CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2008 DISCRIMINATION, COUNTER DISCOURSE AND HIBRIDITY: A POSTCOLONIAL STUDY OF GANDHI (1982) BY RICHARD ATTENBOROUGH Angelina Salim 1200999223 Studi ini berjudul “Diskriminasi, Counter Discourse dan Hibriditas: Sebuah Pembelajaran Mengenai Pascakolonial terhadap Gandhi (1982) yang disutradarai oleh Richard Attenborough”. Sesuai dengan judulnya, studi ini berisi tentang pembelajaran mengenai sebuah film yang berjudul Gandhi dengan menggunakan teori Pascakolonial. Film ini mengisahkan mengenai perjuangan seorang India yang bernama Gandhi untuk membela keadilan bagi masyarakat India yang pada saat itu mengalami penderitaan karena mereka diperlakukan secara tidak adil oleh orang-orang berkulit putih yang hidup di Afrika Selatan, dikarenakan identitas mereka yang tidak termasuk dalam kaum kulit putih. Mayoritas kaum non kulit putih yang ada di Afrika Selatan adalah orang India, sedangkan mayoritas kaum berkulit putih yang ada di Afrika Selatan adalah orang-orang berkebangsaan Inggris. 76 77 Dalam film tersebut, para kaum India mendapatkan diskriminasi yang sangat merugikan mereka. Mereka dianggap sebagai kaum yang rendah dan berbeda sehingga mereka tidak berhak untuk menggunakan fasilitas umum kelas atas, mereka dianggap layak untuk menjadi budak dan menjadi sasaran amarah dan kekerasan serta penindasan dari kaum Inggris, mereka wajib mengenakan tanda pengenal sebagai bukti bahwa mereka adalah kaum berkulit non putih, mereka bahkan dianggap tidak pantas untuk berjalan bersama-sama dengan orang berkulit putih di berbagai tempat di Afrika Selatan. Tindak diskriminasi pertama yang dialami oleh Gandhi adalah ketika ia tidak diperkenankan untuk duduk dan menggunakan jasa kereta api kelas satu yang terdapat di Afrika Selatan, walaupun ia sudah memiliki tiketnya. Ia diperintahkan untuk keluar dari kereta itu, namun ia menolak karena ia merasa perlakuan ini sungguh tidak adil. Pada akhirnya, ia dilempar keluar secara paksa dari kereta itu oleh petugas kereta. Dalam bidang ekonomi, para orang India juga tidak diijinkan untuk membuat dan mengumpulkan garam dari Samudera Hindia untuk dijual kembali. Mereka dipaksa untuk membeli garam, yang menjadi salah satu kebutuhan mendasar untuk dikonsumsi oleh manusia, dengan harga yang mahal karena ditambah dengan pajak yang tinggi. Dalam segi sandang, mereka juga kembali mengalami masalah ekonomi karena mereka tidak dapat lagi mengumpulkan uang dari mewarnai dan membuat pakaian. Produksi pakaian dari Inggris membuat mereka tidak mampu lagi menghasilkan uang dari menbuat pakaian karena mayoritas penduduk telah menggunakan pakaian produksi Inggris sebagai pemenuhan kebutuhan sandang mereka. Hal ini tentu sangat memberatkan para kaum India. 78 Selain diskriminasi yang diberikan oleh orang berkulit putih terhadap orang berkulit non putih, di dalam film ini juga terdapat diskriminasi yang dialami oleh sesama orang India namun berbeda agama. Terdapat dua agama yang menjadi dua pihak yang berseteru, yaitu agama Islam dan Hindu. Walaupun sudah hidup lama bersama-sama di India, sulit bagi mereka untuk dapat bersatu dikarenakan mereka memiliki landasan yang berbeda dan ajaran yang berbeda. Alasan utama mereka tidak dapat dipersatukan adalah karena umat Islam yang pada waktu itu memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan umat Hindu, merasa tidak nyaman dan terancam apabila mereka terus hidup bersama-sama dengan identitas sebagai kaum minoritas. Oleh karena itu, mereka ingin mendirikan negara sendiri dengan berlandaskan asas Islam sehingga mereka merasa aman terhadap hak-hak agama mereka dan tidak merasa dikuasai oleh kaum Hindu yang pada saat itu jumlahnya mendominasi India. Baik hal diskriminasi antara orang berkulit putih dan non putih, serta diskriminasi antar agama Hindu dan Islam, menjadikan situasi kehidupan penduduk yang terdapat dalam film ini penuh dengan