1 CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty

advertisement
CHAPTER 5
SUMMARY
BINA NUSANTARA UNIVERSITY
Faculty of Humanities
English Department
Strata 1 Program
2008
DISCRIMINATION, COUNTER DISCOURSE AND HIBRIDITY: A
POSTCOLONIAL STUDY OF GANDHI (1982) BY RICHARD
ATTENBOROUGH
Angelina Salim
1200999223
Studi ini berjudul “Diskriminasi, Counter Discourse dan Hibriditas: Sebuah
Pembelajaran Mengenai Pascakolonial terhadap Gandhi (1982) yang disutradarai
oleh Richard Attenborough”. Sesuai dengan judulnya, studi ini berisi tentang
pembelajaran mengenai sebuah film yang berjudul Gandhi dengan menggunakan
teori Pascakolonial.
Film ini mengisahkan mengenai perjuangan seorang India yang bernama
Gandhi untuk membela keadilan bagi masyarakat India yang pada saat itu mengalami
penderitaan karena mereka diperlakukan secara tidak adil oleh orang-orang berkulit
putih yang hidup di Afrika Selatan, dikarenakan identitas mereka yang tidak
termasuk dalam kaum kulit putih. Mayoritas kaum non kulit putih yang ada di Afrika
Selatan adalah orang India, sedangkan mayoritas kaum berkulit putih yang ada di
Afrika Selatan adalah orang-orang berkebangsaan Inggris.
76
77
Dalam film tersebut, para kaum India mendapatkan diskriminasi yang sangat
merugikan mereka. Mereka dianggap sebagai kaum yang rendah dan berbeda
sehingga mereka tidak berhak untuk menggunakan fasilitas umum kelas atas, mereka
dianggap layak untuk menjadi budak dan menjadi sasaran amarah dan kekerasan
serta penindasan dari kaum Inggris, mereka wajib mengenakan tanda pengenal
sebagai bukti bahwa mereka adalah kaum berkulit non putih, mereka bahkan
dianggap tidak pantas untuk berjalan bersama-sama dengan orang berkulit putih di
berbagai tempat di Afrika Selatan.
Tindak diskriminasi pertama yang dialami oleh Gandhi adalah ketika ia tidak
diperkenankan untuk duduk dan menggunakan jasa kereta api kelas satu yang
terdapat di Afrika Selatan, walaupun ia sudah memiliki tiketnya. Ia diperintahkan
untuk keluar dari kereta itu, namun ia menolak karena ia merasa perlakuan ini
sungguh tidak adil. Pada akhirnya, ia dilempar keluar secara paksa dari kereta itu
oleh petugas kereta.
Dalam bidang ekonomi, para orang India juga tidak diijinkan untuk membuat
dan mengumpulkan garam dari Samudera Hindia untuk dijual kembali. Mereka
dipaksa untuk membeli garam, yang menjadi salah satu kebutuhan mendasar untuk
dikonsumsi oleh manusia, dengan harga yang mahal karena ditambah dengan pajak
yang tinggi. Dalam segi sandang, mereka juga kembali mengalami masalah ekonomi
karena mereka tidak dapat lagi mengumpulkan uang dari mewarnai dan membuat
pakaian. Produksi pakaian dari Inggris membuat mereka tidak mampu lagi
menghasilkan uang dari menbuat pakaian karena mayoritas penduduk telah
menggunakan pakaian produksi Inggris sebagai pemenuhan kebutuhan sandang
mereka. Hal ini tentu sangat memberatkan para kaum India.
