Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan

advertisement
ORASI ILMIAH
Kampus Perubahan,
Kampus yang
Kita Butuhkan
oleh
Imam B. Prasodjo
DISAMPAIKAN PADA
Penyambutan Mahasiswa Baru
Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera
dan Pembukaan Tahun Akademik 2016/2017
Senin, 29 Agustus 2016
I M A M B . PR A SODJO ada la h sosiolog ya ng k i n i mengaja r pada Fa k u lt a s
I l mu Sosia l da n I l mu Pol it i k , Un iversit a s I ndonesia ( F ISI P-U I). Ia
menempu h pend id i ka n S1 pada Ju r u sa n Sosiolog i d i F ISI P-U I , S2 d i
K a n sa s St ate Un iversit y, USA , da n S3 d i Brow n Un iversit y, USA . Di
ka mpu snya , sela i n a k t iv it a s mengaja r, ia mem i mpi n P u sat St ud i Hubu nga n
A nt a r Kelompok da n Resolu si Kon f l i k (the Center for Research on
Intergroup Relat ions and Conf lict Resolut ion (CE R IC). A k t iv it a s a kadem is
ser i ng ia la k u ka n denga n member i cera ma h d i berbaga i for u m , ter ma su k
mengaja r pada Pend id i ka n da n L at i ha n P i mpi na n ( Di k lat pi m) d i L embaga
Ad m i n ist ra si Nega ra da n L embaga Per t a ha na n Kea ma na n ( L em ha na s).
Sela i n a k t iv it a snya d i ka mpu s, ia juga a k t i f d i berbaga i keg iat a n sosia l.
Seja k t a hu n 1999, mela lu i Yaya sa n Nu ra n i D u n ia da n berbaga i yaya sa n
sosia l la i n ya ng ia ba ng u n , I ma m B . P ra sodjo mela k u ka n beraga m upaya
penda mpi nga n ma s ya ra kat u nt u k memba ng u n “ komu n it a s respon si f ” d i
berbaga i daera h d i I ndonesia . Ia juga terl ibat da la m berbaga i a k t iv it a s
peng ga la nga n perda ma ia n bersa ma pa ra peny i nt a s (su r v ivors) teror bom
d i I ndonesia da la m wada h Yaya sa n A l ia n si I ndonesia Da ma i (A I DA) da n
Yaya sa n Peny i nt a s I ndonesia ( Y PI). I ma m B . P ra sodjo per na h menjad i
a ng got a Kom isi Pem i l i ha n Umu m (20 01- meng u ndu rka n d i r i pada A pr i l
20 03), menjad i a ng got a Majl is Dewa n Pend id i ka n Ti ng g i , Kement r ia n
Pend id i ka n (20 09 -2013), a ng got a Ba la i Per t i mba nga n Pema s ya ra kat a n ,
Kement r ia n Hu k u m da n H A M (20 07-seka ra ng ) da n Pena sehat Sen ior
Menter i Kement r ia n L i ng k u nga n H idup da n Kehut a na n (2015 -seka ra ng ).
Beberapa ka l i , I ma m B . P ra sodjo ber pera n sebaga i pa n it ia selek si
pi mpi na n lembaga terkemu ka seper t i K PK da n K PU-BAWA SLU.
Ia menu l is beberapa a r t i kel pada ju r na l i l m ia h da n kont r ibutor a r t i kel
pada beberapa bu k u ser t a kolu m n is d i beberapa maja la h da n kora n
na siona l. I ma m B . P ra sodjo per na h menjad i pema ndu aca ra telev isi
(talkshow) pol it i k d i beberapa telev isi na siona l da n rad io, da n h i ng ga k i n i
ser i ng menjad i na ra su mber d i berbaga i med ia .
Beberapa peng ha rgaa n per na h d iter i ma I ma m B . P ra sodjo, a nt a ra la i n :
M I PI Awa rd s 20 09 da r i Ma s ya ra kat I l mu Pemer i nt a ha n I ndonesia (20 09);
Met roT V Kick A ndy Hero for Special Achievement Award (2013); A nugrah
Balai Pustaka dan Majalah Horison sebaga i Tokoh Pend id i ka n (2013);
A nugrah Kebahasaan di Bidang Sosial da r i Bada n Pengemba nga n da n
Pembi naa n Ba ha sa , Kement r ia n Pend id i ka n da n Kebudayaa n (2014);
P iaga m Peng ha rgaa n sebaga i “Alumni FISIP-U I Membanggakan”
da r i F ISI P-U I (2016).
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh,
Yang terhormat, para senior kampus, para anggota Senat
Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, para aktivis,
para mahasiswa, serta hadirin sekalian yang saya hormati.
P
ada hari ini, 29 Agustus 2016, saya mendapat kehormatan
untuk berbicara di hadapan forum terhormat ini, untuk
mengemukakan pikiran dan berbagi sedikit pengalaman
terkait upaya yang harus kita bangun bersama, yaitu membangun
k a mpus per uba ha n. Apa ya ng d ima k sud denga n k a mpus
perubahan? Kampus perubahan adalah kampus yang dapat
menjadi tempat bersemainya kader-kader intelektual yang
memiliki komitmen kuat, penuh keikhlasan hati, dan tanpa
ragu bersedia terjun langsung di tengah masyarakat untuk
menyelesaikan berbagai ma salah yang dihadapi. K ampus
perubahan adalah kampus penggodogan penggerak masyarakat
atau kampus tempat bersemainya para kader, yang dalam
istilah Peter F. Drucker sebagai “entrepreneurs,” yaitu orangor a ng y a ng t a npa r a g u meng a mbi l a l i h m a s a l a h d a l a m
masyarakat untuk melakukan perbaikan-perbaikan.1
1 Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship, New York: Harper Business, 1993,
hlm. 21, dikutip dalam David Bornstein, Mengubah Dunia: Kewirausahaan Sosial dan
Kekuatan Gagasan Baru. Yogyakarta: INSISPress-Nurani Dunia, 2006. 6
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
Saya menganggap pembicaraan ini sangat penting karena
saat ini saya berhadapan dengan segenap sivitas akademika,
khususnya para mahasiswa yang akan memulai dan yang tengah
meng ikuti pendidikan di kampus Sekola h Tingg i Hukum
Indonesia Jentera, sebuah sekolah tinggi yang dirancang khusus
untuk mencetak pembaharu hukum Indonesia yang mampu
menjadi penggerak bangsa dalam mencapai kehidupan yang
lebih demokratis, berkeadilan, dan sejahtera. Kelak setelah
tamat, para mahasiswa diharapkan dapat menjadi “praktisi
hukum yang mempunyai kecakapan dan integritas tinggi dalam
mendukung upaya reformasi hukum di Indonesia.” 2
Dalam tataran nasional, kita memang membutuhkan
kader-kader terbaik bangsa yang mampu mengemban misi
melakukan beragam perbaikan di berbagai bidang. Kebutuhan
atas kader-kader terbaik bangsa ini semakin kita rasakan di
saat kita terancam oleh beragam krisis multidimensional yang
dapat membawa negeri kita ke dalam situasi darurat kompleks
(comple x e m erge nc ie s). 3 Da la m sit ua si ini, k it a mema ng
membutuhkan banyak orang “yang memiliki komitmen kuat,
yang mau meluangkan waktu siang dan malam, memeras keringat
dan pikiran, menggalang jaringan, menumbuhkan kesadaran
dan kebersamaan untuk menciptakan perubahan sistemik
guna terciptanya kehidupan yang lebih baik.”4 Orang-orang
“abnormal” semacam inilah yang kita butuhkan, yang harus
dapat kita kembang-biakkan dalam kampus perubahan.