perselisihan dan ketidakadilan. Hal ini memperlihatkan suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, di mana sesama manusia tidak lagi mencintai orang-orang di sekitarnya dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Muncul pertikaian di mana-mana dan tidak ada lagi kedamaian untuk hidup tenang dan bersatu. Oleh karena itu, Gandhi sebagai tokoh utama dalam film ini, melakukan berbagai usaha karena cita-citanya adalah untuk mewujudkan perdamaian, keadilan dan persatuan bagi bangsa-bangsa, terutama membela hak-hak kaum tertindas dan menghilangkan ketidakadilan yang terjadi di dalam kehidupan manusia, terutama bagi kaum India yang menjadi kebangsaannya juga yang pada saat itu mengalami 79 berbagai tindak diskriminasi yang membawa mereka ke dalam situasi yang memilukan hati. Film ini sangatlah cocok untuk dianalisis dengan menggunakan teori Pascakolonial yang membahas tentang perbedaan golongan identitas yang ada di dalam kehidupan manusia, apa saja faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana masalah itu pada akhirnya dapat diatasi. Bab 1 dimulai dengan membahas latar belakang situasi yang terdapat di Afrika Selatan yang digambarkan melalui sebuah film, di mana terdapat dua kelompok ras yang berbeda. Kelompok yang satu adalah kelompok mayoritas, mereka adalah orang-orang berkulit putih yang berkuasa atas kelompok kedua yaitu kelompok minoritas. Kelompok minoritas adalah orang-orang yang bukan berkulit putih, yang didominasi oleh orang India. Di dalam film ini terdapat aksi diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang berkulit putih kepada orang-orang bukan berkulit putih, di mana yang berkulit putih menganggap identitasnya sebagai orang yang lebih tinggi dan tidak patut untuk disamakan dengan orang bukan berkulit putih. Di dalam film ini juga akan diceritakan tentang diskriminasi yang dilakukan oleh sesama orang India dikarenakan mereka memiliki perbedaan agama. Masalah yang dibahas pada studi ini adalah mengenai tokoh-tokoh dalam film ini dan bagaimana pembawaan penokohan, baik sikap dan sifat mereka dalam bertindak, latar belakang tempat dan waktu dalam film ini, simbol-simbol yang melambangkan arti tertentu yang bisa dilihat dalam film ini, bagaimana suatu anggapan masyarakat yang disebut juga stereotipe dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindak diskriminasi, dan bagaimana pada akhirnya situasi yang penuh dengan diskriminasi ini dapat teratasi dan menciptakan suatu suasana baru di 80 mana penduduknya dapat hidup dan berinteraksi satu sama lain tanpa terjadinya diskriminasi yang disebabkan oleh latar belakang ras dan agama. Ruang lingkup studi ini adalah pembahasan tentang film yang berjudul Gandhi dan tokoh yang mendominasi film ini yang pada akhirnya memberi informasi kepada kita mengenai perjuangan yang dilakukannya dalam mencapai cita-citanya mewujudkan suatu kondisi di mana manusia bisa hidup damai dan bersatu tanpa adanya suatu perpecahan dan pendiskriminasian satu dengan yang lain. Tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengungkap pengaruh stereotip tentang perbedaan ras dan agama terhadap tindak diskriminasi dan melihat faktorfaktor yang pada akhirnya dapat mendukung terciptanya satu kesatuan antar kelompok yang berbeda yang disebut dengan hibriditas. Penulisan studi ini telah dirancang dan direncanakan secara sisitematis sejak awal proposal dibuat. Pertama-tama, penulis menetapkan topik yang menarik dan berguna untuk dijadikan bahan analisis. Setelah itu, penulis menetapkan materi dan media apa saja yang cocok untuk mendukung studi ini. Media yang digunakan untuk menjadi bahan analasis adalah film berjudul Gandhi yang sangat sesuai untuk dianalisis menggunakan teori Pascakolonial. Penulis menonton film tersebut beberapa kali sampai ia benar-benar menguasai jalan cerita, nilai-nilai dan spesifikasi apa saja yang terdapat dalam film Gandhi. Lalu, penulis melakukan