78
Selain diskriminasi yang diberikan oleh orang berkulit putih terhadap orang
berkulit non putih, di dalam film ini juga terdapat diskriminasi yang dialami oleh
sesama orang India namun berbeda agama. Terdapat dua agama yang menjadi dua
pihak yang berseteru, yaitu agama Islam dan Hindu. Walaupun sudah hidup lama
bersama-sama di India, sulit bagi mereka untuk dapat bersatu dikarenakan mereka
memiliki landasan yang berbeda dan ajaran yang berbeda. Alasan utama mereka
tidak dapat dipersatukan adalah karena umat Islam yang pada waktu itu memiliki
jumlah yang lebih kecil dibandingkan umat Hindu, merasa tidak nyaman dan
terancam apabila mereka terus hidup bersama-sama dengan identitas sebagai kaum
minoritas. Oleh karena itu, mereka ingin mendirikan negara sendiri dengan
berlandaskan asas Islam sehingga mereka merasa aman terhadap hak-hak agama
mereka dan tidak merasa dikuasai oleh kaum Hindu yang pada saat itu jumlahnya
mendominasi India.
Baik hal diskriminasi antara orang berkulit putih dan non putih, serta
diskriminasi antar agama Hindu dan Islam, menjadikan situasi kehidupan penduduk
yang terdapat dalam film ini penuh dengan perselisihan dan ketidakadilan. Hal ini
memperlihatkan suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, di mana sesama
manusia tidak lagi mencintai orang-orang di sekitarnya dan hanya mementingkan
dirinya sendiri. Muncul pertikaian di mana-mana dan tidak ada lagi kedamaian untuk
hidup tenang dan bersatu.
Oleh karena itu, Gandhi sebagai tokoh utama dalam film ini, melakukan
berbagai usaha karena cita-citanya adalah untuk mewujudkan perdamaian, keadilan
dan persatuan bagi bangsa-bangsa, terutama membela hak-hak kaum tertindas dan
menghilangkan ketidakadilan yang terjadi di dalam kehidupan manusia, terutama
bagi kaum India yang menjadi kebangsaannya juga yang pada saat itu mengalami
79
berbagai tindak diskriminasi yang membawa mereka ke dalam situasi yang
memilukan hati.
Film ini sangatlah cocok untuk dianalisis dengan menggunakan teori
Pascakolonial yang membahas tentang perbedaan golongan identitas yang ada di
dalam kehidupan manusia, apa saja faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana
masalah itu pada akhirnya dapat diatasi.
Bab 1 dimulai dengan membahas latar belakang situasi yang terdapat di
Afrika Selatan yang digambarkan melalui sebuah film, di mana terdapat dua
kelompok ras yang berbeda. Kelompok yang satu adalah kelompok mayoritas,
mereka adalah orang-orang berkulit putih yang berkuasa atas kelompok kedua yaitu
kelompok minoritas. Kelompok minoritas adalah orang-orang yang bukan berkulit
putih, yang didominasi oleh orang India.
Di dalam film ini terdapat aksi diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang
berkulit putih kepada orang-orang bukan berkulit putih, di mana yang berkulit putih
menganggap identitasnya sebagai orang yang lebih tinggi dan tidak patut untuk
disamakan dengan orang bukan berkulit putih. Di dalam film ini juga akan
diceritakan tentang diskriminasi yang dilakukan oleh sesama orang India
dikarenakan mereka memiliki perbedaan agama.
Masalah yang dibahas pada studi ini adalah mengenai tokoh-tokoh dalam
film ini dan bagaimana pembawaan penokohan, baik sikap dan sifat mereka dalam
bertindak, latar belakang tempat dan waktu dalam film ini, simbol-simbol yang
melambangkan arti tertentu yang bisa dilihat dalam film ini, bagaimana suatu
anggapan masyarakat yang disebut juga stereotipe dapat mempengaruhi seseorang
dalam melakukan tindak diskriminasi, dan bagaimana pada akhirnya situasi yang
penuh dengan diskriminasi ini dapat teratasi dan menciptakan suatu suasana baru di
80
mana penduduknya dapat hidup dan berinteraksi satu sama lain tanpa terjadinya
diskriminasi yang disebabkan oleh latar belakang ras dan agama.