2 http://jentera.ac.id/latar-belakang/
3 Lihat Imam B. Prasodjo, “Merajut Kembali Indonesia yang Tercabik” dalam
Komarudin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia. Jakarta: Mizan,
2008.
4 Lihat Imam B. Prasodjo, “Diperlukan Banyak ‘Orang Abnormal’ Untuk Mengatasi
Kekusutan Negeri Ini” dalam David Bornstein, Mengubah Dunia: Kewirausahaan Sosial
dan Kekuatan Gagasan Baru. Yogyakarta: INSISPress-Nurani Dunia, 2006.
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
7
Para senior kampus dan para mahasiswa yang saya cintai,
K
etika kita berbicara kampus perubahan, tentu kita harus
berbicara tentang tokoh-tokoh perubahan yang dapat
menjadi acuan. Dalam sejarah, tercatat begitu banyak nama
tokoh perubahan legendaris yang berlatar-belakang pendidikan
ilmu hukum. Sebut saja satu nama yang tentu kita kenal bersama,
yaitu Mohandas Karamchand Gandhi atau lebih dikenal
sebagai Mahatma Gandhi. Tokoh yang lahir di India, 2 Oktober
1869 ini telah menginspirasi dunia karena gerakan Ahimsa
(berarti “tidak melukai” dan “cinta kasih”) atau gerakan tanpa
kekerasan yang didasarkan pada rasa cinta kasih kemanusiaan
untuk membebaskan rakyat India dari penjajahan Inggris.
Gerakan perlawanan Gandhi terhadap penjajahan bermula
dari penolakan Gandhi atas beragam ketidak-adilan yang ia
saksikan dan rasakan sendiri pada kehidupan sehari-hari.
Sebagai seorang sarjana hukum tamatan University College
London, Inggris, tentu Gandhi merasakan betapa prinsipprinsip keadilan yang ia pelajari dalam ilmu hukum ternyata
sangat berbeda dengan kenyataan hidup sehari-hari di India
pada saat itu. Ketika Gandhi meninggalkan India dan bekerja
sebagai imigran di Afrika Selatan, Gandhi juga menjumpai
keadaan yang tak jauh berbeda, yaitu merajalelanya tidakadilan yang menimpa rakyat jelata dan juga dirinya di bawah
pemerintahan kolonial kulit putih. Gandhi pun tergerak berupaya
mengubah keadaan. Beragam bentuk perlawanan ia lakukan
tanpa kenal lelah, dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar.
Dalam sejarah, beberapa insiden disebutkan sebagai contoh
perlawanan Gandhi, seperti antara lain penolakannya terhadap
hakim di kota Durbin, Afrika Selatan, yang memerintahkan
dirinya membuka topi turban yang ia kenakan. Gandhi pun
meninggalkan ruang sidang pengadilan untuk menunjukkan
penolakan keras atas sikap hakim yang dianggap melecehkan
8
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
budaya India. Pada peristiwa lain, saat Gandhi tengah melakukan
perjalanan dengan kereta api, Gandhi menolak tegas perintah
petugas untuk menyerahkan tempat duduknya kepada penumpang
kulit putih, seka lipun a k ibat sikapnya ini, Gand hi har us
mengalami penyiksaan, dipukuli bertubi-tubi oleh petugas
kereta api. 5 Peristiwa ini mengingatkan kita pada cerita tentang
Rosa Parks, perempuan kulit hitam pelopor pejuangan hak-hak
sipil di Amerika, yang pada tahun 1955 di Alabama, Amerika
Serikat, juga menolak tegas memberikan tempat duduknya
pada penumpang kulit putih saat ia berada dalam bus. 6 Sederet perlakuan diskriminatif semacam ini terus terjadi
pada diri Gandhi dan rakyat kulit hitam dan kulit berwarna
lain pada saat itu. Dapat dibayangkan betapa menyesakkan
hidup di era yang penuh dengan kebijakan rasis dan diskriminatif
sem a c a m i n i. K a rena ke a d a a n i n i la h , G a nd h i b er t ek a d
melakukan perubahan dengan membangun gerakan perlawanan
sistematis terhadap kekuatan kolonial. Yang menjadi catatan
penting dalam sejarah perjuangan Gandhi adalah cara-cara
perlawanan yang dilakukannya. Gandhi memperkenalkan
konsep satyagraha atau gerakan “kebenaran dan kegigihan”
(truth and firmness) dalam melakukan perlawanan. Ini adalah
gerakan penolakan tegas terhadap semua kesewenang-wenangan
yang dijalankan melalui sikap non-kooperatif dan non-agresif.
Dalam sejarah, ajaran ini ternyata mampu “membius” jutaan
rakyat India. Dalam peristiwa di tahun 1930, misalnya, puluhan
ribu rakyat India mengikuti Gandhi berunjuk-rasa menolak
monopoli dan pungutan pajak garam yang dirasakan sangat
merugikan rakyat India pada saat itu. Puluhan ribu pengikut
Gandhi bergerak dengan sangat disiplin, berkumpul berunjuk
rasa tanpa sedikit pun terpancing melakukan tindak kekerasan.