pencarian data untuk mendukung proses analisis film. Pencarian data dilakukan dengan cara mengumpulkan data- data yang berhubungan dengan fakta sejarah yang terdapat dalam film Gandhi beserta data-data yang mendukung teori pascakolonial yang dipakai untuk menganalisis studi ini. Data diperoleh dari buku-buku perpustakaan, jurnal artikel, dan informasi yang dapat 81 dipercaya dari internet. Setelah data lengkap terkumpul, penulis memulai analisis dengan melihat unsur intrinsik dalam film. Unsur intrinsik yang dibahas dalam analisis ini adalah tokoh dan penokohannya, latar belakang tempat dan waktu film ini, serta simbol-simbol yang ada dalam film ini. Unsur intrinsik ini digunakan untuk mendukung analisis selanjutnya yang menggunakan teori Pascakolonial, termasuk dalam analisis Pascakolonial adalah mengenai stereotipe yang pada akhirnya menghasilkan tindak diskriminasi, perbedaan identitas, pembauran antar identitas yang satu dengan yang lain, dan usaha-usaha yang dilakukan dalam menghilangkan tindak diskriminasi untuk menghasilkan keadaan di mana terdapat dua identitas atau lebih dapat hidup bersama-sama, berbaur dan rukun menjadi satu dan damai, yang disebut juga dengan hibriditas. Setelah analisis selesai dilakukan, dibuatlah kesimpulan berdasarkan hasil yang telah didapat dari analisis beserta saran dan masukan dari penulis mengenai studi ini. Studi ini dirancang sedemikian rupa dengan tata cara penulisan dan penempatan yang benar sesuai dengan standar APA agar pembaca dapat mengerti dan mudah menyerap nilai-nilai dan informasi serta mengetahui hasil yang terdapat dalam studi ini. Dalam bab 2 terdapat pembahasan mengenai teori yang digunakan untuk mendukung analisis pada bab 3. Teori yang digunakan dalam studi ini adalah teori pascakolonial. Untuk mendukung teori ini, penulis juga menyertakan teori tentang unsur intrinsik dalam film. Terdapat tiga unsur intrinsik yang akan dibahas dalam teori ini, yaitu tokoh beserta penokohannya, latar belakang film dibuat, dan simbol. Tokoh adalah tokoh yang memegang peranan dalam film. Berdasarkan peranannya, tokoh dapat dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh 82 pendukung. Berdasarkan perkembangannya dalam cerita, tokoh juga dapat dibagi dua, yaitu tokoh dinamis yang mengalami perubahan sifat dalam kehidupannya dan tokoh statis yang sifatnya selalu sama dan tidak berubah. Penokohan adalah sifat-sifat yang mencerminkan sosok tokoh. Hal itu dapat dilihat melalui bagaimana tokoh berbicara dan berpikir, bagaimana gaya berpakaian dan penampilannya, bagaimana latar belakang kehidupannya dan tanggung jawabnya dalam menjalani hidup, dan apa saja yang dilakukannya dalam menghadapi suatu hal di dalam hidupnya. Latar belakang film mencakup tempat dan waktu terjadinya kisah dalam film ini. Tempat dan waktu yang dijelaskan akan mendukung penggambaran seseorang terhadap kondisi yang terjadi. Hal ini juga mencakup latar belakang sosial dari suatu masyarakat yang ikut mempengaruhi keadaan dalam film tersebut. Unsur intrinsik yang terakhir adalah simbol. Seringkali dalam sebuah karya ataupun kehidupan nyata, terdapat hal-hal yang tampak biasa namun hal itu memiliki arti tertentu dalam sebuah penggambaran kehidupan. Simbol dapat menjadi suatu makna yang dalam dan mendukung teori dalam analisis yang diterapkan dalam sebuah karya. Teori mengenai unsur intrinsik dalam film yang telah dijelaskan di atas digunakan sebagai pendukung teori pascakolonial. Pascakolonial adalah sebuah teori yang membahas tentang ketegangan atau perseteruan yang biasa terjadi di antara kalangan orang yang memiliki identitas yang berbeda. Pada umumnya, perseteruan yang terjadi adalah antara orang-orang Eropa yang berkulit putih dengan kaum berkulit non putih, namun sering juga ditemui perseteruan yang alasannya bukan karena warna kulit, namun karena hal lainnya seperti dalam hal perbedaan agama. 