Ruang lingkup studi ini adalah pembahasan tentang film yang berjudul
Gandhi dan tokoh yang mendominasi film ini yang pada akhirnya memberi informasi
kepada kita mengenai perjuangan yang dilakukannya dalam mencapai cita-citanya
mewujudkan suatu kondisi di mana manusia bisa hidup damai dan bersatu tanpa
adanya suatu perpecahan dan pendiskriminasian satu dengan yang lain.
Tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengungkap pengaruh stereotip
tentang perbedaan ras dan agama terhadap tindak diskriminasi dan melihat faktorfaktor yang pada akhirnya dapat mendukung terciptanya satu kesatuan antar
kelompok yang berbeda yang disebut dengan hibriditas.
Penulisan studi ini telah dirancang dan direncanakan secara sisitematis sejak
awal proposal dibuat. Pertama-tama, penulis menetapkan topik yang menarik dan
berguna untuk dijadikan bahan analisis. Setelah itu, penulis menetapkan materi dan
media apa saja yang cocok untuk mendukung studi ini. Media yang digunakan untuk
menjadi bahan analasis adalah film berjudul Gandhi yang sangat sesuai untuk
dianalisis menggunakan teori Pascakolonial. Penulis menonton film tersebut
beberapa kali sampai ia benar-benar menguasai jalan cerita, nilai-nilai dan spesifikasi
apa saja yang terdapat dalam film Gandhi. Lalu, penulis melakukan pencarian data
untuk mendukung proses analisis film.
Pencarian data dilakukan dengan cara mengumpulkan data- data yang
berhubungan dengan fakta sejarah yang terdapat dalam film Gandhi beserta data-data
yang mendukung teori pascakolonial yang dipakai untuk menganalisis studi ini. Data
diperoleh dari buku-buku perpustakaan, jurnal artikel, dan informasi yang dapat
81
dipercaya dari internet. Setelah data lengkap terkumpul, penulis memulai analisis
dengan melihat unsur intrinsik dalam film.
Unsur intrinsik yang dibahas dalam analisis ini adalah tokoh dan
penokohannya, latar belakang tempat dan waktu film ini, serta simbol-simbol yang
ada dalam film ini. Unsur intrinsik ini digunakan untuk mendukung analisis
selanjutnya yang menggunakan teori Pascakolonial, termasuk dalam analisis
Pascakolonial adalah mengenai stereotipe yang pada akhirnya menghasilkan tindak
diskriminasi, perbedaan identitas, pembauran antar identitas yang satu dengan yang
lain, dan usaha-usaha yang dilakukan dalam menghilangkan tindak diskriminasi
untuk menghasilkan keadaan di mana terdapat dua identitas atau lebih dapat hidup
bersama-sama, berbaur dan rukun menjadi satu dan damai, yang disebut juga dengan
hibriditas.
Setelah analisis selesai dilakukan, dibuatlah kesimpulan berdasarkan hasil
yang telah didapat dari analisis beserta saran dan masukan dari penulis mengenai
studi ini. Studi ini dirancang sedemikian rupa dengan tata cara penulisan dan
penempatan yang benar sesuai dengan standar APA agar pembaca dapat mengerti
dan mudah menyerap nilai-nilai dan informasi serta mengetahui hasil yang terdapat
dalam studi ini.
Dalam bab 2 terdapat pembahasan mengenai teori yang digunakan untuk
mendukung analisis pada bab 3. Teori yang digunakan dalam studi ini adalah teori
pascakolonial. Untuk mendukung teori ini, penulis juga menyertakan teori tentang
unsur intrinsik dalam film. Terdapat tiga unsur intrinsik yang akan dibahas dalam
teori ini, yaitu tokoh beserta penokohannya, latar belakang film dibuat, dan simbol.
Tokoh adalah tokoh yang memegang peranan dalam film. Berdasarkan
peranannya, tokoh dapat dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh
82
pendukung. Berdasarkan perkembangannya dalam cerita, tokoh juga dapat dibagi
dua, yaitu tokoh dinamis yang mengalami perubahan sifat dalam kehidupannya dan
tokoh statis yang sifatnya selalu sama dan tidak berubah.