5 http://www.history.com/topics/mahatma-gandhi
6 http://www.history.com/topics/black-history/rosa-parks
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
9
Walaupun unjuk rasa ini akhirnya berhasil dibubarkan setelah
sedikitnya 80.000 demonstran ditahan, termasuk Mahatma
Gandhi,7 namun gerakan perlawanan tanpa kekerasan ini telah
b erh a si l memp eng a r u h i a la m pi k i r a n r a k y at Ind i a d a n
mengguncang moral pemerintah kolonial Inggris.
Para mahasiswa yang saya cintai,
B
acalah biografi perjuangan Mahatma Gandhi. Saat kalian
membacanya, kalian akan menjumpai sebuah ajaran penting
yang saat ini masih terasa relevan untuk direnungkan. Berbeda
dengan model perlawanan yang mengedepankan konfrontasi
fisik dan kekerasan, Mahatma Gandhi secara kreatif berhasil
memperkena l k a n bent u k gera k a n t a npa kekera sa n ya ng
dilandaskan pada ajaran moral dan dasar falsafah hukum yang
sangat mendalam. Dalam bukunya, My Non-violence, 8 Gandhi
menjelaskan konsep ahimsa sebagai berikut.
“Tindakan tanpa kekerasan bukanlah persembunyian bagi
pengecut, melainkan bukti moral tertinggi bagi pemberani.
Pelatihan diri untuk tidak melakukan kekerasan membutuhkan
keberanian yang jauh lebih besar daripada pelatihan untuk menjadi
pendekar pedang. Sikap pengecut sama sekali tak sama dengan
sikap tanpa kekerasan. Pengalihan keahlian pendekar pedang
kepada tindakan tanpa kekerasan dimungkinkan dan, bahkan
terkadang, menjadi sebuah tahapan mudah. Tindakan tanpa
kekerasan, oleh karena itu, diibaratkan seperti kemampuan dalam
menyerang. Ini merupakan sebuah kesadaran, kemauan menahan
diri saat seseorang memiliki nafsu untuk membalas dendam.”
7 http://www.history.com/news/gandhis-salt-march-85-years-ago
8 M.K. Gandhi. My Non-violence. Ahmedabad: Jitendra T Desai Navajivan Publishi,
tanpa tahun. hlm. 39. Buku dapat diunduh pada http://www.mkgandhi.org/ebks/my_
nonviolence.pdf
10
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
K on s e p s a t y a g r a h a , at au p er ju a ng a n mene g a k k a n
“kebenaran” dan “kegigihan” yang dilakukan dengan teknik
ahimsa ini telah menguatkan semangat perjuangan rakyat
India karena perjuangan yang dilakukan memiliki landasan
moral yang kuat. Di sana, ada nilai-nilai; ada falsafah unggul
yang menjadi pegangan kokoh dalam perjuangan.
Dalam kaitan inilah, kampus perubahan yang kita bicarakan
haruslah memiliki landasan moral yang tinggi sebagaimana
dicontohkan dalam perjuangan Gandhi. Kampus perubahan
ya ng k it a ba ng un ha r us menja d i t empat subur bag i
berkembangnya landasan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi
bagi tumbuh-berkembangnya kegigihan dalam memperjuangkan
kebenaran dan keadilan.
Para hadirin dan para mahasiswa yang saya cintai,
D
alam sejarah lebih kini, tokoh perubahan lain yang memiliki
latar belakang pendidikan ilmu hukum adalah Nelson
Rolihlahla Mandela, yang pada 5 Desember 2013 meninggal
dunia. Nelson Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di Transkei,
Afrika Selatan. Pada masa kecil, Mandela dididik di sekolah
elit K risten Methodis yang bergaya barat, sebuah fasilitas
pendidikan cukup baik yang dapat ia nikmati karena ayah
Mandela adalah anggota keluarga raja dari suku Thembu. Saat
memasuki usia remaja, Mandela pun mendaftarkan diri menjadi
mahasiswa Universit y College of For t Hare. Sebagaimana
Mahatma Gandhi, Nelson Mandela sejak usia muda juga tumbuh
sebagai aktivis yang selalu tergerak mengupayakan perubahan.
Di mana pun, ia rasakan ada ketidak-adilan, ia selalu tergerak
melakukan perlawanan. Akibat sikap seperti inilah, Mandela
sering kali harus menanggung risiko, yang salah satunya adalah
hukuman skorsing dari kampus karena ia memimpin pemogokan,
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
11
menuntut perbaikan kualitas makanan di kampus. Tak lama
set ela h pener i ma hu k u ma n i n i, Ma ndela mud a r upa nya
keh i la ng a n sem a ng at d a n men i ng g a l k a n k a mpu s t a npa
memperoleh gelar.
Namun, tampaknya Mandela segera sadar dan ia mencoba
kembali melanjutkan kuliah pada Universitas Witwatersrand
untuk belajar ilmu hukum, walaupun, lagi-lagi Mandela tak
menamatkannya. Saat Mandela keluar dari penjara di tahun
1962, ia mencoba kembali kuliah pada University of London,
namun kembali lagi kuliah terhenti. Akhirnya, setelah memasuki
usia 71 tahun, yaitu di tahun 1989, beberapa bulan menjelang
ia lepas dari hukuman penjara, Nelson Mandela mendapat
gelar sarjana hukum dari University of South Africa. Acara
wisuda pun diselenggarakan di kota Cape Town, tapi sayang,
ia tak dapat menghadirinya. 9
Wa laupun Ma ndela t a mpa k tersendat-sendat da la m
menjalani kuliah, namun jelas ia tak kenal menyerah dalam
menuntut ilmu. Di tengah perhatiannya yang terpecah karena
a k t iv it a s p er ju a ng a n y a ng i a l a k u k a n , Ma ndel a s a ng at
menempat k a n pent i ng nya pend id i k a n. In i pent i ng saya
ceriterakan di hadapan mahasiswa agar para mahasiswa tak
putus kuliah dan meninggalkan kampus, apa pun alasannya.