83 Di dalam teori pascakolonial ini terdapat teori tentang stereotip, yaitu tentang pola pikir seseorang dalam memandang sesuatu hal; dan diungkapkan bahwa orangorang kebanyakan berpikir bahwa orang-orang kulit putih adalah orang yang berkualitas tinggi karena putih dilambangkan sebagai hal yang bersifat positif dan memberikan penerangan dan pencerahan, sedangkan orang yang bukan berkulit putih dianggap lebih rendah karena dilambangkan sebagai hal yang bersifat kegelapan dan suram. Stereotip ini menimbulkan efek terhadap orang-orang yang mulai mendiskriminasi orang lain yang dianggap lebih rendah darinya. Inilah yang disebut dengan teori diskriminasi, yaitu teori yang membeda-bedakan satu kaum dengan kaum yang lain. Diskriminasi antara satu kaum dengan kaum yang lain dapat dipicu oleh berbagai faktor, namun teori diskriminasi pada studi ini hanya membahas mengenai diskriminasi yang disebabkan oleh perbedaan faktor ras dan agama. Di dalam pascakolonial terdapat juga teori identitas yang mengungkap perbedaan identitas manusia oleh karena perbedaan latar belakang ras dan agama yang dimilikinya. Namun di tengah-tengah perbedaan identitas, terdapat pula kesatuan dan interaksi yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda latar belakang namun mereka tetap menjadi satu kesatuan dan hidup bersama. Inilah yang disebut hibriditas, suatu keadaan yang didambakan oleh orang-orang yang merindukan perdamaian, keadilan dan persatuan. Untuk mencapai keadaan ini, mereka melakukan usaha yang disebut dengan counter discourse. Teori counter discourse mengelaborasi tentang perjuangan yang dilakukan seseorang dalam menghilangkan pengaruh stereotip dan diskriminasi. Bab 3 berisi tentang analisis unsur-unsur dalam film menggunakan teori yang telah dijelaskan dalam bab 2. Yang menjadi tokoh utama dalam film ini adalah 84 seorang lelaki India bernama Mohandas Karamchand Gandhi, atau biasa dipanggil “Gandhi”. Ialah yang menjadi pelopor perjuangan masyarakat India di Afrika Selatan dalam meraih hak-hak mereka sebagai sesama warga negara Afrika Selatan. Mereka seharusnya juga berhak menikmati fasilitas yang ada di negara tersebut dan mereka tidak sepantasnya diperlakukan sebagai budak dan kaum rendah. Mereka berhak hidup tanpa dicemooh dan ditindas oleh orang-orang kaum kulit putih. Pada mulanya, Gandhi adalah seorang pengacara yang pergi dari India ke Afrika Selatan untuk melakukan perjalanan bisnis, namun ia mendapat perlakuan diskriminatif saat ia menggunakan jasa kereta kelas satu di sana. Saat itulah Gandhi bertekad memperjuangkan keadilan bagi orang-orang yang tertindas dan diperlakukan secara tidak adil. Gandhi mengubah gaya hidupnya dari seseorang yang memiliki penampilan berkelas dengan dasi dan jas sebagai seorang pengacara, menjadi seseorang yang menggunakan pakaian hanya dari kain yang dibuatnya sendiri menggunakan mesin tenun sederhana. Ia yang dulunya terbiasa pergi dengan menggunakan kereta kelas satu, justru menjadi lebih suka berjalan kaki untuk menjalani hidup yang sederhana. Ia juga hidup sederhana di rumah yang seadanya. Hal ini menunjukkan bahwa ia merupakan tokoh yang bersifat dinamis, yaitu tokoh yang berubah sifatnya dari penampilan pertamanya dalam film. Dalam usahanya memperjuangkan keadilan, Gandhi didukung oleh beberapa tokoh yang juga mengikuti jejaknya dalam melakukan hidup sederhana, tokoh tersebut adalah istrinya yang bernama Kasturba dan seorang gadis berkebangsaan Inggris yang bersedia menjadi anak angkat Gandhi yang bernama Mirabehn. Tokoh lainnya yang mendukung Gandhi adalah Nehru, seorang India yang merupakan petinggi negara dan juga menjadi teman dekat Gandhi. Ia sangat menyayangi Gandhi, terbukti saat ia begitu marah mendengar ada orang yang berteriak “Matilah 85 Gandhi” pada waktu Gandhi sedang sakit. Seorang tokoh pendukung lagi adalah seorang pendeta berkebangsaan Inggris bernama Charlie. Ia adalah seorang pemuda yang berkulit putih dan beragama Kristen, tapi ia