BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa anak usia dini merupakan salah satu periode yang sangat penting, karena periode ini merupakan tahap perkembangan kritis. Pada masa inilah terbentuk kepribadian seseorang yang ia peroleh melalui pengalaman-pengalaman dalam keluarga yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap anak sepanjang hidupnya. Dalam kerangka pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini yang tertulis dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional menyatakan Anak Usia Dini adalah anak yang berada pada masa rentang usia lahir sampai usia 6 tahun. Peran lingkungan termasuk lingkungan keluarga dan lingkungan TK sangat diperlukan anak untuk memberi pengalaman penting, oleh karena itu sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial bagi anak diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dibawanya sejak lahir. Manusia sebagai makhluk sosial sepanjang hidupnya selalu berhubungan dengan orang lain dan membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalankan kehidupannya, demikian juga anak usia dini juga butuh bantuan orang dewasa khususnya dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki. Salah satu dari potensi itu adalah pengembangan sosial anak, hal ini dapat berkembang apabila anak mendapat pengaruh dari hidup dalam kehidupan sosial. Dalam pengembangan kehidupan sosial anak akan mendapat sejumlah pengalaman dari lingkungan sosialnya khususnya dari orang – orang dewasa yang mengasuhnya. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, karena anak lahir dalam keluarga dan pertama sekali ia memperoleh pengaruh yang sangat mendasar dalam pembentukan kepribadian anak, karena lingkunan itulah pertama kali dikenal oleh anak, akan tetapi pada saat usia 5 tahun anak mulai kurang puas hanya bergaul dengan keluarga dan ingin memperluas pergaulan dengan anggota masyarakat terdekat. Hal inilah yang mengacu orang tua untuk memberikan kebebasan bergaul dengan masyarakat, akan tetapi yang mempunyai nilai pendidikan, yaitu dengan cara memasukkan anak pada lembaga pendidikan yang dikenal dengan Taman Kanak – Kanak. Taman kanak – kanak adalah tempat bermain sambil belajar, dan tempat yang paling disenangi oleh anak – anak. Pada kenyataannya, tidak sedikit yang lebih mementingkan kemampuan aspek kognitif anak tanpa memperhatikan kemampuan aspek yang lain dalam diri anak. Tuntutan orang tua yang lebih mementingkan agar anak lebih mampu dalam calistung ( membaca, tulis, dan berhitung) mengakibatkan guru hanya memperhatikan kemampuan kognitif anak. Perkembangan sosial, motorik kasar, bahasa , nilai agama dan moral menjadi kurang dikembangkan, seharusnya orang tua dan guru dapat menyeimbangkan kemampuan kognitif dengan kemampuan yang lainnya, karena aspek – aspek tersebut saling berkaitan dalam kemampuan anak. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang turut melanjutkan pendidikan keluarga dalam mengembangkan pengetahuan anak, untuk itu guru terus berupaya mengembangkan potensi anak, salah satunya adalah kemampuan anak untuk bersosialisasi. Dalam melakukan hubungan dengan orang lain atau masyarakat disekitarnya akan mengalami yang namanya perkembangan sosial. Perkembangan sosial merupakan proses belajar untuk menyesuaikan diri dalam bermasyarakat, dapat bekerjasama dengan orang lain, berkomunikasi dengan baik dengan lingkungan tempat tinggal. Pada masa prasekolah anak belajar dasar–dasar tingkah laku sosial sebagai persiapan kehidupan sosialnya di masa mendatang, di mana perkembangan anak tertuju pada upaya untuk menjelajahi serta menguasai lingkungan atau dunianya. Kemampuan sosial anak sangatlah penting untuk dikembangakan, khususnya dalam hal berinteraksi sosial. . Menurut Hurlock (1978:252) Pada umumya, perkembangan sosial anak usia dini yaitu anak dapat merasakan rasa takut dan cemas mulai berkembang dalam diri anak, keinginan untuk berdusta mulai muncul akan tetapi anak terlihat takut untuk melakukannya. Pada usia ini anakanak mulai memilih – milih teman bermain yang dijadikan teman dan yang tidak mereka suka menjadi teman bermain, anak mulai berperilaku sperti boss, anak juga sudah dapat mengikuti aturan – aturan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan guru di TK Tamariska Deli Serdang, diketahui bahwa sikap sosial anak kurang mendapat perhatian dari guru dan orang tua, Hal ini disebabkan oleh tuntutan orang tua yang beranggapan bahwa kemampuan akademik (calistung) lebih penting serta kurangnya kemampuan guru dan terbatasnya alat peraga dalam menerapkan metode bermain peran pada anak. Sebagian besar anak belum mampu bersosialisasi dengan baik. Sebagian anak yang kurang mampu bersosialisasi dengan teman – temannya yang lain, terlihat ketika sedang bermain dan belajar anak memilih – milih teman. Anak mau memukul ataupun mencubit dan tidak mau berbagi mainan dengan temannya. Anak tidak mau berbagi bekal makanan, hal ini terlihat ketika anak memilki makanan yang banyak tidak mau berbagi dengan teman yang tidak membawa bekal. Guru harus menanyakan terlebih dahulu pada anak siapa yang mau berbagi makanan pada temannya yang tidak membawa bekal. Sebagian siswa juga kurang mau disuruh tampil kedepan kelas untuk mengemukakan pendapatnya karena anak merasa malu dan takut ditertawakan oleh teman – temannya. Tidak jarang ditemukan pada saat anak bermain dengan temannya menggunakan mainan, anak yang lain tidak mau membantu dan bekerja sama dalam merapikan mainan – mainan yag digunakan ketempatnya.. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 58 Tahun 2009, yaitu saling berbagi, saling bekerjasama, mau menolong, dan bertanggung jawab akan tugasnya. Perkembangan sikap sosial anak tidak terlepas dari peran guru. Guru harus dapat memberikan strategi belajar – mengajar yang sesuai untuk mengembangkan sosial anak, seperti mengarahkan anak untuk dapat bersosialisasi dengan teman lainnya, memberikan pujian kepada anak yang saling membantu dan bekerja sama dengan temannyaan sebagainya. Memvariasikan metode pembelajaran yang digunakan dalam mengembangkan sikap sosial anak, lebih sering memberikan permainan yang merangasang anak untuk mengembangkan sosialnya seperti dengan bermain peran. Pada kenyataanya peneliti melihat guru membiarkan anak yang lain menertawakan temannya didepan kelas pada saat mengemukakan pendapatnya, membiarkan anak memilih – milih teman saat bermain dan belajar, membiarkan anak tidak berbagi mainan dan tidak mau membantu teman dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, guru hanya memfokuskan pembelajaran pada membaca tulis dan berhitung Sebagaimana tuntutan dari setiap orang tua, sehingga guru kurang memperhatikan metode bermain anak. Hal tersebut membuat anak menjadi jenuh dan bosan pada saat kegiatan belajar berlangsung. Guru seharusnya dapat lebih memvariasikan metode pembelajaran yang digunakan dalam mengembangkan sosial anak dengan metode bermain peran. Anak pun menjadi lebih tertarik dan suasana kelas pun menjadi tidak terlalu monoton, karena dengan metode bermain peran anak tersebut dapat bersosialisasi dengan mudah terhadap teman sebayanya serta peran sebagai orang lain meningkatkan daya imajinasi anak. Dengan melihat permasalahan diatas peneliti menyadari perlu perbaikan proses pembelajaran. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengembangkan sikap sosial anak salah satunya adalah metode bermain peran. Hal ini dikarenakan bermain peran dapat memunculkan sikap sosial anak terhadap orang lain, seperti : mau menolong ataupun berbagi terhadap orang lain. pernyataan diatas didukung oleh pendapat (dalam Taufik, 2012) secara online, “ melalui bermain peran, para peserta didik mengeksplorasikan hubungan antara manusia dengan memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga anak dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Metode bermain peran merupakan suatu kegiatan permainan yang mememerankan tokoh – tokoh yang diperankan anak untuk mengembangkan imajinasinya sehingga dapat menghayati tujuan dari kegiatan tersebut. Dalam metode bermain peran, anak berperan sebagai orang lain, namun lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam cerita atau pertunjukkan. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik menggunakkan metode bermain peran untuk mengembangkan sikap sosial anak 5-6 dan memusatkan bermain peran sebagai Guru dan Anak murid, dimana anak akan memerankan sebagai tokoh guru dan anak murid yang berada disekolah. Dalam bermain peran anak akan dapat menunjukkan sikap yang mau menolong saat belajar ataupun bermain, berpatisipasi saat ada teman yang sakit, membantu teman yang kesusahan dan saling berbagi terhadap orang lain. Anak juga akan mengetahui peran apa yang dimainkan anak, sehingga anak dapat mengetahui kebaikan dan kekurangan dari peran – peran yang mereka mainkan dalam skenario bermain peran tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian "Upaya Mengembangkan Sikap Sosial Anak Dalam Bermain Peran Anak Usia 5 – 6 Tahun di TK Tamariska Tahun Ajaran 2013/2014". 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian dappat diidentifikasi masalah penelitian yaitu : - Anak memilih – milih teman saat sedang belajar maupun bermain. - Terdapat anak yang tidak mau berbagi dan bekerja sama dalam merapikan mainan . - Kurang memadai alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran. - Metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi. - Penggunaan metode bermain peran sangat jarang digunakan dalam pengembangan sikap sosial anak usia 5 – 6 tahun di TK Tamariska Medan 1.3 Batasan Masalah Untuk menghindari meluasnya masalah pada penelitian ini, maka penelitian dibatasi pada "Upaya mengembangkan sikap sosial anak kelompok B di TK Tamariska Tahun Ajaran 2013/2014" 1.4 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah "Apakah dengan menggunakan metode barmain peran dapat mengembangkan sikap sosial anak kelompok B TK Tamariska Tahun Ajaran 2013/2014?". 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah : Untuk mengetahui perkembangan sikap sosial anak kelompok B di TK Tamariska Tahun Ajaran 2013/2014" Untuk mengetahui penerapan metode bermain peran dalam mengembangkan sikap sosial kelompok B. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Anak Metode bermain peran dijadikan salah satu alternatif metode pembalajaran untuk diterapkan oleh guru agar dapat meningkatkan sikap sosil anak. 2. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam menerapkan metode bermain peran dalam mengembangkan sikap sosial anak kelompok B. 3. Bagi Guru Sebagai masukan bagi guru dalam mengembangkan sikap sosial anak melalui penggunaan metode bermain peran. 4. Bagi sekolah Penelitian ini diharapkan untuk memperbaiki proses pembelajaran khususnya dalam mengembangkan sikap sosial anak dengan menggunakan metode bermain peran.