Para hadirin yang saya hormati,
M
embaca biograf i Nelson Mandela, jelas penghargaan
dunia tertuju pada kegigihan Mandela. Ia jatuh-bangun
mempertaruhkan hidupnya untuk membebaskan bangsanya
d a r i jer at a n si s t em d i sk r i m i n at i f ap ar th e i d y a ng t ela h
9 https://www.nelsonmandela.org/content/page/biography
12
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
menciptakan penderitaan luar biasa.10 Dalam sistem apartheid,
penduduk Afrika Selatan dipisahkan secara hukum berdasarkan
perbedaan ras dan menempatkan ras kulit putih sebagai ras
unggul yang mendapat perlakuan istimewa.11 Pemberlakuan
kebijakan semacam inilah yang membangkitkan perlawanan
Nelson Mandela. Melalui organisasi African National Congress
(ANC), Mandela memimpin gerakan rakyat untuk menentang
kebijakan ini. Beragam perlawanan dilakukan Mandela, yang
salah satunya adalah menggalang gerakan civil disobedience,
yaitu gerakan rakyat untuk menolak beraktivitas dan tinggal
di dalam rumah (the national stay-at-home).12 Atas serangkaian
perlawanan yang dilakukan ini, akhirnya Nelson Mandela pun
ditangkap dan diadili pada tahun 1962 dan 1963, dan dinyatakan
bersa la h dengan tuduhan mengha sut peker ja mela kukan
pemogokan dan berkonspirasi menggulingkan pemerintah.
Nelson Mandela pun dijebloskan dalam penjara pada tahun
1962 dan dilepaskan pada 11 Februari 1990. Sungguh perjuangan
Nelson Mandela merupakan perjuangan panjang yang memakan
tak kurang dari 40 tahun, dan 27 tahun di antaranya dilalui
dalam penjara.
Saat akhirnya perjuangan Nelson Mandela menghapus
sistem apartheid berhasil dan ia terpilih menjadi Presiden
kulit hitam per tama A frika Selatan di tahun 1994 melalui
sebuah pemilihan umum yang demokratis, Mandela tak henti
menunjukkan keteladanan. Salah satu langkah politik penting
10 Apartheid dalam bahasa Afrikaans bermakna “hukum/sistem pemisahan.”
11 Dalam sistem apartheid penduduk Afrika Selatan dibagi ke dalam ras kulit putih,
kulit berwarna (ras campuran), kulit hitam (berbahasa Bantu), dan ras Asia (India dan
Pakistan). Kebijakan diskriminatif dan segregatif dilakukan atas dasar pembagian ini.
Dalam sejarah tercatat, dari tahun 1960 hingga 1983, tak kurang dari 3.5 juta warga
non-kulit putih dipaksa pindah tempat tinggal mereka ke dalam lingkungan tersendiri,
jauh terpisah dari tempat tinggal warga kulit putih. Pemisahan terjadi tak hanya
berdasarkan tempat tinggal mereka tetapi juga pelayanan pendidikan, kesehatan,
perpustakaan dan beragam fasilitan publik lainnya.
12 http://www.un.org/en/events/mandeladay/court_statement_1964.shtml
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
13
yang ia lakukan adalah pencanangan rekonsiliasi nasional
untuk membangun perdamaian yang lebih permanen pada
pasca apartheid. Ini dilakukan dengan membentuk semacam
lembaga peradilan khusus bernama Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi (the Truth and Reconciliation Commission) pada
tahun 1995. Melalui Komisi ini, upaya rekonsiliasi dilakukan
dengan mendorong diungkapkannya kebenaran atas seluruh
kejadian pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama
sistem apartheid diterapkan, namun pada saat yang sama,
m e nj a m i n p e l a k u p e l a ng g a r a n m e n d a p a t k a n a m n e s t y
(pengampunan). 13 Inilah jalan rekonsiliasi yang ditempuh
Afrika Selatan dalam membangun masa depan mereka setelah
negeri ini mengalami sejarah kelam.
Dunia seperti terpana melihat peristiwa yang terjadi di
Afrika Selatan. Rasa hormat begitu tinggi diarahkan pada
Nelson Mandela, seorang pejuang perubahan yang tidak saja
dilihat sebagai simbol perlawanan terhadap ketidak-adilan
semasa rezim penindas berkuasa, namun juga sebagai simbol
pendamai dan pemaaf demi keutuhan bangsa, saat ia berhasil
meraih puncak kekuasaan. Kampus perubahan perlu menggali
keteladanan dari sikap tokoh seperti Nelson Mandela ini.
Para hadirin, khususnya para mahasiswa yang saya cintai,
B
ila kita membuka lebih jauh lembaran sejarah perjuangan,
begitu banyak tokoh perubahan dengan latar belakang
ilmu hukum yang dapat kita teladani. Namun ketahuilah,
pendorong perubahan sebenarnya dilakukan oleh begitu banyak
orang dengan latar-belakang pendidikan yang juga begitu
beragam, tak hanya mereka yang berlatar-belakang ilmu hukum,
13 https://www.britannica.com/topic/Truth-and-Reconciliation-Commission-South-Africa
14
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
tetapi juga ilmu kedokteran, ekonomi, politik, sosiologi, teknik,
arsitektur dan banyak lagi. Coba lihat tokoh seperti Martin
Luther King Jr., pejuang hak-hak sipil di Amerika. Ia berlatar
belakang pendidikan formal sosiologi. Kemudian, Aung San
Suu Kyi, seorang aktivis perempuan pro-demokrasi Burma
yang selama 15 tahun menjalani hukuman tahanan rumah. Ia
berlatar belakang pendidikan sastra dan politik. Di Indonesia
sendiri, pejuang kemerdekaan dan proklamator Bung Karno
adalah seorang arsitek, dan Bung Hatta adalah seorang ekonom.
Jelas sekali bahwa para tokoh perubahan itu dapat memiliki
latar belakang pendidikan apa saja.