Penokohan adalah sifat-sifat yang mencerminkan sosok tokoh. Hal itu dapat
dilihat melalui bagaimana tokoh berbicara dan berpikir, bagaimana gaya berpakaian
dan penampilannya, bagaimana latar belakang kehidupannya dan tanggung jawabnya
dalam menjalani hidup, dan apa saja yang dilakukannya dalam menghadapi suatu hal
di dalam hidupnya.
Latar belakang film mencakup tempat dan waktu terjadinya kisah dalam film
ini. Tempat dan waktu yang dijelaskan akan mendukung penggambaran seseorang
terhadap kondisi yang terjadi. Hal ini juga mencakup latar belakang sosial dari suatu
masyarakat yang ikut mempengaruhi keadaan dalam film tersebut.
Unsur intrinsik yang terakhir adalah simbol. Seringkali dalam sebuah karya
ataupun kehidupan nyata, terdapat hal-hal yang tampak biasa namun hal itu memiliki
arti tertentu dalam sebuah penggambaran kehidupan. Simbol dapat menjadi suatu
makna yang dalam dan mendukung teori dalam analisis yang diterapkan dalam
sebuah karya.
Teori mengenai unsur intrinsik dalam film yang telah dijelaskan di atas
digunakan sebagai pendukung teori pascakolonial. Pascakolonial adalah sebuah teori
yang membahas tentang ketegangan atau perseteruan yang biasa terjadi di antara
kalangan orang yang memiliki identitas yang berbeda. Pada umumnya, perseteruan
yang terjadi adalah antara orang-orang Eropa yang berkulit putih dengan kaum
berkulit non putih, namun sering juga ditemui perseteruan yang alasannya bukan
karena warna kulit, namun karena hal lainnya seperti dalam hal perbedaan agama.
83
Di dalam teori pascakolonial ini terdapat teori tentang stereotip, yaitu tentang
pola pikir seseorang dalam memandang sesuatu hal; dan diungkapkan bahwa orangorang kebanyakan berpikir bahwa orang-orang kulit putih adalah orang yang
berkualitas tinggi karena putih dilambangkan sebagai hal yang bersifat positif dan
memberikan penerangan dan pencerahan, sedangkan orang yang bukan berkulit putih
dianggap lebih rendah karena dilambangkan sebagai hal yang bersifat kegelapan dan
suram.
Stereotip ini menimbulkan efek terhadap orang-orang yang mulai
mendiskriminasi orang lain yang dianggap lebih rendah darinya. Inilah yang disebut
dengan teori diskriminasi, yaitu teori yang membeda-bedakan satu kaum dengan
kaum yang lain. Diskriminasi antara satu kaum dengan kaum yang lain dapat dipicu
oleh berbagai faktor, namun teori diskriminasi pada studi ini hanya membahas
mengenai diskriminasi yang disebabkan oleh perbedaan faktor ras dan agama.
Di dalam pascakolonial terdapat juga teori identitas yang mengungkap
perbedaan identitas manusia oleh karena perbedaan latar belakang ras dan agama
yang dimilikinya. Namun di tengah-tengah perbedaan identitas, terdapat pula
kesatuan dan interaksi yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda latar belakang
namun mereka tetap menjadi satu kesatuan dan hidup bersama. Inilah yang disebut
hibriditas, suatu keadaan yang didambakan oleh orang-orang yang merindukan
perdamaian, keadilan dan persatuan.
Untuk mencapai keadaan ini, mereka melakukan usaha yang disebut dengan
counter discourse. Teori counter discourse mengelaborasi tentang perjuangan yang
dilakukan seseorang dalam menghilangkan pengaruh stereotip dan diskriminasi.