mendukung aksi-aksi yang dilakukan oleh Gandhi, ia seringkali pergi bersama dengan Gandhi ke berbagai tempat dan saling mendukung, walaupun ia berbeda agama dan ras dengan Gandhi. Tampak di sini suatu keadaan yang mencerminkan hibriditas, di mana orang berkulit putih dan beragama Kristen juga mengalami suatu interaksi dan hubungan yang indah dengan orang berkulit non putih dan beragama Hindu. Hal hibriditas lain yang juga ditunjukkan oleh Charlie adalah ketika ia naik ke atap kereta di mana banyak sekali orang-orang India beragama Hindu di sana, dan mereka saling menyambut dan tersenyum dengan hangat. Gandhi juga memperjuangkan hak-hak orang India dalam bidang ekonomi. Ia begitu prihatin melihat orang-orang India yang begitu miskin karena mereka tidak punya pekerjaan apapun untuk menghasilkan uang, karena para kaum India yang tadinya hanya mengandalkan penghasilan dari membuat dan mewarnai pakaian, kini tidak bisa berbuat apa-apa karena produksi pakaian oleh Inggris telah menguasai pasar. Oleh karena itu, Gandhi mengusulkan untuk melakukan gerakan pembakaran pakaian produksi Inggris dan menyarankan mereka untuk mengenakan pakaian sederhana yang dibuat sendiri, seperti Gandhi mengenakannya pada saat itu. Gandhi juga sangat geram pada pemerintah Inggris yang melarang orang India untuk membuat dan mengumpulkan garam sendiri dari Samudera Hindia. Kaum India harus membayar mahal untuk membeli garam produksi Inggris karena dibebankan oleh biaya pajak yang tinggi. Oleh karena itu, Gandhi melakukan sebuah pergerakan di mana ia berjalan sejauh 388 kilometer dari Ahmehabad ke Dandi 86 untuk mengakui bahwa garam di Samudera Hindia adalah hak untuk para orang India juga. Kegiatan ini diikuti oleh banyak orang India yang mengagumi aksi Gandhi. Gandhi juga menentang aksi diskriminasi yang dilakukan oleh kaum Inggris dengan cara membakar kartu tanda pengenal yang diperuntukkan khusus untuk orang India, karena dengan adanya kartu tersebut, orang India menjadi memiliki identitas yang berbeda dibanding orang Inggris. Tampak jelas di sini bahwa orang India yang menjadi kaum non kulit putih saat itu adalah orang yang memiliki identitas sebagai orang yang tertindas, sedangkan orang Inggris yang berkulit putih beridentitas sebagai kaum yang menindas. Dalam melakukan aksinya meraih keadilan, Gandhi menyampaikan beberapa khotbah yang meminta orang India menentang aksi yang dilakukan oleh kaum Inggris, namun dengan cara yang benar yaitu terus berpegang teguh pada kebenaran dan menjauhi segala tindak kekerasan. Gandhi yakin suatu saat, kaum Inggris sadar akan perbuatan negatif mereka apabila kejahatan itu dibalas dengan tindakan yang benar. Aksi diskriminasi selanjutnya terjadi antara sesama orang India yang berbeda agama, yaitu antara Islam dan Hindu. Kaum Islam yang saat itu jumlahnya lebih sedikit daripada orang Hindu, merasa terancam dan tidak tenang untuk terus hidup bersama-sama di negara India. Oleh karena itu, pemimpin Islam yang bernama Muhammad Ali Jinnah, mengusulkan pemisahan negara India. Ia menginginkan pembentukan sebuah negara baru yang bernama Pakistan sebagai negara untuk kaum Islam dan kaum Hindu tetap berada di India. Tampak di sini bahwa kaum Islam beridentitas sebagai kaum marjinal karena jumlahnya yang lebih sedikit dan ketakutan mereka terhadap kaum Hindu sebagai kaum yang beridentitas arus utama sehingga mereka tidak ingin lagi lebih lama menjadi penduduk negara India. 