Ketika saya menyebut contoh para tokoh perubahan di
atas, saya tidak ingin mengesankan bahwa bentuk perubahan
yang dimaksudkan di sini semata-mata terkait pada bentuk
perubahan politik. Justru saat ini, kita dapat menyaksikan
begitu banyak tokoh perubahan yang sangat inovatif, yang
bekerja di berbagai bidang untuk mengatasi masalah masalah
yang kita hadapi. Sebutlah misalnya tokoh muda kelahiran
1976 asal Amerika, Blake Mycoskie, 14 pendiri Shoe Giver of
TOMS, sebuah perusahaan sepatu yang tumbuh mendunia
dengan menerapkan konsep bisnis yang ia beri nama “One for
One”, yaitu memberi sepasang sepatu untuk anak dari keluarga
miskin, setiap kali sepasang sepatu laku terjual. Kemudian,
kita juga dapat menyaksikan kerja tokoh perubahan asal Swiss
bernama Toni Rüttimann15, yang sejak usia 19 tahun berkeliling
ke berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, mendorong
masyarakat di daerah terpencil bergotong-royong membangun
jembatan gantung. Kemudian, kita pun mengenal tokoh penerima
ha d ia h nobel, Mu ha m ma d Yu nu s, 16 ya ng sec a ra k re at i f
membangun Grameen Bank dan merintis konsep microcredit
14 http://www.toms.com/
15 https://id.wikipedia.org/wiki/Toni_R%C3%BCttimann
16 http://www.muhammadyunus.org/
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
15
dan microfinance untuk membantu jutaan kaum perempuan
miskin Bangladesh. Sekali lagi, tangan-tangan kebaikan rupanya
t u mbu h d i ba ny a k t empat , ju s t r u d i s a at du n i a t eng a h
menghadapi banyak masalah.
Para mahasiswa yang saya cintai,
P
elajaran apa yang dapat kita petik dari para tokoh perubahan
ini? Walaupun mereka memiliki begitu beragam latar
belakang, sesungguhnya ada kesamaan karakter yang meletak
pada diri mereka yang dapat menjadi teladan bagi kita bersama.
Para tokoh perubahan itu, jelas memiliki rasa kepedulian
mendalam terhadap beragam masalah kehidupan. Seluruh
pikiran dan hati mereka tumpah dalam persoalan-persoalan
mendasar yang dihadapi masyarakat. Saat mereka melakukan
aktivitasnya, mereka mampu keluar dari konf lik pentingan
y a ng me le k a t d a l a m d i r i ny a d a n le bi h me ng ut a m a k a n
kepentingan orang lain secara luas. Dengan kata lain, mereka
sela lu ber juang untuk perbaikan hidup ma syara kat lua s,
melampaui batas-batas ikatan primordialnya. Pejuang perubahan
seperti mereka selalu berpandangan luas, tidak myopic. Ada
visi ke depan yang memiliki jangkauan panjang. Di dada mereka,
ada tekad yang membara. Ada keinginan yang begitu kuat
untuk merealisasikan apa yang diimpikannya. Seorang pejuang
perubahan, meminjam kata-kata Bung Karno, selalu “Banjak
Bitjara, Banjak Bekerdja!” 17 Mereka banyak bicara karena
mereka harus menjelaskan dan menyakinkan masyarakat luas
tentang apa jalan terbaik yang harus ditempuh untuk melakukan
perbaikan hidup bersama ke depan. Namun, mereka tak hanya
17 Soekarno, “Sekali lagi: Bukan ‘Djangan Banjak Bitjara, Bekerdjalah!’ Tetapi ‘Banjak
Bitjara, Banjak Bekerdja!” dalam Di Bawah Bendera Revolusi. Jilid 1. Jakarta: Panitya
Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1933, hlm. 215—217.
16
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
bicara, tetapi juga bekerja nyata untuk membuktikan bahwa
apa yang dikatakannya dapat dijalankan, dapat direalisasikan.
Langkah “talking action” selalu ditindaklanjuti dengan ”taking
action.”
Para mahasiswa yang saya cintai,
D
engan melihat pelajaran dari para tokoh perubahan ini,
kini apa yang harus dilakukan di Indonesia, khususnya
di dunia kampus kita? Kita di Indonesia sebenarnya memiliki
begitu banyak tokoh perubahan, baik di masa lalu maupun
masa sekarang, dari yang berperan dalam skala komunitas
hingga pada skala nasional. Begitu banyak buku biografi yang
perlu dibaca untuk mengetahui apa saja yang telah diperbuat
para tokoh perubahan itu. Kita perlu menyadari betapa penting
kita menyelami kehidupan para tokoh. Kita perlu membaca
biografi mereka agar kita dapat terinspirasi oleh keteladanan
yang telah mereka lakukan.
Untuk memudahkan akses terhadap bacaan ini, saya
bersama teman-teman, dengan didukung para donatur, telah
mencoba membangun pusat-pusat referensi keteladanan yang
saya ber i na ma Nation Building Cor ner (N BC). Sa at ini,
sedikitnya ada 10 NBC telah berhasil dibangun, menyatu dengan
perpustakaan universitas, seperti perpustakaan di UI, ITB,
IPB, UNPAD, UGM, UNDIP, UNSOED, UNAIR, dan UNCEN.
Sedangkan, di Ternate, Maluku Utara, NBC dibangun tersendiri,
tepat berada di tenga h kampus Universita s K hair un dan
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.18 Dalam NBC ini,
telah terhimpun buku-buku biografi para tokoh serta sejarah
18 https://id-id.facebook.com/
Nation-Building-Corner-Library-NBCL-Ternate-589630161098670/
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
17
perjuangan bangsa. Ke depan, upaya ini diharapkan dapat
terus dikembangkan, termasuk pada kampus ini. Para mahasiswa,
bacalah buku-buku yang terhimpun dalam perpustakaanperpustakaan itu.
The Nation Building Corner (NBC) di berbagai universitas di Indonesia.
18
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
Para senior kampus, para mahasiswa,
serta hadirin sekalian yang saya hormati,
K
ita menyadari sepenuhnya bahwa untuk menggerakkan
kampus menjadi pusat perubahan yang lebih dinamis,
kita butuh evaluasi menyeluruh dalam cara kita
menyelenggarakan proses pendidikan di kampus. Kita butuh
pola-pola pembelajaran yang lebih dinamis, yang mampu
mendorong keterlibatan sosial (social engagement) seluruh
sivitas akademika.19
Kampus perlu menumbuhkan bentuk keterlibatan sosial
yang dapat menjadi cikal bakal terjadinya gerakan perubahan.
Keterlibatan sosial yang dimaksud dapat dikelompokkan ke
da lam tiga bentuk, yaitu ( lihat bagan): pertama, bentuk
keterlibatan yang aktiv itasnya berguna untuk pemenuhan
pelayanan sosial (social service provision), seperti bakti sosial
yang banyak dilakukan selama ini, yang bertujuan membantu
masyarakat secara langsung agar kehidupan mereka lebih baik.