Bab 3 berisi tentang analisis unsur-unsur dalam film menggunakan teori yang
telah dijelaskan dalam bab 2. Yang menjadi tokoh utama dalam film ini adalah
84
seorang lelaki India bernama Mohandas Karamchand Gandhi, atau biasa dipanggil
“Gandhi”. Ialah yang menjadi pelopor perjuangan masyarakat India di Afrika Selatan
dalam meraih hak-hak mereka sebagai sesama warga negara Afrika Selatan. Mereka
seharusnya juga berhak menikmati fasilitas yang ada di negara tersebut dan mereka
tidak sepantasnya diperlakukan sebagai budak dan kaum rendah. Mereka berhak
hidup tanpa dicemooh dan ditindas oleh orang-orang kaum kulit putih.
Pada mulanya, Gandhi adalah seorang pengacara yang pergi dari India ke
Afrika Selatan untuk melakukan perjalanan bisnis, namun ia mendapat perlakuan
diskriminatif saat ia menggunakan jasa kereta kelas satu di sana. Saat itulah Gandhi
bertekad
memperjuangkan
keadilan
bagi
orang-orang
yang tertindas
dan
diperlakukan secara tidak adil. Gandhi mengubah gaya hidupnya dari seseorang yang
memiliki penampilan berkelas dengan dasi dan jas sebagai seorang pengacara,
menjadi seseorang yang menggunakan pakaian hanya dari kain yang dibuatnya
sendiri menggunakan mesin tenun sederhana. Ia yang dulunya terbiasa pergi dengan
menggunakan
kereta kelas satu, justru menjadi lebih suka berjalan kaki untuk
menjalani hidup yang sederhana. Ia juga hidup sederhana di rumah yang seadanya.
Hal ini menunjukkan bahwa ia merupakan tokoh yang bersifat dinamis, yaitu tokoh
yang berubah sifatnya dari penampilan pertamanya dalam film.
Dalam usahanya memperjuangkan keadilan, Gandhi didukung oleh beberapa
tokoh yang juga mengikuti jejaknya dalam melakukan hidup sederhana, tokoh
tersebut adalah istrinya yang bernama Kasturba dan seorang gadis berkebangsaan
Inggris yang bersedia menjadi anak angkat Gandhi yang bernama Mirabehn. Tokoh
lainnya yang mendukung Gandhi adalah Nehru, seorang India yang merupakan
petinggi negara dan juga menjadi teman dekat Gandhi. Ia sangat menyayangi
Gandhi, terbukti saat ia begitu marah mendengar ada orang yang berteriak “Matilah
85
Gandhi” pada waktu Gandhi sedang sakit. Seorang tokoh pendukung lagi adalah
seorang pendeta berkebangsaan Inggris bernama Charlie. Ia adalah seorang pemuda
yang berkulit putih dan beragama Kristen, tapi ia mendukung aksi-aksi yang
dilakukan oleh Gandhi, ia seringkali pergi bersama dengan Gandhi ke berbagai
tempat dan saling mendukung, walaupun ia berbeda agama dan ras dengan Gandhi.
Tampak di sini suatu keadaan yang mencerminkan hibriditas, di mana orang
berkulit putih dan beragama Kristen juga mengalami suatu interaksi dan hubungan
yang indah dengan orang berkulit non putih dan beragama Hindu. Hal hibriditas lain
yang juga ditunjukkan oleh Charlie adalah ketika ia naik ke atap kereta di mana
banyak sekali orang-orang India beragama Hindu di sana, dan mereka saling
menyambut dan tersenyum dengan hangat.
Gandhi juga memperjuangkan hak-hak orang India dalam bidang ekonomi. Ia
begitu prihatin melihat orang-orang India yang begitu miskin karena mereka tidak
punya pekerjaan apapun untuk menghasilkan uang, karena para kaum India yang
tadinya hanya mengandalkan penghasilan dari membuat dan mewarnai pakaian, kini
tidak bisa berbuat apa-apa karena produksi pakaian oleh Inggris telah menguasai
pasar. Oleh karena itu, Gandhi mengusulkan untuk melakukan gerakan pembakaran
pakaian produksi Inggris dan menyarankan mereka untuk mengenakan pakaian
sederhana yang dibuat sendiri, seperti Gandhi mengenakannya pada saat itu.