87 Pada awalnya Gandhi tidak setuju akan pemisahan negara ini, namun karena kekhawatirannya akan terjadinya perang saudara yang memakan lebih banyak korban, akhirnya terbentuklah suatu negara baru untuk kaum Islam yang berasal dari India yang bernama Pakistan pada tahun 1947. Jinnah menjadi tokoh antagonis di sini karena ia menentang usul Gandhi untuk tetap menyatukan Islam dan Hindu. Namun di tengah-tengah situasi yang menegangkan atara kaum Hindu dan Islam di India, Gandhi berhasil menciptakan perdamaian di antara mereka melalui kegiatannya berdoa dan berpuasa memohon kepada Tuhan. Ia juga menyarankan orang Hindu yang telah membunuh orang Islam yang membunuh anaknya terlebih dulu, untuk mengadopsi kembali seorang anak, namun yang beragama Islam, dan mengasihinya seperti anaknya sendiri. Ada tujuh buah simbol yang terdapat dalam film Gandhi. Yang pertama adalah garam. Garam adalah salah satu kebutuhan konsumsi yang sangat mendasar bagi manusia, oleh karena itu Gandhi melakukan gerakan mengakui garam sebagai hak orang India juga. Selanjutnya adalah menggunakan pakaian yang dibuat sendiri dan membakar pakaian produksi Inggris. Tindakan ini dilakukan sebagai aksi perlawanan terhadap kaum Inggris yang telah menindas mereka secara ekonomi dan membuktikan bahwa mereka mampu membuat pakaian sendiri tanpa harus mengandalkan Inggris, dan juga sebagai simbol kebersamaan kaum India sehingga tidak ada lagi perbedaan penampilan di antara mereka. Gereja di dalam film tersebut juga menjadi simbol sebagai ikon iman tapi ternyata banyak orang yang mengaku dirinya beragama namun sifatnya tidak menjadi teladan dan berkat bagi orang lain. 88 Simbol selanjutnya adalah kartu tanda pengenal bagi orang India. Kartu ini menjadi penanda bahwa mereka diperlakukan sebagai orang asing dan tidak dihargai sebagai warga negara Afrika Selatan. Kegiatan berdoa dan berpuasa yang dilakukan Gandhi dapat menjadi simbol bahwa Gandhi benar-benar serius melakukan aksinya untuk mencapai apa yang dicita-citakannya dan sebagai simbol bahwa ia percaya Tuhan akan membuka jalan bagi setiap manusia yang berharap dan memohon kepadaNya. Yang terakhir adalah simbol nama. Mirabehn adalah nama yang diberikan Gandhi kepada seorang gadis Inggris berama Slade, yang menandakan bahwa sang gadis rela mengganti namanya untuk menjadi seperti anak Gandhi sebagai simbol bahwa orang kulit putihpun menghargai Gandhi dan bahkan rela sampai mengganti namanya. Pada akhir cerita ini, Gandhi dikisahkan mati ditembak oleh seorang Hindu fanatik bernama Nathuram Godse. Godse merasa marah kepada Gandhi yang dirasanya terlalu baik kepada umat Islam. Gandhi mempermasalahkan uang sebesar 250 juta Rupee kepada pemerintah India untuk dibayarkan kepada Pakistan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kekerasan antar agama. Godse yang merasa India sebagai negara Hindu dirugikan karena hal ini, marah dan membunuh Gandhi pada saat Gandhi hendak pergi berdoa. Dengan demikian, penyebab kematian Gandhi dapat disimpulkan adalah karena diskriminasi antar agama. Godse menjadi tokoh antagonis yang mengakhiri hidup Gandhi. Di waktu pemakamannya, begitu banyak orang yang berduka. Perjuangannya yang sangat besar, membawa dampak besar bagi perdamaian dan keadilan terutama di Afrika Selatan dan India dan sosoknya menjadi sejarah bahwa di dunia ini masih 89 terdapat sosok yang peduli terhadap sesama dan menyebarkan cinta kasih untuk dapat dikenang sebagai tokoh yang mulia dan patut dicontoh sebagai teladan. Bab 4 berisi mengenai kesimpulan dari hasil analisis yang telah dibahas pada Bab 3. Unsur – unsur intrinsik di dalam film seperti tokoh & penokohan, latar, dan simbol digunakan dalam analisis untuk mendukung proses pengelaborasian studi Pascakolonial dalam membahas berbagai bidang di dalamnya, seperti diskriminasi, stereotip, counter discourse, dan identitas. Dalam bab ini juga disimpulkan bagaimana keadaan yang mencerminkan hibriditas pada akhirnya dapat terjadi. Studi ini sangatlah menarik karena mengajarkan nilai moral pada kita bahwa kita sebagai sesama manusia, tidak sepantasnya mendiskriminasi dan menindas orang lain karena disebabkan oleh perbedaan faktor ras ataupun agama. Semua manusia diciptakan sama oleh Tuhan, hendaklah manusia memandang keanekaragaman sebagai suatu hal yang positif dan patut disyukuri, bukan untuk dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyakiti satu sama lain.