Melalui kegiatan ini, segenap sivitas akademika dilatih mengasah
kepedulian melalui program-program sosial sederhana; kedua,
adalah bentuk aktivisme sosial-politik (socio-political activism)
yang dilakukan melalui berbagai kegiatan advokasi untuk
membangun tatanan sosial-politik baru yang lebih adil. Bentuk
kegiatan ini dilakukan atas pemahaman bahwa berbagai masalah
yang terjadi hanya dapat diatasi bila ada perbaikan kebijakan
mendasar pada kebijakan hukum dan politik yang berlaku.
Contoh-contoh kerja yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi,
Nelson Mandela, Martin Luther King Junior, Jr., dapat menjadi
contoh bentuk kegiatan ini; dan yang ketiga adalah bentuk
19 Uraian berikut juga saya sampaikan dalam Orasi Dies Natalis FISIP-UI ke-48,
dengan judul “Menumbuhkan Kampus Kepedulian, Kampus Inovasi Sosial, Kampus
Kewirausahaan Sosial, ” pada 1 Februari 2016 di Kampus FISIP-UI, Depok, Jawa
Barat.
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
19
kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) yang akhirakhir ini banyak dilakukan melalui program-program sosial
inovatif, memperkenalkan cara baru, yang manfaatnya langsung
dapat dirasakan masyarakat. Contoh-contoh kerja yang dilakukan
Blake Mycoskie dan Muhammad Yunus, dapat mewakili kategori
ini. 20 Ketiga bentuk keterlibatan sosial ini, terutama bentuk
kedua dan ketiga, harus dibangun dan dikembangkan secara
bersamaan dalam kampus agar segenap siv itas akademika
dapat berlatih melakukan beragam aktiv itas yang mampu
mendorong perubahan.
BENTUK MURNI KETERLIBATAN SOSIAL
(SOCIAL ENGAGEMENT)
PEMENUHAN
PELAYANAN
SOSIAL
KEWIRAUSAHAAN
SOSIAL
TAK LANGSUNG
SIFAT TINDAKAN
(NATURE OF ACTION)
AKTIVISME
SOSIAL-POLITIK
MEMPERLUAS SISTEM
MEMELIHARA DAN
MENGEMBANGKAN
EKUILIBRIUM BARU
DICIPTAKAN DAN
DIPELIHARA
HASIL
(OUTCOME)
20 Lihat Roger L. Martin & Sally Osberg, Social Entrepreneurship: The Case for Definition,
Stanford Social Innovation Review, Spring 2007.
Sumber: Roger L. Martin & Sally Osberg, 2007
LANGSUNG
20
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
Apa yang terjadi di dunia kampus kita di Indonesia saat
ini? Tak dapat dipungkiri, dari ketiga pilar Tridharma Perguruan
Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat),
pilar Pengabdian Masyarakat jelas tak mendapat perhatian
cukup. Secara nasional, pengabdian masyarakat seolah-olah
menjadi tugas sampingan dalam proses pendidikan di dalam
kampus. Ini setidaknya tercermin pada terbatasnya anggaran
yang dialokasikan dan ketidak-seriusan dalam penyusunan
program studi dan kurikulum di bidang ini. Para dosen hanya
dituntut untuk melakukan pengabdian masyarakat maksimal
10% dari seluruh tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar.
Kuliah Kerja Nyata (K2N) yang dulu begitu gegap-gempita,
saat ini hampir tak terdengar. Padahal, kuliah ini adalah salah
satu sarana penting untuk menyatukan dunia kampus dengan
masyarakat di luar kampus. Akibatnya, tak terelakkan lagi,
tujuan pendidikan sebagaimana dirumuskan UNESCO untuk
“learning to know, learning to be, learning to do, and learning
to live together” menjadi semakin terjauhkan.
Sementara perkuliahan di Indonesia yang terkait pilar
Pengabdian Masyarakat tak berkembang, di luar negeri justru
tumbuh pesat. Sebagai contoh, di Stanford University, sejak
tahun 1999, berdiri Pusat Studi Inovasi Sosial (The Center for
Social Innovation (C SI )) ya ng ber tujua n mendidik c a lon
pemimpin masa depan untuk mendorong perubahan sosial dan
lingkungan. Di Oxford University, sejak 2003, juga didirikan
The Skoll Centre for Social Entrepreneurship dengan tujuan
membangun transformasi sosial melalui pendidikan, penelitian
dan kolabora si. Tujuan pusat studi ini jela s bukan untuk
mencet a k “ilmuwa n mena ra ga d ing ”, tet api sec a ra tega s
dinyatakan “to accelerate the impact of entrepreneurial activity
that aims to transform unjust or unsatisfactory systems and
practices.” Dengan kata lain, misi pusat studi adalah menciptakan
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
21
pemimpin-pemimpin gera k a n sosia l ya ng inovatif untuk
mendobrak status quo yang memenjara rakyat dalam derita.
Apa yang dilakukan di Stanford University dan Oxford
University adalah sekadar contoh dari sekian banyak inisiatif
yang telah dikembangkan agar pengabdian masyarakat di
kampus-kampus dapat tumbuh pesat. Penelitian, pendidikan,
dan proses pembelajaran melalui penggalian pengalaman
(experiential learning) yang sepantasnya menjadi keunggulan
kampus harus diintegrasikan untuk membangun model-model
intervensi sosial inovatif untuk mengatasi masalah sosial yang
kompleks. Manakala hal ini dilakukan dengan baik, maka
action research, applied research, dan problem-based learning
akan dengan sendirinya tumbuh subur memfasilitasi programprogram aksi sosial yang dicanangkan kampus. Di sinilah,
talking action, lecturing action akan berubah menjadi taking
action. Inilah mekanisme yang kita harapkan tumbuh dan
berkembang di seluruh kampus Indonesia.
Para senior kampus, para mahasiswa,
serta hadirin yang saya hormati,
A
pa yang akan kita alami bila pilar Pengabdian Masyarakat
terus menerus diabaikan dan tidak menjadi bagian penting
dalam sistem pendidikan di kampus-kampus kita? Ada dua
kekhawatiran besar yang muncul dalam benak saya.
Pertama , rasa kepedulian sosial dan dorongan untuk
melakukan perubahan yang harusnya tumbuh dalam hati tiap
insan kampus akan menjadi semakin tumpul. Kampus akan
s em a k i n menja d i “men a r a g a d i ng ” k a r en a a k t iv it a sny a
terpisahkan jauh dari realitas sosial di sekitarnya. Kedua,
kampus akan menjadi semakin sulit diharapkan untuk dapat
22
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
memberi kontribusi kreatif pada penyelesaian masalah-masalah
sosial. Inovasi-inovasi sosial yang harusnya tumbuh berkembang
dalam program pengabdian masyarakat mengalami stagnasi,
mandek tak bergerak. Experiential learning untuk mencari
model-model mengatasi masalah sosial tersumbat. Harapan
untuk membangun kampus tempat tumbuhnya agen perubahan
menjadi semakin jauh.