Gandhi juga sangat geram pada pemerintah Inggris yang melarang orang
India untuk membuat dan mengumpulkan garam sendiri dari Samudera Hindia.
Kaum India harus membayar mahal untuk membeli garam produksi Inggris karena
dibebankan oleh biaya pajak yang tinggi. Oleh karena itu, Gandhi melakukan sebuah
pergerakan di mana ia berjalan sejauh 388 kilometer dari Ahmehabad ke Dandi
86
untuk mengakui bahwa garam di Samudera Hindia adalah hak untuk para orang India
juga. Kegiatan ini diikuti oleh banyak orang India yang mengagumi aksi Gandhi.
Gandhi juga menentang aksi diskriminasi yang dilakukan oleh kaum Inggris
dengan cara membakar kartu tanda pengenal yang diperuntukkan khusus untuk orang
India, karena dengan adanya kartu tersebut, orang India menjadi memiliki identitas
yang berbeda dibanding orang Inggris. Tampak jelas di sini bahwa orang India yang
menjadi kaum non kulit putih saat itu adalah orang yang memiliki identitas sebagai
orang yang tertindas, sedangkan orang Inggris yang berkulit putih beridentitas
sebagai kaum yang menindas.
Dalam melakukan aksinya meraih keadilan, Gandhi menyampaikan beberapa
khotbah yang meminta orang India menentang aksi yang dilakukan oleh kaum
Inggris, namun dengan cara yang benar yaitu terus berpegang teguh pada kebenaran
dan menjauhi segala tindak kekerasan. Gandhi yakin suatu saat, kaum Inggris sadar
akan perbuatan negatif mereka apabila kejahatan itu dibalas dengan tindakan yang
benar.
Aksi diskriminasi selanjutnya terjadi antara sesama orang India yang berbeda
agama, yaitu antara Islam dan Hindu. Kaum Islam yang saat itu jumlahnya lebih
sedikit daripada orang Hindu, merasa terancam dan tidak tenang untuk terus hidup
bersama-sama di negara India. Oleh karena itu, pemimpin Islam yang bernama
Muhammad Ali Jinnah, mengusulkan pemisahan negara India. Ia menginginkan
pembentukan sebuah negara baru yang bernama Pakistan sebagai negara untuk kaum
Islam dan kaum Hindu tetap berada di India. Tampak di sini bahwa kaum Islam
beridentitas sebagai kaum marjinal karena jumlahnya yang lebih sedikit dan
ketakutan mereka terhadap kaum Hindu sebagai kaum yang beridentitas arus utama
sehingga mereka tidak ingin lagi lebih lama menjadi penduduk negara India.
87
Pada awalnya Gandhi tidak setuju akan pemisahan negara ini, namun karena
kekhawatirannya akan terjadinya perang saudara yang memakan lebih banyak
korban, akhirnya terbentuklah suatu negara baru untuk kaum Islam yang berasal dari
India yang bernama Pakistan pada tahun 1947. Jinnah menjadi tokoh antagonis di
sini karena ia menentang usul Gandhi untuk tetap menyatukan Islam dan Hindu.
Namun di tengah-tengah situasi yang menegangkan atara kaum Hindu dan Islam di
India, Gandhi berhasil menciptakan perdamaian di antara mereka melalui
kegiatannya berdoa dan berpuasa memohon kepada Tuhan. Ia juga menyarankan
orang Hindu yang telah membunuh orang Islam yang membunuh anaknya terlebih
dulu, untuk mengadopsi kembali seorang anak, namun yang beragama Islam, dan
mengasihinya seperti anaknya sendiri.
Ada tujuh buah simbol yang terdapat dalam film Gandhi. Yang pertama
adalah garam. Garam adalah salah satu kebutuhan konsumsi yang sangat mendasar
bagi manusia, oleh karena itu Gandhi melakukan gerakan mengakui garam sebagai
hak orang India juga.
