Min-Sun Kim (eds). 2011. Hallyu: Influenfe of Korean Popular Culture in Asia and Beyond. Seoul: Seoul National University Press. Sri Hayati dan Ahmad Yani. 2007. Geografi Politik. Bandung: PT.Refika Aditama. [1]Leonardo Ernesto Puimara, Kebijakan Korea Selatan Terhadap Krisis Nuklir Semenanjung Korea, FISIP UI, 2008. (PDF) hal.4 [2]Joseph S. Nye Jr., Soft Power: The Means of Success in World Politics, New York, Public Affairs, Hal. 13 [3]Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Garah Ilmu. Hal. 20. [4]KOCIS.Korean wave.[Online].http://www.korea.net/Government/CurrentAffairs/Korean-Wave?affairId=209. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. [5] BBC News. South Korea Profile.[Online].http://www.bbc.co.uk/news/world-asiapacific-15289563. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. [6]VOA News. 2006. Asia Goes Crazy Over K-Pop. [Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.ht ml. Diakses pada tanggal 11 juni 2013. [7] Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports.[Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/201202070 0892.html. Diakses pada tanggal 11 juni 2013. [8]Juwondo. 1991. Hubungan Bilateral: Definisi dan Teori. Jakarta: Rajawali Press. Hal.21. [9] Sukawarsini Djelantik. Op.cit. Hal. 85. [10]Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis. Jakarta: Bina Cipta. Hal. 92. [11](Online) http://www.setkab.go.id/berita-6034-ri-korea-sepakati-kerjasama-8proyek-infrastruktur.html diakses tanggal 18 Juni 2013 [12]Yang Seung Yoon.2004. Politik Luar Negeri Korea Selatan. Yogyakarta: UGM Press. Hal. 1. [13]Joseph S. Nye. IBID.Hal.5 [14]Ibid. Hal. 11 [15] Jack Kemp. 2007. Soft diplomacy Is The Best Plan. [Online].http://www.humanevents.com/article.php?id=19791. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. [16] Sukawarsini Djelantik. Op.Cit. Hal.209. [17] Monika, F (April,2012). Personal Communication [18] Susanto Pudjomartono. 2011. Soft diplomacy. [Online].http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=293039. Diakses pada tanggal 8 juni 2013. [19]Jeong-Nam Kim dan Lan Ni. 2011. The Nexus between Hallyu and Soft power. Do Kyun Kim dan Min-Sun Kim (eds). 2011. Hallyu: Influenfe of Korean Popular Culture in Asia and Beyond. Seoul: Seoul National University Press. Hal 131. [20]Sri Hayati dan Ahmad Yani. 2007. Geografi Politik. Bandung: PT.Refika Aditama. Hal. 73. [21] Mohammad Shoelhi. 2011. Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal.159-160. [22] Ulfarayi, Pengaruh demam K-pop terhadap Budaya Indonesia (PDF)