Kekhawatiran ini sebenarnya bukanlah ilusi. Pada saat
ini, saya sudah sering mendengar kritik dari luar kampus yang
mengatakan bahwa program-program sosial kampus banyak
yang monoton dan kurang member i inspira si. Semangat
kedermawanan (the spirit of giving) yang sebenarnya selalu
tumbuh di kalangan mahasiswa tak tersalurkan dengan baik
ke dalam gagasan dan program-program sosial inovatif karena
pilar Pengabdian Masyarakat tak dijabarkan secara serius
d a l a m k u r i k u lu m p e ng aja r a n a t a upu n d a l a m pr o g r a m
ekstrakurikuler kampus. Akibatnya, bentuk kegiatan sosial di
kalangan mahasiswa tak beranjak dari sekadar bakti sosial
biasa yang bersifat karitatif, seperti kegiatan pembagian nasi
bungkus, pembagian pakaian bekas, kegiatan donor darah,
atau sunatan massal. Kegiatan semacam inilah yang saya sebut
sebagai kegiatan mulia tetapi miskin gagasan, tidak memberi
inspirasi baru, dan tentu sulit diharapkan untuk menjadi
bagian dari solusi dalam menyelesaikan masalah sosial mendasar.
Bila pola-pola kegiatan sosial semacam ini tak mengalami
perubahan, sulit diharapkan akan tumbuh jiwa kewirausahaan
sosial (social entrepreneurship) dari kampus karena tak ada
ruang untuk melatih jiwa, melatih komitmen untuk bekerja
menciptakan gagasan-gagasan penanganan sosial baru, mencoba
berpikir out of the box, dan bersemangat mendobrak tatanan
ketidak-adilan sosial yang tengah berjalan.
Unt u k t id a k men i mbu l k a n sa l a h p enger t i a n , p erlu
ditegaskan sekali lagi bahwa apapun kegiatan sosial yang
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
23
dilakukan tentu bukanlah hal yang sama sekali buruk. Sebagai
bentuk aksi kepedulian, betapapun sederhana bentuknya, tentu
memiliki fungsi positif dan bahkan bila dilakukan dengan
ikhlas, dalam pandangan agama, akan mendapatkan pahala
dan berpotensi menjadi bekal amal untuk masuk surga. Sama
sekali saya tidak bermaksud mencela. Namun, yang kita harapkan
dari kampus lebih dari itu. Kampus harus menjadi primadona
dalam aksi kemanusiaan inovatif. Apalagi potensi kampus
sangat besar. Jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di
Indonesia cukup ba nya k . Dat a t a hun 2013/2014, jum la h
perguruan tinggi di Indonesia telah mencapai 678, dengan
mahasiswa sebanyak 613.665 dan dosen 26.67 1 (www.bps.
go.id). Bila kekuatan ini dapat digerakkan, tentu memiliki
potensi sangat besar sebagai motor pendorong perubahan
sosial.
Para senior kampus, para mahasiswa,
serta hadirin yang saya hormati,
B
ila kita sepakat dengan apa yang saya kemukakan ini, kini
pertanyaan pun muncul. Bagaimana kita harus memulai
kerja besar ini untuk membangun kampus kepedulian dan
kampus perubahan? Apa strategi yang harus dicanangkan?
Untuk mengawalinya, menurut hemat saya, setidaknya kita
perlu melakukan dua hal besar:
Per t a m a -t a m a , d e ng a n b e r b a g a i c a r a , k i t a h a r u s
menumbuhkan “mindset kepedulian” pada seluruh siv itas
akademika, khususnya dosen dan mahasiswa. Upaya ini tentu
tak mudah karena memerlukan beragam cara pembelajaran.
Kita dapat menimba beragam ceritera inspiratif dari banyak
orang. Sa la h satu contoh ada la h cer ita keteladanan yang
24
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
dilakukan seorang mahasiswa IPB asal Langsa, Aceh Timur,
bernama Muhammad Kasim Arifin.
Konon, menjelang akhir masa kuliah di tahun 1964, Kasim
mengikuti program “Pengerahan Tenaga Mahasiswa” (semacam
Kuliah Kerja Nyata) di Waimital, Pulau Seram. Program yang
ha r usnya ia i kut i ha nya beberapa bu la n saja t er nyat a ia
perpanjang sendiri. Kasim kebablasan tinggal lebih lama di
Waimital dan “lupa” kembali ke kampus untuk menyelesaikan
skripsinya. Ia rupanya hanyut dalam aktivitas sosial, membantu
para petani transmigran miskin. Tak tanggung-tanggung,
hanyutnya selama 15 tahun. Tanah Waimital yang tandus ia
sulap menjadi tanah subur dengan mengalirkan air irigasi
melalui parit yang ia gali bersama para petani setiap hari.
Kasim menjadi sumber inspirasi; menjadi magnet kehidupan
para petani dari pagi hingga sore hari. Penyair Taufiq Ismail
begitu terkesan terhadap keteladanan Kasim sehingga ia tergerak
membuat puisi dan bercerita tentang dirinya. 21
Bisa jadi apa yang dilakukan Kasim merupakan contoh
ekstrem pengabdian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa.
Namun, cerita keteladanan semacam inilah yang seharusnya
bergema di kampus-kampus untuk menjadi sumber referensi
utama bagaimana “mindset kepedulian” dan semangat perubahan
tumbuh dalam diri seorang mahasiswa. Saya sengaja bercerita
dengan contoh ini karena saya ingin mengatakan bahwa betapa
penting sebuah inspirasi, sebuah getaran hati, membentuk
“mindset kepedulian” yang kelak dapat menentukan jalan hidup
seseorang. Namun, dalam hidup, ada kalanya satu contoh dan
bahkan pengalaman langsung yang sangat menyentuh hati
sekalipun tak cukup kuat untuk menggerakkan hati. Sering
kali, seseorang akan benar-benar tergerak hatinya bila ia
“terbentur” berkali-kali menyaksikan dan mengalami sendiri
21 http://www.hutan-tersisa.org/2010/01/mengenang-m-kasim-arifin-aktivis.html
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
25
peristiwa kemanusiaan ekstrem yang menggetarkan hati. Akan
tetapi, tak semua kejadian penting dan bermakna mendatangi
kita. Kitalah yang sering kali harus proaktif mendatangi mereka.