Selanjutnya adalah menggunakan pakaian yang dibuat sendiri dan membakar
pakaian produksi Inggris. Tindakan ini dilakukan sebagai aksi perlawanan terhadap
kaum Inggris yang telah menindas mereka secara ekonomi dan membuktikan bahwa
mereka mampu membuat pakaian sendiri tanpa harus mengandalkan Inggris, dan
juga sebagai simbol kebersamaan kaum India sehingga tidak ada lagi perbedaan
penampilan di antara mereka.
Gereja di dalam film tersebut juga menjadi simbol sebagai ikon iman tapi
ternyata banyak orang yang mengaku dirinya beragama namun sifatnya tidak
menjadi teladan dan berkat bagi orang lain.
88
Simbol selanjutnya adalah kartu tanda pengenal bagi orang India. Kartu ini
menjadi penanda bahwa mereka diperlakukan sebagai orang asing dan tidak dihargai
sebagai warga negara Afrika Selatan.
Kegiatan berdoa dan berpuasa yang dilakukan Gandhi dapat menjadi simbol
bahwa Gandhi benar-benar serius melakukan aksinya untuk mencapai apa yang
dicita-citakannya dan sebagai simbol bahwa ia percaya Tuhan akan membuka jalan
bagi setiap manusia yang berharap dan memohon kepadaNya.
Yang terakhir adalah simbol nama. Mirabehn adalah nama yang diberikan
Gandhi kepada seorang gadis Inggris berama Slade, yang menandakan bahwa sang
gadis rela mengganti namanya untuk menjadi seperti anak Gandhi sebagai simbol
bahwa orang kulit putihpun menghargai Gandhi dan bahkan rela sampai mengganti
namanya.
Pada akhir cerita ini, Gandhi dikisahkan mati ditembak oleh seorang Hindu
fanatik bernama Nathuram Godse. Godse merasa marah kepada Gandhi yang
dirasanya terlalu baik kepada umat Islam. Gandhi mempermasalahkan uang sebesar
250 juta Rupee kepada pemerintah India untuk dibayarkan kepada Pakistan yang
bertujuan untuk menghindari terjadinya kekerasan antar agama. Godse yang merasa
India sebagai negara Hindu dirugikan karena hal ini, marah dan membunuh Gandhi
pada saat Gandhi hendak pergi berdoa. Dengan demikian, penyebab kematian
Gandhi dapat disimpulkan adalah karena diskriminasi antar agama. Godse menjadi
tokoh antagonis yang mengakhiri hidup Gandhi.
Di waktu pemakamannya, begitu banyak orang yang berduka. Perjuangannya
yang sangat besar, membawa dampak besar bagi perdamaian dan keadilan terutama
di Afrika Selatan dan India dan sosoknya menjadi sejarah bahwa di dunia ini masih
89
terdapat sosok yang peduli terhadap sesama dan menyebarkan cinta kasih untuk
dapat dikenang sebagai tokoh yang mulia dan patut dicontoh sebagai teladan.
Bab 4 berisi mengenai kesimpulan dari hasil analisis yang telah dibahas pada
Bab 3. Unsur – unsur intrinsik di dalam film seperti tokoh & penokohan, latar, dan
simbol digunakan dalam analisis untuk mendukung proses pengelaborasian studi
Pascakolonial dalam membahas berbagai bidang di dalamnya, seperti diskriminasi,
stereotip, counter discourse, dan identitas. Dalam bab ini juga disimpulkan
bagaimana keadaan yang mencerminkan hibriditas pada akhirnya dapat terjadi.
Studi ini sangatlah menarik karena mengajarkan nilai moral pada kita bahwa
kita sebagai sesama manusia, tidak sepantasnya mendiskriminasi dan menindas
orang lain karena disebabkan oleh perbedaan faktor ras ataupun agama. Semua
manusia
diciptakan
sama
oleh
Tuhan,
hendaklah
manusia
memandang
keanekaragaman sebagai suatu hal yang positif dan patut disyukuri, bukan untuk
dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyakiti satu sama lain.
Download