Ingat, … bahwa Indonesia ditahun No.40/2008 telah mensahkan UU-AntiDiskriminasi, sekalipun hanya menekankan pelarangan sikap diskriminasi berdasarkan Ras, etnik dan tidak secara khusus menyebutkan diskriminasi Agama, … Tapi, dalam UU No.40/2008 itu, Pasal 9, dengan TANDAS menyatakan: “Setiap warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa pembedaan ras dan etnis.” Dalam pengertian saya, untuk mewujudkan SETIAP WARGA BERHAK MEMPEROLEH PERLAKUAN SAMA untuk mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, … seseorang juga TIDAK bisa dibedakan hak-hak SIPIL dan POLITIK hanya karena BEDA AGAMA! Jadi, MELARANG masyarakat MEMILIH seorang CAGUB hanya karena NON-Muslim PELANGGARAN UU No.40/2008 ini, dan, sudah seharusnya ditindak HUKUM! adalah Salam, ChanCT Tidak Ada Larangan Masyarakat Memilih Berdasarkan Agama Plt Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono (kiri) menyerahkan laporan nota singkat kepada Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Sabtu (11/2). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A. Reporter: Andrian Pratama Taher 12 Februari, 2017dibaca normal 1 menit 1 Pasal 28 UUD 45 tidak melarang seseorang untuk memilih maupun dipilih Bawaslu RI menilai tidak masalah memilih karena berdasarkan agama atau identitas primordial lainnya. tirto.id - Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama kembali menimbulkan kontroversi. Dalam pidatonya usai kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pria yang karib disapa Ahok itu mengimbau agar para Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersikap netral. Jangan gara-gara Pilkada, lanjut dia, masa depan Jakarta dikorbankan. “Kalau berdasarkan agama saya tak mau berdebat, karena gara-gara itu saya disidangkan. Tapi kalau [Anda] milih berdasarkan agama, saya mau bilang kalau Anda melawan konstitusi,” ujar dia. Komisioner Bawaslu RI Nelson Simanjuntak menilai masyarakat yang memilih berdasarkan agama tidak dilarang oleh undang-undang selama menggunakan hak pilihnya dengan baik. "Memilih berdasarkan agama tidak melanggar konstitusi. Adalah hak orang untuk menggunakan hak pilihnya, mau memilih karena berdasarkan agama atau identitas primordial lainnya, itu tidak masalah," ujar Nelson kepada Tirto, Sabtu (11/2/2017) malam. Menurut Nelson, hal yang melanggar proses demokrasi ketika birokrasi pemerintah dan lembaga milik negara, baik BUMN maupun BUMD diperintahkan untuk memilih Paslon tertentu dengan intimidasi. Pelanggaran pemilu juga bisa diterapkan apabila ada organisasi masyarakat yang memerintahkan anggota mereka untuk memilih salah satu Paslon dengan pendekatan intimidasi. Akan tetapi, Nelson menilai, warga sebaiknya memilih tidak berdasarkan latar belakang primordial semata. Apalagi, lanjut Nelson, seseorang memilih karena himbauan organisasi untuk memilih Paslon tertentu justru menimbulkan diskriminasi dalam kontes Pemilukada. Akan tetapi, semua itu tetap sah karena tidak dilarang dalam undang-undang. "Namun, hal seperti itu tidak terhindarkan karena di Indonesia diakui adanya parpol berbasis agama," tutur Nelson. Pakar hukum tata negara Hifdzil Alim mengatakan, tidak ada masalah bagi warga untuk memilih salah satu paslon berdasarkan latar belakang agama. Ia mengatakan, hal yang 2 melanggar justru ketika seorang Paslon tidak bisa maju Pilkada karena alasan agama. "Kalau dibatalkan pencalonan karena agama itu yang melanggar konstitusi," ujar Hifdzil saat dihubungi Tirto. Hifdzil mengatakan, UUD 1945 mengatur seseorang untuk memilih dan dipilih, tetapi tidak membatasi agama tertentu. Sebagai contoh, pasal 28 UUD 45 mengatur bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih, berserikat, maupun beraktivitas di Indonesia. Untuk dalam konteks maju dalam Pilkada, pasal 6 dan pasal 7 UUD 45 serta UU 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Oleh karena itu, ia melihat tidak ada satu pun pelanggaran yang dilakukan jika seseorang memilih berdasarkan agama. "Kalau kemudian ada orang memilih berdasarkan agama saya rasa tidak melanggar konstitusi," tutur pakar pidana yang aktif di Yogyakarta itu Baca juga artikel terkait PILGUB lainnya Andrian Pratama Taher (tirto.id - thr/abd) DKI JAKARTA 2017 atau tulisan menarik 3