K ita ha r us mengeja r mereka untuk mendapatka n ma k na
peristiwa demi peristiwa berharga. Dalam kaitan inilah, kampus
sebagai lembaga pendidikan, harusnya ikut menjadi bagian
pendorong agar seluruh sivitas akademika memburu kejadiankejadia n ber ma k na itu. Dengan kata lain, ka mpus ha r us
merancang dan menyusun strategi untuk memberi kesempatan
seluas-luasnya pada seluruh sivitas akademika agar terpapar
pada beragam pengalaman kemanusiaan yang menggerakkan
hati dan membangkitkan nurani. Di sinilah, letak pentingnya
visi dalam membangun strategi pendidikan yang berwawasan
Pengabd ia n Ma sya ra k at , sebaga i sa la h sat u pi la r ut a ma
Tridharma Perguruan Tinggi. Pola pengajaran yang diterapkan
harus mampu mendorong dilakukannya eksplorasi kehidupan
ya ng meng gera k k a n jiwa , meng gera k k a n hati. Pola-pola
pengajaran baru berbasis problem-based learning dan experential
learning perlu dibang un untuk lebih memberi ruang bag i
tumbuhnya pemahaman dan penghayatan terhadap masalahmasalah riil yang terjadi dalam masyarakat. Setidaknya saat
ini, perhatian, waktu, tenaga, dan uang anggaran harus lebih
adil dia loka sikan untuk membang un proses belajar yang
mengedepankan dan menajamkan jiwa.
Kedua, kampus perlu kembali pada fungsinya yang benar,
sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012,
yaitu “ mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif,
responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif
melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi” 22 Sejalan
dengan amanat UU Nomor 12 Tahun 2012 yang menyebutkan
ba hwa Pengabd ia n Ma s ya ra k at a da la h “ keg iat a n siv it a s
22 Lihat Pasal 4, UU RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
26
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan
kehidupan bangsa”, maka pengabdian masyarakat yang dilakukan
kampus harus mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkembang dalam kampus. Teknologi yang diaplikasikan
dalam kegiatan sosial tidak harus teknologi canggih, tetapi
bisa saja teknologi tepat-guna (proper technology). Beragam
inovasi dalam intervensi sosial perlu ditumbuhkan agar kampus
menjadi tempat subur bag i berkemba ng nya social
entrepreneurs. Dalam memaksimalkan peran ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berkembang, upaya pengintegrasian berbagai
disiplin ilmu mutlak harus dilakukan. Aktor-aktor kampus
dengan berbagai latar belakang disiplin ilmu harus bersinergi
d a la m mera nc a ng prog ra m-prog ra m sosia l i novat i f d a n
transformatif. Pendekatan keilmuan yang semata-mata bertumpu
pa da pendek at a n monod isiplin da n mu lt id isiplin da la m
menangani masalah-masalah sosial akan dengan sendirinya
ditinggalkan karena pada saat ini pendekatan transdisiplin
semakin dirasakan lebih tepat. Kompleksitas masalah sosial
yang kita hadapi saat ini memerlukan cara-cara baru, terobosanterobosan baru, dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang lebih integratif, koordinatif, dan transformatif.
Namun, kita memahami sepenuhnya bahwa kampus kita
memiliki sumberdaya yang sangat terbatas. Karena itu, para
aktivis sosial kampus harus lebih membuka diri dengan lebih
proaktif menggalang kerja sama dengan berbagai pihak di luar
kampus. Sinergi lebih erat perlu dibangun dengan lembaga
pemerintah, pelaku bisnis, dan lembaga swadaya masyarakat.
Pola kerja sama juga perlu dikembangkan dengan mengedepankan
kolaborasi yang saling mendukung untuk mencapai tujuan
bersama. Sinergi harus dibangun dalam pembiayaan program,
saling tukar keahlian, saling tukar pengalaman. Dengan cara
ini, kita harapkan akan tumbuh model-model baru dalam
K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN
27
penanganan sosial. Saya berkeyakinan, inovasi sosial akan
berkembang di kampus-kampus di seluruh Indonesia bila ada
dobrakan semacam ini. Dan, pada akhirnya, bila ini berhasil
d i la k u k a n, m a s y a ra k at lua s pu n a k a n menga k u i ba hw a
keberadaan kampus memang berguna secara langsung bagi
mereka.
Untuk mewujudkan semua yang saya katakan ini, memang
memerlukan sebuah kerja besar yang tak mungkin dilakukan
oleh orang per orang atau bahkan lembaga per lembaga secara
t er pisa h. Ker ja kolek t if ha r us d i la k u k a n bi la k it a ing in
merea lisa sikan impian ini. Sambil menungg u munculnya
kekuatan besar untuk mewujudkan hal ini, saat ini harus ada
pihak yang mencoba untuk memulainya. Harus ada pihak yang
nekat untuk melangkah dengan apa pun sumber daya yang
tersedia.
Para senior kampus, para mahasiswa,
serta hadirin yang saya hormati,
S
ebagai penutup uraian ini, perlu kita tegaskan bahwa sudah
saatnya, segenap sivitas akademika melakukan eksplorasi
total, memanfaatkan semua sumber daya yang ada, baik dalam
kampus maupun luar kampus, untuk membangun kampus
menjadi kampus perubahan. Kampus harus kita jadikan sebagai
wadah intensif untuk berbagi pengalaman, membangun jejaring,
dan merancang beragam aksi. Kita perlu “total football” untuk
menggerakkan upaya besar ini.
Di sinilah, saya berharap, sebagaimana saya kemukakan
di awal pidato ini, kampus harus menjelma menjadi tempat
bersemainya kader-kader intelektual yang memiliki komitmen
kuat, penuh keikhlasan hati, dan tanpa ragu bersedia terjun
langsung di tengah masyarakat untuk menyelesaikan berbagai
28
ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO
masalah yang dihadapi. Saya pun berharap, Sekolah Tinggi
Hukum Indonesia Jentera menjadi bagian terdepan dalam
mempelopori terwujudnya kampus sebagai motor perubahan!
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh.
Imam B. Prasodjo
Jakarta, 29 Agustus 2016
Download